BIOGRAFI
BIOGRAFI
NIM : 215120095
KELAS: ESY 3
Muawiyah bin Abi Sufyan dilahirkan di Mekkah pada tahun 600 Masehi, empat
tahun sebelum Nabi SAW menerima wahyu pertama dan wafat pada tahun 680 M di
Damaskus. Nama lengkapnya adalah Muawiyah bin Abi Sufyan Sakhr bin Harb bin
Umayyah bin Abdi Syams bin Abdi Manaf bin Qushay. Ia seorang bangsawan dari
suku Quraish. Nama panggilannya, Abu Abd. Ar-Rahman, digelari dengan “paman
orang mukmin”. Ibunya bernama Hindun binti Rabi’ah bin Abdi Syams. Sedang
bapaknya bernama Abu Sufyan, seorang Quraish pada mulanya sangat membenci
Nabi. Tetapi akhirnya masuk Islam setelah ia mendapat jaminan berupa keamanan
dengan berlindung dirumahnya pada peristiwa penaklukkan Kota Mekkah.
Muawiyah bin Abi Sufyan mempunyai beberapa isteri dan anak. Yang
pertama, Masyun binti Unaif al-Qalbiyah. Dari perkawinan ini lahirlah Yazid yang
kelak menggantikan posisi Muawiyah sebagai Khalifah. Isteri kedua, Fakhitah binti
Karazat bin Amr bin Naufal bin Abdi Manaf, lahirlah Abdul Rahman dan Abdullah.
Ketiga, Nailah binti Ammarah al-Kalbiyah dan isteri keempat, Katwah binti Karazat
yang merupakan saudara dari isteri keduanya, isteri ketiga diceraikan dan yang
keempat meninggal dunia.
Para ahli sejarah memberi penilaian yang berbeda-beda mengenai pribadi yang
terdapat pada muawiyah ini. Menurut Syed Mahmudunnasir, dalam diri muawiyah ini
digabungkan sifat-sifat seorang penguasa, politikus dan administrator. Ia seorang
peneliti sifat manusia yang tekun dan memperoleh wawasan yang tajam tentang
pikiran manusia. Ia berhasil memanfaatkan para pemimpin, politikus, administrator
yang paling ahli kala itu. Sedangkan menurut Philip K Hitti, muawiyah memiliki
watak dan kecakapan yang luar biasa. Ia biasa mengambil tindakan tegas jika dalam
posisi terpaksa serta selalu berusaha menguasai keadaan.
Muawiyah menjadi teladan dalam kesabaran, kecerdikan, toleransi,
pengendalian diri, dan pemberian maaf ketika mampu. Dia mengetahui bagaimana
cara menarik perhatian musuh-musuhnya dan para penantangnya yaitu dengan
kesabaran dan kewibawaannya, seperti yang dilakukan Nabi terhadap orang-orang
yang baru masuk Islam; selain dengan keyakinannya sendiri bahwa biaya perang dan
resikonya lebih tinggi di bandingkan pemberian yang mesti ia bagikan untuk
meredam penentangnya.
Muawiyah pernah berkata: “ Aku tidak akan menggunakan pedangku selama
salama cambukku sudah cukup, aku tidak akan menggunakan cambukku selama
lidahku masih bisa mengatasi. Jika ada rambut yang membentang antar diriku dan
orang yang menentang diriku, maka rambut itu tidak akan pernah putus selamanya.
Jika mereka mengulurnya, maka aku akan menariknya. Jika mereka menariknya,
maka aku akan mengulurkannya”. Sehingga setelah itu, terkenallah Muawiyah
dengan ungkapan Rambut Muawiyahdikalangan bangsa Arab hingga saat ini.