Anda di halaman 1dari 3

Nama : Felix Adrian Limbong

NPM : 110110220336
Mata Kuliah : Hukum Internasional
Dosen : Prof. Atip Latifulhayat. S.H., L.L.M.,Ph.D
Cloryne Tri Isana Dewi, S.H., L.L.M.

Hakikat dan Dasar berlakunya Hukum Internasional

1. Apakah Hukum Internasional benar merupakan suatu hukum? Jelaskan


argumentasinya

Hukum internasional sering dianggap tidak benar-benar hukum. Namun, catatan dari
sistem hukum nasional yang paling maju sekalipun dalam menangani kejahatan tidak perlu
diragukan. jika dibandingkan dengan kejahatan nasional, Negara-negara pada umumnya cukup
mematuhi hukum internasional. hukum memperoleh kekuatannya dari penerimaan oleh
masyarakat bahwa aturan-aturannya mengikat, bukan dari kemampuannya untuk ditegakkan,
maka hukum internasional adalah hukum. Seperti yang akan kita lihat ketika kita melihat
sumber-sumber hukum internasional, kekuatan mengikatnya tidak berasal dari keberadaan
polisi, pengadilan, dan penjara. Hal ini didasarkan pada persetujuan (tersurat maupun tersirat)
dari Negara-negara, dan kepentingan nasional.
Dasar pemikiran dari hukum internasional adalah bahwa hubungan antar negara harus
harus diatur oleh prinsip-prinsip dan aturan-aturan umum. Namun, apa yang dimaksud dengan
aturan-aturan tersebut ditentukan oleh kepentingan nasional, yang pada gilirannya sering kali
didorong oleh kepentingan nasional.
Argumentasi yang paling kuat untuk keberadaan hukum internasional sebagai sebuah
sistem hukum adalah bahwa anggota masyarakat internasional mengakui bahwa ada suatu
badan aturan yang mengikat mereka sebagai hukum. Negara-negara percaya bahwa hukum
internasional itu ada.
Ketika Irak menginvasi Kuwait pada tahun 1990, atau sebelumnya ketika Tanzania
menginvasi Uganda pada tahun 1978/79, sebagian besar negara menganggap tindakan tersebut
sebagai 'melanggar hukum', bukan hanya 'tidak bermoral' atau 'tidak dapat diterima'. Hal yang
sama juga berlaku untuk kejahatan perang yang dilakukan di Bosnia dan Rwanda, dan hal ini
diberikan bentuk konkret ketika Dewan Keamanan PBB menjatuhkan sanksi atau mengambil
tindakan terhadap negara yang melakukan pelanggaran, seperti yang dilakukan terhadap Libya
pada tahun 2011 untuk melindungi penduduk sipil. Kritik terhadap invasi yang dipimpin oleh
Amerika Serikat invasi AS ke Irak pada bulan Maret 2003 dan intervensi paksa Israel di
Lebanon pada Juli 2006 mengikuti pola yang sama, keduanya dianggap oleh mayoritas
masyarakat internasional sebagai pelanggaran hukum, tidak hanya sebagai tidak etis, tidak
bermoral atau tidak tidak diinginkan.
Demikian pula, mereka yang mendukung penggunaan kekuatan ini juga, hukum
internasional sebagai sesuatu yang tidak relevan, tetapi sebaliknya berusaha untuk
membenarkan invasi tersebut sebagai sesuatu yang sesuai dengan aturan hukum mengenai
keamanan kolektif dan pertahanan diri.
Merupakan fakta yang sangat penting bahwa negara merupakan subjek yang paling
penting dalam hukum internasional, negara yang tidak mengklaim bahwa mereka berada di
atas hukum atau bahwa hukum internasional tidak mengikat mereka. Ketika kasus mengenai
Penerapan Konvensi tentang Pencegahan dan Penghukuman Kejahatan Genosida (Bosnia dan
Kejahatan Genosida (Bosnia dan Herzegovina v Serbia & Montenegro) (ICJ 2007), Serbia
tidak menyangkal adanya aturan hukum mengenai genosida, tetapi berpendapat bahwa negara
tersebut tidak bertanggung jawab secara internasional atas pelanggaran hukum internasional
yang telah terjadi.
Meskipun sering banyak perdebatan mengenai kewajiban-kewajiban yang dibebankan
oleh hukum tersebut (seperti dalam kasus Kasus Genosida Bosnia Serbia di mana terdapat
perdebatan mengenai kewajiban-kewajiban yang tepat yang dibebankan oleh Konvensi
Genosida). Hal ini merupakan bukti kuat bahwa negara-negara mengikuti aturan hukum
internasional sebagai sebuah kewajiban, bukan hanya sebagai sebuah pilihan atau moralitas.
Dibandingkan dengan hukum nasional, hukum internasional dapat dianggap sebagai
hukum yang 'lemah', bukan karena masalah dengan kualitasnya yang mengikat. tetapi karena
pendekatannya yang kurang terorganisir terhadap masalah-masalah peradilan dan penegakan
hukum. Di sisi lain, telah dikemukakan sebelumnya bahwa keberadaan lembaga-lembaga
semacam itu merupakan ciri hukum nasional yang tidak dapat diadopsi secara menyeluruh ke
dalam hukum internasional atau paling tidak tanpa perubahan agar sesuai dengan persyaratan
sistem internasional.

2. Jelaskan bagaimana kaidah-kaidah hukum internasional mengikat bagi negara-negara


berdasarkan masing-masing teori yang telah dipelajari!

Hukum internasional tidak memiliki lembaga-lembaga yang lazim diasosiasikan


dengan hukum dan pelaksanaannya. Masyarakat intemasional tidak mengenal suatu kekua-
saan eksekutif pusat yang kuat seperti dalam negara-negara nasional. Masyarakat internasional
dalam bentuk sekarang merupakan suatu tertib hukum koordinasi dari sejumlah negara yang
masing masing berdaulat dalam tata masyarakat internasional yang demikian tidak pula
terdapat suatu badan legislatif maupun kekuasaan kehakiman dan polisional yang dapat
memaksakan berlakunya kehendak masyarakat internasional sebagaimana tercermin dalam
kaidah hukumnya.

i. Teori Hukum Alam


Ajaran teori hukum alam atau natural law adalah teori yang tertua dan memiliki
banyak pengaruh atas hukum internasional dalam pertumbuhannya dari awal permulaan.
Awalnya teori ini memiliki ciri keagamaan yang kuat, dan mulai dilepaskan dari ciri
keagamaan itu oleh Hugo Grotius. Hukum alam diartikan sebagai hukum ideal yang
didasarkan atas hakikat bahwa manusia adalah mahluk yang berakal atau kesatuan kaidah yang
dihamkan alam pada akal manusia.
Terhadap hukum internasional, para penganut teori hukum alam beranggapan bahwa
hukum internasional itu mengikat karena hukum internasional adalah hukum alam yang
penerapannya ada pada kehidupan masyarakat berbangsa. Dengan kata lain negara itu terikat
atau tunduk pada hukum internasional dalam hubungan antara mereka satu sama lain karena
hukum internasional itu adalah bagian dari hukum yang lebih tinggi yaitu hukum alam. Pada
abat XVII, paham ini disempurnakan oleh aahli hukum sekaligus diplomat bangsa Swiss
Emmerich Vattel dalam bukunya Drpit des Gens yang menyatakan :
“ We use the term necessary Law of Nations for that law which results from applying the
natural law to nations. It is necessary, because nations are absolutely bound to observe it. It
contains these precepts which the natural law dictates to States, and it is no less binding upon
them. It is upon individuals”
Tentang teori hukum alam ada yang tidak sependapat dikarenakan apa yang dimaksud
dengan hukum alam sendiri adalah seuatu yang samar dan sangat bergantung pada subjektif
yang bersangkutan mengenai keadilan, kepentingan masyarakat internasional, dll. Perbedaan
subjektif itu akan menimbulkan perbedaan taraf moral (tidak seragam). Kelemahan teori
hukum alam itu menitik beratkan pada perbedaan nilai pada tiap bangsa tetapi masih
terwujudnya keharmonisan dalam hukum internasional.

ii. Teori Kehendak Negara


Teori ini berpendapat bahwa pada dasaenya negara adalah sumber dari segala hukum,
dan hukum nternasional itu mengikat karena negara itu memiliki kemauan untuk tunduk pada
hukum internasonal. Teori kehendak negara berpanutan pada falsafah Hegel yang memiliki
pengaruh yang luas di Jerman. Salah satu orang terkemuka yang menganut teori ini adalah
George Jellineck yang erkenal denga Selbst-limitation-theorie. Selain itu penganut teori ini
ialah Zon yang bertanggapan bahwa hukum intenasional tidaklah lain dari pada hukum tata
negara yang mengatur hubungan luar dari suatu negara. Dalam teori ini beranggapan bahwa
hukum internasional bukan sesuatu yang lebih tinggi dibandingkan kemauan negara itu
untukmengikatkan dirinya.
Adapun kelemahan dari teori kehendak negara ini adalah teori ini tidak dapat
menerangkan bagaimana cara hukum internasional yang bergantung pada kehendak negara
dapat mengikat negara itu. Bagaimana kalau suatu negara secara sepihak membatalkan niatnya
untuk terikat dalam hukum internasional, apakah hukum internasional itu tidak mengikat
negara itu lagi? Teori ini pun tidak bisa menjelaskan jika terdapat negara yang baru terbentuk
sejak munculnya maka negara itu sudah terikat oleh hukum internasional.

iii. Teori Kehendak Bersama


Triepel berusaha membuktikan bahwa hukum internasional itu tidak hanya berdasarkan
kehendak negara melainkan adanya kehendak bersama yang lebih tinggi dari kehendak tia-tiap
negara secara individual. Dalam teori kehendak bersama terdapat vereinbarungs-theori, pada
teori ini mencoba menerangkan sifat mengikat dari kebiasaan atau custom law dengan
mengatakan bahwa dalam hal demikian kehendak untuk terikat diberikan secara diam-diam.
dengan melepas kehendak individual negara yang sepihak. Teori ini mengembalikan pada
pengertian hukum internasional sebagai hukum perjanjian antar negara-negara.
Di sini teori kehendak mempunyai titik pertemuan dengan teori alam tentang
perjanjian, bahwa mengikatnya suatu hukum bergantung pada kehendak dari subjeknya.

iv. Teori Norma Hukum


Pada teori ini terdapt mahzab Wiena yang mengemukkan asas pacta sunt servanda
sebagai kaidah dasar grundnorm hukum internasional. Teori ini mengembalikan segala sesuatu
pada kaidah dasar, bahwa hukum internasional itu memperoleh kekuatan mengikat. Tetapi
pada teori ini tidak bisa menjelaskan mengapa kaidah dalam hukum internasional itu mengikat.

v. Teori Fakta kemasyarakatan


Teori fakta kemasyarakatan menerangkan kekuatan mengikatnya hukum internasional
terhadap negara-negara di dunia berdasarkan hubungan dengan kenyataan hidup manusia yang
disebut dengan mahzab Prancis Permuka. Sejarah kehidupan manusia yang dinamakan fakta
kemasyarakatan (fait social), yaitu bahwa mengikatnya hukum itu mutlak perlu untuk dapat
terpenuhinya kebutuhan manusia (bangsa) untuk hidup bermasyarakatan.

Anda mungkin juga menyukai