Laoporan Kasus Efa Fauziah - KDRT
Laoporan Kasus Efa Fauziah - KDRT
Nama : Ny. Y
Usia : 41 Tahun
SPV : Ada
SPV
Pemeriksaan Fisik
Nadi : 98 x/ mnt
Suhu : 36’c
luka-luka :
Assesment
Kekerasan Dalam Rumah Tangga (KDRT)
Planning
- pembuatan visum et repertum
- konsul dengan Bagian Kesehatan Jiwa/Psikiatri
Kesimpulan
Epidemiologi KDRT
Bentuk-Bentuk KDRT
1) Kekerasan Fisik
Kekerasan fisik yang dimaksud adalah perbuatan yang
mengakibatkan rasa sakit, jatuh sakit, atau luka berat. Misalnya saja
bentuk kekerasan yang menggunakan tangan kosong, memukul,
menampar, mendorong, menarik rambut, meludahi da lain sebagainya.
Beberapa kekerasan fisik juga sering dilakukan menggunakan benda-
benda tajam dan tumpul, beberapa zat, serta menyiram dengan air panas,
cairan kimia tertentu, dan sebagainya. Perbuatan yang mengakibatkan rasa
sakit tersebut harus mendapatkan penanganan medis sesuai kekerasan yang
dialaminya (Kurniawan, 2015).
2) Kekerasan Psikis
Kekerasan psikis merupakan perbuatan yang mengakibatkan
ketakutan, hilangnya rasa percaya diri, hilangnya kemampuan untuk
brtindak, rasa tidak berdaya, dan/atau penderitaan psikis berat pada
seseorang. Kekerasan jenis ini dapat berbentuk hinaan atau kata-kata kotor
yang merendahkan diri perempuan, seperti “kamu tidak berguna” atau
“kamu tidak menarik” dan berbagai kata-kata kasar menyakitkan lainnya.
Luka terdalam sebagai dampak kekerasan psikis yang dialami individu
dapat juga menimbulkan trauma berkepanjangan. Selain itu, korban
kekerasan bisa juga jadi pelaku kekerasan di masa mendatang (Kurniawan
2015).,
3) Kekerasan Seksual
Kekerasan seksual dapat berbentuk pemaksaan hubungan seksual.
Walaupun sulit dibuktikan, bentuk kekerasan ini juga sering dialami oleh
perempuan, misalnya memaksakan berhubungan seks walaupun istri
sedang tidak sehat atau tidak mau. Kekerasan seksual dalam rumah tangga
meliputi : 1). Pemaksaan hubungan seksual yang dilakukan terhadap orang
yang menetap dalam lingkup rumah tangga tersebut, 2). Pemaksaan
hubungan seksual terhadap salah seorang dalam lingkup rumah tangganya
dengan orang lain untuk tujuan komersial dan/atau tujuan tertentu. Bentuk
kekerasan seksual inilah yang biasa banyak terjadi pada perempuan, kaena
perempuan tergolng rentan (Santoso, 2019)
4) Penelantaran Rumah Tangga
Penelantaran rumah tangga yakni perbuatan menelantarkan orang
dalam lingkup rumah tangga, padahal menurut hukum yang berlaku bagi
yang bersangkutan atau karena persetujuan atau perjanjian ia wajib
memberikan kehidupan, perawatan, serta pemeliharaan kepada orang
tersebut. Penelantaran juga berlaku bagi setiap orang yang mengakibatkan
ketergantungan ekonomi dengan cara membatasi dan/atau melarang untuk
bekerja yang layak di dalam atau di luar rumah sehingga korban berada di
bawah kendali orang tersebut (Santoso, 2019).
Penelantaran rumah tangga tidak hanya disebut sebagai kekerasan
ekonomi, namun juga sebagai kekerasan kompleks. Artinya bahwa bukan
hanya penelantaran secara finansial (tidak memberi nafkah, tdak
mencukupi kebutuhan, dll) melainkan penelantaran yang sifatnya umum
yang menyangkut hidup rumah tangga (pembatasan pelayanan kesehatan
dan pendidikan, tidak memberikan kasih sayang, kontrol yang berlebihan,
dll) (Santoso, 2019).
Anamnesis
Anamnesis mencakup tentang keluhan utama, bagaimana peristiwa
tersebut terjadi, maupun riwayat penyakit sebelumnya yang pernah diderita.
Apabila korban dalam keadaan tidak sadar dapat dilakukan alloanamnesis.
Semua anamnesis dicatat dengan lengkap dan benar dalam berkas rekam medis.
Meskipun demikian penarikan kesimpulan hasil anamnesis harus dilakukan
dengan hati-hati. Hasil anamnesis yang tidak berhubungan dengan tindak pidana
tidak perlu dituliskan dalam visum et repertum (Yudianto, 2020)
Anamnesis harus dilakukan dengan menggunakan bahasa awam yang
mudah dipahami oleh korban. Anamnesis sebaiknya menggunakan bahasa dan
istilah-istilah yang disesuaikan dengan tingkat pendidikan dan sosio-ekonomi
korban (Dewi, 2017).
Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan fisik pada korban menggunakan prinsip “head to toe”, artinya
pemeriksaan fisik harus dilakukan secara sistematis dari ujung kepala sampai
ke ujung kaki. Pemeriksaan fisik juga harus memperhatikan keadaan umum
korban. Apabila korban tidak sadar atau keadaan umumnya buruk, maka
pemeriksaan untuk pembuatan visum dapat ditunda, dan dokter fokus untuk
“life saving” terlebih dahulu. Selain itu, dalam melakukan pemeriksaan fisik,
perhatikan kesesuaian dengan keterangan korban yang didapat saat anamnesis
(Dewi, 2017).
Pemeriksaan fisik umum meliputi :
Tingkat kesadaran
Keadaan umum
Tanda vital
Penampilan (rapi atau tidak, dan lain-lain)
Afek (Keadaan emosi, apakah tampak sedih, takut, dan sebagainya).
Pakaian (apakah ada kotoran, robekan, dan lain-lain).
Status generalis
Status lokalis dari luka-luka
(Dewi, 2017).
(Yudianto, 2020).
Pasal 45 berbunyi :
Pasal 46 berbunyi :
Pasal 49 berbunyi :
Dipidana dengan pidana penjara paling lama 3 (tiga) tahun atau denda
paling banyak Rp15.000.000,00 (lima belas juta rupiah), setiap orang yang:
a. Tenaga kesehatan
b. Pekerja sosial
c. Relawan pendamping; dan/atau
d. Pembimbing rohani.
Jika yang menjadi korban KDRT adalah anak, hal ini diatur dalam UU No. 23
tahun 2002 tentang perlindungan anak pasal 80 berbunyi :
DAFTAR PUSTAKA
Dewi, R., (2017). Pemeriksaan Fisik dan Aspek Medikolegal Kekerasan Seksual
pada Anak dan Remaja. Lampung : Bagian Obstetri dan Ginekologi
Fakultas Kedokteran Univesitas Lampung.
Kurniawan, L.S. (2015). Refleksi Diri Para Korban dan Pelaku Kekerasan Dalam
Rumah Tangga : Apakah jiwaku sehat?.Yogyakarta : ANDI
Wakela, D., Nurkhotijah, S., & Fadjriani, L. (2020). Analisis Yuridis Penyebab
Terjadinya Kekerasan Dalam Rumah Tangga (Kdrt)(Studi Penelitian Pada
Kantor Polresta Barelang Kota Batam). Zona Keadilan: Program Studi Ilmu
Hukum (S1) Universitas Batam, 10(3), 16-31. file:///C:/Users/hp/
Downloads/ojsadmin,+16-31+DITYA+WAKELA.pdf
Warman, A. B. (2020). KDRT dan Hukum Keluarga: Peran Hukum Keluarga Islam
dalam Menghindari KDRT. IJTIHAD, 36(2). https://journals.fasya.uinib.
org/index.php/ijtihad/article/viewFile/41/23.