Makalah Filosofi J J Rousseau
Makalah Filosofi J J Rousseau
Disusun oleh :
YOGYAKARTA
2016
Jean Jacques Rousseau lahir di Geneve, Swiss pada tahun 1712 dan
meninggal pada tahun 1778. Ibunya meninggal setelah sesaat melahirkannya
sedangkan ayahnya seorang tukang jam. Pada umur 6 tahun ia sudah gemar
membaca buku-buku roman dan buku-buku klasik karangan Tacitus dan
Plutarchus. Ketika berumur 10 tahun ia hidup serumah dengan Domine
Lombarcier, di sana minatnya terhadap tumbuh-tumbuhan dan binatang mulai
tumbuh. Banyak lapangan pekerjaan yang telah dicoba olehnya, mulai dari
pelayan hingga menjadi seorang gourveneur, juru tulis dan juru music. Kemudian
Rousseau mempelajari filsafat dan agama terutama setelah ia masuk agama
katolik. Bersama istrinya, Therese Le Vasseur, ia mencari nafkah di kalangan
kaum bangsawan.
Dari tahun 1761 dan 1762 terbitlah tiga bukunya yang terbesar, yaitu:
1. Tahap Pertama: Infancy atau Masa Asuhan (0-2 tahun). Maka pada usia ini
anak balita harus dipupuk sifat alaminya untuk bergerak dan mencari
perubahan dalam dunia sekitarnya. Anak juga perlu dibantu untuk
memanfaatkan kekuatan personal yang makin berkembang sehingga ia
semakin mampu mengendalikan kebebasannya.
2. Tahap kedua: The Age of Nature (2-12 tahun). Pada masa ini, anak perlu
dilibatkan dalam sejumlah pengalaman yang melatih kemampuan
jasmaninya; mempertajam ketrampilan (skill), khususnya yang menyokong
pemenuhan kebutuhan hidupnya; mempertajam fungsi pancaindera; dan
yang membimbingnya untuk bertindak baik.
3. Tahap ketiga: Pre-adolescence atau Pra-remaja (12-15 tahun). Anak pada
masa ini perlu dilibatkan dalam berbagai tugas belajar yang berpusat pada
penggunaan peralatan (tools) yang dipakai orang untuk mencari rejeki;
perkembangan kemampuan ratio atau akal (dimensi intelektual), serta
pertimbangan tindakan dan gagasan yang menolong anak menentukan
mana yang benar dan berharga.
4. Tahap keempat: Puberty atau Pubertas (15-20). Pada masa ini, anak
(tepatnya remaja) didampingi untuk memahami dan mengerti makna
persahabatan dan cintakasih, memahami orang lain seperti diri sendiri,
mencari teman secara bijak, memeluk agama yang dapat dijelaskan dari
segi alam, terlibat dalam masyarakat, dan dapat membedakan kebudayaan
yang memperkaya diri ketimbang merusak moralnya
TEORI YANG DI KEMUKAKAN
Filsuf dan pendidik jean-jacques Rousseau mengemukakan ide-ide yang
berkaitan dengan paham romantism di antaranya sebagai berikut:
1) Manusia dilahirkan secara alami semuanya baik
Jika di dalam kelas subyektifitas peserta didik tertekan oleh otoritas guru,
maka di alam, guru dan peserta didik dapat dengan leluasa menciptakan hubungan
yang lebih akrab satu sama lain. Dari hubungan yang akrab ini lebih lanjut terjadi
hubungan emosional yang mendalam antara guru dengan peserta didiknya. Dalam
kondisi seperti ini, subyektifitas peserta didik dengan sendirinya akan mengalir
dalam diskusi dengan guru di mana telah tercipta suasana belajar yang kondusif.
Menyatunya para siswa dengan alam sebagai tempat belajar dapat
memuaskan keingintahuannya (curiousity), sebab mereka secara langsung face to
face berhadapan dengan sumber dan materi pembelajaran secara riil. Hal yang
sangat jarang terjadi pada pembelajaran di dalam kelas. Di alam mereka akan
melihat langsung bagaimana sapi merumput, mereka mendengar kicau burung,
mereka juga merasakan sejuknya air, mencium harum bunga, memetik sayur dan
buah yang semuanya merupakan pengalaman nyata tidak terlupakan. Mereka
belajar dengan nyaman, asyik dan berlangsung dalam suasana menyenangkan,
sehingga informasi terekam dengan lebih baik dalam otak para siswa. Melalui
proses eksploratoris seperti di atas, para siswa telah melakukan apa yang dikenal
dengan istilah global learning (belajar global), sebuah cara belajar yang begitu
efektif dan alamiah bagi manusia. Karena belajar akan lebih efektif manakala para
siswa melihat, mendengar, merasa, mengalami, dan memperaktekkan secara
langsung apa yang mereka pelajari.
Namun, ada juga beberapa kekurangan dari pandangan Rousseau ini. Yaitu
sifat pendidikan yang ia usung adalah pendidikan yang bersifat individualistik hal
tersebut ia maksudkan agar si peserta didik tidak terpengaruh oleh masyarakat.
Tujuan tersebut memang baik, namun dengan pendidikan yang bersifat
individualistik secara tidak langsung berlawanan dengan hakekat manusia sebagai
makhluk sosial yang mana membutuhkan orang lain dalam kehidupannya.