Anda di halaman 1dari 22

II.

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Kelapa Sawit

Kelapa sawit merupakan komoditas perkebunan unggulan

Indonesia . Produk utama tanaman kelapa sawit terdiri dari minyak sawit (CPO)
i

dan minyak inti sawit (PKO). Tanaman kelapa sawit (Elaeis guineensis
i

Jacq.) berasal dari Nigeria, Afrika Barat. Meskipun demikian, ada yang

menyatakan bahwa kelapa sawit berasal dari Amerika Selatan yaitu Brazil karena

lebih banyak ditemukan spesies kelapa sawit di hutan Brazil dibandingkan

Afrika. Pada kenyataannya, tanaman kelapa sawit hidup subur di luar daerah

asalnya, seperti Malaysia, Indonesia, Thailand, dan Papua Nugini.

Tanaman kelapa sawit memiliki arti penting bagi pembangunan


i

perkebunan nasional. Selain mampu menciptakan kesempatan kerja dan


i

mengarah kepada kesejahteraan masyarakat , kelapa sawit juga sumber devisa


i i

negara dan Indonesia merupakan salah satu produsen utama minyak kelapa

sawit . Berikut taksonomi dari tanaman kelapa sawit,


i

Kingdom : Plantae

Divisi : Embryophyta Siphonagama

Kelas : Angiospermae

Ordo : Monocotyledonae

Famili : Arecaceae

Subfamily : Cocoidae

Genus : Elaeis

Spesies : Elaeis Guineensis Jacq

1
Tanaman kelapa sawit yang dibudidayakan saat ini terdiri dari dua jenis

yang umum ditanam yaitu Elaesis guineensis dan Elaesis oleifera. Antara dua
i

jenis tersebut mempunyai fungsi dan keunggulan di dalamnya. Jenis Elaesis

guineensis memiliki produksi yang sangat tinggi sedangkan Elaesis oleifera

memiliki tinggi tanaman yang rendah.

2.1.1. Morfologi Kelapa Sawit

A. Akar
Akar tanaman kelapa sawit berfungsi sebagai penyerap unsur hara dalam
i

tanah, dan respirasi tanaman. Selain itu, sebagai penyangga berdirinya


i

tanaman sehingga mampu menyokong tegaknya tanaman pada ketinggian yang

mencapai puluhan meter hingga tanaman berumur 25 tahun. Kelapa sawit

merupakan tanaman berkeping satu (monokotil) sehingga sistem perakarannya

berbentuk serabut. Akar yang pertama muncul dari proses perkecambahan


i

biji disebut radikula. Setelah itu radikula akan mati dan membentuk akar utama
i

atau primer. Selanjutnya akar primer akan membentuk akar skunder, tersier,

dan kuartener . Perakaran kelapa sawit yang telah membentuk sempurna


i

umumnya memiliki beberapa bagian struktur yaitu , akar primer akar skunder,
i

akar tersier dan akar kuartener. Menurut ( Setyamidjaja ,2010 dalam Afifah,

2019), sistem perakaran kelapa sawit dapat diuraikan menjadi 4 bagian yaitu :
i

1. Akar primer, merupakan akar yang keluar dari bagian bawah batang yang

tumbuh secara vertikal dan berdiameter 5-10 mm.

2. Akar sekunder, merupakan akar yang tumbuh dari akar primer yang arah

tumbuhnya mendatar atau ke bawah dan berdiameter 1-4 mm.

2
3. Akar tersier, merupakan akar yang tumbuh dari dari akar sekunder yang arah

tumbuhnya mendatar. Akar ini paling aktif dalam menyerap hara dan air di

dalam tanah. i

4. Akar kuartener, merupakan akar cabang dari akar tertier yang berdiameter 0,2-

0,5 mm.

5. Akar yang paling aktif menyerap air dan unsur hara adalah akar tersier dan

kuartener berada di kedalaman 0-60cm dengan jarak 2-3 meter dari pangkal

pohon, hal ini sesuai dengan pernyataan (Pahan, 2000 dalam Pradiko et
i

al., 2016) bahwa akar kuarter pada tanaman kelapa sawit berperan penting

dalam mengabsorbsi unsur hara dan air.

Sistem perakaran kelapa sawit cenderung tumbuh kearah bawah (geotropis

positif) penembusan selanjutnya dibatasi oleh bentuk permukaan tanah . i

Pada tanah yang bertekstur halus akar memadat kurang baik bila dibandingkan
i

dengan perkembangan akar pada tanah yang berareasi baik dan bertekstur

longgar. Perkembangan akar tanaman kelapa sawit menyebar ke arah vertikal

dan lateral mengikuti perkembangan umur tanaman (Nazari et al., 2015).


i i

B. Batang
Batang kelapa sawit berdiameter 25-75 cm, namun di perkebunan
i

umumnya 45-65 cm, pangkal batang lebih besar pada tanaman yang lebih
i

tua . Batang kelapa sawit merupakan batang


i i tunggal yang tidak bercabang . i

Batang tanaman kelapa sawit berfungsi sebagai struktur pendukung tajuk

(daun, bunga, dan buah). Kemudian fungsi lainnya adalah sebagai sistem

pembuluh yang mengangkut unsur hara dan makanan bagi tanaman. Tinggi

maksimum batang tanaman kelapa sawit yang ditanam diperkebunan antara

3
15-18 m sedangkan

4
yang di alam mencapai 30 m (Fauzi et al., 2002 dalam Sarwono.E et al.,

2018). Batang kelapa sawit biasanya terbungkus oleh pelepah daun sehingga
i

batang tampak lebih besar, bila dipangkas maka akan terlihat berbentuk spiral

yang mengarah keatas biasanya sisa pelepah ini akan lepas setelah usia 10

tahun. Penebalan dan pembesaran batang terjadi karena aktivitas penebalan

meristem primer yang terletak di bawah meristem pucuk dan ketiak daun. i

Tanaman kelapa sawit yang masih muda, batangnya tidak terlihat karena
i

tertutup pelepah dan daun. Kelapa sawit yang dapat menghasilkan buah

ditandai dengan ciri-ciri morfologi tanaman yang memiliki diameter batang i

50 cm dari atas tanah sebesar 62-74 cm, diameter batang 100 cm dari atas

tanah sebesar 56- 68 cm (Suhatman et al., 2016). Pertambahan tinggi batang


i

terlihat jelas setelah 4 tahun. Umur ekonomis tanaman sangat dipengaruhi oleh

pertambahan tinggi batang/tahun . i Semakin rendah pertambahan tinggi

batang, semakin panjang umur ekonomis tanaman kelapa sawit (Pandiangan,

2015).

C. Daun
Daun merupakan pusat produksi energi dan i bahan makanan bagi

tanaman . Bentuk daun, jumlah daun dan susunannya sangat berpengaruh


i

terhadap tangkapan sinar mantahari. Daun tanaman kelapa sawit memiliki

ciri yaitu membentuk susunan


i i daun majemuk, bersirip genap, dan

bertulang sejajar. Panjang pelepah daun dapat lebih dari 9 meter. Helai anaki

daun yang terletak di tengah pelepah daun adalah yang paling panjang dan

panjangnya dapat melebihi 1,2 meter. Jumlah anak daun dalam satu pelepah

adalah 100 - 160 pasang. Pohon kelapa sawit normal dan sehat yang
i

5
dibudidayakan, pada satu batang terdapat 40

- 50 pelepah daun. Apabila tidak dilaksanakan pemangkasan sewaktu


i

panen ,
i

6
maka jumlah daun dapat melebihi 60 buah, Pertambahan daun kelapa sawit

dipengaruhi keadaan musim dan tingkat kesuburan tanah (Safitri Adnan et al.,
i

2015).

Daun pertama yang keluar pada stadium benih berbentuk lanset

(lanceolate), beberapa minggu kemudian terbentuk daun berbelah dua

(bifurcate) dan setelah beberapa bulan terbentuk daun seperti bulu (pinnate)

atau menyirip. Misalnya pada bibit berumur lima bulan susunan daun terdiri

atas 5 lanset, 4 berbelah dua, dan 10 berbentuk bulu. Susunan daun kelapa
i i

sawit mirip dengan kelapa (nyiur), yaitu membentuk daun menyirip. Jumlah i

kedudukan dan pelepah daun pada batang kelapa sawit disebut filotaksis yang

dapat ditentukan berdasarkan perhitungan susunan anak daun , yaitu dengan


i

menggunakan rumus duduk 1/8. Artinya setiap satu kali berputar melingkari

batang, terdapat duduk daun (pelepah) sebanyak delapan helai (Novita, 2019). i

Daun terdiri atas tangkai daun (petiole) yang pada kedua tepinya terdapat

dua baris duri (spines). Tangkai daun bersambung dengan tulang daun utama

(rachis), yang jauh lebih panjang dari tangkai dan pada kiri-kanannya terdapat

anak-anak daun (pinna; pinnata). Tiap anak daun terdiri atas tulang anak daun i

(lidi) dan helai daun. Jumlah produksi daun adalah 30-40 daun per tahun
i

pada pohon-pohon 5-6 tahun; setelah itu produksi daun menurun menjadi 20-
i

25 daun per tahun, (Gusta et al., 2015) menyatakan bahwa, pertambahan

jumlah daun ditentukan oleh sifat genetis tanaman dan lingkungan, yaitu bahwa
i

pada tanaman kelapa sawit dihasilkan 1-2 helai daun setiap bulan.

7
D. Bunga
Tanaman kelapa sawit akan mulai berbunga pada umur sekitar 12-14

bulan. Bunga tanaman kelapa sawit termasuk monocious yang berarti bunga
i

jantan dan betina terdapat pada satu


i pohon tetapi tidak pada tandan yang

sama. Tandan bunga terletak diketiak daun, mulai tumbuh setelah tanaman
i i

berumur sekitar satu tahun . Secara umum bunga jantan dan betina
ii

berukuran besar. Bunga terletak diantara pelepah dan terlihat terhimpit


i

(Syahbanuari et al., 2020).

.Primordia i (bakal) bunga terbentuk sekitar 33 – 34 bulan sebelum bunga

matang (siap melaksanakan penyerbukan) . Pertumbuhan bunga sangat


i i

dipengaruhi oleh kesuburan i tanah. i Tanaman


i yang tumbuh kerdil

pertumbuhan bunganya lebih lambat. Tandan bunga betina terbungkus i i

dalam seludang (Spadiks) yang panjangnya 24-25 cm, dalam satu tandan i i

bunga jantan dapat menghasilkan 200 spikelet, dan setiap spikelet terdiri
i i

atas ± 750 bunga jantan. Bunga jantan memiliki 6 benang sari dan dari satu i i

tandan bunga jantan dapat menghasilkan 25


i i

- 50 g serbuk sari. Dalam satu tandan bunga betina terdapat 100 – 200 spikelet i

dan setiap spikelet terdiri atas 30 bunga betina . (Lubis et al., 2017) menyatakan i

bahwa semakin tua umur tanaman kelapa sawit, jumlah spikelet yang terdapat

pada bunga jantan cenderung semakin banyak. i

Proses pembentukan tipe bunga ada yang dipengaruhi oleh teknik

budidaya dan lingkungan i i misalnya pemangkasan daun i yang terlalu

berat dapat mengakibatkan


i terbentuk inflorisensi jantan yang lebih

banyak, sedangkan kekeringan dapat mengakibatkan absorsi kuncup tandan


i

8
bunga. Bulan kering yang tegas dan berturut – turut selama beberapa
i

bulan bisa mempengaruhi pembentukan bunga untuk 2 tahun berikutnya (Ipir


i

et al., 2017).
i

9
E. Buah
Buah kelapa sawit termasuk jenis buah keras (drupe), menempel dan i

bergerombol pada tandan buah. Jumlah per tandan dapat mencapai 1.600,

berbentuk lonjong sampai membulat . Panjang buah 2-5 cm, beratnya sampai 30
i

gram. Bagian-bagian buah terdiri atas eksocarp atau kulit buah , mesokarp atau
i i

sabut, dan biji. Eksokarp dan mesokarp disebut perikarp. Biji terdiri atas

endocarp atau cangkang, dan inti (kernel), sedangkan inti sendiri terdiri
i

atas endosperm dan embrio. Dalam embrio terdapat bakal daun (plumula),

haustorium, dan bakal akar (radicula). (Sobari et al., 2019) menjelaskan

tentang kriteria buah kelapa sawit digolongkan atas empat jenis yaitu ; (1) i

normal (Nml) dengan ciri tidak ada karpel tambahan, (2) abnormal ringan

(AbR) dengan ciri ada karpel i tambahan namun karpel tambahan hanya

nampak pada ujung buah , i

(3) abnormal berat i (AbB) dengan ciri karpel i tambahan dari bagian ujung

sampai bagian tengah, (4) abnormal sangat berat (AbSB) dengan ciri karpel i

tambahan terpisah dari karpel utama, dimulai dari ujung sampai sepertiga dari

pangkal buah demikian juga antar karpel tambahan.

Buah Kelapa Sawit mempunyai warna bervariasi dari hitam , ungu , hingga i i

merah i tergantung bibit yang digunakan. Bagian yang dimanfaatkan berada

pada lapisan tengah (mesocarpium) atau disebut daging buah, pada bagian ini

mengandung minyak kelapa sawit yang disebut Crude Palm Oil (CPO), dan

lapisan dalam (endocarpium) atau inti buah Bagian lapisan dalam mengandung i

minyak inti yang disebut i PKO atau Palm Kernel Oil. Kelapa sawit

mengandung kurang lebih 80% perikarp dan 20% buah dengan daging buah

10
yang tipis sehingga kadar minyak dalam perikarp hanya mencapai sekitar
i

34-40 %,i

11
peningkatan kadar minyak pada buah kelapa sawit meningkat seiring

bertambahnya umur buah, (Hasrul A Hasibuan & Rivani, 2017) menyatakan

bahwa kadar minyak tertinggi buah kelapa sawit berada antara umur buah 22-

24 MSR (minggu setelah reseptik). Kandungan asam lemak bebas (FFA, free
i

fatty acid) akan meningkat dan buah akan rontok dengan sendirinya. Buah yang

terlepas (berondolan) i tersebut merupakan buah yang kandungan

minyaknya telah optimum tersintesis


i i pada bagian kernel dan mesokarp

(Arifin, 2010 dalam Hasibuan, 2020).

2.1.2. Syarat Tumbuh Kelapa Sawit

Tanaman kelapa sawit menghendaki curah hujan sekitar 1.500-4.000

mm/tahun. Suhu optimum untuk pertumbuhan kelapa sawit sekitar 24-


i

28ºC. Intensitas penyinaran matahari yang baik bagi tanaman kelapa sawit

sekitar 5-7 jam/hari. Kelembaban optimum yang ideal sekitar 80-90 % untuk
i

pertumbuhan tanaman (Alvi et al., 2018). Kelapa sawit dapat tumbuh dengan

baik pada jenis tanah Podsolik, Latosol, Hidromorfik Kelabu, Alluvial atau

Regosol. Kelapa sawit menghendaki tanah yang gembur, subur, datar,

berdrainase baik dan memiliki lapisan solum yang dalam tanpa lapisan padas.

Untuk nilai pH yang optimum di dalam tanah adalah 5,0–5,5. Berbeda dengan

tanaman perkebunan lainnya, kelapa sawit dapat diusahakan pada tanah yang

tekstur agar kasar sampai halus yaitu antara pasir berlempung sampai liat

massif. Kondisi topografi pertanaman kelapa sawit sebaiknya tidak lebih dari

sekitar 15°. Kemampuan tanah dalam meyediakan hara mempunyai perbedaan

yang sangat menyolok dan tergantung pada jumlah hara yang tersedia, adanya

proses fiksasi dan mobilisasi,

12
serta kemudahan hara tersedia untuk mencapai zona perakaran tanaman.

Respon tanaman terhadap pemberian pupuk tergantung pada keadaan tanaman

dan ketersediaan hara di dalam tanah, Semakin besar respon tanaman, semakin

banyak unsur hara dalam tanah (pupuk) yang dapat diserap oleh tanaman untuk

pertumbuhan dan produksi.

Aspek iklim yang juga berpengaruh pada budidaya kelapa sawit adalah

ketinggian tempat dari permukaan laut (elevasi). Umumnya tanaman kelapa

sawit tumbuh optimum pada dataran rendah dengan ketinggian 200-500 m dari

permukaan laut (dpl). Ketinggian lebih dari 600 m dpl tidak cocok untuk

pertumbuhan tanaman kelapa sawit. Perbedaan ketinggian tempat akan

mempengaruhi suhu, tingkat pencahayaan dan curah hujan pada tanaman

kelapa sawit (Marpaung et al., 2019).


i

2.1.3. Budidaya Kelapa Sawit

Kelapa sawit (Elaeis guineensis Jacq) adalah tanaman tropis yang berasal

dari Afrika Barat yang termasuk dalam keluarga palmae dan subfamili

cocoidea. Media tanam kelapa sawit adalah tanah yang banyak mengandung
i

tanah liat, udara yang baik dan subur. Drainase baik, muka air dalam, solum

cukup dalam (80 cm), pH tanah 4-6, dan tanah tidak berbatu . Tanah i

Latosol, Ultisol dan Aluvial, tanah gambut saprik, dataran pantai dan muara

sungai dapat dimanfaatkan sebagai perkebunan kelapa sawit .


i

13
A. Pembibitan

1. Penyemaian

Sebelum disemai tanah yang akan digunakan untuk persemaian

disemprotkan dengan larutan pupuk hayati pada media persemaian.

Setelah berkecambah, dimasukkan dalam polibag. Setelah bibit kelapa

sawit berumur 3‐4 bulan dan berdaun 4‐5 helai bibit dapat dipindah

tanamkan. Proses pembibitan juga perlu memperhatikan pemilihan bibit

serta memahami sifat dan karateristik bibit kelapa sawit karena hal

tersebut merupakan faktor penting dalam kegiatan budidaya kelapa sawit

(Sihombing & Puspita, 2015).

2. Pemeliharaan Pembibitan

Pemeliharaan yang dilakuka pada masa pembibitan adalah dengan

melakukan penyiraman, penyiraman dilakukan dua kali sehari, selain itu

dilakukan juga penyiangan sebanyak 2‐3 kali sebulan atau disesuaikan

dengan pertumbuhan gulma. Seleksi untuk pindah tanam dilakukan pada

umur 4 dan 9 bulan.

B. Teknik Penanaman

1. Penanaman kelapa sawit sebaiknya dilakukan Ketika musim hujan, karena

saat musim hujan tiba tingkat kelembapan tanah cukup tinggi sehingga

dapat merangsang perkembangan akar.

2. Pembuatan lubang tanam dilakukan beberapa hari sebelum tanam dengan

ukuran 50x40 cm dengan kedalaman 40 cm, dan jarak tanam 9,2m x 9,2m.

Areal berbukit, dibuat pola teras melingkari bukit dan lubang tanam

berjarak
14
1,5 m dari sisi lereng. Penyulaman dilakukan jika ada tanaman yang mati

dan digantikan dengan bibit berumur 10-14 bulan.

C. Pemeliharaan Tanaman

1. Pemeliharaan Tanaman Belum Menghasilkan (TBM)

Pemeliharaan tanaman belum menghasilkan dengan tujuan tanaman dapat

tumbuh dengan cepat, dan sehat sehingga dapat memasuki periode tanaman

menghasilkan (TM) lebih awal dengan biaya pemeliharaan yang rasional.

Kegiatan yang dilakukan dalam pemeliharaan TBM meliputi

konsolidasi/penyisipan, pengendalian hama dan penyakit, menyiang,

memupuk, merawat jalan panen, jembatan dan system drainase (Hartono et

al., 2014).

2. Pemeliharaan Tanaman Menghasilkan (TM)

Tanaman kelapa sawit dapat dikatakan mengkasilkan ketika kondisi lebih

dari 25% tanaman sudah mulai menghasilkan TBS dengan berat tandan lebih

dari 3 kg. Tujuan dilakukannya pemeliharaan TM antaralain untuk memacu

pertumbuhan daun dan buah yang seimbang, mempertahankan buah agar

mencapai kematangan yang maksimal dan menjaga kesehatan tanaman kelapa

sawit.

D. Panen

Panen merupakan salah satu faktor penting yang menentukan kualitas dan

kuantitas produksi tanaman kelapa sawit. Syarat tanaman kelapa sawit dapat

dipanen antaralain, jika tanaman telah berumur 31 bulan, sedikitnya 60%

buah

15
telah matang dan siap untuk dipanen, dari 5 pohon terdapat 1 tandan buah

matang siap panen. Ciri tandan matang siap panen adalah sedikitnya ada 5

buah/brondol yang lepas/jatuh dari tandan yang beratnya kurang dari 10 kg

atau sedikitnya ada 10 buah/brondol yang lepas dari tandan yang beratnya 10

kg atau lebih . Kegiatan panen antaralain meliputi pemotongan tandan buah


i

masak, pengutipan berondolan dan pengangkutan ke tempat pengumpulan

hasil (TPH) (Dianto et al., 2017). Potensi produksi tanaman kelapa sawit

ditentukan oleh jenis tanaman kelapa sawit, selain jenis tanaman potensi

produksi kelapa sawit juga ditentuka oleh kegiatan pada saat pemeliharaan.

Tanaman kelapa sawit yang dipelihara lebih baik akan menghasilkan

produksi lebih tinggi. Produktivitas tanaman dipengaruhi oleh umur tanaman.

Tanaman yang berumur lebih dari 15 tahun memiliki tandan yang lebih berat

dibandingkan dengan tanaman yang muda. Tanaman kelapa sawit yang

ditanam di tanah subur (kandungan unsur hara tinggi) umumnya memiliki

produktivitas yang tinggi, sedangkan tanaman yang ditanam di tanah yang

miskin unsur hara, produktivitasnya akan lebih rendah. Kesesuain lahan kelas

S1, produktivitasnya akan optimal karena lahan S1 memiliki faktor pembatas

yang sedikit. Curah hujan dalam setahun juga mempengaruhi potensi

produksi tanaman kelapa sawit. Kemarau panjang, akan mengakibatkan

gagalnya pembentukan bakal bunga 19-21 bulan berikutnya (abortus bunga)

dan keguguran buah 5-6 bulan berikutnya (Junaedi et al., 2021).

16
2.1.4. Perkembangan Penelitian Terkait

Tandan kosong kelapa sawit memiliki potensi yang cukup besar sebagai

bahan perbaikan tanah dan sumber hara bagi tanaman. Potensi ini dikarenakan

tandan kosong kelapa sawit memiliki kandungan bahan organik dan kadar hara

yang cukup tinggi. Tandan kosong kelapa sawit sebagai bahan pembenah tanah

sumber hara ini dapat dilakukan dengan dua cara aplikasi, yakni langsung

sebagai mulsa atau dibuat menjadi kompos (Darmosarkoro dan Rahutomo,

2007) dalam (Saputra & Stevanus, 2019). Pengaplikasian tandan kosong kelapa

sawit dengan kombinasi pupuk anorganik dapat meningkatkan produksi

tanaman kelapa sawit setiap tahunnya. Peningkatan produksi ini dikarenakan

pada lahan yang diaplikasi TKKS juga diaplikasi pupuk anorganik, sehingga

lahan yang diaplikasikan TKKS mendapatkan suplay unsur hara yang lebih

banyak dibandingkan dengan lahan yang tidak diaplikasi TKKS. Tobing (2003)

dalam (Bata et al., 2016) menyatakan bahwa aplikasi 40 ton TKKS/ha yang

dikombinasikan dengan 60 % dosis pupuk urea dan RP dari standar kebun

dapat meningkatkan produksi TBS sebesar 34 % dari perlakuan standar.

Tandan kosong kelap sawit merupakan bahan organik yang terbaik untuk

memperbaiki sifat tanah, meningkatkan, kelembaban tanah, meningkatkan C-

Organik, N-total, dan menurunkan bulk density (BD), particle density (PD),

serta suhu tanah dibandingkan tanpa penambahan TKKS (Antari, 2012).

Berdasarkan hasil penelitian (Yunindanova et al., 2013) melaporkan bahwa

kompos TKKS yang berumur 8 minggu menghasilkan nilai N-total sebesar

1,34%, nilai P sebesar 0,08 %, nilai K sebesar 0,24 %, nilai Mg sebesar 0,25

%, dan rasio C/N

17
sebesar 35,16 yang mampu meningkatkan pH tanah, KTK tanah serta

meningkatkan produksi tanaman tomat pada tanah ultisol. Ullyta (2017) dalam

(Fauzana et al., 2019) juga melaporkan bahwa lamanya aplikasi TKKS sebagai

mulsa berpengaruh tidak nyata terhadap peningkatan pH H2O dan C-organik

pada kedalaman tanah 0-15 cm.

TKKS dapat menjadi mulsa vertikal yang cocok untuk resapan air hujan

karena komponen utama tandan kosong kelapa sawit adalah selulosa dan lignin.

Menurut struktur TKKS yang tersusun dari berbagai serat (selulosa,

hemiselulosa dan lignin), TKKS merupakan agregat yang tersusun dari jutaan

serat organik dengan kemampuan mempertahankan kelembaban di sekitarnya,

dan TKKS sangat melimpah. Hasil penelitian Irvan et al (2009) dalam

(Hannum et al., 2014) menunjukkan bahwa penempatan lapisan TKKS di

dalam lubang (rorak) akan berperan sebagai resapan air, retensi air dan

penyimpan air, sehingga kelembaban tanah di sekitarnya relatif terjaga.

Kelembaban tanah yang terjaga di sekitar daerah perakaran akan sangat

memudahkan proses pertumbuhan akar. Kondisi tersebut juga menciptakan

lingkungan yang dapat menghambat pertumbuhan gulma. Studi (Ginting et al.,

2011) pada tanaman kelapa sawit tanah ultisol menunjukkan bahwa aplikasi

TKKS pada kelapa sawit umur 7 tahun mempengaruhi kimia tanah (pH tanah,

kandungan C organik, pertukaran kalsium, pertukaran Mg dan KTK tanah).

Dampak terhadap total hasil dan hasil rata-rata daun buah segar juga dapat

menggantikan penggunaan pupuk pel hingga 25%, meningkatkan hasil sebesar

11,7%.

18
2.2. Lahan Pasir

Lahan pasiran adalah lahan yang tekstur tanahnya memiliki fraksi pasir

>70% dengan porositas total <40%, kurang dapat menyimpan air karena daya

hantar air sangat cepat dan ketersediaan bahan organik sangat rendah. Tanah

pasir memiliki sifat-sifat sebagai berikut :

1. Sifat kimia

pH tanah berkisar antara 6-7, kaya akan unsur-unsur hara seperti fosfor

dan kalium kecuali nitrogen (N) tetapi belum terlapuk sehingga perlu

penambahan pupuk organik.

2. Sifat fisika

Butiran tanahnya kasar dan berkerikil, belum menampakkan adanya

diferensiasi horizontal, warnanya bervariasi dari merah kuning, coklat

kemerahan, dan coklat kekuningan dan konsistensi lepas sampai gembur.

3. Sifat biologi

Jumah mikroorganisme yang dapat memfiksasi nitrogen dari udara di

tanah ini hanya sedikit. Terdapat banyak bakteri bacillus yang dapat

melarutkan senyawa fosfat dan kalium di dalam tanah.

Sifat fisik dan kimia tanah pasir dicirikan oleh tekstur pasir, struktur tanah

berbutir, konsistensi lepas, sangat porus sehingga daya sangga air dan pupuk

yang rendah tergolong lahan marjinal (suboptimal) (Sutardi, 2017). Lahan

pasiran merupakan lahan marjinal yang disarankan untuk digunakan sebagai

alternatif dalam kegiatan pertanian. Lahan marjinal sendiri dapat diartikan

sebagai lahan yang memiliki mutu yang rendah dikarenakan ada beberapa

faktor

19
pembatas jika digunakan untuk suatu keperluan tertentu. Produktivitas lahan

pasiran cenderung rendah, kendala utama dalam penggunaan lahan pasir yaitu

miskin mineral, lempung, kurangnya bahan organik dan tekstur kasar, Tekstur

tanah pasir ini sangat berpengaruh pada status dan distribusi air, sehingga

berpengaruh pada sistem perakaran, kedalaman akar (Walter et al., 2000;

Oliver dan Smettem, 2002 dalam Tuhuteru et al., 2019), hara dan pH (Bulmer

dan Simpson, 2005 dalam Tuhuteru et al., 2019). Faktor-faktor pembatas yang

ada pada lahan marginal sebenarnya dapat ditangani dengan input tambahan

agar lahan tersebut dapat memenuhi syarat tumbuh tanaman.

2.3. Tandan Kosong Kelapa Sawit (TKKS)

Tandan kosong kelapa sawit (TKKS) merupakan limbah padat sisa dari

proses pengolahan minyak kelapa sawit atau crude palm oil. Limbah TKKS

merupakan limbah yang paling besar jumlahnya dalam proses pengolahan

minyak kelapa sawit yaitu sebesar 23% dari jumlah TBS yang diproses. Setiap

pengolahan 1 ton tandan buah segar akan dihasilkan tandan kosong kelapa

sawit sebanyak 22–23% atau 220–230 kg (Warsito et al., 2017). Berdasarkan

dari jumlah tersebut bila tidak ada penanganan maka TKKS akan menumpuk

dan dapat mencemari lingkungan, sebelumnya cara yang dilakukan untuk

menangani TKKS adalah dengan cara dibakar di incinerator kemudian abunya

digunakan sebagai pupuk dalam pembibitan kelapa sawit. Namun hal ini

berdampak negatif bagi lingkungan karena menimbulkan polusi udara,

akhirnya pemerintah melalui Keputusan Menteri Pertanian No. KB 550/

286/VII/1997 menetapkan

20
pelanggaran pembakaran dalam kegiatan pembangunan perkebunan dan

industri yang menyertainya.

Sebagai alternatif untuk menangani TKKS dengan jumlah yang besar

maka dilakukan pemanfaatan TKKS sebagai pupuk organik untuk tanaman

kelapa sawit, selain dimanfaatkan sebagai pupuk organik TKKS juga

dimanfaatkan untuk mulcing. Pemanfaatan TKKS dinilai sangat

menguntungkan dari aspek ekonomi, selain mengurangi limbah, pemanfaatan

TKKS juga dapat memotong biaya produksi untuk penyediaan pupuk sintesis.

TKKS merupakan sumber bahan organik yang mengandung unsur hara,

(Muqorobin et al., 2017) menjelaskan bahwa tandan kosong kelapa sawit

mengandung : 42,8% C, 2,90% K2O, 0,80% N, 0,22% P2O5, 0,30% MgO dan

unsur-unsur mikro antara lain 10 ppm B, 23 ppm Cu, 51 ppm Zn, satu ton

TKKS setara dengan 3 kg urea, 0,6 kg RP, 12 kg MOP, dan 2 kg kieserit. Cara

pemanfaatan TKKS adalah dengan menyusunnya di sekitar piringan dengan

jarak ± 1m-1,5m, penyusunan TKKS juga tidak boleh terlalu banyak atau

menumpuk, jika terlalu banyak maka akan menjadi sarang kumbang. Aplikasi

TKKS pada tanaman menghasilkan diletakkan di gawangan mati penebaran

secara merata hingga ke pinggir piringan (Sakiah et al., 2020).

TKKS sangat berpotensi sebagai bahan untuk perbaikan sifat tanah, hal ini

dikarenakan kandungan TKKS yang memiliki unsur hara cukup tinggi, selain

memiliki unsur hara TKKS juga merupakan bahan organik yang dibutuhkan

oleh tanah untuk peningkatan kualitas tanah, dengan peningkatan kualitas tanah

tersebut akan berpengaruh pada kemampuan tanah untuk menahan air semakin

21
baik. Terserdianya unsur hara dan bahan organik tersebut akan berdampak

positif terhadap pertumbuhan akar dan penyerapan unsur hara sehingga

tanaman dapat tumbuh dengan baik. Menurut (Nursanti, 2010 dalam Sitio et

al., 2015) kandungan Posfor dalam kompos TKKS berperan dalam merangsang

pertumbuhan dan perakaran tanaman. Posfor merupakan bagian dari inti sel

yang sangat penting dalam pembelahan sel dan perkembangan jaringan

meristem. Berkembanganya sistem perakaran yang baik dapat mendorong

perkembangan bagiaan tajuk tanaman. Bagaimanapun juga, pengembalian

bahan organik kelapa sawit ke tanah akan menjaga kelestarian kandungan

bahan organik lahan kelapa sawit demikian pula hara tanah (Widiastuti &

Panji, 2016)

22

Anda mungkin juga menyukai