Anda di halaman 1dari 13

PENGANTAR FIQIH DAN USHUL FIQIH

Dosen pengampu:
Husnun Nahdhiyyah S. HI.,M.H.

Disusun Oleh :

Dia Suci Aprilliani (12209039)


Alinda Aisyah Zahara (12209040)
Fahira (12209041)
KATA PENGANTAR

Segala puji bagi Allah karena nikmat-Nya penulis bisa menyelesaikan tugas makalah ini

dengan tepat waktu dengan judul ILMU I’JAZIL QUR’AN.Sholawat bertangkaikan salam tak

lupa penulis haturkan kepada baginda Nabi Muhammad SAW yang mana telah membawa kita

ke zaman yang terang benderang seperti sekarang ini.

Ucapan terimakasih penulis sampaikan kepada Bapak Wendi Purwanto, S.Ag.,M.Ag.

selaku dosen pengampu mata kuliah “Ulumul Qur’an” yang mana telah memberikan penulis

amanah untuk membuat makalah ini. Tentunya penulis menyadari bahwa makalah penulis

banyak kekurangan ataupun kesalahan, karena penulis sendiri masih dalam proses belajar. Oleh

karena itu, penulis harapkan masukan berupa saran maupun kritikkan agar bisa memperbaiki

lebih baik lagi. Semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi penulis sendiri maupun untuk para

pembaca..

Pontianak, 7 desember 2022

Penulis
A. Pendahuluan
Al-Qur’an Al-Karim merupakan sumber rujukan utama yang menempati posisi sentral
bagi seluruh disiplin ilmu keislaman. Kitab suci tersebut, di samping menjadi petunjuk, juga
sebagai penjelasan bagi petunjuk-petunjuk tersebut, serta menjadi tolok ukur pemisah antara
yang benar dan yang salah .

Diantara keistimewaan Al-Qur’an bahawa ia merupakan kitab yang bersifat i’jaz


(melemahkan dan meyakinkan para penentangnya). Allah menjadikannya sebagai tanda
kekuasaan terbesar dan mukjizat teragung bagi pamungkas rasul rasul-Nya, Muhammad saw,
bahkan Allah menjadikannya tanda kebesaran satu-satunya yang bersifat menantang. Allah
tidak menantang orang-orang musyrik dengan setiap tanda (kejadian) yang Allah
anugerahkan dengan segala keragaman dan kuantitasnya, kecuali Al-Qur’an .

Allah menantang mereka untuk mendatangkan yang semisal dengannya. Karena mereka
tidak mampu, Allah menantang mereka untuk mendatangkan sepuluh surat yang semisal
dengannya. Kemudian karena tidak mampu juga, Allah menantang mereka untuk
mendatangkan satu surat saja yang semisal dengannya. Mereka tetap bungkam seribu bahasa,
merasa tidak kuasa menghadapi tantangan ini, yang selalu berulang di Makkah, kemudian
baru di Madinah. Bahkan, dalam surat al-Baqarah, Allah menantang mereka dengan
tantangan yang lain ketika menyatakan, walaupun mereka meminta bantuan orang yang
mereka anggap mampu, tidak akan bisa berbuat apa-apa dan tidak akan mampu menjawab
tentang ini.

Allah berfirman:

Katakanlah: "Sesungguhnya jika manusia dan jin berkumpul untuk membuat yang serupa
Al-Qur’an ini, nescaya mereka tidak akan dapat membuat yang serupa dengan Dia, sekalipun
sebahagian mereka menjadi pembantu bagi sebahagian yang lain". (Q.S.al-Isra’: 88)
B. PEMBAHASAN

Berikut ini adalah eksplanasi atau uraian-uraian runtut tentang kemukjizatan Al-Qur’an
atau juga diisitilahkan dengan i’jaz Al-Qur’an

1. Pengertian I’jaz Al-Qur’an dan Mukjizat

Menurut bahasa kata i’jaz adalah mashdar dari kata kerja a’jaza, yang berarti melemahkan.
Kata a’jaza ini termasuk fi’il ruba’i mazid yang berasal dari fi’il tsulasi mujarrad ajaza yang
berarti lemah, lawan dari qadara yang berarti kuat/mampu

Dalam hal ini Dawud Al-Aththar dalam kitabnya Mujaz ‘Ulum Al-Qur’an, menjelaskan
bahawa I’jaz secara bahasa berarti “keluputan”. Dikatakan: A’jazani al-amru”, artinya:
Perkara itu luput dariku”. Juga berarti ”membuat tidak mampu”. Seperti dalam contoh A’jaza
akhahu (dia telah membuat saudaranya tak mampu) manakala dia telah menetapkan
ketidakmampuan saudaranya itu dalam suatu hal atau berarti juga “dia telah menjadikan
saudaranya itu tidak mampu”.

I’jaz menurut Istilah adalah sesuatu yang membuat manusia tidak mampu, baik secara
sendiri-sendiri maupun bersama-sama, untuk mendatangkan yang seperti itu.

Sedangkan kata mukjizat dalam kamus besar Bahasa Indonesia diartikan sebagai “kejadian
ajaib yang sukar diungkap oleh kemampuan akal manusia.

”Kata mukjizat terambil dari kata bahasa arab a’jaza yang berarti “melemahkan atau
menjadikan tidak mampu”. Pelakunya (yang melemahkan) dinamai mu’jiz dan bila
kemampuannya melemahkan pihak lain amat menonjol sehingga mampu membungkam
lawan, maka ia dinamai mukjizat. Tambahan ta’ marbutah pada akhir kata itu mengandung
makna mubalaghah (superlatif).

Mukjizat didefinisikan oleh pakar agama Islam, antara lain sebagai “suatu hal atau
peristiwa luar biasa yang terjadi melalui seorang yang mengaku nabi, sebagai bukti
kenabiannya yang ditantangkan kepada yang ragu, untuk melakukan atau mendatangkan hal
serupa, namun mereka tidak mampu melayani tantangan itu. Bisa dikatakan bahawa mukjizat
adalah apa yang dibawa oleh seorang manusia (nabi) yang memperoleh penguatan dari Allah
dan yang tak mampu didatangkan oleh orang lain ia tidak bersifat mustahil secara rasional,ia
melanggar hukum-hukum alam, guna menguatkan perutusan Ilahi yang didakwahkannya

Dalam hal ini al-Zarqani menjelaskan bahawa mukjizat adalah sesuatu yang luar biasa
yang tak dapat ditantang atau dikalahkan oleh yang menantangnya, yang dibawa oleh orang
yang mengklaim menjadi Nabi utusan Allah sebagai bukti atas risalahnya seperti tongkat
Nabi Musa, ketika dijatuhkannya berubah wujudnya menjadi seekor ular besar yang
menakutkan. Ketika diambil kembali oleh Nabi Musa, lantas ular itu berubah lagi menjadi
tongkat seperti biasa.

2. Tujuan I’jaz Al-Qur’an


Setelah diketahui pengertian I’jazil Quran, perlu dijelaskan tujuannya, agar tidak
menimbulkan salah sangka. Sebab mukjizat walaupun dari segi bahasa berarti melemahkan
sebagaimana dikemukakan di atas, namun dari segi agama, ia sama sekali tidak dimaksudkan
untuk melemahkan atau membuktikan ketidakmampuan yang ditantang. Mukjizat
ditampilkan oleh Tuhan melalui hamba-hamba pilihan-Nya untuk membuktikan kebenaran
ajaran Ilahi yang dibawa oleh masing-masing nabi. Secara garis besar ada dua tujuan I’jaz
Al-Qur’an yaitu diantaranya:

Pertama, bagi yang telah percaya pada nabi, maka ia tidak lagi membutuhkan mukjizat.
Ia tidak lagi ditantang untuk melakukan hal yang sama. Mukjizat yang dilihat atau
dialaminya hanya berfungsi memperkuat keimanan, serta menambah keyakinannya akan
kekuasaan Allah Swt. Kedua, tetapi tentu saja ada diantara anggota masyarakat yang
meragukan sang nabi sebagai utusan Tuhan, antara lain dengan dalih bahawa “dia adalah
manusia biasa seperti kita”. Dari sini dibutuhkan khususnya bagi mereka yang ragu atau tidak
percaya bukti kenabian langsung dari Allah Swt yang mengutusnya. Bukti tersebut tidak lain
kecuali apa yang dinamai mukjizat.
Dalam Hal ini Muchotob Hamzah menguraikan beberapa fungsi kemukjizatan Al-Qur’an
antara lain:
a. Sebagai bukti kebenaran pengakuan Nabi Muhammad Saw, sebagai utusan
Allah SWT
b. Sebagai bukti bahawa Al-Qur’an bukan produk insani, akan tetapi produk
Ilahi
c. Sebagai pematah hujah penentangan orang-orang kafir
d. Sebagai penguat perjuangan Rasulullah, dalam mengemban risalah
e. Sebagai pemantap iman kaum muslimin
f. Sebagai pengganti mukjizat para Nabi terdahulu yang merupakan mukjizat
hissiyah dan hanya dibuktikan oleh umat-umat yang sejaman dengan nabi
pembawa mukjizat. Sedangkan Al-Qur’an bersifat ma’nawiyah aqliyah yang
dapat dibuktikan oleh umat zaman Nabi hingga akhir zaman

2. Macam-Macam I’jaz Al-Qur’an

Dalam menjelaskan macam-macam I’jazil Quran ini para ulama berlainan keterangan.
Hal ini disebabkan karena perbedaan tinjauan masing-masing. Abd. Razzaq Naufal,
dalam kitab Al-I’jaz Al-Adady lil Quranil Karim menerangkan bahawa I’jazil Quran itu
ada 4 macam, sebagai berikut:

a. Al-I’jazul Balaghi, yaitu kemukjizatan segi sastra balaghahnya.


b. Al-I’jaz at Tasyri’i, yaitu kemukjizatan segi pensyariatan hukum-hukum
ajarannya.
c. Al-I’jazul Ilmu, yaitu kemukjizatan segi ilmu pengetahuan.
d. Al-I’jaz Adady, yaitu kemukjizatan segi kuantitas atau matematis/statistic

Sebagai gambaran I’jazul Adadi menurut Dr. Abd. Razzaq Naufal, berikut diberikan
contoh-contohnya:

a. Dalam Al-Qur’an kata iblis disebutkan sampai 11 kali/ayat, maka ayat yang
menyuruh mohon perlindungan dari iblis itu juga disebutkan 11 kali pula.
b. Kata musibah dengan segala bentuk tasrifnya dalam Al-Qur’an disebutkan
sampai 75 kali. Dan dengan jumlah 75 kali pula lafal syukur dan semua
bentuknya yang merupakan ungkapan bahagia terhindar dari musibah itu.

Imam Al-Khoththoby dalam buku Al-Bayan Fi I’jazil Quran mengatakan, bahawa


kemukjizatan Al-Qur’an itu terfokus pada bidang kebalaghahan saja. Dengan kata lain, beliau
menganggap bahawa I’jazul Quran itu hanya satu macam saja intinya, iaitu hanya Al-I’jazul
Balaghi. Sebab, kemukjizatan Al-Qur’an itu hanya terdiri dari segi balaghah saja, sekalipun
dengan lafal dan maknanya bersama. Maksudnya dengan susunan uslub yang demikian itu bisa
mencakup kefasihan lafal, kebaikan susunan, dan keindahan makna.

Sebenarnya, segala yang ada dalam Al-Qur’an itu mu’jiz atau menjadi mukjizat, baik
keserasian susunan huruf-hurufnya, ketertiban kalimat-kalimatnya, atau kefasihan lafal-lafalnya,
maupun keindahan uraian isi maknanya20. Ada dua macam mukjizat yang Allah berikan kepada
Rasul-rasul-Nya, yaitu:

a. Hissiyah atau indrawi.


Contoh mukjizat ini berupa tongkat Nabi Musa, unta Nabi Shalih, dan lain-
lain. Umat para nabi khususnya sebelum Nabi Muhammad Saw amat
membutuhkan bukti kebenaran, yang harus sesuai dengan tingkat pemikiran
mereka. Nah ketika itu bukti tersebut harus demikian jelas dan langsung
terjangkau oleh indra mereka. Tetapi setelah manusia mulai menanjak ke
tahap kedewasaan berpikir, maka bukti yang bersifat indrawi tidak dibutuhkan
lagi. Itu sebabnya Nabi Muhammad Saw. Ketika dimintai bukti-bukti yang
sifatnya demikian oleh mereka yang tidak percaya, beliau diperintahkan oleh
Allah untuk menjawab:
"Maha Suci Tuhanku, bukankah Aku Ini Hanya seorang manusia yang
menjadi rasul?" ( QS. Al-Isra’: 93 )
Dalam ayat lain Nabi Muhammad Saw diperintahkan oleh Allah Swt.
Untuk menjawab:
Katakanlah: "Sesungguhnya mukjizat- mukjizat itu terserah kepada Allah.
dan Sesungguhnya Aku Hanya seorang pemberi peringatan yang nyata".(QS.
Al-Ankabut:50)
b. Aqliyah.
Mukjizat ini diberikan kepada Nabi Muhammad Saw, berupa Al-Qur’an.
Dalam Hal ini Rasulullah bersabda;
disampaikan Allah kepadaku. “ Tiada seorang pun Nabi dari Nabi-nabi Allah
terdahulu kecuali mereka diberi mukjizat yang sesuai, agar manusia percaya
kepadanya. Tetapi mukjizat yang diberikan kepadaku adalah berupa wahyu
yang Aku berharap agar diriku menjadi Nabi yang terbanyak pengikutnya “
(HR. Bukhari)
Begitulah, mukjizat Al-Qur’an bersifat abadi. Penafsiran Al-Qur’an dan
pengkajiannya, tidak akan selesai meskipun seandainya pohon-pohon di bumi
menjadi pena dan laut menjadi tinta serta ditambahkan tujuh laut sesudah
keringnya, niscaya tidak akan ada habis-habisnya kalimat Allah SWT. Seperti
firman Allah:
Dan seandainya pohon-pohon di bumi menjadi pena dan laut (menjadi tinta),
ditambahkan kepadanya tujuh laut (lagi) sesudah (kering)nya, niscaya tidak
akan habis-habisnya (dituliskan) kalimat Allah. Sesungguhnya Allah Maha
Perkasa lagi Maha Bijaksana.(QS. Luqman : 27)

4. Segi-segi kemukjizatan Al-Qur’an


Yang dimaksud segi-segi I’jaz Al-Qur’an adalah hal-hal yang ada pada Al-Qur’an yang
menunjukkan bahawa kitab itu adalah benar-benar wahyu Allah, dan ketidakmampuan jin dan
manusia untuk membikin hal-hal yang sama seperti yang ada pada Al-Qur’an
Untuk menentukan segi-segi I’jaz Al-Qur’an, para ulama berbeda pandangan antara lain.
Syekh Abd. Azim Az-Zarqani mengatakan bahawa: orang yang mengamati Al-Qur’an dengan
seksama akan mengetahui segi-segi kemukjizatan Al-Qur’an yang sangat menakjubkan,
diantaranya sebagai berikut:
a. Distingsi bahasa Al-Qur’an
Cara penyusunan bahasanya tampak baik, tertib, dan berkaitan antara satu
dengan yang lain, sehingga tidak kelihatan adanya perbedaan-perbedaan
antara surah satu dengan yang lain, meski Al-Qur’an itu diturunkan secara
berangsur-angsur sedikit demi sedikit selama 22 tahun lebih. Tidak
kelihatan sedikitpun adanya perbedaan gaya bahasa, loncatan kata, dan
kelainan ungkapan. Bahkan tampak kebulatan dan kesinambungan serta
keterkaitan antara satu dengan yang lain, sehingga pembaca tidak menduga
kalau turunnya secara berangsur-angsur dalam waktu yang lama. Keindahan
susunan yang berlainan dengan setiap susunan manapun dalam bahasa Arab.
Susunannya tidak tersamai oleh apapun. Ia bukan syair, dan bukan pola
prosa. Sejarah dibawah ini menjadi saksi:
1). Imam Baihaqi dalam Dalailun Nubuwwah menceritakan; intinya bahawa
Walid bin Mughirah sebagai orang terkaya dan terpandai dari kalangan kafir
Quraisy diminta Abu Jahal agar sebisanya membujuk, menandingi, atau
mengalahkan Nabi Muhammad Saw. Akan tetapi setelah berdialog dengan
Nabi, ia malah bicara dengan Abu Jahal:
Demi Allah ! ucapan (Muhammad) itu manis dan indah yang atas
berbuah, dan yang bawah subur. Sungguh Al-Qur’an itu tinggi dan tidak
ada yang melebihinya”. Mendengar ucapan walid seperti itu, Abu Jahal
langsung menjawab: “Demi Allah, kaummu tidak rela dengan ucapanmu
itu”.
2). Imam Muslim menceritakan yang intinya, bahawa Anis Al-Ghiffari
(saudara abu Dzarrin) datang ke Makkah bertemu dengan orang islam yang
meyakini bahawa Nabi Muhammad sebagai utusan Allah. Menurut orang
Islam itu, ia (Muhammad) oleh khalayak ramai dikatakan penyair, tukang
tenung, dan tukang sihir. Setelah mendengar Al-Qur’an, maka Anis berkata:
“Aku telah mendengar ucapan tukang tenung, tetapi (Al-Qur’an) bukan
ucapan mereka. Aku terapkan (Al-Qur’an) pada macam-macam bentuk
syair, tapi tidak ada persesuaiannya dengan salah seorangpun dari ahli
syair bahawa (AlQur’an) itu syair. Demi Allah, mereka adalah pendusta,
dan (Muhammad) adalah orang yang benar”
b. Gramatika bahasa Arab.
Keindahan bahasa dan uslub Al-Qur’an. Al-Uslubul ‘Ajib (Uslubnya yang
ajaib). Segi bahasa dan uslubnya sangat indah dan amat menarik merupakan
kemukjizatan Al-Qur’an, karena memiliki kekhususan yang tinggi, sehingga
amat mengherankan dan bahkan dapat melemahkan manusia yang
mendengarkannya. Hal ini terbukti banyak orang masuk Islam karena hanya
mendengarkan bacaan ayat-ayat Al-Qur’an.
c. Yurisprudensi dalam Al-Qur’an.
Undang-undang Ilahy yang sempurna. Yang membuktikan bahawa Al-
Qur’an itu mu’jiz atau menjadi mukjizat ialah karena kitab suci ini bisa
memenuhi segala kebutuhan manusia, baik yang berupa petunjuk-petunjuk
dalam berbagai segi kehidupan, ataupun berwujud tuntunan dalam
bermacam-macam peribadatan, maupun yang berbentuk benih-benih dalam
beraneka disiplin ilmu pengetahuan di sepanjang zaman. Hal ini tidak
pernah terjadi di dalam kitab suci lain. Atau pun agama lain.
d. Selaras dengan pengetahuan-pengetahuan umum yang telah dipastikan
kebenarannya.
Sejalan dengan ilmu pengetahuan modern. Diantara segi kemukjizatan
Al-Qur’an yaitu adanya beberapa petunjuk detail tentang sebagian ilmu
pengetahuan umum yang telah dinyatakan lebih dahulu dalam Al-Qur’an,
sebelum ditemukan oleh sains modern
e. Memenuhi segala kebutuhan manusia
Aspek ini sangat jelas. Al-Qur’an datang dengan petunjuk-petunjuk yang
sempurna, fleksibel dan luwes, memenuhi segala kebutuhan manusia, antara
lain : perbaikan individu, perbaikan masyarakat, perbaikan aqidah,
perbaikan ibadat, perbaikan akhlak, perbaikan hukum dan politik, perbaikan
urusan keuangan, perbaikan urusan perang, perbaikan kebudayaan ilmiah,
dan pembebasan akal dan pikiran dari segala bentuk khurafat.
f. Antikontradiksi
Terhindar dari kontradiksi, berbeda dengan kata-kata manusia. Seperti
firman Allah: Maka apakah mereka tidak memperhatikan Al-Qur’an? kalau
kiranya AlQur’an itu bukan dari sisi Allah, tentulah mereka mendapat
pertentangan yang banyak di dalamnya. (QS. An-Nisa:82)
g. Indikasi
Sosiologis Kemukjizatan Al-Qur’an menempuh cara yang sangat
bijaksana sehingga amat mengherankan dalam mengarahkan umat menuju
jalan kebaikan, kemaslahatan, dan kesejahteraan dalam berbagai segi
kehidupan. Cara Al-Qur’an itu jelas berbeda dengan cara yang sering
ditempuh manusia. Hal itu membuktikan bahawa cara Al-Qur’an itu bukan
rekayasa Nabi Muhammad SAW, sehingga menunjukkan kemukjizatan Al-
Qur’an. Suatu misal:
Cara Al-Qur’an melarang sesuatu barang/perbuatan ditempuh secara
bertahap, sehingga mudah dikerjakan orang, setelah dia bisa menyesuaikan
diri. Hal ini seperti cara Al-Qur’an mengharamkan minuman keras
(khamar). Mula-mula ia (khamar) hanya disebutkan ada manfaat dan
mudaratnya (ayat 219 surah Al-Baqarah). Setelah itu diturunkan ayat 43
surah An-Nisa. Yakni, ayat yang melarang minuman keras (khamar) jika
sudah dekat waktu sholat. Setelah umat bisa meninggalkan minuman keras
itu, barulah diturunkan ayat 90 surah AlMaidah, yang mengharamkan
minuman keras secara tegas.

C. KESIMPULAN

Diantara keistimewaan Al-Qur’an bahawa ia merupakan kitab yang bersifat i’jaz


(melemahkan dan meyakinkan para penentangnya). Allah menjadikannya sebagai tanda
kekuasaan terbesar dan mukjizat teragung bagi pamungkas rasulrasul-Nya, Muhammad saw.
Dengan adanya kemukjizatan tujuannya adalah kaum nabi benar-benar percaya bahawa beliau
adalah utusan Allah SWT. Mukjizat berfungsi sebagai bukti kebenaran para nabi. Keluarbiasaan
yang tampak atau terjadi melalui mereka itu diibaratkan sebagai ucapan Tuhan: “apa yang
dinyatakan sang Nabi adalah benar. Dia adalah utusan Allah, dan buktinya adalah melakukan
mukjizat itu.

Segi-segi kemukjizatan Al-Qur’an, Indah susunannya, berbeda dengan setiap susunan yang
ada dalam bahasa orang-orang Arab, Uslubnya yang aneh dan berbeda dengan semua uslub
bahasa Arab, Keagungan sifatnya yang mustahil bagi makhluk untuk menandinginya,
Kedalaman undang-undangnya lagi sempurna, melebihi semua undang-undang produk manusia
dan lain sebagainya.

Sehingga tampaklah bahawa dengan mempelajari aspek-aspek yang terkandung di dalam Al-
Qur’an diantaranya adalah macam-macam I’jaz Al-Qur’an, segi-segi I’jaz Al-Qur’an, tujuan
I’jaz Al-Qur’an, semuanya itu membuktikan bahawa Al-Qur’an benar-benar datangnya dari
Allah, firman Allah yang disampaikan kepada Rasulullah Muhammad SAW. Sehingga sekaligus
sebagai bantahan terhadap orang-orang yang mengatakan bahawa Al-Qur’an adalah karangan
Nabi, Syair buatan Nabi dan lain sebagainya.

Daftar Pustaka

Shihab, M Quraish. Mukjizat Al-Qur’an. Bandung: PT Mizan, 1997.

Al-Aththar, Dawud. Ilmu Al-Qur’an. Bandung: Pustaka Hidayah, 1994.

Abu Zaid, Nasr Hamid. Tekstualitas Al-Qur’an Kritik terhadap Ulumul Quran.

Yogyakarta: LKIS, 2005.

Qardhawi, Yusuf. Al-‘Aqlu wal-‘Ilmu fil-Quranil-Karim terjemahan Abdul

Hayyie al-Kattani dan Irfan Salim. Jakarta: Gema Insani Press, 1996.

Hamzah, Muchotob. Studi Al-Qur’an Komprehensif. Yogyakarta: Gama Media,

2003.

Baidan, Nashruddin. Wawasan Baru Ilmu Tafsir. Yogyakarta: Pustaka Pelajar,


2005

Anda mungkin juga menyukai