Anda di halaman 1dari 5

PAPER PENDIDIKAN AGAMA HINDU

“HUKUM DALAM RANGKA PENEGAKAN KEADILAN”

(UNO 102A)

OLEH
KELOMPOK 4 :

1. I Kadek Deo Narendra Adnya Putra 2207531008


2. I Gede Wahyu Ananda Wiadnyana 2207531036
3. Ni Kadek Dian Maharani 2207531070
4. I Gusti Ayu Mas Dharmayanti 2207531071
5. I Kadek Yuki Darlena 2207531072
6. Andy Wirajaya 2207531115

DOSEN PENGAMPU :

I Wayan Latra, S.Ag, M.Si.

UNIVERSITAS UDAYANA
FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS
SARJANA AKUNTANSI
2023
Disimbulkan dengan warna putih, adalah golongan fungsional di dalam
Warna
masyarakat yang setiap orangnya menitikberatkan pengabdian dalam
Brahmana
swadharmanya di bidang kerohanian keagamaan.

Disimbulkan dengan warna merah adalah golongan fungsional di dalam


Warna masyarakat yang setiap orangnya menitikberatkan pengabdian dalam
Ksatrya swadharmanya di bidang kepemimpinan, keperwiraan dan pertahanan
keamanan negara.

Disimbulkan dengan warna kuning adalah golongan fungsional di dalam


Warna masyarakat yang setiap orangnya menitikberatkan pengabdiannya di
Wesya bidang kesejahteraan masyarakat (perekonomian, perindustrian, dan lain-
lain).

Disimbulkan dengan warna hitam adalah golongan fungsional di dalam


Warna
masyarakat yang setiap orangnya menitikberatkan pengabdiannya di
Sudra
bidang ketenagakerjaan.

Dalam perjalanan kehidupan di masyarakat dari masa ke masa pelaksanaan sistem


Catur Warna cenderung membaur mengarah kepada sistem yang tertutup yang disebut Catur
Wangsa atau Turunan darah. Pada hal Catur Warna menunjukkan pengertian golongan
fungsional, sedangkan Catur Wangsa menunjukkan Turunan darah.
Para dharma adalah peraturan yang berlaku pada setiap orang, apapun profesinya
ataupun warnanya apapun jenis kelaminnya, di dalam setiap tingkatan umur, dimanapun
berada, diikat oleh aturan tersebut. Apabila melanggar aturan ini akan terjadi benturan-benturan
yang menyebabkan kesengsaraan dalam hidup ini.

2.2 Peranan Agama Hindu dalam Merumuskan dan Menegakkan hukum yang Adil
Menurut weda hukum hindu bersumber pada:
1. Çruti
2. Smerti
3. Sila
4. Acara
5. Atmanastuti
a. Sruti sebgai Sumber Hukum Hindu Pertama Di dalam Manawadharmasastra 11.10 dikatakana
‘Srutistu wedo wijneyo dharma sastram tu wai smerti, te sarwatha wam imamsye tabhyam
dharmohi nirbhabhau”. Artinya: sesungguhnya Sruti adalah Weda, Smerti itu Dharmasastra,
keduanya tidak boleh diragukan apapun juga karena keduanya adalah kitab suci yang menjadi
sumber dari pada hukum. Selanjutnya mengenai Weda sebagai sumber hukum utama, dapat
kita lihat dari sloka 11.6 dirumuskan sebagai berikut: Wedo khilo dharma mulam smerti sile
ca tad widam, acarasca iwa sadhunam atmanas tustirewa ca. Artinya : seluruh Weda sumber
utama dari pada hukum, kemudian barulah smerti dan tingkah laku orang-orang baik, kebiasaan
dan atmanastuti. Pengertian Weda sebagai sumber ilmu menyangkut bidang yang sangat luas
sehinga Sruti dan Smerti diartikan sebagai Weda dalam tradisi Hindu. Sedangakan ilmu hukum
Hindu itu sendiri telah membatasi arti Weda pada kitab Sruti saja. Kitab-kitab yang tergolong
Sruti menurut tradisi Hindu adalah : Kitab Mantra, Brahmana dan Aranyaka. Kitab Mantra
terdiri dari : Rg Weda, Sama Weda, Yajur Weda dan Atharwa Weda.
b. Smrti sebagai Sumber Hukum Hindu Kedua Smrti merupakan kitab-kitab teknis yang
merupakan kodifikasi berbagai masalah yang terdapat di dalam Sruti. Smrti bersifat
pengkhususan yang memuat penjelasan yang bersifat authentik, penafsiran dan penjelasan ini
menurut ajaran Hukum Hindu dihimpun dalam satu buku yang disebut Dharmasastra. Dari
semua jenis kitab Smrti yang terpenting adalah kitab Dharmasastra, karena kitab inilah yang
merupakan kitab Hukum Hindu. Ada beberapa penulis kitab Dharmasastra antara lain:
. Manu
. Apastambha
. Baudhayana
. Wasistha
. Sankha Likhita
. Yanjawalkya
. Parasara
Dari ketujuh penulis tersebut, Manu yang terbanyak menulis buku dan dianggap sebagai
standard dari penulisan Hukum Hindu itu. Secara tradisional Dharmasastra telah
dikelompokkan manjadi empat kelompok menurut jamannya masing- masing yaitu:
-. Jaman Satya Yuga, berlaku Dharmasastra yang ditulis oleh Manu.
-. Jaman Treta Yuga, berlaku Dharmasastra yang ditulis oleh Yajnawalkya.
-. Jaman Dwapara Yuga, berlaku Dharmasastra yang ditulis oleh Sankha Likhita.
-. Jaman Kali Yuga, berlaku Dharmasastra yang ditulis oleh Parasara.
c. Sila sebagai Sumber Hukum Hindu Ketiga. Sila di sini berarti tingkah laku. Bila diberi
awalan su maka menjadi susila yang berarti tingkah laku orang-orang yang baik atau suci.
Tingkah laku tersebut meliputi pikiran, perkataan dan perbuatan yang suci. Pada umumnya
tingkah laku para maharsi atau nabi dijadikan standar penilaian yang patut ditauladani. Kaedah-
kaedah tingkah laku yang baik tersebut tidak tertulis di dalam Smerti, sehingga sila tidak dapat
diartikan sebagai hukum dalam pengertian yang sebenarnya, walaupun nilai-nilainya dijadikan
sebagai dasar dalam hukum positif.
d. Sadacara sebagai Sumber Hukum Hindu Keempat Sadacara dianggap sebagai sumber hukum
Hindu positif. Dalam bahasa Jawa Kuno Sadacara disebut Drsta yang berarti kebiasaan. Untuk
memahami pemikiran hukum Sadacara ini, maka hakekat dasar Sadacara adalah penerimaan
Drsta sebagai hukum yang telah ada di tempat mana Hindu itu dikembangkan. Dengan
demikian sifat hukum Hindu adalah fleksibel.
e. Atmanastuti sebagai Sumber Hukum Hindu Kelima. Atmanastuti artinya rasa puas pada diri
sendiri. Perasaan ini dijadikan ukuran untuk suatu hukum, karena setiap keputusan atau tingkah
laku seseorang mempunyai akibat. Atmanastuti dinilai sangat relatif dan subyektif, oleh karena
itu berdasarkan Manawadharmasastra109/115, bila memutuskan kaedah-kaedah hukum yang
masih diragukan kebenarannya, keputusan diserahkan kepada majelis yang terdiri dari para ahli
dalam bidang kitab suci dan logika agar keputusan yang dilakukan dapat menjamin rasa
keadilan dan kepuasan yang menerimanya.
Karma Phala
Karma berasal dari bahasa Sansekerta dari urat kata “Kr” yang berarti membuat atau
berbuat, maka dapat disimpulkan bahwa karmapala berarti Perbuatan atau tingkah laku.
Phala yang berarti buah atau hasil.
Maka dapat disimpulkan Hukum Karma Phala berarti : Suatu peraturan atau hukuman dari hasil
dalam suatu perbuatan.
Dalam Sarasamuscaya seloka 17 disebutkan :
“Segala orang, baik golongan rendah, menengah, atau tinggi, selama kerja menjadi
kesenangan hatinya, niscaya tercapailah segala yang diusahakan akan memperolehnya.”
Hukum Karma Phala adalah hukum sebab – akibat, Hukum aksi reaksi, hukum usahan
dan hasil atau nasib. Hukum ini berlaku untuk alam semesta, binatang, tumbuh – tumbuhan
dan manusia. Jika hukum itu ditunjukan kepada manusia maka di sebut dengan hukum karma
dan jika kepada alam semesta disebut hukum Rta :
Ada tiga jenis karma yaitu :
 Prarabda karma yaitu perbuatan yang dilakukan pada waktu hidup sekarang dan diterima
dalam hidup sekarang juga.
 Kriyamana karma yaitu perbuatan yang dilakukan sekarang di dunia ini tetapi hasilnya
akan diterima setelah mati di alam baka.
 Sancita karma yaitu perbuatan yang dilakukan sekarang hasilnya akan di peroleh pada
kelahiran yang akan datang.
Sifat – Sifat Hukum Karama :
 Hukum karma itu bersifat abadi : Maksudnya sudah ada sejak mulai penciptaan alam
semesta ini dan tetap berlaku sampai alam semesta ini mengalami pralaya (kiamat).
 Hukum karma bersifat universal : Artinya berlaku bukan untuk manusia tetapi juga untuk
mahluk – mahluk seisi alam semesta.
 Hukum karma berlaku sejak jaman pertama penciptaan, jaman sekarang, jaman yang akan
datang.
 Hukum karma itu sangat sempurna, adil, tidak, ada yang dapat menghindarinya.
 Hukum karma tidak ada pengecualuan terhadap suapapun, bahkan bagi Sri Rama yang
sebagai titisan Wisnu tidak mau merubah adanya keberadaan hukum karma itu.

2.3 Fungsi Propetik Agama Hindu dalam Hukum


Agama hindu memberikan tuntutan dan arahan moral yang benar pada pemeluknya
untuk menuju tujuan hidup. Tuhan menciptakan manusia dengan 2 unsur yaitu unsur positif
dan negatif. Untuk menjalani swa dharma dan para darma supaya tidak terjadi benturan antara
dua hal tersebut, maka manusia membuat aturan yang disebut hukum, dan agama sebagai dasar
hukum tersebut. Materi hukum diambil dari nilai-nilai agama yang ada. Sehingga tujuan agam
selaras dengan tujuan hukum. Yaitu menuntun dan mengarahkan manusia untuk mencapai
keharmonisan dalam hidup.

Anda mungkin juga menyukai