Anda di halaman 1dari 14

Identitas Pasien

Nama : Ny. Y

Usia : 41 Tahun

Waktu : 13 Februari 2023 (23.30)

SPV : Ada

Kasus : Kekerasan Dalam Rumah Tangga.

SPV

 POLDA SULTENG Resor Parigi Moutong


 Dugaan Perkara : Kekerasan Dalam Rumah Tangga (KDRT)
 Pasal : -
Anamnesis

 Korban mengaku sekitar 4,5 jam sebelum pemeriksaan (Hari senin,


tanggal 13 Februari tahun 2023, sekitar pukul 19.00 WITA), bertempat di
rumah teman korban, di Desa Baliara, Kec. Parigi Barat, korban disiram
bensin oleh pelaku, laki-laki, berusia sekitar 42 tahun, yang diakui sebagai
suami korban. Kemudian pelaku hendak menyalakan korek api gas namun
korek apinya tidak menyala, lalu korban berdiri berlari ke arah dapur,
pelaku mengejar korban dan menjambak rambut korban hingga korban
terjatuh dan tersandar di dinding, pelaku mencoba menyalakan korek api
gasnya tetapi tetap tidak menyala juga, kemudian pelaku mengarahkan
badi ke arah korban, namun korban menangkis dengan tangan kiri korban.
Mata pisau badinya terlepas, korban menggenggam pisau badinya dan
pelaku menggenggam gagang badinya, korban berlari keluar rumah untuk
menyelamatkan diri dan meminta pertolongan.
 Setelah kejadian, korban mengeluh pusing dan nyeri pada luka-lukanya
yang masih dirasakan pada saat pemeriksaan.
 Tidak ada riwayat pingsan, mual, muntah.
 Korban mengalami kekerasan fisik berkali-kali oleh pelaku, pertama kali
dialami saat korban dan pelaku masih berpacaran, beberapa tahun setelah
menikah, korban dipukul pada punggung dengan menggunakan ikat
pinggang, ditonjok pada kepala, ditendang pada paha korban. Kejadian
terakhir kali adalah kejadian yang dilaporkan oleh korban.
 Kejadian kekerasan fisik ini sering dialami jika pelaku dalam keadaan
emosi dan mabuk.
 Kekerasan seksual disangkal
 Korban mengaku sering dimarahi, dicaci maki setiap pelaku emosi dan
mabuk, kemudian diancam akan dibunuh, dimutilasi, dan dibakar,
pengancaman ini sering dialami sejak 5 tahun yang lalu (awal tahun 2018).
 Korban saat ini tinggal di rumah orang tua korban sejak tahun 2018.
Korban dan pelaku menikah selama 21 tahun (sejak tahun 2001).
 Korban tidak dinafkahi oleh pelaku sejak tahun 2018. Kebutuhan sehari-
hari ditanggung oleh korban.
 Korban bekerja sebagai Aparatur Sipil Negara (ASN), dan pelaku bekerja
sebagai wiraswasta.
 Korban dan pelaku dikarunia 6 orang anak (anak pertama perempuan
berusia 21 tahun, anak kedua laki-laki berusia 19 tahun, anak ketiga
perempuan berusia 16 tahun, anak keempat perempuan berusia 14 tahun,
anak kelima berusia 12 tahun, dan anak keenam berusia 10 tahun).

Pemeriksaan Fisik

keadaan umum : tampak sakit ringan, koperatif

kesadaran : CM (sadar penuh)

Tekanan Darah : 110/80 mmHg

Nadi : 98 x/ mnt

Respiratory Rate : 20 x/ mnt

Suhu : 36’c

luka-luka :

 Pada punggung tangan kiri, empat sentimeter dibawah pergelangan tangan,


terdapat memar berwarna ungu kebiruan berukuran nol koma lima
sentimeter kali nol koma lima sentimeter.
 Pada ruas pangkal jari telunjuk tangan kiri sisi punggung, terdapat luka
gores, sepanjang nol koma tiga sentimeter.
 Pada ruas tengah jari telunjuk tangan kiri sisi luar terdapat luka terbuka,
tepi tidak rata, dasar jaringan bawah kulit, bila dirapatkan membentuk
garis sepanjang nol koma lima sentimeter.
 Pada sela jari antara jari tengah dan jari manis tangan kiri sisi telapak,
terdapat luka lecet berukuran nol koma lima sentimeter.
Assesment dan Planning

 Assesment
Kekerasan Dalam Rumah Tangga (KDRT)
 Planning
- pembuatan visum et repertum
- konsul dengan Bagian Kesehatan Jiwa/Psikiatri

Kesimpulan

Pada pemeriksaan terhadap korban perempuan berusia 41 tahun ini,


ditemukan luka gores pada jari telunjuk tangan kiri akibat kekerasan tajam; serta
luka terbuka pada jari telunjuk tangan kiri; luka lecet pada sela jari tengah dan jari
manis tangan kiri; dan memar pada punggung tangan kiri akibat kekerasan
tumpul. Luka-luka tersebut tidak menimbulkan penyakit atau halangan untuk
menjalankan pekerjaan jabatan/pencaharian atau kegiatannya sehari-hari.
Pembahasan

Definisi Kekerasan Dalam Rumah Tangga

Kekerasan Dalam Rumah Tangga (KDRT) adalah tindakan kekerasan


berupa penyerangan terhadap fisik dan mental-psikologis seseorang. Kekerasan
dalam rumah tangga juga dimaknai sebagai bentuk kekerasan terhadap satu jenis
kelamin tertentu yang biasanya disebabkan oleh anggapan yang bias gender, yaitu
karena ketidaksetaraan kekuasaan yang ada dalam masyarakat. Secara lebih
spesifik, kekerasan dalam rumah tangga adalah penyerangan fisik atau psikis
dalam lingkungan keluarga yang dilakukan oleh seorang laki-laki (suami)
terhadap pasangan perempuannya (istri) atau bisa juga sebaliknya (Warman,
2020).

Secara hukum yang dimaksud dengan KDRT adalah setiap perbuatan


terhadap seseorang terutama perempuan, yang berakibat timbulnya kesengsaraan
atau penderitaan secara fisik, seksual, psikologis, dan/atau penelantaran rumah
tangga termasuk ancaman untuk melakukan perbuatan, pemaksaan, atau
perampasan kemerdekaan secara melawan hukum dalam lingkup rumah tangga
(Khaleed, 2018).

Epidemiologi KDRT

Komisi Nasional Anti Kekerasan terhadap Perempuan (Komnas


Perempuan) mencatat bahwa terdapat 319 kasus kekerasan dan 2/3 dari kekerasan
tersebut berupa Kekerasan dalam Rumah Tangga (KDRT). Sedangkan data dari
Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Apik mencatat ada total 313 pengaduan yang
dilaporkan dari bulan Maret sampai juni 2020 dan 110 kasus diantaranya
merupakan KDRT. Jumlah laporan KDRT terus meningkat sejak bulan Maret
2020 ketika kebijakan pembatasan sosial akibat pandemi Covid-19 dilangsungkan
(Sadzali, 2022).

Jumlah kasus KDRT memang seperti fenomena gunung es karena hanya


sekitar sepuluh persen yang berhasil terungkap ke permukaan. Sisanya ditutup-
tutupi karena dianggap tabu. Pembahasan hanya sebatas internal dalam keluarga,
karena dianggap aib bagi keluarga tersebut.

Terlihat pada tahun 2016 Kabupaten Kota di Provinsi Sulawesi Tengah


masing-masing memiliki kasus kekerasan yaitu di Kabupaten Banggai Kepulauan
terdapat 3 kasus kekerasan, Kabupaten Banggai Laut 12 kasus, Kabupaten Buol
40 kasus, Kabupaten Donggala 38 kasus, Kabupaten Morowali terdapat 4 kasus,
Kabupaten Morowali utara 5 kasus, Kabupaten Parigi Moutong 53 kasus,
Kabupaten Poso 59 kasus, Tojo una-una 21 kasus, Kabupaten toli-toli 1 kasus,
dan Kota Palu 184 kasus. Pada tahun 2017 terdapat peningkatan kasus di
Kabupaten Parigi Moutong sebanyak 69 kasus (Anggraeni, 2020).

Faktor Penyebab KDRT

Terdapat dua faktor penyebab terjadinya kekerasan dalam rumah tangga


yaitu faktor internal dan eksternal. Secara internal, kekerasan dalam rumah tangga
dapat terjadi sebagai akibat dari lemahnya kemampuan beradaptasi setiap anggota
keluarga di antara mereka sendiri, sehingga setiap anggota keluarga mereka yang
memiliki kekuasaan dan kekuatan cenderung bertindak deterministik dan
eksploitatif terhadap anggota keluarga yang lemah. Secara eksternal, kekerasan
dalam rumah tangga muncul sebagai akibat intervensi langsung atau tidak
langsung dari lingkungan di luar keluarga mempengaruhi sikap anggota keluarga,
terutama orang tua atau kepala keluarga, yang diwujudkan dalam perlakuan
eksploitatif terhadap anggota keluarga yang seringkali ditunjukkan dengan
pemberian hukuman fisik dan psikis yang traumatis baik kepada anak maupun
pasangannya (Wakela, 2020).

Berdasarkan pengamatan yang dilakukan, tindakan kekerasan internal


rumah tangga adalah masalah aib bagi keluarga, sehingga korban diam dan
masalah hanya terjadi di ranah pribadi. Kekerasan paling banyak dialami oleh
perempuan, berbagai bentuk tindakan seperti umpatan kata-kata kasar bahkan
tamparan dan pukulan sering ditujukan kepada korban. Tindakan sebagaimana
dipaparkan sampai saat ini masih terjadi di sebagian besar masyarakat, kekerasan
dalam rumah tangga merupakan suatu pelanggaran terhadap Hak Asasi Manusia
dan merupakan bentuk diskriminasi yang harus dihapuskan sesuai dengan
Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2004 (Wakela, 2020).

Bentuk-Bentuk KDRT

KDRT dapat berbentuk beberapa tindakan kekerasan, diantaranya


kekerasan fisik, kekerasan psikis atau emosional, kekerasan seksual, serta
penelantaran rumah tangga.

1) Kekerasan Fisik
Kekerasan fisik yang dimaksud adalah perbuatan yang
mengakibatkan rasa sakit, jatuh sakit, atau luka berat. Misalnya saja
bentuk kekerasan yang menggunakan tangan kosong, memukul,
menampar, mendorong, menarik rambut, meludahi da lain sebagainya.
Beberapa kekerasan fisik juga sering dilakukan menggunakan benda-
benda tajam dan tumpul, beberapa zat, serta menyiram dengan air panas,
cairan kimia tertentu, dan sebagainya. Perbuatan yang mengakibatkan rasa
sakit tersebut harus mendapatkan penanganan medis sesuai kekerasan yang
dialaminya (Kurniawan, 2015).
2) Kekerasan Psikis
Kekerasan psikis merupakan perbuatan yang mengakibatkan
ketakutan, hilangnya rasa percaya diri, hilangnya kemampuan untuk
brtindak, rasa tidak berdaya, dan/atau penderitaan psikis berat pada
seseorang. Kekerasan jenis ini dapat berbentuk hinaan atau kata-kata kotor
yang merendahkan diri perempuan, seperti “kamu tidak berguna” atau
“kamu tidak menarik” dan berbagai kata-kata kasar menyakitkan lainnya.
Luka terdalam sebagai dampak kekerasan psikis yang dialami individu
dapat juga menimbulkan trauma berkepanjangan. Selain itu, korban
kekerasan bisa juga jadi pelaku kekerasan di masa mendatang (Kurniawan
2015).,
3) Kekerasan Seksual
Kekerasan seksual dapat berbentuk pemaksaan hubungan seksual.
Walaupun sulit dibuktikan, bentuk kekerasan ini juga sering dialami oleh
perempuan, misalnya memaksakan berhubungan seks walaupun istri
sedang tidak sehat atau tidak mau. Kekerasan seksual dalam rumah tangga
meliputi : 1). Pemaksaan hubungan seksual yang dilakukan terhadap orang
yang menetap dalam lingkup rumah tangga tersebut, 2). Pemaksaan
hubungan seksual terhadap salah seorang dalam lingkup rumah tangganya
dengan orang lain untuk tujuan komersial dan/atau tujuan tertentu. Bentuk
kekerasan seksual inilah yang biasa banyak terjadi pada perempuan, kaena
perempuan tergolng rentan (Santoso, 2019)
4) Penelantaran Rumah Tangga
Penelantaran rumah tangga yakni perbuatan menelantarkan orang
dalam lingkup rumah tangga, padahal menurut hukum yang berlaku bagi
yang bersangkutan atau karena persetujuan atau perjanjian ia wajib
memberikan kehidupan, perawatan, serta pemeliharaan kepada orang
tersebut. Penelantaran juga berlaku bagi setiap orang yang mengakibatkan
ketergantungan ekonomi dengan cara membatasi dan/atau melarang untuk
bekerja yang layak di dalam atau di luar rumah sehingga korban berada di
bawah kendali orang tersebut (Santoso, 2019).
Penelantaran rumah tangga tidak hanya disebut sebagai kekerasan
ekonomi, namun juga sebagai kekerasan kompleks. Artinya bahwa bukan
hanya penelantaran secara finansial (tidak memberi nafkah, tdak
mencukupi kebutuhan, dll) melainkan penelantaran yang sifatnya umum
yang menyangkut hidup rumah tangga (pembatasan pelayanan kesehatan
dan pendidikan, tidak memberikan kasih sayang, kontrol yang berlebihan,
dll) (Santoso, 2019).

Anamnesis
Anamnesis mencakup tentang keluhan utama, bagaimana peristiwa
tersebut terjadi, maupun riwayat penyakit sebelumnya yang pernah diderita.
Apabila korban dalam keadaan tidak sadar dapat dilakukan alloanamnesis.
Semua anamnesis dicatat dengan lengkap dan benar dalam berkas rekam medis.
Meskipun demikian penarikan kesimpulan hasil anamnesis harus dilakukan
dengan hati-hati. Hasil anamnesis yang tidak berhubungan dengan tindak pidana
tidak perlu dituliskan dalam visum et repertum (Yudianto, 2020)
Anamnesis harus dilakukan dengan menggunakan bahasa awam yang
mudah dipahami oleh korban. Anamnesis sebaiknya menggunakan bahasa dan
istilah-istilah yang disesuaikan dengan tingkat pendidikan dan sosio-ekonomi
korban (Dewi, 2017).

Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan fisik pada korban menggunakan prinsip “head to toe”, artinya
pemeriksaan fisik harus dilakukan secara sistematis dari ujung kepala sampai
ke ujung kaki. Pemeriksaan fisik juga harus memperhatikan keadaan umum
korban. Apabila korban tidak sadar atau keadaan umumnya buruk, maka
pemeriksaan untuk pembuatan visum dapat ditunda, dan dokter fokus untuk
“life saving” terlebih dahulu. Selain itu, dalam melakukan pemeriksaan fisik,
perhatikan kesesuaian dengan keterangan korban yang didapat saat anamnesis
(Dewi, 2017).
Pemeriksaan fisik umum meliputi :
 Tingkat kesadaran
 Keadaan umum
 Tanda vital
 Penampilan (rapi atau tidak, dan lain-lain)
 Afek (Keadaan emosi, apakah tampak sedih, takut, dan sebagainya).
 Pakaian (apakah ada kotoran, robekan, dan lain-lain).
 Status generalis
 Status lokalis dari luka-luka
(Dewi, 2017).

Hasil pemeriksaan forensik memuat seluruh hasil pemeriksaan yang


dilakukan, baik pemeriksaan fisik, maupun pemeriksaan tambahan lainnya.
Luka-luka yang ditemukan dalam pemeriksaan harus dideskripsikan dengan
jelas, lengkap dan baik, hal ini penting untuk mengetahui jenis kekerasan yang
telah dialami.

Deskripsi luka meliputi :

1. Jumlah luka, disesuaikan dengan jenis lukanya


2. Bentuk luka :
a. Sebelum ditautkan/dirapatkan
b. Sesudah ditautkan/dirapatkan
3. Sifat-sifat luka
a. Garis batas luka terdiri dari : bentuk (teratur atau tidak), tepi (rata
atau tidak) dan sudut luka (ada atau tidak, jumlahnya berapa dan
bentuknya runcing atau tidak).
b. Daerah didalam garis batas luka terdiri dari : tebing luka (rata
atau tidak serta terdiri dari jaringan apa saja), antara kedua tebing;
ada jembatan jaringan atau tidak, dan dasar luka (terdiri atas
jaringan apa, warnanya, perabaannya, ada apa diatasnya).
c. Daerah disekitar garis batas luka yakni : memar (+/-), tatoase
(+/-), jelaga (+/-), bekuan darah (+/-) dan lain-lain.
4. Ukuran luka : sebelu ditautkan dan setelah ditautkan
5. Lokasi luka :
a. Lokasi berdasarkan regio anatominya
b. Lokasi berdasarkan garis koordinat [sumbu X, Y dan Z] atau
berdasarkan bagian tertentu dari tubuh.

(Yudianto, 2020).

Hukum yang mengatur KDRT


UU No. 23 Tahun 2004
Pasal 1 ayat 1 berbunyi :
Kekerasan dalam Rumah Tangga adalah setiap perbuatan terhadap seseorang
terutama perempuan, yang berakibat timbulnya kesengsaraan atau penderitaan
secara fisik, seksual, psikologis, dan/atau penelantaran rumah tangga termasuk
ancaman untuk melakukan perbuatan, pemaksaan, atau perampasan
kemerdekaan secara melawan hukum dalam lingkup rumah tangga.
Pasal 44 berbunyi :
1. Setiap orang yang melakukan perbuatan kekerasan fisik dalam lingkup
rumah tangga sebagaimana dimaksud dalam pasal 5 huruf a dipidana dengan
pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun atau denda paling banyak Rp.
15.000.000,00 (lima belas juta rupiah).
2. Dalam hal perbuatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) mengakibatkan
korban mendapat jatuh sakit atau luka berat, dipidana dengan pidanapenjara
paling lama 10 (sepuluh) tahun atau denda paling banyak Rp 30.000.000,00
(tiga puluh juta rupiah).
3. Dalam hal perbuatan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) mengakibatkan
matiny korban, dipidana dengan pidana penjara paling lama 15 (lima belas)
tahun atau denda paling banyak Rp 45.000.000,00 (empat puluh lima juta
rupiah).
4. Dalam hal perbuatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan oleh
suami terhadap istri atau sebaliknya yang tidak menimbulkan penyakit atau
halangan untuk menjalankan pekerjaan jabatan atau mata pencaharian atau
kegiatan sehari-hari, dipidana dengan pidana paling banyak Rp5.000.000,00
(lima juta rupiah).

Pasal 45 berbunyi :

1. Setiap orang yang melakukan perbuatan kekerasan psikis dalam lingkup


rumah tangga sebagaimana dimaksud pada Pasal 5 huruf b dipidana dengan
pidana penjara paling lama 3 (tiga) tahun atau denda paling banyak
Rp9.000.000,00 (sembilan juta rupiah).
2. Dalam hal perbuatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan oleh
suami terhadap isteri atau sebaliknya yang tidak menimbulkan penyakit atau
halangan untuk menjalankan pekerjaan jabatan atau mata pencaharian atau
kegiatan sehari-hari, dipidana dengan pidana penjara paling lama 4 (empat)
bulan atau denda paling banyak Rp3.000.000,00 (tiga juta rupiah).

Pasal 46 berbunyi :

Setiap orang yang melakukan perbuatan kekerasan seksual


sebagaimana dimaksud pada Pasal 8 huruf a dipidana dengan pidana penjara
paling lama 12 (dua belas) tahun atau denda paling banyak Rp36.000.000,00
(tiga puluh enam juta rupiah).

Pasal 49 berbunyi :

Dipidana dengan pidana penjara paling lama 3 (tiga) tahun atau denda
paling banyak Rp15.000.000,00 (lima belas juta rupiah), setiap orang yang:

1. Menelantarkan orang lain dalam lingkup rumah tangganya sebagaimana


dimaksud dalam pasal 9 ayat (1);
2. Menelantarkan orang lain sebagaimana dimaksud pasal 9 ayat (2).

UU No. 23 tahun 2004 pasal 39 tentang pemulihan korban KDRT berbunyi :

Untuk kepentingan pemulihan, korban dapat memperoleh pelayanan dari :

a. Tenaga kesehatan
b. Pekerja sosial
c. Relawan pendamping; dan/atau
d. Pembimbing rohani.

Jika yang menjadi korban KDRT adalah anak, hal ini diatur dalam UU No. 23
tahun 2002 tentang perlindungan anak pasal 80 berbunyi :

1. Setiap orang yang melakukan kekejaman, kekerasan atau ancaman


kekerasan, atau penganiayaan terhadap anak, dipidana dengan pidana penjara
paling lama 3 (tiga) tahun 6 (enam) bulan dan/atau denda paling banyak Rp
72.000.000,00 (tujuh puluh dua juta rupiah).

DAFTAR PUSTAKA

Anggraeni., Salham, M., Jufri, M. (2019). Perilaku Masyarakat terhadap Kekerasan


dalam Rumah Tangga di Kota Palu Tahun 2019. Jurnal Kolaboratif Sains..
https://jurnal.unismuhpalu.ac.id/index.php/JKS/article/view/1691/1458

Dewi, R., (2017). Pemeriksaan Fisik dan Aspek Medikolegal Kekerasan Seksual
pada Anak dan Remaja. Lampung : Bagian Obstetri dan Ginekologi
Fakultas Kedokteran Univesitas Lampung.

Khaleed, B. (2018). Penyelesaian Hukum KDRT : Penghapusan Kekerasan dalam


Rumah Tangga dan Upaya Pemulihannya. Yogyakarta : Medpress Digital.

Kurniawan, L.S. (2015). Refleksi Diri Para Korban dan Pelaku Kekerasan Dalam
Rumah Tangga : Apakah jiwaku sehat?.Yogyakarta : ANDI

Sadzali, A., Saleh, M., & Putra, A. R. E. PREFERENSI KEBIJAKAN


PEMERINTAH PUSAT DAN DAERAH DALAM ASPEK KETAHANAN
KELUARGA DI MASA PANDEMI: TINJAUAN PERSPEKTIF
MAQASID SYARIAH. Mimbar Hukum, 34(2), 355-377.

Santoso, A. B. (2019). Kekerasan Dalam Rumah Tangga (KDRT) Terhadap


Perempuan: Perspektif Pekerjaan Sosial. Komunitas, 10(1), 39-57

Wakela, D., Nurkhotijah, S., & Fadjriani, L. (2020). Analisis Yuridis Penyebab
Terjadinya Kekerasan Dalam Rumah Tangga (Kdrt)(Studi Penelitian Pada
Kantor Polresta Barelang Kota Batam). Zona Keadilan: Program Studi Ilmu
Hukum (S1) Universitas Batam, 10(3), 16-31. file:///C:/Users/hp/
Downloads/ojsadmin,+16-31+DITYA+WAKELA.pdf
Warman, A. B. (2020). KDRT dan Hukum Keluarga: Peran Hukum Keluarga Islam
dalam Menghindari KDRT. IJTIHAD, 36(2). https://journals.fasya.uinib.
org/index.php/ijtihad/article/viewFile/41/23.

Yudianto, A. (2020). Ilmu Kedokteran Forensik. Surabaya : Scopindo Media


Pustaka.

Anda mungkin juga menyukai