Anda di halaman 1dari 6

Didaktikum : Jurnal Penelitian Tindakan Kelas ISSN 2087-3557

Vol. 16, No. 4, Agustus 2015 (Edisi Khusus)

PENINGKATAN KEMAMPUAN MENENTUKAN JUMLAH n SUKU


PERTAMA DERET ARITMETIKA DAN DERET GEOMETRI
MELALUI MODEL PEMBELAJARAN JIGSAW

Khulinah
SMP Negeri 1 Comal Kab. Pemalang

Abstrak
Kemampuan kognitif peserta didik sangat beragam, ada yang cepat memahami materi ada pula
yang masih memerlukan penjelasan ulang baik oleh guru atau oleh teman sejawat. Untuk itu perlu
dipilih model pembelajaran yang memberi kesempatan kepada peserta didik untuk saling
berdiskusi, sehingga peserta didik yang sudah menguasai materi dapat membimbing peserta didik
yang belum memahaminya. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui peningkatan kemampuan
peserta didik dalam menentukan jumlah n suku pertama deret aritmetika dan deret geometri
melalui model pembelajaran Jigsaw pada peserta didik kelas IX B SMP Negeri 1 Comal berjumlah
36 orang dengan perincian 14 putra dan 22 putri. Penelitian dilaksanakan dalam beberapa siklus;
yaitu pra siklus, siklus 1, dan siklus 2. Pembelajaran pada pra siklus masih dengan model
konvensional, sedang pembelajaran mulai siklus 1 menerapkan model jigsaw. Metode
pengumpulan data yang digunakan adalah pengamatan selama proses pembelajaran dan tes
formatif pada setiap akhir siklus. Apabila pembelajaran matematika materi menentukan jumlah n
suku pertama pada deret aritmetika dan deret geometri apabila peserta didik yang memperoleh
nilai KKM = 77 atau lebih sudah mencapai 75% maka penelitian ini dapat dikatakan berhasil.

© 2015 Didaktikum (Edisi Khusus)

Kata Kunci: Jumlah n Suku Pertama; Deret Aritmetika; Deret Geometri; Jigsaw

PENDAHULUAN

Mata pelajaran matematika perlu diberikan kepada semua peserta didik mulai dari SD untuk
membekali mereka dengan kemampuan berpikir logis, analitis, sistematis, kritis, dan kreatif serta
kemampuan bekerja sama. Namun yang terjadi di SMP Negeri 1 Comal secara umum peserta didik
masih mengalami kesulitan dalam mempelajari matematika. Hal ini terlihat dari hasil pra siklus
dimana pembelajaran masih konvensional hasil belajar peserta didik pada materi barisan dan deret
bilangan juga masih rendah. Beberapa faktor yang menyebabkan pelajaran matematika terasa sulit
dipahami antara lain: (1) Proses pembelajaran yang berlangsung masih konvensional. Dalam
pembelajaran matematika, guru masih menggunakan paradigma pembelajaran lama (tradisional)
dalam arti komunikasi dalam pembelajaran matematika cenderung berlangsung satu arah umumnya
dari guru kepeserta didik dan metode ceramah menjadi pilihan utama. Guru lebih mendominasi
pembelajaran maka pembelajaran cenderung monoton sehingga mengakibatkan peserta didik
merasa jenuh dan tersiksa; dan (2) Peserta didik kurang minat terhadap pelajaran matematika. Hal
ini dapat dilihat dari hasil angket terhadap 36 peserta didik kelas IXB tahun pelajaran 2014/2015
hanya ada satu peserta didik yang menempatkan matematika sebagai pelajaran yang paling disukai
dari 12 mata pelajaran yang dipelajari.
Didaktikum: Jurnal Penelitian Tindakan Kelas
6
Vol. 16. No. 4. Agustus 2015 (Edisi Khusus)
Oleh karena itu dalam pembelajaran matematika, guru hendaknya dapat memilih berbagai
variasi pendekatan, strategi, metode dan model pembelajaran yang dapat mengoptimalkan
kemampuan peserta didik sehingga peserta didik akan lebih aktif, kreatif, bersemangat, dan enjoy
dalam mengikuti pembelajaran.
Adapun beberapa faktor yang menyebabkan hasil pra siklus pada materi barisan dan deret
bilangan masih rendah antara lain: (1) Pembelajaran belum bermakna. Peserta didik tidak
memahami materi yang disampaikan guru karena contoh-contoh yang disampaikan guru tidak
dialami langsung oleh peserta didik sehingga fikiran dan emosi peserta didik tidak terlibat dalam
pembelajaran; dan (2) Belum memaksimalkan potensi peserta didik. Kemampuan kognitif peserta
didik sangat beragam, ada yang cepat memahami materi ada pula yang masih memerlukan
penjelasan ulang baik oleh guru atau oleh teman sejawat. Secara umum peserta didik akan lebih
mudah memahami materi yang disampaikan oleh teman sejawat dari pada oleh gurunya. Untuk itu
perlu dipilih model pembelajaran yang memberi kesempatan kepada peserta didik untuk saling
berdiskusi, sehingga peserta didik yang sudah menguasai materi dapat membimbing peserta didik
yang belum memahaminya.
Stephen P. Robbins & Timonthy A Judge (2015: 57) menyatakan bahwa kemampuan
keseluruhan seseorang individu pada dasarnya terdiri dari dua kemampuan faktor yaitu: (1)
Kemampuan Intelektual (Intelectual Ability), merupakan kemampuan yang dibutuhkan untuk
melakukan berbagai macam aktivitas mental (berfikir, menalar, dan memecahkan masalah); dan (2)
Kemampuan Fisik (physical Ability), merupakan kemampuan melakukan tugas-tugas yang
memerlukan stamina, keterampilan, dan karakteristik yang serupa.
Beberapa ahli telah mencoba merumuskan dan membuat tafsiran tentang belajar. Menurut
Nasution (1982: 39) “belajar adalah perubahan tingkah laku akibat pengalaman sendiri”. Dengan
belajar maka seseorang mengalami perubahan tingkah laku, baik perubahan pengetahuan, sikap,
keterampilan, maupun kecakapannya. Dengan kata lain ada perubahan tingkah laku antara sebelum
dan sesudah belajar.
Oemar Hamalik (1986: 40) mengatakan “belajar adalah proses perubahan tingkah laku berkat
interaksi dengan lingkungan”. Seseorang dikatakan melakukan kegiatan belajar setelah ia
memperoleh hasil, yakni terjadinya perubahan tingkah laku, misalnya dari tidak tahu menjadi tahu,
dari tidak mengerti menjadi mengerti, dan sebagainya.
Untuk dapat disebut hasil belajar, maka perolehan sesuatu yang baru pada tingkah laku itu
harus memenuhi syarat-syarat sebagai berikut: (1) Hasil belajar sebagai pencapaian tujuan belajar;
(2) Hasil belajar harus sebagai buah dari proses kegiatan yang disadari; (3) Hasil belajar harus
sebagai produk dari proses latihan; (4) Hasil belajar harus merupakan tindak tanduk yang berfungsi
efektif dalam kurun waktu tertentu; dan (5) Hasil belajar harus berfungsi operasional dan potensial
(Tim Pengembangan MKDK IKIP Semarang, 1989: 30)
Berdasarkan berbagai definisi belajar tersebut diatas maka dapat disimpulkan bahwa hasil
belajar adalah hasil yang dicapai melalui suatu proses yang dilakukan individu dalam memperoleh
perubahan tingkah laku sebagai hasil dari pengalaman dan latihan untuk memperoleh pengetahuan
dan kecakapan atau keterampilan baru (tingkah laku sebelum dan sesudah proses akan belainan)
(Mucikno, 2009: 7).
Yani Puji Lestari (2009: 28) menjelaskan bahwa matematika berasal dari bahasa Yunani
mathematika yang artinya penelitian pola, struktur, perubahan, ruang, penelitian bilangan dan angka.
Sedangkan dalam Kurikulum 2004 dijelaskan bahwa matematika berasal dari bahasa latin
manthanein atau mathema yang berarti belajar atau hal yang dipelajari. Ciri utama matematika
adalah penalaran deduktif, yaitu kebenaran suatu konsep atau pernyataan diperoleh sebagai akibat
logis dari kebenaran sebelumnya sehingga kaitan antara konsep atau pernyataan dalam matematika

PENINGKATAN KEMAMPUAN MENENTUKAN JUMLAH n SUKU PERTAMA DERET


ARITMETIKA DAN DERET GEOMETRI MELALUI MODEL PEMBELAJARAN JIGSAW 7
Khulinah
bersifat konsisten. Namun demikian pembelajaran dan pemahaman konsep dapat diawali secara
induktif melalui pengalaman peristiwa nyata atau intuisi.
Fungsi matematika adalah untuk mengembangkan kemampuan menghitung, mengukur,
menurunkan, dan menggunakan rumus matematika yang diperlukan dalam kehidupan sehari-hari.
Matematika juga berfungsi mengembangkan kemampuan mengkomunikasikan gagasan dengan
bahasa melalui model matematika yang dapat berupa kalimat dan persamaan matematika, diagram,
grafik atau tabel.
Tujuan pembelajaran matematika adalah untuk: (1) Melatih cara berpikir dan bernalar dalam
menarik kesimpulan; (2) Mengembangkan aktivitas kreatif yang melibatkan imajinasi, intuisi, dan
penemuan dengan mengembangkan pemikiran divergen, orisinil, rasa ingin tahu, membuat prediksi
dan dugaan, serta mencoba-coba; (3) Mengembangkan kemampuan memecahkan masalah; dan (4)
Mengembangkan kemampuan menyampaikan informasi atau mengkomunikasikan gagasan.
(Depdiknas, 2003: 6).
Nur dalam materi PLPG Matematika (2008: 6-18) mengatakan langkah-langkah model
pembelajaran Jigsaw adalah sebagai berikut: (1) Para peserta didik dibagi dalam kelompok-kelompok
kecil yang hiterogen (4 sampai 5 peserta didik). Setiap kelompok diberi materi /tugas/soal-soal
tertentu untuk dipelajari/dikerjakan; (2) Ketua kelompok membaagi materi/tugas guru agar
menjadi topik-topik kecil (sub-sub soal) untuk dipelajari/dikerjakan oleh masing-masing anggota
kelompok (misalnya, setiap peserta didik dalam 1 kelompok mendapat 1 soal/tugas yang berbeda);
(3) Anggota kelompok yang harus mempelajari/mengerjakan tugas (atau soal); dan (4) Kemudian
peserta didik itu kembali ke kelompok asalnya dan bergantian mengajar teman dalam satu
kelompok.
Kelebihan model pembelajaran Jigsaw adalah: (1) Cocok untuk semua kelas/tingkatan; (2)
Bisa digunakan dalam pengajaran menulis, membaca, mendengarkan, atau berbicara, juga dapaat
digunakan dalam berbagai mata pelajaran; dan (3) Belajar dalam suasana gotong royong
mempunyai banyak kesempatan mengolah informasi dan meningkatkan keterampilan
berkomonikasi. Adapun kekurangan model pembelajaran Jigsaw adalah menbutuhkan lebih banyak
waktu; dan membutuhkan pengajar yang kreatif.

METODE PENELITIAN

Alur penelitian tindakan kelas terdiri atas 4 tahap yang dilakukan dalam siklus berulang, yaitu
pra siklus, siklus 1, dan siklus 2. Setiap siklus terdiri dari 4 tahap, yaitu perencanaan, tindakan,
pengamatan, dan refleksi. Penelitian dilaksanakan secara kolaboratif dengan guru mitra/pengamat
untuk mendukung kelancaran penelitian dan pengambilan data secara objektif. Penelitian dikatakan
berhasil apabila dalam pembelajaran matematika materi menentukan jumlah n suku pertama pada
deret aritmetika dan deret geometri apabila peserta didik yang memperoleh nilai KKM = 77 atau
lebih sudah mencapai 75%.
Pada pra siklus masih bersifat konvensional, dengan kegiatan: (1) pembelajaran dengan
metode cermah; (2) mengadakan tes formatif; (3) analisis hasil tes formatif; dan (4) mengamati
aktifitas peserta didik selama proses pembelajaran.
Hasil masukan pra siklus dianalisis dan solusinya diterapkan pada siklus 1. Pada siklus 1,
perencanaan disusun bersama dengan guru mitra secara cermat. Pada tahap pelaksanaan, guru
mitra mengamati secara detail segala sesuatu yang dilakukan guru dan peserta didik. Pengamatan
dimaksudkan untuk mengetahui hal-hal yang masih dirasa kurang dan digunakan sebagai bahan
perbaikan pada tahap refleksi. Akhir dari pembelajaran dilakukan tes formatif untuk mengetahui
hasil belajar peserta didik materi menentukan jumlah n suku pertama deret aritmetika dan deret
geometri melalui model pembelajaran Jigsaw. Semua data yang diperoleh pada siklus 1,

Didaktikum: Jurnal Penelitian Tindakan Kelas


8
Vol. 16. No. 4. Agustus 2015 (Edisi Khusus)
dikonfrontasikan dengan indikator keberhasilan yang ditetapkan. Apabila belum mencapai indikator
yang ditetapkan, penelitian dilanjutkan pada siklus 2 dengan beberapa perbaikan yang
direkomendasikan pada tahap refleksi siklus 1.
Pada siklus 2, perencanaan disusun dengan memperhatikan beberapa perbaikan yang
direkomendasikan dan dilaksanakan secara cermat. Guru mitra melakukan pengawasan secara
detail terutama untuk mengetahui apakah perbaikan-perbaikan yang direkomendasikan
dilaksanakan. Akhir siklus 2 diberi tes formatif, dan semua data yang diperoleh dikonfrontasikan
dengan indikator keberhasilan yang ditetapkan. Apabila belum mencapai indikator yang ditetapkan,
penelitian dilanjutkan pada siklus 3.Apabila indikator keberhasilan yang ditetapkan telah
terlampaui, maka penelitian dianggap cukup.

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

Hasil Penelitian
Materi pembelajaran pra siklus adalah barisan aritmetika dan geometri. Hasil tes formatif pra
siklus menunjukkan bahwa peserta didik yang memperoleh nilai sama atau lebih tinggi dari KKM
baru mencapai 50 % atau 18 peserta didik dari 36 sejumlah peserta didik. Perolehan tersebut belum
menggembirakan dan masih jauh di bawah indikator keberhasilan yang ditetapkan.
Pada siklus 1, pembelajaran materi menentukan jumlah n suku pertama deret aritmetika
dengan mengikuti langkah-langkah pembelajaran model jigsaw. Hasil tes formatif siklus 1
menunjukkan bahwa peserta yang mendapat nilai sama atau lebih dari KKM mencapai 60% atau
21 peserta didik dari 36 sejumlah peserta didik dikelas IX B. namun perolehan ini juga belum
mencapai indikator keberhasilan yang ditetapkan.
Beberapa hal yang menyebabkan siklus 1 belum mencapai indikator yang ditetapkan antra
lain karena (1) beberapa peserta didik belum memahami langkah-langkah model pembelajaran
jigsaw, dan (2) desain pembelajaran yang disusun tidak berjalan optimal terutama pada alokasi
waktu untuk langkah-langkah model pembelajaran yang diterapkan. Hal ini berdampak adanya
langkah pembelajaran yang tidak dapat dilaksanakan dengan optimal karena waktu yang tersedia
tidak cukup.
Beberapa kendala diatas dianalisis bersama oleh peneliti dan guru mitra (pengamat) serta
dicarikan solusinya. Beberap ahal yang dirasa masih kurang dan perlu perbaikan antara lain adalah:
(1) Peserta didik belum memahami langkah-langkah model pembelajaran. Sebelum pembelajaran
dimulai, dijelaskan lagi langkah-langkah model pembelajaran jigsaw dan mengingatkan kembali
tentang keterampilan yang harus dimiliki dalam berdiskusi; dan (2) Disusun kembali desain
pembelajaran perbaikan. Desain pembelajaran perbaikan disusun berdasarkan analisis kekuatan dan
kelemahan yang muncul terutama dalam penentuan alokasi waktu mengerjakan soal dalam diskusi
kelompok diberi penambahan.
Silkus 2 dilaksanakan dengan berpedoman pada hasil refleksi yang sudah diperbaiki pada
siklus 1. Pembelajaran diawali dengan guru mengadakan apersepsi,menyampaikan standard
kompetensi, kompetensi dasar dan tujuan pembelajaran yang akan dicapai, menyiapkan kondisi
fisik dan psikis, serta member motivasi agar peserta didik bersemangat dalam mengikuti
pembelajaran.
Hasil tes formatif siklus 2 menunjukkan bahwa peserta didik yang memperoleh nilai sama
dengan atau lebih dari KKM= 77 telah mencapai 80%. Perolehan ini telah melampaui indikator
keberhasilan yang ditetapkan, yaitu sekurang-kurangnya 75% peserta didik mampu mencapai KKM
pada tes formatif.

PENINGKATAN KEMAMPUAN MENENTUKAN JUMLAH n SUKU PERTAMA DERET


ARITMETIKA DAN DERET GEOMETRI MELALUI MODEL PEMBELAJARAN JIGSAW 9
Khulinah
Pembahasan
Pada saat pra siklus proses pembelajaran masih konvensional (menggunakan metode
ceramah). Dalam kegiatan pembelajaran semestinya melibatkan dua pelaku aktif, yaitu guru dan
peserta didik yang saling mempengaruhi dan memberi masukan sehingga kegiatan pembelajaran
merupakan aktivitas yang hidup, sarat nilai, dan senantiasa memiliki tujuan.
Pembelajaran dengan menerapkan metode ceramah menempatkan guru sebagai aktor utama
dalam pembelajaran sedang peserta didik ditempatkan sebagai objek pembelajaran. Model ini
membawa konsekuensi terhadap kurang bermaknanya kedudukan peserta didik dalam proses
pembelajaran karena peserta didik tidak terlibat secara aktif baik secara fisik, psikologis, maupun
mental. Hal ini berakibat pada rendahnya hasil belajar peserta didik.
Melalui penerapan model pembelajaran Jigsaw pada siklus 1, peserta didik lebih terlibat dalam
pembelajaran sehingga proses pembelajaran menjadi lebih bermakna. Peserta didik saling bekerja
sama untuk mencapai tujuan pembelajaran, yaitu menguasai materi dengan sebaik-baiknya dan
mendorong peserta didik aktif menemukan sendiri pengetahuannya melalui keterampilan proses.
Namun demikian hasil siklus 1 belum menggembirakan. Hasil tes formatif siklus 1
memperlihatkan bahwa baru terdapat 21 peserta didik (60%) yang mencapai KKM. Hal ini terjadi
karena peserta didik belum terbiasa mengikuti pembelajaran dengan menerapkan model
pembelajaran Jigsaw.
Peserta didik belum menguasai beberapa keterampilan yang diperlukan dalam pembelajaran
Jigsaw, yaitu 1) berada dalam tugas, yaitu tetap berada dalam kerja kelompok dan menyelesaikan
tugas yang menjadi tanggung jawabnya; 2) mengambil giliran dan mengambil tugas, yaitu bersedia
menerima tugas dan membantu menyelesaikan tugas; 3) mendorong partisipasi, yaitu memotivasi
teman sekelompok untuk memberikan kontribusi terhadap tugas kelompok; 4) mendengarkan
dengan aktif, yaitu mendengar dengan menyerap informasi yang disampaikan oleh teman dan
menghargai pendapat teman; dan 4) bertanya, yaitu terampil menanyakan informasi/penjelasan
lebih lanjut dari teman sekelompok.
Kelemahan-kelemahan yang muncul diinventarisir dan dianalisis untuk dicarikan solusinya.
Sebelum memasuki siklus 2, peserta didik diberi penguatan kembali tentang keterampilan-
keterampilan yang diperlukan dalam pembelajaran Jigsaw. Tes formatif siklus 2 dilaksanakan setelah
dilaksanakan 1 kali tatap muka pembelajaran. Hasil tes formatif siklus 2 menunjukkan terdapat 28
peserta didik (80%) yang telah mencapai KKM. Perolehan ini telah melampaui indikator
keberhasilan yang ditetapkan, yaitu sekurang-kurangnya75% hasil tes formatif peserta didik
mencapai KKM dalam pembelajaran matematika dengan materi menentukan jumlah n suku
pertama deret aritmetika dan deret geometri melalui model pembelajaran Jigsaw. Melalui model
pembelajaran jigsaw proses dan hasil belajar menjadi lebih cepat, lebih baik, dan lebih mudah.
Secara umum hasil tes formatif pra siklus, siklus 1, dan siklus 2 ditinjau pada prosentase
ketercapaian KKM dapat dilihat pada Gambar 1.

Didaktikum: Jurnal Penelitian Tindakan Kelas


108 Vol. 16. No. 4. Agustus 2015 (Edisi Khusus)
100%
80%
80%
60%
60% 50%

40%

20%

0%

pra-siklus siklus 1 siklus 2

Gambar 1. Perbandingan Ketercapaian KKM

SIMPULAN

Berdasarkan hasil penelitian dengan judul “Peningkatan Kemampuan Menentukan Jumlah N


Suku Pertama Deret Aritmetika dan Deret Geometri Melalui Model Pembelajaran Jigsaw”, peneliti
menyimpulkan: (1) Model pembelajaran Jigsaw dapat meningkatkan kemampuan peserta didik
dalam menentukan jumlah n suku pertama deret aritmetika dan deret geometri pada kelas IX B
SMP Negeri 1 Comal Tahun Pelajaran 2014/2015. (2) Model pembelajaran Jigsaw dapat
meningkatkan sikap dan minat belajar peserta didik dalam menentukan jumlah n suku pertama
deret aritmetika dan deret geometri pada kelas IX B SMP Negeri 1 Comal Tahun Pelajaran
2014/2015.

DAFTAR PUSTAKA

Depdiknas. 2003. Kurikulum 2004. Standar Kompetensi Mata Pelajaran Matematika SMP dan MTs. Jakarta:
Balitbang Depdiknas.
Khulinah. 2015 peningkatan Kemampuan Menentukan Jumlah n Suku Pertama Deret Aritmetika dan Deret Geometri
Melalui Model Pembelajaran Jigsaw Kelas IX B SMP Negeri 1 Comal. Laporan PTK SMP Negeri 1 Comal:
Pemalang (Tidak Dipublikasikan).
Mucikno, 2009. Peningkatan Hasil Belajar Matematika dengan Metode Kerja Kelompok, Latihan Berjenjang, dan Alat
Peraga pada Bilangan Bulat, Laporan Hasil Penelitian, SMP Negeri 1 Karang Dadap: Pekalongan (Tidak
Dipublikasikan).
Nasution, 1982. Didaktik Azas-azas Mengajar. Bandung: Alumni.
Oemar Hamalik, 1986. Media Pendidikan. Bandung: Alumni.
Panitia Sertifikasi Guru Rayon XII, 2008. Materi PLPG Matematika. Semarang: UNNES.
Stephen P. Robbins & Timonthy A Judge. 2015. Perilaku Organisasi, Edisi 16, dalam Terjemahan Salemba
Empat: Jakarta.
Yani Puji Lestari, 2009.Ensiklopedia Matematika K - Q. Bandung: PT Indah Jaya Adipratama

PENINGKATAN KEMAMPUAN MENENTUKAN JUMLAH n SUKU PERTAMA DERET


ARITMETIKA DAN DERET GEOMETRI MELALUI MODEL PEMBELAJARAN JIGSAW 11
Khulinah

Anda mungkin juga menyukai