Anda di halaman 1dari 88

STIkes HORIZON KARAWANG

SKRIPSI

GAMBARAN KEBIASAAN MEROKOK DENGAN KEJADIAN ASMA

BRONKIAL DI RUMAH SAKIT ISLAM KARAWANG TAHUN 2023

MUHAMAD HATIM ALWAN


0433131420119113

Program Studi Sarjana Keperawatan

Jl. Pangkal Pejuang KM 1 By Pass Tanjung Pura Karawang Barat

Tahun 2023
2

STIkes HORIZON KARAWANG

SKRIPSI

GAMBARAN KEBIASAAN MEROKOK DENGAN KEJADIAN ASMA

BRONKIAL DI RUMAH SAKIT ISLAM KARAWANG TAHUN 2023

Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Meraih Gelar Sarjana Keperawatan

MUHAMAD HATIM ALWAN


0433131420119113

Program Studi Sarjana Keperawatan 2022-2023

Jl. Pangkal Pejuang KM 1 By Pass Tanjung Pura Karawang Barat

Tahun 2023
3

HALAMAN PENGESAHAN

Skripsi ini diajukan oleh :


Nama : MUHAMAD HATIM ALWAN
NIM : 0433131420119113
Program Studi : Sarjana Keperawatan
Judul Skripsi : Gambaran Kebiasaan Merokok Dengan Kejadian Asma
Bronkial Di Rumah Sakit Islam Karawang Tahun 2023.

Telah berhasil dipertahankan dihadapan Dewan Penguji dan diterima sebagai


bagian persyaratan yang diperlukan untuk memperoleh gelar Sarjana
Keperawatan pada Program Studi Sarjana Keperawatan STIKes Horizon
Karawang.
DEWAN PENGUJI
Penguji : Mas Asep Sunandar, M.Kep ( )
NIDN : 0308047001

Pembimbing I : Ns. Kustiyuwati, M.Kep, Sp.KMB ( )


NIDN : 0404106803
Pembimbing II : Rosmaitaliza, SKp., MM ( )
NIDN : 8926340022
Ditetapkan di : Karawang
Tanggal : 21 Juli 2023

Mengetahui,
Ka.Prodi Sarjana Keperawatan-
STIKes Horizon Karawang

Dwi Sulistyo Cahyaningsih, M.Kep


NIK : KRW-2019-0052
4

HALAMAN PERSETUJUAN

Tugas akhir / skripsi ini diajukan oleh :

Nama : MUHAMAD HATIM ALWAN

NIM : 0433131420119113

Program Studi : Sarjana Keperawatan

Judul TA/Skripsi : Gambaran Kebiasaan Merokok Dengan Kejadian Asma


Bronkial Di Rumah Sakit Islam Karawang Tahun 2023.

Telah disetujui untuk diseminarkan dihadapan Tim Penguji Tugas Akhir / Skripsi
Program Studi Sarjana Keperawatan STIKes Horizon Karawang.

Karawang, Juli 2023


PEMBIMBING I PEMBIMBING II

Ns. Kustiyuwati, M.Kep,Sp.Kep MB Rosmaitaliza, Skp., MKM


NIDN. 0404106803 NIDN 8926340022
5

PROGRAM STUDI SARJANA KEPERAWATAN


STIKes HORIZON KARAWANG
SKRIPSI, 2023
MUHAMAD HATIM ALWAN

Gambaran Kebiasaan Merokok Dengan Kejadian Asma Bronkial Di Rumah


Sakit Islam Karawang.

ABSTRAK

Asma adalah penyakit jalan napas obstruktif intermitten, reversibel di mana


trakea dan bronki berespons secara hiperaktif terhadap stimuli tertentu. Asma
dimanifestasikan dengan penyempitan jalan napas, yang mengakibatkan
dispnea, batuk, dan mengi. Morbiditi dan mortaliti pasien asma meningkat
pada mereka yang merokok dibanding dengan tidak merokok. Pasien asma
yang merokok memiliki gejala asma yang lebih berat, membutuhkan
pengobatan yang lebih banyak dan dapat memperburuk status kesehatan
dibanding mereka yang tidak merokok. Tujuan penelitian ini adalah untuk
mengetahui hubungan kebiasaan merokok dengan tingkat keparahan asma
bronkial.

Desain penelitian yang digunakan adalah cross sectional. Cara penarikan


sampel dengan menggunakan purposive sampling dengan jumlah sampel
sebanyak 43 responden. Adapun instrumen penelitian yang digunakan yaitu
kuesioner dan data dianalisis menggunakan

Hasil penelitian menunjukkan ada hubungan yang signifikan antara kebiasaan


merokok dengan tingkat keparahan asma bronkial yang ditandai dengan

Berdasarkan hasil penelitian, maka perlu diadakan penyuluhan tentang asma


bronkial dan hubungan kebiasaan merokok dengan tingkat keparahan asma
bronkial agar masyarakat dapat tahu cara penanggulangan asma bronkial dan
mengetahui bahwa merokok dapat menyebabkan terjadinya tingkat keparahan
asma bronkial. Selain itu, melakukan perubahan dalam gaya hidup seperti
menghindari faktor pencetus asma bronkial terutama rokok atapun asap rokok
dan memiliki kesadaran serta kemauan untuk tidak lagi merokok.

Kata Kunci : Kebiasaan Merokok, Tingkat Keparahan Asma Bronkial.


6

BACHELOR OF NURSING STUDY PROGRAM


STIKes HORIZON KARAWANG
RESEARCH, 2023
Overview of Smoking Habits with Bronchial Asthma Incidence at Karawang
Islamic Hospital.
MUHAMAD HATIM ALWAN

ABSTRACT

Asthma is a reversible, intermittent obstructive airway disease in which th trachea


and bronchi respond hyperactively to certain stimuli. Asthma is manifested by
narrowing of the airways, which results in dyspnea,coughing, and wheezing. The
morbidity and mortality of asthma patients increases in those who smoke compared
to non-smokers. Asthmatic patients who smoke have more severe asthma
symptoms, require more medication and can worsen their health status than those
who do not smoke. The purpose of this study was to determine the relationship
between smoking habits and the severity of bronchial asthma.
The research design used was cross sectional. How to take samples using purposive
sampling with a total sample of 43 respondents. The research instrument used was
a questionnaire and data

The results showed that there was a significant relationship between smoking habits
and the severity of bronchial asthma as indicated by the value of ρ (0.015) < alpha
value (0.05).

Based on the research results, it is necessary to hold counseling about bronchial


asthma and the relationship between smoking habits and the severity of bronchial
asthma so that people can know how to deal with bronchial asthma and know that
smoking can cause bronchial asthma severity. In addition, make changes in lifestyle
such as avoiding trigger factors for bronchial asthma, especially cigarettes or
cigarette smoke and having awareness and willingness to stop smoking.

Keywords: Smoking Habit, Bronchial Asthma Severity


7

KATA PENGANTAR

Bismillahhirahmanirrohim

Puji dan syukur saya panjatkan kepada Allah SWT karena atas berkat dan Rahmat-

Nya sehingga saya dapat menyelesaikan skripsi ini dalam rangka memenuhi salah

satu syarat untuk mendapatkan gelar sarjana keperawatan ( S.Kep ) di program

Studi Sarjana Keperawatan STIKes Horizon Karawang yang berjudul “Gambaran

Kebiasaan Merokok Dengan Kejadian Gastritis Di Rumah Sakit Islam

Karawang Tahun 2023”. Penulis menyadari tanpa bantuan dan bimbingan dari

berbagai pihak dari masa perkulihaan sampai pada penyusunan ini sangatlah sulit.

Oleh karena itu, saya mengucapkan terima kasih kepada :

1. Ibu Eldawati, M.kep selaku Pimpinan STIkes Horizon Karawang

2. Dwi Sulistyo Cahyaningsih, M.Kep selaku Ketua Prodi Sarjana

Keperawatan

3. Ns. Kustiyuwati, M.Kep, Sp.Kep MB selaku dosen pembimbing 1 yang

telah menyediakan waktu, tenaga dan pikiran untuk mengerahkan saya

dalam penyusunan skripsi ini

4. Rosmaitaliza, SKp, MKM selaku dosen pembimbing 2 yang telah

menyedikan waktu, tenaga dan pikiran untuk mengarahkan saya dalam

penyususnan skripsi ini.

5. Ns. Abdul Gowi, M.kep, Sp.Kep. J selaku koordinatur skripsi

6. Abi dan Ummi yang telah memberikan dukungan serta motivasi


8

7. Windy Fatmawati yang tersayang, yang selalu memberikan kebaikan yang

luar biasa, semua suka duka yang ada.

8. Sahabat-sahabat yang telah mendukung dan membantu menyelesaikan

skripsi ini.

Akhir kata, Saya berharap Kepada Allah SWT berkenan membalas segala kebaikan

semua pihak yang telah membantu. Semoga skripsi ini membawa manfaat bagi

pengembanga ilmu keperawatan.

Karawang, 22 Juli
2023

Muhamad Hatim Alwan


9

DAFTAR ISI

HALAMAN PENGESAHAN .................................................................................................... 3

Gambaran Kebiasaan Merokok Dengan Kejadian Asma Bronkial Di Rumah Sakit Islam
Karawang................................................................................................................................... 5

ABSTRAK ................................................................................................................................. 5

ABSTRACT ................................................................................................................................ 6

KATA PENGANTAR ................................................................................................................ 7

DAFTAR GAMBAR ................................................................................................................ 11

DAFTAR LAMPIRAN ............................................................................................................ 12

BAB I ....................................................................................................................................... 12

PENDAHULUAN .................................................................................................................... 12

BAB II ...................................................................................................................................... 19

TINJAUAN TEORI ................................................................................................................. 19

BAB III .................................................................................................................................... 44

KERANGKA KONSEP DAN DEFINISI OPERASIONAL ................................................... 44

BAB IV ..................................................................................................................................... 49

METODOLOGI PENELITIAN .............................................................................................. 49

Sudah berapa lama anda merokok ? .......................................................................... 56


Berapa batang anda merokok dalam sehari ? ............................................................ 56
Apakah anda pernah merokok dengan selang waktu 5 waktu lima menit setelah
bangun tidur ? ........................................................................................................... 56
Apakah anda pernah mengkosumsi rokok sekitar 21 – 30 batang dalam sehari ? .... 56
BAB V ...................................................................................................................................... 61

HASIL PENELITIAN ............................................................................................................. 61

A. Analisis Univariat.............................................................................................................. 67
B. Keterbatasan Penelitian .................................................................................................... 75
C. ImplikasiKeperawatan ...................................................................................................... 75
A. Simpulan .......................................................................................................... 77
10

B. Saran ................................................................................................................. 80
LAMPIRAN ............................................................................................................................. 86
11

DAFTAR TABEL

Tabel 4. 1Aktivitas Fisik………………………………………………………………………..….1.

Tabel 4. 2 Derajat Serangan Asma .................................................................................... 2.

Tabel 5. 1Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Pekerjaandi Bulan


Mei Tahun 2023 ....................................................................................................................... 3.
Tabel 5. 2Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Pendidikan Bulan
Mei Tahun 2013. ...................................................................................................................... 4.
Tabel 5. 3Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Gejala Asma Muncul
......................................................................................................................................................... 5.
Tabel 5. 4Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan GejalaAsma yang
Mengganggu Aktivitas dan Tidur. ..................................................................................... 6.
Tabel 5. 5Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Tingkat Keparahan
Asma ............................................................................................................................................. 7.
Tabel 5. 6Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Jumlah Rokok yang
dihisap.......................................................................................................................................... 8.
Tabel 5. 7 Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Kebiasaan Merokok . .
Tabel 5. 8Hubungan aktifitas fisik dengan derajat serangan asma bronkial ... 9.
12

DAFTAR GAMBAR

Gambar Skema 3. 1 Kerangka Konsep…………………………………………...1.


13

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran Hasil Cek Plagiarisme Via Turnitin…………………………………1


Lampiran Daftar Riwayat Hidup………………………………………………..2
14

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Asma Bronkial adalah suatu kelainan berupa inflamasi (peradangan) kronik


saluran nafas yang menyebabkan hiperaktifitas bronkus sehingga
menyebabkan gejala episodik berulang berupa mengi, sesak nafas, rasa berat
di dada dan batuk terutama malam atau dini hari. Gejala episodik tersebut
timbul sangat bervariasi dan bersifat reversibel dapat kembali normal baik
dengan atau tanpa pengobatan (Depkes RI, 2017). Asma merupakan
penyakit yang dapat terjadi di negara-negara maju dan berkembang yang
ditandai dengan adanya peradangan jalan napas kronis yang umum. Asma
juga merupakan masalah kesehatan yang mempengaruhi semua kelompok
umur.
Meningkatnya prevalensi asma di negara berkembang akan menyebabkan
terjadinya peningkatan biaya pengobatan dan beban pada penderita. Apabila
tingkat kontrol asma pada pasien dalam kategori tidak terkontrol, maka akan
menyebabkan keterbatasan aktivitas dan serangan berulang yang
memungkinkan individu tersebut segera mendapatkan perawatan kesehatan
dan kemungkinan dapat berakibat fatal. Asma juga memberikan dampak
yaitu menurunkan produktivitas dan dapat memberikan dampak negatif pada
kualitas hidup penderitanya (GINA, 2019).

Asma merupakan gangguan inflamasi kronik jalan nafas yang melibatkan


berbagai sel inflamasi. Obstruksi jalan nafas umumnya bersifat reversibel,
namun dapat menjadi kurang reversibel bahkan relatif nonreversibel
tergantung berat dan lamanya penyakit.

Menurut World Health Organization (WHO) yang bekerja sama dengan


Global Asthma Network (GAN) yang merupakan organisasi asma di dunia,
memprediksikan pada tahun 2025 kemungkinan akan terjadi kenaikan
15

populasi asma sebanyak 400 juta dan juga terdapat 250 ribu kematian akibat
asma termasuk juga pada anak-anak (Juwita & Sary, 2019). Berdasarkan
Global Initiative for Asthma (2016) prevalensi asma di Asia Tenggara
sebesar 3,3% dimana 17,5 juta penderita asma dari 529,3 juta total populasi.
Dari berbagai sumber, Indonesia menempati urutan ke 19 di dunia untuk
penyebab kematian akibat asma serta menempati urutan ke 1 dari 12
penyebab kematian dari penyakit tidak menular.

Menurut hasil Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) Nasional (2018),


prevalensi asma di Indonesia pada semua umur sebanyak 2,4% atau
sebanyak 1.017.290 orang. Presentase asma yang terjadi pada jenis kelamin
perempuan sebesar 2,5% atau sebanyak 506.576 jiwa serta untuk laki -laki
sebanyak 2,3% atau 510.714 jiwa. Prevalensi asma terbanyak berdasarkan
diagnosis dokter tahun 2018 adalah di provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta
4,5% atau 14.602 orang dan terendah adalah provinsi Sumatera Utara 1,0%
atau 55.351 jiwa (Riskesdas, 2018). Sedangkan di Jawa Barat, Prevalensi
asma berdasarkan diagnosis dokter pada penduduk semua umur di provinsi
Jawa Barat sebesar 2,79% atau 73.285 jiwa. Di kabupaten Cianjur sendiri,
prevalensi asma sebesar 1,41% atau 3.413 jiwa. Proporsi kekambuhan asma
pada penduduk semua usia di kabupaten Cianjur dalam jangka waktu 12
bulan terakhir adalah 54,81% (Riskesda, 2018).

Beberapa faktor yang mempengaruhi terjadinya serangan asma antara lain :


alergen, perubahan cuaca, lingkungan, aktivitas fisik, faktor stress dan pola
asma. Melakukan aktivitas fisik yang berat terutama yang berlangsung
secara kompetitif, dan orang dengan HRB ( Hiperaktivitas Bronchi ) lebih
mudah mendapat serangan asma, hal ini dikenal dengan istilah EIA (
Exercise Induced Astmha ).

Morbiditi dan mortaliti pasien asma meningkat pada mereka yang merokok
dibanding dengan tidak merokok. Pasien asma yang merokok memiliki
gejala asma yang lebih berat, membutuhkan pengobatan yang lebih banyak
16

dan dapat memperburuk status kesehatan dibanding mereka yang tidak


merokok. Merokok juga dapat mengakibatkan bronkokontriksi akut serta
pada pasien asma atopi akan memiliki respons kurang baik terhadap
adenosin inhalasi bila pasien merokok.

Bagi penyandang asma, rokok merupakan masalah yang nyata. Asap


rokok dapat merusak paru-paru dan mungkin menghentikan kerja obat
asma tertentu, seperti kortikosteroid inhalasi (suatu jenis obat
pencegah/preventer), sehingga tidak dapat bekerja dengan semestinya.
Bahkan pada orang yang tidak merokok, menghisap asap rokok yang
dikeluarkan oleh orang lain dapat membuat gejala memburuk dan
bahkan memicu serangan asma. Walaupun terdapat bukti-bukti yang
dapat dipercaya bahwa merokok dapat menyebabkan asma menjadi
lebih sulit untuk ditangani, kurang lebih 25% penyandang asma dewasa
tetap merokok (Bull dan Price, 2010).

Salsabila dkk (2019) melakukan penelitian tentang gambaran kebiasaan


merokok di Indonesia berdasarkan Indonesia Family Life Survey 5 (IFLS 5).
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui karakteristik perokok, kebiasaan
merokok dan ketergantungan merokok dalam kebiasaan merokok di
Indonesia. Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif cross-sectional
dengan menggunakan data IFLS 5. Subjek penelitian adalah penduduk
berusia 15 tahun keatas dengan jumlah sebanyak 12.591 orang. Hasil
penelitian menunjukan bahwa perokok di Indonesia Sebagian besar berjenis
kelamin laki-laki (95%), hanya lulusan SD (35%), bekerja (80%), memiliki
ekonomi rendah (79%) dan tinggal di perkotaan (57%). 46% mulai merokok
saat remaja dengan jenis rokok yang sering digunakan adalah rokok kretek
filter. Nilai tengah rokok yang dikonsumsi adalah 12 batang/hari dengan
pengeluaran Rp 11.000,00/pembelian dan Rp 56.000,00/minggu. 46%
perokok merokok > 60 menit setelah bangun tidur, 68% sulit menahan diri
untuk tidak merokok di tempat yang terlarang, 37% perokok berat untuk
tidak merokok di pagi hari, 21% perokok langsung merokok setelah bangun
17

tidur dan 22% dari perokok akan tetap merokok pada saat sakit. Kondisi ini
menunjukan perilaku merokok masyarakat Indonesia yang buruk, sehingga
diperlukan intervensi berupa edukasi yang komprehensif baik personal dan
atau komunitas pada kelompok dengan demografi dan karakteristik tersebut.

Pembakaran tembakau menghasilkan zat iritan yang menghasilkan gas yang


komplek dari partikel berbahaya. Adanya hubungan kebiasaan merokok
terhadap tingkat keparahan asma sangat beralasan. Sebab, merokok dapat
menjadi pemicu yang membawa pada serangan asma dan juga dapat
mengakibatkan frekuensi serangan. Hal ini juga dapat menyebabkan
kerusakan yang luas untuk saluran udara yang memeliki efek yang tidak
diinginkan pada kesehatan orang tersebut.

Penelitian yang dilakukan oleh Caristananda dkk, tahun 2012 tentang faktor-
faktor yang mempengaruhi derajat kekambuhan asma dan salah satu faktor
yang diteliti yaitu kebiasaan merokok. Di dapatkan hasil sebagai berikut :
merokok mempunyai derajat kekambuhan asma dengan paling banyak
37,2% sedangkan asma ringan sebanyak 4,7% dengan nilai p=0.002.
Didukung oleh penelitian Pornomo (2008) mengatakan bahwa asap rokok
yang dihirup penderita asma secara aktif mengakibatkan rangsangan pada
sistem pernapasan.

Asap rokok dapat memicu inflamasi pada saluran napas nikotin dalam
tembakau berkaitan dengan efek imunomodulator sekunder dari fungsi
eosinofil dengan menghambat pelepasan proinflamasi sikotin dari makrofag.
Airway remodelling juga terjadi lebih parah pada penderita asma dengan
paparan rokok asap rokok juga menunujukan kesamaan IgE (imunoglobulin
E) antibodi sepsifik dengan debu rumah jadi terdapat kemungkinan bahwa
paparan asap rokok dapat memicu respon. imunologis terhadap alergen pada
penyakit asma dengan gangguan pada respon imun di tunjukan dengan
gangguan mukosilier dan epithelial junction.
18

Beberapa penelitian yang di dalukan mendapatkan hasil yang berbeda- beda


pada penelitian yang di lakukan oleh Dwi (2010) menunjukan bahwa asap
rokok memiliki nilai signfikan 0,934 sedangkan Hapsari (2011) membagi
paparan asap rokok menjadi perokok aktif, perokok pasif dan mantan
perokok aktif dan untuk mantan perokok ditemukan nilai p=0,01 dan
penelitian yang di lakukan oleh Montefort (2012) di Malta menunjukann
bahwa paparan asap rokok terhadap kejadian ama memiliki nilai signifikan
sebesar 0,001. Penelitian ini bertujuan unuk mengetahui hubungan paparan
asap rokok dengan kejadian asma pada remaja dan dewasa.

Rumah Sakit Islam adalah rumah sakit swasta yang terletak di jalan Pangkal
Perjuangan by Pass yang memberikan pelayanan kesehatan untuk
masyarakat sekitar. Fasilitas dan pelayanan yang tersedia meliputi ruang
rawat inap dengan kapasitas tempat tidur sebanyak 103 tempat tidur.
Pelayanan lain juga terdapat farmasi, labotarium, radiologi, hemodialisa,
klinik spesialis, dan ruang ICU.

Berdasarkan data rekam medis klinik penyakit dalam di dapatkan jumlah


kunjungan pasien dengan asma bronkial selama 3 bulan ( Oktober s.d
Desember 2022 ) sebanyak 60 pasien. Hasil wawancara dengan 10
responden di dapatkan data pasien laki-laki sebanyak 4 responden dan
perempuan sebanyak 6 responden. Responden mengatakan terdapat keluhan
sesak napas, napas berbunyi (mengi) dan batuk berdahak. 2 responden
mengatakan timbul asma bila kelelahan dalam bekerja. Semua responden
laki-laki mengatakan masih merokok dan berhenti ketika asma nya kambuh.
Ketika tidak kambuh, responden laki-laki mengatakan dalam sehari selalu
menghabiskan satu bungkus rokok dan terdapat 2 responden yang
meghabiskan 2 bungkus rokok dalam sehari. Responden lain mengatakan
kekambuhan asma bila terjadi stress, adanya perubahan cuaca dingin dan
terdapat penyakit infeksi saluran pernapasan atas. Responden laki-laki
bekerja sebagai petani atau buruh harian, dan merokok menjadi kebiasaan
19

sehari-hari dan terdapat 3 responden perempuan mengatakan selalu merokok


setelah makan baik di waktu pagi, siang dan malam.

Berdasarkan hal tersebut maka penulis tertarik untuk melakukan penelitian


tentang gambaran kebiasaan merokok dengan kejadian asma bronkial di
Rumah Sakit Islam Karawang.
B. Rumusan Masalah

Asma bronkial adalah penyakit yang meningkatkan responsivitas saluran

trakeobronkial terhadap stimulus. Pajanan terhadap stimulus menyebabkan

konraksi otot polos bronkiolus (bronkospasme) asma ditandai dengan

bronkospasme episodic reversibel yang terjadi akibat berbagai rangsangan,

dasar hiperaktivitas bronkus ini sepenuhnya jelas, tetapi perkiraan karena

peradangan bronkus yang persisten. Morbiditi dan mortaliti pasien asma

meningkat pada mereka yang merokok dibanding dengan tidak merokok.

Pasien asma yang merokok mengalami gejala asma yang lebih berat,

membutuhkan pengobatan yang lebih banyak dan dapat memperburuk status

kesehatan dibanding mereka yang tidak merokok. Berdasarkan uraian

tersebut maka rumusan masalah dari penulis ini adalah bagaimana gambaran

kebiasaan merokok dengan kejadian asma bronkial di Rumah Sakit Islam

Karawang?.

C. Tujuan Penelitian

1. Tujuan Umum

Diketahui gambaran kebiasaan merokok dengan kejadian asma bronkial

di Rumah Sakit Islam Karawang


20

2. Tujuan Khusus

a. Diketahui distribusi frekuensi karakteristik responden meliputi :

usia, jenis kelamin, pendidikan, pekerjaan di RS Islam Karawang

b. Diketahui distribusi frekuensi kebiasaan merokok pada responden

di RS Islam Karawang

c. Diketahui distribusi frekuensi kejadian asma bronkial pada

responden di RS Islam Karawang

D. Manfaat Penelitian

Hasil penelitian diharapkan dapat bermanfaat untuk :

1. Bagi Institusi Pendidikan

Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi bahan rujukan atau

pun referensi untuk untuk mengetahui gambaran kebiasaan merokok

dengan kejadian asma bronkial.

2. Bagi Pelayanan Kesehatan

Hasil penelitian ini diharapkan dapat meningkatkan pelayanan

pendidikan kesehatan yang diberikan oleh rumah sakit tentang

bahaya merokok pada masyarakat terutama pada pasien asma

bronkial.
21

BAB II

TINJAUAN TEORI

A. Konsep Asma Bronkial

1. Pengertian

Istilah asma berasal dari kata Yunani yang artinya terengah-engah, dan
berarti serangan napas pendek. Meskipun dahulu istilah ini digunakan
untuk menyatakan gambaran klinis napas pendek tanpa memandang
sebabnya, sekarang istilah ini hanya ditujukan untuk keadaan-keadaan
yang menunjukkan respons abnormal saluran napas terhadap berbagai
rangsangan yang menyebabkan penyempitan jalan napas yang meluas
(Price&Wilson,2006).

Batasan asma yang lengkap yang dikeluarkan oleh Global Initiative for
Asthma (GINA) dalam (Rukmi&Perdani,2019) didefinisikan sebagai
penyakit heterogen berupa gangguan inflamasi kronik saluran nafas.
Penyakit ini didefinisikan dengan gejala berupa mengi, sesak napas,
dada terasa berat, dan batuk yang bervariasi serta keterbatasan aliran
udara yang bervariasi.

Asma adalah suatu kelainan berupa inflamasi (peradangan) kronik


saluran napas yang menyebabkan hipereaktivitas bronkus terhadap
berbagai rangsangan yang ditandai dengan gejala episodik berulang
berupa mengi, batuk, sesak napas dan rasa berat di dada terutama pada
malam dan atau dini hari yang umumnya bersifat reversibel baik
dengan atau tanpa pengobatan (Menkes RI,2008). Asma adalah
penyakit obstruktif jalan napas yang ditandai oleh penyempitan jalan
napas. Penyempitan jalan napas akan mengakibatkan klien mengalami
dispnea, batuk, dan mengi. Eksaserbsasi akut terjadi dari beberapa
menit sampai jam, bergantian dengan priode bebas gejala
(Puspasari,2019).
22

2. Klasifikasi

Berat-ringannya asma ditentukan oleh berbagai faktor, antara lain

gambaran klinik sebelum pengobatan (gejala, eksaserbasi , gejala

malam hari, pemberian obat inhalasi 𝛽-2 agonis dan uji faal paru) serta

obat-obat yang digunakan untuk mengontrol asma (jenis obat,

kombinasi obat dan frekuensi pemakaian obat). Tidak ada suatu

pemeriksaan tunggal yang dapat menentukan berat-ringannya suatu

penyakit. Dengan adanya pemeriksaan klinis termasuk uji faal paru

dapat menentukan klasifikasi menurut berat-ringannya asma yang

sangat penting dalam penatalaksanaannya. Asma diklasifikasikan atas

asma saat tanpa serangan dan asma saat serangan (akut) menurut

(Kemenkes,2018) :

2.1 Asma saat tanpa serangan

Pada orang dewasa, asma saat tanpa atau diluar serangan,

terdiri dari :

a. Intermitten

b. Persisten ringan

c. Persisten sedang

d. Persisten berat

2.2 Asma saat serangan

Derajat serangan menentukan terapi yang akan diterapkan .

Klasifikasi tersebut meliputi asma serangan ringan, asma serangan

sedang dan asma serangan berat.


23

Perlu dibedakan antara asma (aspek kronik) dengan serangan asma

(aspek akut). Sebagai contoh: seorang pasien asma persisten berat dapat

mengalami serangan ringan saja, tetapi ada kemungkinan pada pasien

yang tergolong episodik jarang mengalami serangan asma berat, bahkan

serangan ancaman henti napas yang dapat menyebabkan kematian.

Dalam melakukan penilaian berat-ringannya serangan asma, tidak harus

lengkap untuk setiap pasien. Penggolongannya harus diartikan sebagai

prediksi dalam menangani pasien asma yang datang ke fasilitas

kesehatan dengan keterbatasan yang ada. Penilaian tingkat serangan

yang lebih tinggi harus diberikan jika pasien memberikan respon yang

kurang terhadap terapi awal, atau serangan memburuk dengan cepat,

atau pasien berisiko tinggi.

Tabel 2.1

Klasifikasi derajat asma berdasarkan gambaran klinis


secara umum pada orang dewasa (Kemenkes,2018)

Derajat Asma Gejala Gejala


Malam
Intermitten Bulanan

o Gejala <1x/ minggu 2 kali


o Tanpa gejala diluar serangan sebulan
o Serangan singkat
Persisten Mingguan >2kali
ringan sebulan
o Gejala >1x/minggu tetapi
<1x/ hari
o Serangan dapat mengganggu
aktifitas dan tidur
Persisten Harian
sedang
o Gejala setiap hari >2kali
o Serangan mengganggu aktifitas sebulan
24

dan tidur
o Membutuhkan bronkodilator
setiap hari
Persisten berat Kontinyu

o Gejala terus menerus Sering


o Sering kambuh
o Aktifitas fisik terbatas

3. Etiologi

Asma bukanlah penyakit menular. Asma tidak bisa ditularkan melalui


orang lain. Asma tidak disebabkan oleh satu faktor saja. Ada berbagai
jenis asma. Pada beberapa jenis asma, beberapa anggota keluarga
mungkin menderita asma, tetapi ini tidak terlihat pada beberapa jenis
asma lainnya (Global Initiative for Asthma (GINA),2021). Penyebab
mendasar asma tidak sepenuhnya dipahami. Faktor terkuat terjadinya
asma adalah kombinasi predisposisi genetik dengan paparan
lingkungan terhadap zat dan partikel yang dihirup yang dapat memicu
reaksi alergi atau mengganggu saluran napas seperti (Puspasari,2019)
:
3.1 Alergen dalam ruangan (misalnya debu rumah di tempat tidur,

karpet dan perabotan, boneka, polusi dan bulu binatang

peliharaan).

3.2 Alergen luar ruangan (seperti serbuk sari dan jamur)

3.3 Asap tembakau

3.4 Iritasi kimia di tempat kerja

3.5 Polusi udara

Banyak faktor yang berbeda telah dikaitkan dengan peningkatan risiko


asma, meskipun seringkali sulit untuk menemukan satu penyebab
langsung. Asma lebih mungkin terjadi jika anggota keluarga lain juga
menderita asma – terutama kerabat dekat, seperti orang tua atau saudara
25

kandung. Asma lebih mungkin terjadi pada orang yang memiliki kondisi
alergi lain, seperti eksim dan rinitis (high fever).

Peristiwa di awal kehidupan mempengaruhi perkembangan paru-paru


dan dapat meningkatkan risiko asma. Ini termasuk berat badan lahir
rendah, prematuritas, paparan asap tembakau dan sumber polusi udara
lainnya, serta infeksi virus pernapasan. Paparan terhadap berbagai
alergen dan iritasi lingkungan juga dianggap meningkatkan risiko asma,
termasuk polusi udara dalam dan luar ruangan, tungau, debu rumah,
jamur, dan paparan bahan kimia, asap, atau debu di tempat kerja. Anak-
anak dan orang dewasa yang kelebihan berat badan atau obesitas
memiliki risiko asma yang lebih besar (WHO, 2020).

4. Faktor Risiko

Berbagai faktor pencetus dapat memicu serangan asma, antara lain


adalah olahraga (exercise), alergen, infeksi, perubahan suhu udara yang
mendadak, atau pajanan terhadap iritan respiratorik seperti asap rokok,
dan lain-lain. Terdapat juga faktor lain yang dapat memicu asma, seperti
usia, jenis kelamin, genetik, sosio-ekonomi, dan faktor lingkungan.
Asma merupakan sindroma klinik yang dihasilkan oleh kombinasi
faktor genetik dan lingkungan dalam patogenesisnya.

Sebagai complex genetics disorder, asma memiliki korelasi positif


dengan riwayat alergi (atopi) di dalam keluarga. Lebih dari 100 gen
terlibat di dalam patogenesis asma, salah satunya ADAM 33. Gen ini
hanya terdapat di fibroblas saluran pernapasan dan hal ini yang menjadi
dasar kuat keterlibatannya dalam patogenesis asma. Riwayat asma pada
kedua orang tua akan meningkatkan risiko anak terkena asma sebesar
8,2 kali, sedangkan salah satu orangtua dengan riwayat asma akan
meningkatkan risiko 4,24 kali dibandingkan dengan orang tua yang
tidak memiliki riwayat asma.
26

Selain faktor genetik, terjadinya serangan asma dapat disebabkan oleh


alergi terhadap sesuatu, seperti perubahan cuaca, stress, asap, debu dan
bulu, alergi ini biasanya bersifat menurun atau faktor gen. Penyakit ini
umumnya dimulai sejak dari masa anak-anak terutama pada usia lima
tahun. Anak- anak yang tinggal diperkotaan rentan menderita asma. Hal
ini disebabkan karena di perkotaan banyak terpapar polusi dan debu
serta memiliki jumlah penduduk yang padat . Sifat asap rokok sebagai
inhalan, yang terhirup dan terpajan langsung, menjadikan asap rokok
sebagai salah satu faktor risiko yang berkaitan erat dengan kejadian
asma. Berbagai polutan seperti amonia, arsenik, benzena, butane,
cadmium, hidrogen sianida, karbon monoksida, nikotin, dan tar
memiliki peran sebagai mediator pada penderita asma. Asap rokok juga
berperan terhadap eksaserbasi asma.

Asap rokok adalah polusi dalam ruangan yang sangat berbahaya karena
lebih dari 90% orang menghabiskan waktu dalam ruangan. Asap rokok
terdiri dari asap utama (main stream) yang mengandung 25% kadar
bahan berbahaya dan asap sampingan (side stream) yang mengandung
75% kadar bahan berbahaya. Perokok pasif mengisap 75% bahan
berbahaya ditambah separuh dari asap yang dihembuskan keluar oleh
perokok.

Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan oleh Embuai (2020)


ditemukan bahwa penderita asma sangat rentan dan peka terhadap asap,
baik itu asap rokok, asap rumah tangga, asap pembakaran dilingkungan
sekitar, maupun asap kendaraan. Hasil wawancara ditemukan ada
responden yang mengatakan bahwa ketika terpapar dengan asap rokok
bisa memicu terjadinya kekambuhan terhadap asma yang dideritanya
sehingga sebisa mungkin responden menjauhkan diri dari asap rokok.
Ada pula responden yang ketika diwawancari mengatakan bahwa pada
awalnya tidak menderita asma, tetapi ketika mengkonsumsi rokok setiap
27

harinya, maka yang dirasakan yaitu batuk-batuk, merasa seperti sesak


pada dada yang mengahalangi jalannya pernapasan, sehingga sulit untuk
bernapas, terkadang juga terdengar bunyi pada saluran pernapasan
ketika bernapas.

Stress juga menjadi salah satu faktor pencetus terjadinya serangan asma.
Stres atau gangguan emosi dapat menjadi pencetus asma pada beberapa
individu. Selain itu juga bisa memperberat serangan asma yang sudah
ada. Salah satu respon terhadap stress adalah cemas. Kecemasan
merupakan bagian kehidupan sehari-hari dan merupakan gejala yang
normal pada manusia. Bagi orang dengan penyesuaian yang baik,
kecemasan dapat segera diatasi dan ditanggulangi. Sedangkan bagi orang
yang penyesuaiannya kurang baik, maka kecemasan merupakan bagian
terbesar dalam kehidupannya. Apabila penyesuaiannya tidak tepat, akan
timbul dampaknya terhadap kesehatan jasmani psikis. Stres dapat
mengantarkan pada seseorang pada tingkat kecemasan sehingga
memicu dilepaskannya histamin yang menyebabkan penyempitan
saluran napas ditandai dengan sakit tenggorokan dan sesak napas, yang
akhirnya memicu terjadinya serangan asma (Embuai,2020).
28

Tabel 2.2 Faktor Risiko Asma


Faktor Genetik Faktor Lingkungan
Hiperaktivitas Alergen didalam rumah (tungau, debu rumah,
kucing, alternaria/jamur, dll)

Atopi/alergi bronkus Alergen diluar ruangan (alteria, tepung sari)


Faktor yang Makanan (bajan penyedap, pengawet,
memodifikasi pewarna makanan, kacang, makanan
penyakit genetik laut, susu, sapi, telur)
Jenis kelamin Obat-obatan tertentu (misalnya, golongan
aspirin, NSAID, B-bloker, dll)

Ras/etnik Bahan yang mengiritasi (misalnya, parfum)


5. Patofisiologi
Asma merupakan inflamasi kronik dalam saluran napas dengan berbagai
sel dan elemen seluler yang berperan. Inflamasi kronik dihubungkan
dengan hiperesponsif saluran napas yang mengakibatkan episode
berulang, mengi, dada sesak, napas pendek dan batuk, khususnya saat
malam atau dini hari. Gejala asma bervariasi, multifaktor dan secara
potensial berhubungan dengan inflamasi bronkus. Menurut
Afgani&Hendriani(2020) dalam (Mustopa,2022) pada reaksi alergi
saluran napas, antibodi IgE berikatan dengan alergen dan menyebabkan
degranulasi sel mast. Degranulasi ini melepaskan histamin. Histamin
mempersempit otot polos bronkus.
Respon histamin yang berlebihan dapat menyebabkan kejang asma.
Histamin merangsang pembentukan mukus dan meningkatkan
permeabilitas kapiler, sehingga terjadi kongesti dan pembengkakan
pada ruang antara paru-paru. Orang dengan asma mungkin memiliki
respons IgE yang hipersensitif terhadap alergen dan mungkin lebih
rentan terhadap degranulasi sel mast. Setiap kali respon inflamasi
29

hipersensitif, hasil akhirnya adalah bronkospasme, pembentukan


mukus, edema, dan obstruksi jalan napas.

Gejala asma umumnya dimulai sejak masa kanak-kanak dan


berhubungan dengan sensitisasi terhadap alergen yang terinhalasi.
Kepekaan individu terhadap alergen dapat memicu asma alergik.
Alergen dapat berupa debu, spora jamur, serbuk sari yang dihirup, bulu
halus binatang, serat kain, bahan kimia atau yang lebih jarang adalah
makanan seperti coklat dan susu sapi. Selain itu, faktor nonspesifik juga
dapat mencetuskan asma diantaranya latihan fisik, flu biasa dan emosi.
Pajanan alergen tersebut memicu reaksi inflamasi secara terus menerus
dan menyebabkan bronkokonstriksi, edema dan hipersekresi saluran
napas dengan hasil akhir berupa obstruksi saluran napas bawah. Oleh
karena mekanisme inflamasi yang terjadi pada serangan asma maka
pemberian antiinflamasi misalnya pemberian kortikosteroid inhalasi
masih memegang peranan penting dalam mengontrol gejala asma dan
menurunkan mortalitas akibat asma. Pemberian bronkodilator saja tidak
dapat mengatasi reaksi inflamasi dengan baik. Berbagai sel dan
mediator inflamasi terlibat dalam patofisiologi asma.

Alergen yang terinhalasi akan difagosit oleh sel dendritik kemudian


diproses dan dipresentasikan ke sel T helper (Th) naïve yang spesifik
terhadap alergen tersebut. Saat ini diketahui bahwa sel Th yang terlibat
dalam patofisiologi asma bukan hanya Th2 namun juga melibatkan
Th17 dan Th9. Sel Th2 menyekresi sitokin Interleukin (IL)-4, IL-5, IL-
6, IL-9, IL-13, kemokin dan juga GM-CSF (faktor penstimulasi koloni
granulosit dan makrofag). Sel Th17 menyekresi IL-17A, IL-17F dan IL-
22 yang menginduksi terjadinya inflamasi saluran napas dan
memperkuat kontraksi sel otot polos saluran napas. Faktor kemotaktik
oleh sel mast, limfosit, dan makrofag yang terpajan alergen dan
menyebabkan migrasinya eosinofil dan sel radang lain (neutrophil) serta
peningkatan IgE. Selain itu, pada pasien asma ternyata ada penurunan
30

jumlah maupun fungsi sel Treg, padahal sel ini penting dalam
menginduksi toleransi terhadap antigen dan pada kasus asma Treg akan
mengurangi proliferasi Th2. Proses inflamasi pada saluran napas
mengakibatkan hiperresponsif saluran napas, obstruksi, hiperproduksi
mukus dan pada akhirnya menyebabkan remodeling dinding saluran
napas. Transisi sel epithelial ke mesenkimal berperan penting dalam
remodeling ini. Perubahan ini menyebabkan infiltrasi sel inflamasi
persisten dan menginduksi perubahan histologi dinding saluran napas,
peningkatan ketebalan membran basal, deposisi kolagen, serta hipertrofi
dan hiperplasia sel otot polos.

Obstruksi saluran napas menyebabkan gangguan ventilasi berupa


kesulitan napas pada saat ekspirasi (air trapping). Terperangkapnya
udara saat ekspirasi mengakibatkan peningkatan tekanan CO2 dan
penurunan tekanan O2 yang menyebabkan penimbunan asam laktat atau
asidosis metabolik. Obstruksi yang terjadi menyebabkan terjadinya
peningkatan tahanan paru akibat hiperinflasi paru, hal ini
mengakibatkan peningkatan usaha untuk bernapas sehingga pada pasien
tampak ekspirasi yang memanjang (wheezing). Akibat peningkatan
tekanan CO2 dan penurunan tekanan O2 serta asidosis menyebabkan
vasokonstriksi pulmonar yang berakibat pada penurunan surfaktan dan
keadaan tersebut memicu atelektasis. Hipersekresi juga memicu
atelektasis akibat sumbatan oleh sekret yang banyak (mucous plug)
(Litanto&Kartini,2021).

Sedangkan menurut
(Boonpiyathada,Sözener,Satitsuksanoa&Akdis,2019) Asma adalah
penyakit saluran napas kronis umum yang ditandai dengan keterbatasan
aliran udara yang bervariasi akibat penyempitan saluran napas,
penebalan dinding saluran napas, dan peningkatan lendir. Penyempitan
saluran napas hasil dari peradangan saluran napas kronis sekunder untuk
ekstravasasi plasma dan masuknya sel-sel inflamasi seperti eosinofil,
31

neutrofil, limfosit, makrofag dan sel mast. Airway hyperresponsiveness


(AHR) adalah fitur fisiologis penting dari asma. AHR adalah respons
berlebihan dari saluran udara terhadap rangsangan nonspesifik yang
akan menghasilkan sedikit atau tidak ada efek pada rangsangan yang
sehat. Meskipun asma sering didefinisikan sebagai obstruksi jalan napas
yang reversibel, asma dapat berkembang menjadi gangguan fungsi paru
yang ireversibel. Meningkatkan produksi lendir di lumen jalan napas
merupakan salah satu kemungkinan penyebab obstruksi aliran udara
yang persisten. Mekanisme lain dari obstruksi aliran udara persisten
adalah remodeling saluran napas termasuk patologi seperti hiperplasia
sel goblet, deposisi kolagen subepitel yang berlebihan, penurunan
integritas epitel dan tulang rawan, hiperplasia otot polos saluran napas
dan peningkatan vaskularisasi.

6. Manifestasi Klinis (Puspasari,2019)


6.1 Secara umum asma mempunyai gejala seperti batuk (dengan atau
tanpa lendir), dispnea, dan mengi
6.2 Asma biasanya menyerang pada malam hari
6.3 Eksaserbasi sering didahului dengan meningkatnya gejala selama
berhari-hari, tapi bisa juga terjadi secara tiba-tiba
6.4 Pernapasan berat dan mengi
6.5 Obstruksi jalan napas yang memperburuk dispnea
6.6 Batuk kering pada awalnya : diikuti dengan batuk yang lebih kuat
dengan produksi sputum yang berlebih
Sedangakan Manifestasi klinis yang dapat ditemui pada pasien asma
menurut Danokusumo (2000) dalam (Padila, 2013) diantaranya ialah :
6.1 Stadium dini
Faktor hipersekresi yang lebih menonjol
a. Batuk berdahak lengket sulit dikeluarkan disertai atau tidak
dengan pilek

b. Ronchi basah halus pada serangan kedua atau ketiga, sifatnya


32

hilang timbul
c. Wheezing
d. Belum ada kelainan bentuk thorak
e. Ada peningkatan eosinofil darah dan IgE
f. BGA belum patologis

Faktor spasme bronchiolus dan edema yang lebih dominan:


a. Timbul sesak napas dengan atau tanpa sputum
b. Wheezing
c. Ronchi basah bila terdapat hipersekresi
d. Penurunan tekanan parsial O2

6.2 Stadium lanjut / kronik


a. Batuk, ronchi
b. Sesak napas berat dan dada seolah-olah tertekan
c. Dahak lengket dan sulit dikeluarkan
d. Suara napas melemah bahkan tak terdengar (silent chest)
e. Thorak seperti barel chest
f. Tampak tarikan otot sternokleidomastoideus
g. Sianosis
h. BGA Pa O2 kurang dari 80%
i. Terdapat peningkatan gambaran bronchovaskuler kiri dan
kanan pada rongen paru
j. Hipokapnea dan alkalosis bahkan asidosis respiratorik
7. Pemeriksaan Diagnostik
7.1 Tes dahak
Pada tes dahak ditemukan :
a. Kristal eosinofil Kristal Charcot-Leiden yang merupakan
duri yang terdegranulasi
b. Ada kumparan Curshmann, yang merupakan silinder sel di
cabang bronkial
c. Adanya kreol, fragmen epitel bronkial
33

d Adanya neutrofil dan eosinofil


7.2 Analisis gas darah
Aliran darah berfluktuasi, tetapi prognosisnya buruk jika terdapat
PaCO2 atau PH rendah, SGOT dan LDTI darah meningkat
7.3 Pemeriksaan faktor alergi, terdapat IgE yang meningkat pada saat
kejang dan menurun pada saat tidak ada kejang
7.4 Foto Rontgen
Pada rontgen, hasil pasien asma umumnya normal. Selama
serangan asma, foto ini menunjukkan hiperinflasi paru-paru
berupa peningkatan permeabilitas radiasi, ruang interkostal yang
membesar, dan ukuran diafragma yang berkurang
7.5 Pengukuran kapasitas vital (evaluasi fungsi paru). Pengukuran
fungsi paru digunakan sebagai penilaian tidak langsung
hiperresponsif saluran napas untuk menilai obstruksi jalan napas,
reversibilitas disfungsi paru, dan variabilitas fungsi paru
(Mustopa, 2022)
Salah satu cara untuk menilai terjadinya asma adalah dengan
melakukan penilaian Arus Puncak Ekspirasi (APE). APE dapat
diperoleh melalui pemeriksaan yang lebih sederhana yaitu
dengan alat peak expiratory flow meter (PEF meter). Alat PEF
meter relatif mudah digunakan atau dipahami baik oleh dokter
maupun penderita, sebaiknya digunakan penderita di rumah
sehari-hari untuk memantau kondisi asmanya (Irfan, Suza, &
Sitepu,2019).
34

8. Komplikasi
Komplikasi asma adalah :
8.1 Pneumotoraks
Pneumotoraks adalah kondisi penting yang terjadi ketika udara
memasuki rongga pleura dan tekanan di dalam pleura naik ke
tekanan atmosfer.
8.2 Atelektasis
Atelektasis adalah penyakit paru-paru tanpa udara dan dapat
disebabkan oleh berbagai faktor.
8.3 Gagal napas
Gagal napas adalah suatu kondisi di mana paru-paru tidak dapat
berfungsi untuk pertukaran oksigen dan karbon dioksida.
8.4 Bronkitis
Bronkitis adalah penyakit infeksi yang terjadi pada bronkus
(Afgani & Hendriani,2020).

9. Penatalaksanaan
Tujuan utama penatalaksanaan asma adalah meningkatkan dan
mempertahankan kualitas hidup agar pasien asma dapat hidup normal
tanpa hambatan dalam melakukan aktivitas sehari-hari menurut Global
Initiative for Asthma (2017) dalam (Lorensia, Suryadinata, &
Ratnasari,2019).
Secara garis besar pengobatan asma dibagi dalam pengobatan non
farmakologik dan pengobatan farmakologik di antaranya :
9.1 Pengobatan non-farmakologik
a. Pendidikan kesehatan
Tujuan dari konsultasi ini adalah untuk membantu klien
memperluas pengetahuan tentang asma, secara sadar
menghindari pemicu, minum obat dengan benar dan
berkonsultasi dengan tim kesehatan.
b. Hindari faktor pemicu klien perlu membantu
mengidentifikasi pemicu serangan asma yang ada di
35

lingkungannya dan mengajarkan cara menghindari dan


mengurangi faktor pemicu, termasuk asupan cairan yang
tepat untuk klien.
c. Fisioterapi dada terapi fisik dapat digunakan untuk
meningkatkan sekresi lendir. Hal ini dapat dicapai dengan
drainase postural, perkusi, dan vibrasi dada.
9.2 Pengobatan farmakologik
a. Agonis beta
Aerosol bekerja sangat cepat dengan 3-4 semprotan, dengan
interval 10 menit antara semprotan pertama dan kedua. Obat
ini mengandung Metaproterenol (Alupent, Metrapel).
b. Metil Xantin
Metilxantin adalah aminofilin dan teofilin, dan obat ini
diberikan bila golongan beta agonis tidak memberikan hasil
yang memuaskan. Untuk orang dewasa, berikan 125-200 mg
4 kali sehari, kortikosteroid. Jika agonis beta tidak
merespon dengan baik terhadap metilxantin, kortikosteroid
harus diberikan. Aerosol bentuk steroid (dipropinate
beclomethasone) dengan dosis 800 empat kali sehari.
Steroid jangka panjang memiliki efek samping, sehingga
efek samping steroid jangka panjang harus dipantau dengan
cermat.
c. Ketotifen efeknya sama dengan dosis harian 2 x 1 mg
chromolin. Efeknya dapat diberikan secara oral.
d. Ipletropium bromida (Atroben) Atroven adalah obat
antikolinergik yang diberikan dalam bentuk aerosol dan
bersifat bronkodilator (Mustopa,2022).

10. Pencegahan Asma


Usaha pencegahan yang dapat dilakukan untuk mencegah datangnya
serangan penyakit asam antara lain :
10.1 Menjaga Kesehatan
36

Menjaga kesehatan merupakan usaha yang tidak terpisahkan dari


pengobatan penyakit asma. Bila penderita lemah dan kurang gizi,
tidak saja mudah terserang penyakit asma beserta komplikasinya.
Usaha menjaga kesehatan ini antara lain berupa makan makanan
yang bernilai gizi baik, minum banyak, istirahat yang cukup,
rekreasi dan olahraga yang sesuai. Penderita dianjurkan banyak
minum kecuali bila dilarang dokter karena menderita penyakit
lain seperti penyakit jantung atau ginjal yang berat. Banyak
minum akan mengencerkan dahak yang ada di saluran
pernapasan, sehingga dahak lebih mudah dikeluarkan.
Sebaliknya, bila penderita kurang minum , dahak akan menjadi
sangat kental dan sukar dikeluarkan. Pada serangan penyakit
asma berat banyak penderita yang kekurangan cairan. Hal ini
disebabkan oleh pengeluaran keringat yang berlebihan , kurang
minum dan penguapan cairan yang berlebihan dari saluran napas
akibat bernapas cepat dan dalam.
10.2 Menjaga kebersihan lingkungan
Lingkungan dimana penderita hidup sehari-hari sangat
mempengaruhi timbulnya serangan penyakit asma. Keadaan
rumah misalnya sangat penting diperhatikan. Rumah sebaiknya
tidak lembab, cukup ventilasi dan cahaya matahari. Saluran
pembuangan air harus lancar. Kamar tidur merupakan tempat
yang perlu mendapat perhatian khusus. Sebaiknya kamar tidur
sesedikit mungkin berisi barang-barang untuk menghindari debu
rumah. Hewan peliharaan, asap rokok, semprotan nyamuk atau
semprotan rambut dan lain-lain mencetuskan penyakit asma.
Lingkungan pekerjaan juga perlu mendapat pehatian apalagi
kalau jelas-jelas ada hubungan antara lingkungan kerja dengan
serangan penyakit asmanya.
10.3 Menghindari faktor pencetus serangan penyakit asma
Alergen yang tersering menimbulkan penyakit asma adalah
tungau debu sehingga cara-cara menghindari debu rumah harus
37

dipahami. Allergen lain seperti kucing, anjing, burung, perlu


mendapat perhatian dan juga perlu diketahui bahwa binatang
yang tidak diduga seperti kecoa dan tikus dapat menimbulkan
penyakit asma. Sebaiknya penderita penyakit asma menjauhi
orang-orang yang terserang influenza. Juga dianjurkan
menghindari tempat-tempat ramai atau penuh sesak. Hindari
kelelahan yang berlebihan, kehujanan, penggantian suhu udara
yang ekstrim berlari-lari mengejar kendaraan umum atau
olahraga yang melelahkan. Selanjutnya jika akan olahraga,
lakukan latihan pemanasan terlebih dahulu dan dianjurkan
memakai obat pencegah serangan penyakit asma. Zat-zat yang
merangsang saluran napas seperti asap rokok, asap mobil, uap
bensin, uap cat atau zat-zat kimia dan udara kotor lainnya harus
dihindari.
10.4 Menggunakan obat-obat anti penyakit asma
Setiap penderita harus mencoba untuk melakukan tindakan
pencegahan. Tetapi bila gejala-gejala sedang timbul maka
diperlukan obat anti penyakit asma untuk menghilangkan gejala
dan selanjutnya dipertahankan agar penderita bebas dari gejala
penyakit asma.
10.5 Penyuluhan
Menurut Baratawidjaja dan Rengganis (2009), dalam penyuluhan
kepada penderita diajarkan untuk dapat menangani penyakitnya
sendiri. Hal itu akan memperbaiki hasil pengobatan.
38

B Tinjauan Tentang Rokok


.
1 Pengertian Rokok
.
Rokok adalah racun yang bekerja lambat. Rokok mengandung bahan zat
organik, baik berupa gas, maupun partikel yang umumnya bersifat racun
(toksik), iritasi, yang dapat menimbulkan kanker (karsinogenik) dan
dapat mengakibatkan kecanduan (adiktif) (Bangun, 2008). Menurut
Muhammad (2009), rokok adalah silinder dari kertas berukuran panjang
antara 70 hingga 120 mm (bervariasi tergantung negara) dengan diameter
sekitar 10 mm yang berisi daun-daun tembakau yang telah dicacah.
Rokok dibakar pada salah satu ujungnya dan dibiarkan membara agar
asapnya dapat dihirup lewat mulut pada ujung lain. Rokok merupakan
salah satu produk industri dan komoditi internasional yang mengandung
sekitar 4.000 bahan kimiawi. Unsur-unsur yang penting antara lain tar,
nikotin, karbon monoksida (CO2), benzopyrin, amonia, arsenikum.
Diantara sekian banyak zat yang berbahaya ini, ada 3 yang paling penting
yakni tar, nikotin, dan karbon monoksida. Menurut Guyton dan Hall
(2008) nikotin dapat melumpuhkan silia pada permukaan sel epitel
pernapasan yang normalnya terus bergerak untuk memindahkan
kelebihan cairan dan partikel asing dari saluran pernapasan. Akibatnya,
lebih banyak debris terakumulasi di jalan napas dan menambah
kesukaran bernapas.

2 Kandungan Berbahaya yang Terdapat di Dalam Rokok


.
Menurut ilmu kedokteran, rokok mengandung lebih kurang 4000 bahan
kimia, diantaranya nikotin, tar, karbon monoksida dan hidrogen sianida.
Nikotin dijumpai secara alami di dalam batang dan daun tembakau yang
mengandung nikotin paling tinggi atau sebanyak 5% dari berat
tembakau. Nikotin merupakan racun saraf manjur (potent nerve poison)
dan digunakan sebagai racun serangga. Pada suhu rendah , bahan ini
39

bertindak sebagai perangsang dan adalah salah satu sebab utama


mengapa merokok digemari dan dijadikan sebagai tabiat (Sukendro,
2007). Menurut Nenk (2009) diantara kandungan asap rokok termasuk
bahan radioaktif (polonium-201) dan bahan-bahan yang digunakan di
dalam cat (acetone), pencuci lantai (ammonia), ubat gegat (nephthalene),
racun anai-anai (arsenic), gas beracun (hydrogen cyanide) yang
digunakan di “kamar gas maut”. Bagaimanapun, racun paling penting
adalah tar, nikotin dan karbon monoksida.

Karbon Monoksida (CO), tar dan nikotin dapat berpengaruh terhadap


syaraf yang menyebabkan antara lain: gelisah, tangan gemetar (tremor),
cita-rasa atau selera makan berkurang. Ibu-ibu hamil yang suka merokok
dapat kemungkinan keguguran kandungan. Tar dan asap rokok
merangsang jalan napas, sehingga tar dapat tertimbun di saluran
pernapasan yang menyebabkan, antara lain : batuk-batuk dan sesak
napas. Tar yang menempel di jalan napas dapat menyebabkan kanker
saluran pernapasan, lidah atau pada bibir.

Gas Karbon Monoksida (CO) berpengaruh negatif terhadap jalan napas


dan pembuluh darah. Karbon Monoksida lebih mudah terikat pada
hemoglobin dari pada oksigen. Akan berkurangnya daya angkutnya bagi
oksigen dan orang dapat meninggal dunia karena keracunan karbon
monoksida. Pada seseorang perokok akan sampai terjadi keracunan CO,
namun pengaruh CO yang dihisap oleh perokok lambat laun pasti akan
berpengaruh negatif pada jalan napas dan pada pembuluh darah (Sitorus,
2005).

Tar terbentuk selama pemanasan tembakau. Tar merupakan kumpulan


berbagai zat kimia yang berasal dari daun tembakau sendiri, maupun
yang ditambahkan dalam proses pertanian dan industri sigaret. Tar
adalah hidrokarbon aromatik polisiklik yang ada dalam asap rokok,
tergolong dalam zat karsinogen, yaitu zat yang dapat menumbuhkan
40

kanker. Kadar tar yang terkandung dalam asap rokok inilah yang
berhubungan dengan risiko timbulnya kanker.

Nikotin adalah alkaloid toksik yang terdapat dalam tembakau. Sebatang


rokok umumnya beris 1-3 mg nikotin. Nikotin diserap melalui paru-paru
dan kecepatan absorbsinya hampir sama dengan masuknya nikotin
secara intravena. Nikotin masuk kedalam otak dengan cepat dalam waktu
kurang lebih 10 detik. Dapat melewati barrier diotak dan diedarkan
keseluruh bagian otak, kemudian menurun secara cepat, setelah beredar
ke seluruh bagian tubuh dalam waktu 15- 20 menit pada waktu
penghisapan terakhir. Efek bifasik dari nikotin pada dosis rendah
menyebabkan rangsangan ganglionik yang eksitasi. Tetapi pada dosis
tinggi yang menyebabkan blokade gangbionik setelah eksiasi sepintas
(Sukendro, 2007). Para pakar medis maupun agama sepakat bahwa rokok
itu termasuk barang buruk dan juga berbahaya, baik bagi diri perokok
maupun orang lain yang berada disekitarnya (Jabbar,2008).

(Sumber : Yudistiawan,2011)
41

3 Jenis Rokok
.
Menurut Jaya (2009), rokok berdasarkan bahan pembungkusnya, terdiri
dari :

a. Klobot : rokok yang bahan pembungkusnya berupa daun jagung

b. Kawung : rokok yang bahan pembungkusnya berupa daun aren

c. Sigaret : rokok yang bahan pembungkusnya berupa kertas


d. Cerutu : rokok yang bahan pembungkusnya berupa daun tembakau

Rokok berdasarkan bahan baku terdiri atas :


a. Rokok putih : rokok yang bahan baku atau isinya hanya daun
tembakau yang berisi saus untuk mendapatkan efek rasa dan aroma
tertentu
b. Rokok kretek : rokok yang bahan bakunya atau isinya berupa daun
tembakau dan cengkeh yang berisi saus untuk mendapatkan efek rasa
dan aroma tertentu
c. Rokok klembab : rokok yang bahan baku atau isinya berupa daun
tembakau, cengkeh dan kemenyan yang berisi saus untuk
mendapatkan efek rasa dan aroma tertentu
Berdasarkan penggunaan filter, rokok dikelompokkan menjadi 2
kelompok, yaitu (Jaya, 2009) :
a. Rokok filter: rokok yang pada bagian pangkalnya terdapat gabus
b. Rokok non filter: rokok yang pada bagian pangkalnya tidak
terdapat gabus
Dibandingkan rokok filter, rokok non filter memiliki kandungan kadar
nikotin dan tar lebih besar karena kandungan kadar nikotin pada rokok
kretek melebihi 1,5 mg yaitu 2,5 mg dan kandungan kadar tar pada rokok
kretek melebihi 20 mg yaitu 40 mg. Dengan kandungan nikotin dan tar
yang lebih besar serta tidak disertai penyaring pada pangkal batang
rokok, maka potensi masuknya nikotin dan tar ke dalam paru-paru dari
rokok nonfilter akan lebih besar daripada rokok filter yang berdampak
buruk pada pemakainnya (Rachmaty,2011).
42

4 Perokok
.
Perokok adalah orang yang mengkonsumsi atau mengisap rokok atau
tembakau yang biasanya dilakukan setiap hari. Perokok aktif adalah
orang yang melakukan langsung aktivitas merokok dalam arti menghisap
batang rokok yang telah dibakar. Sedangkan, perokok pasif adalah
seseorang yang tidak melakukan aktifitas merokok secara langsung tapi
ikut menghirup asap yang dikeluarkan oleh perokok aktif (Ariyadi,2007
dalam Haswinda,2012).
Berdasarkan jumlah rokok yang dihisap dibagi menjadi 3 kategori,
yaitu (Rachmawati, 2011) :
a. Perokok ringan : jika menghisap rokok < 10 batang/hari

b. Perokok sedang : jika menghisap rokok antara 10-20 batang/hari

c. Perokok berat : jika menghisap rokok antara > 20 batang/hari

Sungguh rokok itu tidak hanya menimbulkan bahaya pada diri


pemakaiannya saja, namun berdampak buruk pada orang yang berada
disekitarnya, bahkan dua kali lebih berisiko terkena penyakit. Selain
mencemari udara, mereka telah menyakiti kaum muslimin yang baunya
tidak sedap.

5 Lama Merokok
.
Merokok dimulai sejak umur 10 tahun atau lebih dari 10 tahun. Semakin
awal seseorang merokok makin sulit untuk berhenti merokok. Rokok
juga punya dose-response effect, artinya semakin muda usia remaja.
Risiko kematian bertambah sehubungan dengan banyaknya merokok dan
umur awal merokok yang lebih dini. Dampak rokok akan terasa setelah
10 sampai 20 tahun setelah digunakan (Bustan, 2007).
43

6 Kejadian Merokok Dengan Asma Bronkial


.
Racun utama pada rokok adalah tar, nikotin, karbon monoksida, nitrogen
oksida dan gas amoniak. Bangun (2008) menjelaskan bahwa tar adalah
substansi hidrokarbon yang bersifat lengket dan menempel pada paru-
paru. Tar mengandung bahan-bahan karsinogen, zat-zat tar ini
dipindahkan ke dalam cabang-cabang tenggorok dan paru-paru dengan
perantaraan asap dan sesudah itu tersimpan pada selaput lendir
pembuluh-pembuluh ini, yang disebabkan karena banyaknya rangsangan
setempat. Selaput lendir ini mungkin menjadi lebih tebal pada perokok
berat bila dibandingkan dengan orang bukan perokok. Ini menambah
hambatan pada saluran udara ke dalam paru-paru dan menjadikan jauh
lebih sukar baginya untuk bernafas.
Nikotin adalah zat adiktif yang memengaruhi syaraf dan peredaran
darah. Zat ini bersifat karsinogen yang mampu memicu kanker. Karbon
monoksida adalah zat yang mengikat hemoglobin dalam darah, membuat
darah tidak mampu mengikat oksigen dan tubuh pun menjadi
kekurangan oksigen. Padahal oksigen merupakan bahan utama bagi
kehidupan manusia. Nitrogen oksida berpengaruh pada bulu-bulu halus
yang meliputi bronkial dan merangsang bulu-bulu tersebut. Sehingga,
bertambah pula keluarnya cairan ekskresi di selaput lendir pada saluran
pernafasan, dan membesarlah kelenjar getah bening yang ada pada
bronkial. Dengan demikian, berubahlah kualitas dahak yang keluar. Gas
amoniak, gas ini yang menyengat lidah, mengakibatkan terbentuknya
lapisan berwarna kuning pada permukaan lidah dan menganggu kelenjar
pengecap serta perasa yang ada pada permukaan lidah.

Gas asap rokok merangsang pelepasan radikal bebas yang dapat


menimbulkan jejas seluler. Jejas ini merangsang pelepasan mediator-
mediator sehingga terjadi hipersekresi mukus, perusakan epitel yang
bersifat irreversibel dan menimbulkan edema saluran napas. Manifestasi
klinik yang timbul berupa batuk, sesak napas dan dalam keadaan berat
44

dapat terjadi penurunan keasadaran akibat hipoksia. (Nadyah, 2009).

Selain hal tersebut diatas, rokok juga dapat memengaruhi saraf otonom.
Pada jalur saraf otonom inhalasi alergen akan mengaktifkan sel mast
intralumen, makrofag alveolar, nervus vagus dan mungkin juga epitel
saluran napas. Peregangan vagal menyebabkan refleks bronkus,
sedangkan mediator inflamasi yang dilepaskan oleh sel mast dan
makrofag akan membuat epitel jalan napas lebih permeabel dan
memudahkan alergen masuk ke dalam submukosa. Sehingga,
meningkatkan reaksi yang terjadi. Kerusakan epitel bronkus oleh
mediator yang dilepaskan pada beberapa keadaan reaksi asma dapat
terjadi tanpa melibatkan sel mast misalnya pada hiperventilasi, inhalasi
udara dingin, asap rokok dan kabut. Pada keadaan tersebut reaksi asma
terjadi melalui refleks saraf. Ujung saraf eferen vagal mukosa yang
terangsang menyebabkan dilepasnya neuropeptid sensorik senyawa P,
neurokinin A dan Calcitonin Gene-Related Peptide (CGRP).

Berdasarkan penjelasan diatas tentang kejadian merokok dengan


kejadian asma bronkial, jelaslah bahwa merokok sangat berperan sebagai
salah satu terjadinya asma bronkial. Karena, kandungan rokok terutama
nikotin, tar dan karbon monoksida dapat berefek pada saluran
pernapasan. Hal tersebut dapat mengaktifkan beberapa mediator kimia
seperti histamin, bradikinin dan anafilaksis yang akan memengaruhi otot
polos dan kelenjar jalan napas dan menyebabkan bronkospasme dan
pembentukan mukus yang banyak.
45

C. Kerangka Teori
46

BAB III

KERANGKA KONSEP DAN DEFINISI OPERASIONAL

A Kerangka Konsep
.
Kerangka konsep yaitu visualisasi hubungan antara berbagai
variabel yang dirumuskan oleh peneliti setelah membaca berbagai
teori yang ada dan kemudian dihubungkan antara konsep-konsep
yang akan diukur atau diamati melalui penelitian yang akan
dilakukan. Kerangka yang baik dapat memberikan informasi yang
jelas kepada peneliti dalam memilih desain penelitian
(Masturoh,2018).

Bagan 3.1 Kerangka Konsep

Usia
Jenis kelamin Kejadian asma
bronkial
Pendidikan
1. Derajat ringan
Pekerjaan
Kebiasaan merokok 2. Derajat sedang

Lamanya merokok 3. Derajat berat

B Variabel Penelitian
.
Variabel penelitian adalah suatu atribut atau sifat atau nilai dari
orang. Objek atau kegiatan yang mempunyai variasi tertentu yang
ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari dan kemudian ditarik
kesimpulannya (Sugiyoni,2019). Penelitian ini tidak
menggunakan variabel independen dan dependen karena
penelitian ini merupakan penelitian deskriptif murni, Adapun
variabel yang diteliti adalah : usia, jenis kelamin, pendidikan,
47

pekerjaan, kebiasaan merokok dan kejadian asma bronkial


(derajat ringan, sedang dan berat).

C Definisi Operasional
.
Definisi operasional adalah melekatkan arti pada suatu variabel
dengan cara menetapkan kegiatan atau tindakan yang perlu untuk
mengukur variabel itu. Definisi operasional menjelaskan variabel,
sehingga memungkinkan bagi peneliti untuk melakukan
pengukuran dengan cara yang sama atau mengembangkan cara
pengukuran yang lebih baik (Hidayat,2008). Adapun definisi
operasional dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :

Tabel 3.1 Definisi Operasional


Variabel Definisi Cara Alat Hasil Skala
Operasion Ukur Ukur Ukur Ukur
al
Usia Pengakuan Mengisi Kuesion 1 = 18 – 30 Ordinal
responden kuesione er tahun
terhadap r 2 = 31 – 50
jumlah tahun tahun
sejak lahir 3 = > 50
hingga ulang tahun
tahun

Jenis Ciri biologis Mengisi Kuesion 1 = Laki- Nomin


kelamin yang berupa kuesione er laki al
Karakteristik r 2=
seksual yang Perempuan
memiliki oleh
responden

Pendidika Pendidikan Mengisi Kuesion 1 = Tidak Ordinal


n formal yang kuesione er sekolah
telah r 2 = SD
48

diselesaikan 3 = SMP
oleh 4 = SMA
responden 5=
SARJANA
Pekerjaan Pekerjaan Mengisi Kuesion 1 = PNS Ordinal
yang kuesione er 2=
dilaksanakan r Pegawai
oleh swasta
responden 3 = Buruh
4=
Pensiunan
5 = Tidak
Bekerja
Lamanya Pengakuan Mengisi Kuesion 1 = Mulai Ordinal
merokok responden kuesione er merokok
tentang usia r usia ≤ 15
mulai tahun
merokok
2 = Mulai
merokok
usia > 15
tahun
Kejadian Tingkat Mengisi Kuesion 1 = Asma Ordinal
asma kejadian asma kuesione er ringan
bronkial bronkial r (gejala
dinilai muncul < 1
berdasarkan kali dalam
frekuensi 1 minggu
timbulnya dan tidak
serangan menganggu
asma yang aktivitas
dihubungkan dan tidur)
dengan
terganggunya 2 = Asma
aktivitas dan sedang
tidur klien, (gejala
muncul > 1
kali dalam
49

1 minggu
tetapi < 1
kali dalam
1 hari dan
eksaserbasi
menggangg
u aktivitas
atau tidur

3 = Asma
berat
(gejala
muncul
tiap hari
dan
eksaserbasi
menggangg
u aktivitas
atau tidur)
50

BAB IV

METODOLOGI PENELITIAN

A. Desain Penelitian
Rancangan penelitian adalah deskritif kuantitatif dengan
menggunakan desain Cross Sectional. Desain penelitian ini
bertujuan untuk mengetahui hubungan antara variabel dimana
variabel independen dan variabel dependen diidentifikasi pada
satu satuan waktu (Dharma, 2017). Jenis penelitian ini kuantitatif
deskriptif karena data berupa angka-angka, penelitian deskriptif
terbatas hanya menggambarkan kondisi variabel-variabel, data
disajikan dalam tabel distribui frekuensi dan diinterpretasikan.

B. Tempat dan Waktu Penelitian


Penelitian ini dilakukan di klinik penyakit dalam RS Islam
Karawang pada bulan Maret – April tahun 2023.

C. Populasi dan Sampel Penelitian


1. Populasi
Populasi adalah wilayah generalisasi yang terdiri atas
obyek/subyek yang mempunyai kualitas dan karakteristik
tertentu yang ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari dan
kemudian ditarik kesimpulannya. Populasi pada penelitian ini
adalah responden dengan asma bronkial di RS Islam
Karawang.
2. Sampel
Sampel penelitian ini adalah bagian penelitian atau sebagian dari
jumlah dan karakteristik yang dimiliki oleh populasi (Sugiyono,
2015).
2.1 Penentuan jumlah sampel
51

Besar sampel yang digunakan berdasarkan perhitungan


sampel dengan menggunakan rumus Slovin yaitu:

𝑁
𝑛=
1 + N(α)²
Keterangan:
n : Besar sampel
N : Besar populasi
d2 : Tingkat Singnifikan (0.05)

Berdasarkan rumus diatas maka sampel yang


diperlukan adalah
n= 60

1+ (60 x 0,052)

n= 60

1+ (60 x 0,0025)

n= 60

1 + 0,26

n= 60

1,26

n = 47,6 dibulatkan menjadi 48 responden

Jadi, total sampel yang diambil dari jumlah 60 populasi


adalah 48 sampel.
52

2.2 Teknik Pengambilan Sampel


Teknik pengambilan sampel menggunakan probability
sampling dengan teknik purposive sampling, yaitu
pemilihan sampel dengan menetapkan subjek yang
memenuhi kriteria inklusi dimasukan dalam penelitian
sampai kurun waktu tertentu dan sampai jumlah sampel
terpenuhi (Notoatmodjo,2018).
Purposive sampling sendiri adalah teknik untuk
penentuan sampel dengan pertimbangan tertentu. Alasan
menggunakan teknik purposive sampling ini karena
sesuai untuk digunakan penelitian kuantitatif atau
penelitian yang tidak melakukan generalisasi
(Notoatmodjo,2018).

Sampel merupakan suatu objek yang diteliti dan


dianggap mewakili seluruh populasi. Pada garis
besarnya sampel yang diteliti yaitu menggunakan total
sampling sebanyak 48 responden yang mengalami asma
bronkial (Notoatmodjo,2018).

2.3 Kriteria Sampel Penelitian


1. Kriteria inklusi
Kriteria inklusi adalah kriteria dimana sabjek
penelitian dapat mewakili dalam sampel penelitian
yang memenuhi syarat sebagai sampel
(Notoatmodjo,2018) yaitu :
a. Responden dengan asma bronkial yang berobat
ke klinik penyakit dalam RS Islam Karawang
b. Responden yang mempunyai kebiasaan
merokok
c. Bersedia menjadi responden
53

2 Kriteria eksklusi
a. Responden dengan penyakit lebih dari satu
diagnosa
b Responden yang tidak kooperatif

D. Etika Penelitian
1. Menghormati terhadap harkat dan martabat manusia (respect
for human dignity). Peneliti harus menghormati harkat dan
martabat peneliti dan responden serta hak atas informasi
tentang tujuan penelitian. Peneliti menghormati martabat
kemanusiaan responden dan oleh karena itu menyiapkan
formulir persetujuan (informed concent).
2. Menghormati privasi dan kerahasiaan subjek penelitian
(respect for privacy and confidentiality). Setiap orang
memiliki hak atas kehidupannya sendiri, termasuk privasi dan
kebebasan informasi individu. Setiap orang berhak untuk
tidak memberikan keterangan jika diperlukan dan tidak boleh
di publikasi dan peneliti harus mematuhinya. Oleh karena itu,
peneliti tidak diperbolehkan untuk mengungkapkan informasi
tentang identitas dan kerahasiaan subjek. Misalnya peneliti
tidak menuliskan nama responden pada kuesioner, melainkan
kode (inisial).
3. Keadilan dan inklusivitas atau keterbukaan (respect for
justice and inclusiveness). Dalam prinsip keadilan dan prinsip
keterbukaan yang harus diperhatikan oleh peneliti. Untuk
memenuhi asas keterbukaan, maka penelitian akan dilakukan
secara jujur, cermat, profesional, manusiawi, dengan
memperhatikan faktor ketelitian penelitian. Mampu
mengkondisikan lingkungan penelitian agar sesuai dengan
prinsip keterbukaan, yaitu kejelasan metode penelitian. Ada
54

berbagai teori keadilan, tetapi yang paling penting adalah


bagaimana manfaat dan beban didistribusikan di antara
anggota masyarakat. Prinsip keadilan menekankan sejauh
mana kebijakan penelitian mendistribusikan manfaat dan
beban secara adil atau tanpa diskriminasi, seperti agama,
gender, dan suku, di antara responden sesuai dengan
kebutuhan, kontribusi, kemampuan, dan pilihan responden,
atau sebaliknya.
4. Pertimbangan untung rugi kumulatif/manfaat dan kerugian
(balancing harms and beneficience). Peneliti melakukan
penelitian sesuai dengan metode penelitian untuk
memperoleh hasil yang paling bermanfaat bagi responden,
yang dihasilkan pada tingkat populasi, yang sesuai dengan
jalannya penelitian atau tujuan penelitian yang menghasilkan
manfaat (beneficence). Peneliti juga harus meminimalkan
efek berbahaya pada subjek (non-maleficience). Oleh karena
itu, jika intervensi penelitian dapat menyebabkan cedera atau
stres tambahan, subjek akan dikeluarkan dari aktivitas
penelitian untuk mencegah cedera, penyakit, atau kematian
subjek.

E. Alat Pengumpul Data


1. Sumber Data
Penelitian ini menggunakan data primer. Di mana data primer
diperoleh melalui pengisian kuesioner oleh responden secara
offline dengan menggunakan kertas pertanyaan.
2. Instrumentasi
Pada jenis pengukuran ini, peneliti mengumpulkan data
melalui pertanyaan yang diajukan secara langsung kepada
subjek melalui kuesioner atau disampaikan secara lisan dari
55

pertanyaan yang sudah tertulis dan meminta subjek untuk


menjawab secara tertulis (Nursalam,2017).
2.1 Kuesioner A
Merupakan data demograsi dari responden yang
meliputi : usia, jenis kelamin, pendidikan dan pekerjaan
2.2 Kuesioner B
Adalah pertanyaan tentang kebiasan merokok dan
kejadian asma bronkial yang terdiri 13 pertanyaan
dengan menggunakan skala Guttmen.

F. Uji Validitas dan Reliabilitas


1. Uji Validitas
Validitas menunjukkan ketepatan pengukuran suatu
instrumen, artinya suatu instrumen dikatakan valid apabila
instrumen tersebut mengukur apa yang seharusnya diukur
(Dharma, 2015). Salah satu yang dapat digunakan untuk uji
validitas adalah teknik korelasi person product moment, jika
nilai r hitung > r tabel berarti valid dan jika r hitung < r tabel
maka tidak valid. Nilai r tabel didapatkan dari nilai df (degree
of freedom) yang dihitung menggunakan rumus n-2, untuk n
sebagai jumlah sampel. Uji validitas kuesioner B dilakukan di
RSUD Karawang dengan 30 responden yang memenuhi
kriteria inklusi dan ekslusi. Jumlah responden yang telah
digunakan dalam uji validitas kuesioner B yaitu 30, sehingga
diperoleh df 28, yang kemudian nilai df tersebut digunakan
untuk melihat r tabel dengan kemaknaan 0,05. Untuk r tabel
dengan df 28 adalah 0,361 dan r hitung (.648-.991).
56

Berdasarkan uji validitas yang dilakukan didapatkan semua


butir pernyataan dinyatakan valid.

4.1 Tabel Uji Validitas


Kuesioner kebiasaan merokok
No Pertanyaan Nilai R Keputusan
1. 374 Valid
Sudah berapa lama anda
merokok ?

2. 136 Valid
Berapa batang anda merokok
dalam sehari ?

3. Apakah anda mengkosumsi 785 Valid


rokok lebih dari 31 batang
perhari ?
4. 567 Valid
Apakah anda pernah merokok
dengan selang waktu 5 waktu
lima menit setelah bangun tidur
?
5. 757 Valid
Apakah anda pernah
mengkosumsi rokok sekitar 21
– 30 batang dalam sehari ?

Kuesioner kejadian Asma Bronkial


No Pertanyaan Nilai R Keputusan
1. 453 Valid
Sejak usia kapan Anda menderita
asma ?

2. 054 Tidak valid


Seberapa sering gejala asma
Anda timbul ?
57

3. Seberapa sering Anda 270 Valid


mengalami serangan asma pada
malam hari?

4. Apakah asma Anda mengganggu 397 Valid


aktivitas dan tidur ?
5. Apakah ada keluarga Anda yang 092 Valid
menderita ?
6. Apakah ada faktor lain yang 373 Valid
dapat menyebabkan timbulnya
asma Anda ?
7. Apakah serangan asma anda 348 Valid
terasa berat ?
8. Berapa lama biasanya serangan 404 Valid
asma itu berlangsung ?
9. Apakah ada keluarga Anda yang 092 Valid
menderita

2. Uji Reliabilitas
Reliabilitas adalah kesamaan hasil pengukuran atau
pengamatan bila fakta atau kenyataan hidup tadi diukur atau
diamati berkali – kali dalam waktu yang berlainan
(Nursalam,2017). Penentuan instrumen reliabel untuk
digunakan dalam penelitian, yaitu jika r alpha positif dan r
alpha > r tabel maka butir atau variabel tersebut reliabel.
Variabel dikatakan tidak reliabel jika r alpha positif dan r
alpha < r tabel. Jika r alpha > r tabel namun bertanda negatif,
maka butir atau variabel tersebut akan tetap reliabel. Variabel
dikatakan reliabel jika mempunyai nilai cronbach alpha ≥
0.70 (Hidayat,2011). Nilai r tabel untuk n = 30 pada tingkat
58

kemaknaan 5%(α=0,05) adalah 0,7 (Sugiyono,2016). Hasil


dari uji reliabilitas kuesioner B didapatkan bahwa nilai
cronbach alpha yaitu 0,988. Jadi dapat disimpulkan bahwa
kuesioner tersebut dinyatakan reliabel.

G. Prosedur Pengumpulan Data


Proses penelitian ini telah dilaksanakan dengan langkah-langkah
sebagai berikut:
1. Pelaksanaan penelitian dilaksanakan setelah mendapatkan
persetujuan dari pihak RS Islam Karawang.
2. Peneliti menskrining responden dengan asma bronkial untuk
mengetahui apakah responden mempunyai kebiasaan
merokok.
3. Peneliti meminta kesediaan responden untuk menjadi sampel
dengan menjelaskan maksud dan tujuan penelitian. Jika
bersedia menjadi responden, maka responden
menandatangani informed concent sebagai tanda persetujuan
menjadi responden.
4. Peneliti meminta responden untuk mengisi kuesioner yang
diberikan dan mendampingi responden bila ada pertanyaan.
5. Setelah kuesioner terisi lengkap, kemudian data dikumpulkan
dan peneliti mengucapkan terima kasih kepada responden.

H. Pengolahan Data
1. Editing
59

Hasil wawancara, angket/kuesioner dilakukan penyuntingan


(editing). Pada penelitian ini semua kuesioner lengkap sesuai
dengan yang diminta oleh peneliti. Tidak ada data yang
“missing”.
2. Coding
Setelah kuesioner diedit atau disunting, dilakukan
peng”kodean” dengan mengubah data berbentuk kalimat atau
huruf menjadi data angka atau bilangan (1 dan 2).
3. Entry Data
Memasukkan jawaban-jawaban dari masing-masing
responden dalam bentuk “kode” (angka) dimasukkan ke
dalam program atau “software” computer. Proses entry
dilakukan setelah peneliti yakin kebenaran, kelengkapan dan
pengkodean data.

4. Cleaning
Pengecekkan kembali semua data dari setiap sumber data
atau responden setelah dimasukkan ke dalam program SPSS.

I. Analisa Data
60

Jenis penelitian ini adalah deskriptif, tujuan analisis data adalah


untuk menjawab pertanyaan penelitian yang ada, data disajikan
dan diinterpretasikan dalam tabel distribusi frekuensi.

Dasar interpretasi data dengan statistik proporsi (%) dengan


rumus sebagai berikut:

P= f x 100 %
N
Keterangan :
P : Presentase (%)
f : Jumlah kejadian pada responden
N : Jumlah seluruh responden
61

BAB V

HASIL PENELITIAN

A. Hasil Penelitian
Pada bab ini penulis menyajikan hasil penelitian tentang
gambaran kebiasaan merokok dengan kejadian asma bronkial di
Rumah Sakit Islam Karawang Tahun 2023. Analisa hasil
penelitian dilakukan dalam 1 tahap yaitu analisa univariat dengan
membuat distribusi frekuensi.
1. Distribusi frekuensi responden berdasarkan usia
Tabel 5.1
Distribusi frekuensi responden berdasarkan usia
di RS Islam Karawang (n=48)

Karakteristik Frekuensi Presentase


Usia
26 - 35 tahun 6 12.5
36 - 45 tahun 13 27.1
46 - 55 tahun 18 37.5
56 - 65 tahun 11 22.9
total 48 100.0

Tabel 5.1 menunjukan karakteristik responden dengan asma


bronkial pada usia antara 26-35 tahun sebanyak 6 responden
(12.5%), usia antara 36-45 tahun sebanyak 13 responden
(27.1%), mayoritas usia antara 46-55 tahun sebanyak 18
responden (37.5%) dan usia 56-65 tahun sebanyak 11
responden (22.9%).
62

2. Distribusi frekuensi responden berdasarkan jenis kelamin


Tabel 5.2
Distribusi frekuensi responden berdasarkan jenis kelamin
di RS Islam Karawang (n=48)

Karakteristik Frekuensi Presentase


Jenis kelamin
Laki-laki 29 60.4
Perempuan 19 39.6
Total 48 100.0

Tabel 5.2 menunjukan karakteristik responden dengan jenis


kelamin laki laki sebanyak 29 responden (60.4%) dan jenis
kelamin perempuan sebanyak 19 responden (39.6%).

3. Distribusi frekuensi responden berdasarkan pendidikan


Tabel 5.3
Distribusi frekuensi responden berdasarkan pendidikan
di RS Islam Karawang (n=48)

Karakteristik Frekuensi Presentase


Pendidikan
Tidak sekolah 6 12.5
SD 14 29.2
SLTP/SMP 13 27.1
SLTA/SMA 10 20.8
S1 5 10.4
Total 48 100.0
Tabel 5.3 menunjukan karakteristik responden dengan jenjang
pendidikan sebagai berikut : Sarjana sebanyak 5 responden
(10.4%), SMA sebanyak 10 responden (20.8%), SMP
63

sebanyak 13 responden (27.1%), SD sebanyak 14 responden


(29.2%) dan tidak sekolah sebanyak 6 responden (12.5%).

4. Distribusi frekuensi responden berdasarkan pekerjaan


Tabel 5.4
Distribusi frekuensi responden berdasarkan pekerjaan
di RS Islam Karawang (n=48)

Karakteristik Frekuensi Presentase


Pekerjaan
Pegawai Negeri 3 6.2
Pegawai Swasta 21 43.8
Buruh 8 16.7
Pensiunan 3 6.2
Tidak bekerja 13 27.1
Total 48 100.0

Tabel 5.4 menunjukan karakteristik responden dengan jenis


pekerjaan sebagai berikut : pegawai negeri sipil (PNS)
sebanyak 3 responden (6.2%), pegawai swasta sebanyak 21
responden (43.8%), buruh sebanyak 8 responden (16.7%),
pensiunan sebanyak 3 responden (6.2%) dan tidak bekerja
sebanyak 13 responden (27.1%).
64

5. Distribusi frekuensi responden berdasarkan jumlah rokok yang


dihisap
Tabel 5.5
Distribusi frekuensi responden berdasarkan jumlah
rokok yang dihisap
di RS Islam Karawang (n=48)

Karakteristik Frekuensi Presentase


Jumlah rokok
1- < 10 batang 10 20.8
rokok/hari
10-20 batang 17 35.4
rokok/hari
>20 batang 21 43.8
rokok/hari
Total 48 100.0
Tabel 5.5 menunjukan karakteristik responden dengan jumlah
rokok yang di hisap sebagai berikut : 1- < 10 batang rokok /
hari sebanyak 10 responden ( 20.8%), 10 – 20 batang rokok /
hari sebanyak 17 responden (35.4%) dan >20 batang rokok per
hari sebanyak 21 responden (43.8%).
65

6. Distribusi frekuensi responden berdasarkan lama merokok


Tabel 5.6
Distribusi frekuensi responden berdasarkan lama
merokok
di RS Islam Karawang (n=48)

Karakteristik Frekuensi Presentase


Lama merokok
Mulai usia ≤15 22 45.8
tahun
Mulai usia >15 26 54.2
tahun
Total 48 100.0

Tabel 5.6 menunjukan karakteristik responden dengan lama


merokok yaitu : mulai usia ≤15 tahun sebanyak 22 responden
( 45.8%) dan mulai usia merokok >15 tahun sebanyak 26
responden (54.2%)
66

7. Distribusi frekuensi responden berdasarkan lama merokok


Tabel 5.7
Distribusi frekuensi responden berdasarkan derajat asma
bronkial
di RS Islam Karawang (n=48)

Karakteristik Frekuensi Presentase


Derajat Asma
Bronkial
Asma Ringan 12 25.0
Asma Sedang 23 47.9
Asma Berat 13 27.1
Total 48 100.0

Tabel 5.7 menunjukan karakteristik responden dengan derajat


asma bronkial yaitu asma ringan sebanyak 12 responden
(25.0%), asma sedang sebanyak 23 responden (47.9%) dan
asma berat sebanyak 13 responden (27.1%).
67

BAB VI
PEMBAHASAN

Bab ini akan menguraikan pembahasan pada aspek hasil penelitian dan
keterbatasan penelitian. Acuan pembahasan pada aspek hasil penelitian
dalam bab ini saling berkaitan dengan data-data yang sudah dicantumkan
pada bab sebelumnya.
Hasil Penelitian dan Interpretasi Data
A. Analisis Univariat
Karakteristik Responden Berdasarkan Usia
Karakteristik responden dengan asma bronkial pada usia antara 26-
35 tahun sebanyak 6 responden (12.5%), usia antara 36-45 tahun
Dalam Penelitian ini mayoritas usia responden antara 46-55 tahun
Hal ini dikarenakan usia tersebut produktif untuk bekerja sehingga
kebiasaan merokok meningkat
Karakteristik menunjukan responden dengan jenis kelamin laki laki
sebanyak 29 responden (60.4%) dan jenis kelamin perempuan sebanyak
19 responden (39.6%).
Dalam penelitian ini mayoritas jenis kelamin yang terbanyak 29
responden dikarenakan laki – laki terbanyak perokok.

Karakteristik responden dengan jenjang pendidikan sebagai


berikut : Sarjana sebanyak 5 responden (10.4%), SMA
sebanyak 10 responden (20.8%), SMP sebanyak 13
responden (27.1%), SD sebanyak 14 responden (29.2%) dan
tidak sekolah sebanyak 6 responden (12.5%).
Dalam Penelitian ini dikarenakan mayoritas di tempat penelitian
Rumah Sakit Islam pendidikan rata – rata yang terbanyak
adalah SD terhitung sebanyak 14 responden.
Karakteristik responden dengan jenis pekerjaan sebagai berikut
pegawai negeri sipil (PNS) sebanyak 3 responden (6.2%),
pegawai swasta sebanyak 21 responden (43.8%), buruh
68

sebanyak 8 responden (16.7%), pensiunan sebanyak 3


responden (6.2%) dan tidak bekerja sebanyak 13 responden
(27.1%).
Dalam Penelitian pekerjaan ini di tunjukan adalah Pegawai
negeri sipil dikarenakan taraf pengahasilan yang paling tinggi
sehingga mampu untuk membeli rokok perhari
Karakteristik responden dengan jumlah rokok yang di hisap
sebagai berikut : 1- < 10 batang rokok / hari sebanyak 10
responden ( 20.8%), 10 – 20 batang rokok / hari sebanyak 17
responden (35.4%) dan >20 batang rokok per hari sebanyak
21 responden (43.8%).
Dalam Penelitian ini di tunjukan kriteria jumlah merokok
responden sebenayak 21 responden dan jumalah merokok
yng di hisap adalah 10-20 batang perhari.

Karakteristik responden dengan lama merokok yaitu : mulai usia


≤15 tahun sebanyak 22 responden ( 45.8%) dan mulai usia
merokok ≥15 tahun sebanyak 26 responden (54.2%)
Dalam peneltian ini ditunjukkan kriteria lamanya merokok
responden terbanyak adalah ≥15 tahun dikarenakan melihat
anggota keluarganya yang merokok.
Karakteristik responden dengan derajat asma bronkial yaitu asma
ringan sebanyak 12 responden (25.0%), asma sedang
sebanyak 23 responden (47.9%) dan asma berat sebanyak 13
responden (27.1%).
Dalam penelitia ini ditunjukan kriteria derajat serangan sma
sedang sebanyak 23 responden dikarenakan masih mampu
mengontrol derajat asma.
69

Merokok adalah salah satu faktor yang dapat memicu serangan


pada orang yang mempunyai asma. Hal itu dapat memperburuk
keadaan pada saat serangan asma dan secara meyakinkan
berhubungan dengan bertambahnya gejala asma dengan
menimbulkan efek yang merugikan kesehatan individu
penyandang asma (Pohan, 2003). Efek tersebut antara lain
penurunan fungsi paru, peningkatan hiperesponsivitas bronkus,
peningkatan angka kunjungan ke gawat darurat dan peningkatan
penggunaan obat (Koenig, 2003). Rokok memengaruhi individu
dengan kecenderungan atau predisposisi asma untuk berkembang
menjadi asma, menyebabkan terjadinya eksaserbasi dan
menyebabkan gejala- gejala asma menetap (PDPI, 2004).

Derajat kekambuhan asma meningkat pada pasien asma yang


merokok dibanding dengan tidak merokok. Pasien asma yang
merokok memiliki gejala asma yang lebih berat, membutuhkan
pengobatan yang lebih banyak dan dapat memperburuk status
kesehatan dibanding mereka yang tidak merokok. Merokok juga
dapat mengakibatkan bronkokontriksi akut serta pada pasien
asma atopi memiliki respons kurang baik terhadap adenosin
inhalasi. Kunjungan pasien

asma ke instalasi rawat darurat juga lebih sering pada pasien-


pasien perokok berat. Rata-rata pasien yang membutuhkan
perawatan di rumah sakit juga meningkat pada pasien asma yang
merokok (Ngurah Rai, 2009).
Menurut Nadyah (2009), setiap hisapan rokok akan merusak
ribuan silia pada saluran napas. Jumlah silia yang rusak
berbanding lurus dengan jumlah paparan asap rokok pada tiap
70

hisapan. Partikulat dalam asap rokok mengendap dalam lapisan


mukus yang melapisi mukosa bronkus sehingga menghambat
aktivitas silia. Pergerakan cairan yang melapisi mukosa
berkurang, sehingga iritasi pada sel epitel mukosa meningkat.
Hal ini akan lebih merangsang kelenjar mukosa. Keadaan ini
ditambah dengan gangguan aktivitas silia yang menimbulkan
gejala batuk kronik dan ekspektorasi. Produk mukus yang
berlebihan memudahkan timbulnya infeksi serta menghambat
proses penyembuhan. Keadaan ini merupakan suatu siklus
dengan akibat terjadinya hipersekresi. Bila iritasi dan oksidasi di
saluran napas terus berlangsung maka terjadi erosi epitel serta
pembentukan jaringan parut. Selain itu, terjadi pula metaplasia
dan penebalan lapisan skuamosa. Hal ini menimbulkan stenosis
dan obstruksi saluran napas yang bersifat irreversibel.
Berdasarkan hasil uraian diatas, bahwa terdapat hubungan
kebiasaan merokok dengan tingkat keparahan asma bronkial
yang didukung oleh hasil penelitian dan beberapa referensi yang
ada. Kebiasaan merokok sangat berperan dalam tingkat
keparahan asma bronkial. Karena, kandungan rokok terutama
nikotin, tar dan karbon monoksida dapat berefek pada saluran
pernapasan. Hal

tersebut dapat mengaktifkan beberapa mediator kimia seperti


histamin, bradikinin dan anafilaksis yang akan memengaruhi otot
polos dan kelenjar jalan napas yang akan menyebabkan
bronkospasme dan pembentukan mukus yang banyak.
Faktanya bahwa seorang perokok aktif adalah juga seorang
perokok pasif. Karena, disamping dia menghirup asap dari batang
rokok yang dihisapnya, juga dia bernapas dari lingkungan yang
mengandung asap rokok sampingan. Sehingga, seorang perokok
itu menghisap main stream dan side stream. Kondisi ini yang
mengakibatkan resiko seorang perokok aktif menjadi lebih besar
71

dibanding dengan perokok pasif. Mungkin, tidak mudah untuk


berhenti merokok, tetapi bila ada kemauan dan tekad yang bulat,
tidak akan sesulit yang dibayangkan. Bila masih menyayangi diri
sendiri serta orang-orang disekitar, maka mulailah dari sekarang
untuk berhenti merokok.
Yusuf Al-Qardhawi dalam bukunya Al-Halal wal-Haram fiil
Islam dikutip dari Nashr (2008), mengemukakan pendapatnya
bahwa kaidah yang telah ditetapkan dalam syariat Islam, yaitu
tidak halal bagi seorang Muslim untuk mengkonsumsi makanan
yang berbahaya yang dapat membunuh dirinya dengan cepat
maupun lambat, seperti racun dengan segala macamnya,
membahayakannya dan menyakitinya. Hal tersebut berkaitan
dengan firman Allah swt., dalam QS. Al-A’raf (7): 157.

Bahan-bahan seperti nikotin, tar dan karbon monoksida


berpengaruh pada saluran pernapasan. Walaupun demikian,
beberapa responden masih tetap melakukan kebiasaan merokok
walaupun telah mengetahui dampak yang ditimbulkan oleh rokok
itu sendiri, yaitu dapat memperberat tingkat keparahan asmanya.
Hal ini berdasarkan hasil wawancara beberapa responden
mengatakan apabila dia sembuh dari penyakit asmanya,
kebiasaan merokoknya tetap ia lanjutkan. Sehingga, kekambuhan
asmanya bertambah disebabkan oleh kebiasaan merokoknya itu
sendiri. Nabi Ibrahim as. mengajarkan bahwa segala yang terpuji
dan indah bersumber dari-Nya. Adapun yang tercela dan negatif,
hendaklah terlebih dahulu dicari penyebabnya pada diri sendiri.
72

Rokok juga memiliki peranan penting untuk kehidupan masyarakat dan


negara. Karena, rokok dapat memberikan devisa yang sangat besar bagi
negara, dari hasil penjualan rokok itu sendiri dan dapat pula menghidupi
ribuan kepala keluarga yang bekerja di pabrik rokok tersebut. Meskipun
demikian, rokok tetap saja membahayakan kesehatan manusia dan ini
bukan hanya membahayakan diri pemakainya saja akan tetapi juga
membahayakan orang yang berada di sekitarnya. Dan seperti kita ketahui
bahwa rokok itu dapat banyak menimbulkan banyak penyakit. Apa
jadinya kalau tubuh kita dipenuhi dengan begitu banyak penyakit hanya
karena sebatang rokok yang memberikan kenikmatan sesaat saja. Apakah
kita rela menukar kesehatan kita hanya karena sebatang rokok dan
kepuasan sesaat?
73

BAB VII

SIMPULAN & SARAN

A. Simpulan

Hasil dari penelitian yang telah dilakukan pada bulan maret

2023 dengan jumlah sampel 48 responden menunjukkan bahwa:

Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan oleh Embuai (2020)

ditemukan bahwa penderita asma sangat rentan dan peka terhadap

asap, baik itu asap rokok, asap rumah tangga, asap pembakaran

dilingkungan sekitar, maupun asap kendaraan. Hasil wawancara

ditemukan ada responden yang mengatakan bahwa ketika terpapar

dengan asap rokok bisa memicu terjadinya kekambuhan terhadap

asma yang dideritanya sehingga sebisa mungkin responden

menjauhkan diri dari asap rokok. Ada pula responden yang ketika

diwawancari mengatakan bahwa pada awalnya tidak menderita asma,

tetapi ketika mengkonsumsi rokok setiap harinya, maka yang

dirasakan yaitu batuk-batuk, merasa seperti sesak pada dada yang

mengahalangi jalannya pernapasan, sehingga sulit untuk bernapas,

terkadang juga terdengar bunyi pada saluran pernapasan ketika

bernapas.

Karakteristik responden dengan asma bronkial pada usia antara 26-

35 tahun sebanyak 6 responden (12.5%), usia antara 36-45 tahun

sebanyak 13 responden (27.1%), mayoritas usia antara 46-55 tahun

sebanyak 18 responden (37.5%) dan usia 56-65 tahun sebanyak 11


74

responden (22.9%).

Dalam Penelitian ini mayoritas usia responden antara 46-55 tahun

hal ini dikarenakan usia tersebut produktif untuk bekerja sehingga

kebiasaan merokok meningkat.

Karakteristik menunjukan responden dengan jenis kelamin laki laki

sebanyak 29 responden (60.4%) dan jenis kelamin perempuan

sebanyak 19 responden (39.6%).

Dalam penelitian ini mayoritas jenis kelamin yang terbanyak 29

responden dikarenakan laki – laki terbanyak perokok.

Karakteristik responden dengan jenjang pendidikan sebagai berikut

: Sarjana sebanyak 5 responden (10.4%), SMA sebanyak 10

responden (20.8%), SMP sebanyak 13 responden (27.1%), SD

sebanyak 14 responden (29.2%) dan tidak sekolah sebanyak 6

responden (12.5%).

Dalam Penelitian ini dikarenakan mayoritas di tempat penelitian

Rumah Sakit Islam pendidikan rata – rata yang terbanyak adalah SD

terhitung sebanyak 14 responden.

Karakteristik responden dengan jenis pekerjaan sebagai berikut :

pegawai negeri sipil (PNS) sebanyak 3 responden (6.2%), pegawai

swasta sebanyak 21 responden (43.8%), buruh sebanyak 8

responden (16.7%), pensiunan sebanyak 3 responden (6.2%) dan

tidak bekerja sebanyak 13 responden (27.1%).

Dalam Penelitian pekerjaan ini di tunjukan adalah Pegawai negeri


75

sipil dikarenakan taraf pengahasilan yang paling tinggi sehingga

mampu untuk membeli rokok perhari

Karakteristik responden dengan jumlah rokok yang di hisap sebagai

berikut : 1- < 10 batang rokok / hari sebanyak 10 responden (

20.8%), 10 – 20 batang rokok / hari sebanyak 17 responden (35.4%)

dan >20 batang rokok per hari sebanyak 21 responden (43.8%).

Dalam Penelitian ini di tunjukan kriteria jumlah merokok responden

sebenayak 21 responden dan jumalah merokok yng di hisap adalah

10-20 batang perhari.

Karakteristik responden dengan lama merokok yaitu : mulai usia

≤15 tahun sebanyak 22 responden ( 45.8%) dan mulai usia merokok

≥15 tahun sebanyak 26 responden (54.2%)

Dalam peneltian ini ditunjukkan kriteria lamanya merokok

responden terbanyak adalah ≥15 tahun dikarenakan melihat anggota

keluarganya yang merokok.

Karakteristik responden dengan derajat asma bronkial yaitu asma

ringan sebanyak 12 responden (25.0%), asma sedang sebanyak 23

responden (47.9%) dan asma berat sebanyak 13 responden (27.1%).

Dalam penelitian ini ditunjukan kriteria derajat serangan sma sedang

sebanyak 23 responden dikrenakan masih mampu mengontrol

derajat asma.
76

B. Saran

1. Bagi Petugas Pelayanan

a. Perlu melakukan penyuluhan tentang asma bronkial dan gambaran

kebiasan merokok dengan kejadian asma bronkial kebiasaan merokok

dengan tingkat keparahan asma bronkial agar masyarakat dapat tahu

cara penanggulangan asma bronkiale dan mengetahui merokok dapat

menyebabkan terjadinya tingkat keparahan asma bronkiale dan

meningkatkan upaya promotif dengan meningkatkan pengetahuan

masyarakat tentang merokok dengan asma bronkiale sehingga

masyarakat lebih waspada.

b. Melakukan penyuluhan terhadap keluarga pasien maupun penderita

untuk melakukan pencegahan sedini mungkin dan menghindari faktor

pencetus asma bronkial.

2. Bagi Pasien di Rumah Sakit Islam Karawang

Melakukan perubahan dalam gaya hidup seperti menghindari faktor

pencetus asma bronkial terutama rokok atapun asap rokok. Selain itu juga,

memiliki kesadaran dan kemauan untuk tidak lagi merokok.

3. Bagi Masyarakat

a. Masyarakat diberikan informasi yang cukup tentang penyakit asma,

agar lebih waspada terhadap faktor pemicu kekambuhan penyakit asma

yang disebabkan oleh kebiasaan merokok.

b. Masyarakat diharapkan lebih mengutamakan pencegahan asma

terhadap pemicu kekambuhan asma yang disebabkan oleh kebiasaan

meroko
77

c. Bagi Stikes Horizon Karawang

Dilaksanakan suatu program atau kegiatan untuk

mengurangi asap rokok dikampus seperti diterapkan

kampus bebas asap rokok, seperti yang telah diterapkan di

jurusan keperawatan Walaupun diterapkannya kawasan

bebas asap rokok di jurusan keperawatan tetapi masih ada

beberapa mahasiswa, pegawai ataupun pengunjung yang

masih merokok di kawasan tersebut dan disarankan kepada

pihak fakultas agar lebih tegas lagi dalam membuat

keputusan atau sanksi apabila melanggar peraturan yang

diterapkan di kawasan bebas asap rokok.

d. Bagi Peneliti Selanjutnya

Melakukan penelitian lanjutan yang lebih sempurna

dari penelitian ini yaitu penelitian yang bersifat

berkelanjutan dengan jumlah sampel yang lebih besar dan

meneliti faktor asma bronkial yang lain serta perlu diteliti

hubungan perokok pasif dengan tingkat keparahan asma

bronkial.
78

DAFTAR PUSTAKA

As-Sayyid, Abdul Basith Muhammad. 2007


As-Sayyid, Abdul Basith Muhammad. 2007. Pola Makanan Rasululah:
Makanan Sehat Berkualitas Menurut al-Qur’an dan as-Sunnah. Jakarta: Alfa.
Bangun, A.P. 2008. Sikap Bijak Bagi Perokok. Jakarta: Bentara Cipta.
Baratawidjaja, Karnen Garna dan Iris Rengganis. 2009. Alergi Dasar. Edisi
1.Jakarta: Interna Publishing
Bull, Eleanor dan David Price. 2010. Asma. Jakarta: Erlangga.

Bustan, M. N. 2007. Epidemiologi Penyakit Tidak Menular. Jakarta: Rineka

Cipta. Caristananda, Nita, dkk. 2012. Faktor-faktor yang

Memengaruhi Derajat Kekambuhan Asma di Poli Paru RSPAD

Gatot Soebroto Jakarta PeriodeDesember 2011-Januari 2012.

http://www.library.upnvj.ac.id/pdf/artikel/
Chandrasoma, Parakrama dan Clive R. Taylor. 2006. Ringkasan Patologi
Anatomi. Edisi 2. Jakarta: EGC.
Corwin, Elizabeth J. 2009. Buku Saku Patofisiologi. Jakarta: EGC.
Departemen Agama RI. 2002. Al-Qur’an dan Terjemahnya. Semarang: CV
Darus Sunnah
Dhini Erha. 2009. Rancangan Penelitian Cross Sectional. (http://dhinierha.
blogspot.com/2009/02/rancangan-penelitian-cross-sectional.html). Diakses
tanggal 26 Januari 2013.
Dinas Kesehatan Provinsi Sulawesi Selatan. 2010. Profil Kesehatan Provinsi
Sulawesi Selatan 2009. Makassar: Dinas Kesehatan Provinsi Sulawesi Selatan
Hamka. 1999. Tafsir Al-Azhar. Jakarta: PT Pustaka Panji Mas
Haswinda. 2012. Gambaran Pengetahuan Perokok Tentang Kanker Paru-
Paru diRW 08 Kel. Mangasa Kec. Tamalate. Skripsi tidak dipublikasikan.
Hidayat, Aziz Alimul. 2008. Metode Penelitian Keperawatan dan Teknik
Analisa Data. Jakarta : Salemba Medika.
Jabbar, Abdul. 2008. Nge-Rokok Bikin Kamu “Kaya”. Solo: Samudera.
79

Juni2012/183- 190.pdf. Diakses tanggal 23 Mei 2013.


Jaya, Muhammad. 2009. Pembunuh Berbahaya itu Bernama Rokok.
Yogyakarta: Riz’ma.
Majalah%20Ilmiah%20UPN/Bina%20Widya/Vol.23-No.%204-
Khoman, Paul Alwin. 2010. Profil Penderita Asma Pada Poli Asma Di Bagian
Paru Rsup Haji Adam Malik Medan.
http://repository.usu.ac.id/bitstream/12345 6789/23277/4/Chapter%20II.pdf.
Diakses tanggal 29 Januari 2013.
Nadyah. 2009. Jurnal Kesehatan Fakultas Ilmu Kesehatan UIN Alauddin
Makassar: Rokok Sebagai Penyebab Bronkitis kronis.Vol. 2 No.3/2009.
Makassar.
Nashr, Abdul Karim Muhammad. 2008. Rokok Haram. Bandung: Citra
Risalah. Notoatmodjo S. 2005. Metodologi Penelitian Kesehatan. Jakarta: PT.
Rineka Cipta. Nursalam. 2008. Konsep dan Penerapan Metode Penelitian
Ilmu Keperawatan:
Pedoman Skripsi, Thesis dan Instrumen Penelitian Keperawatan. Jakarta:
Salemba Medika.
Oemiati, Ratih, dkk,. 2011. Faktor-Faktor Yang Berhubungan dengan
Penyakit Asma Di Indonesia.
http://digilib.litbang.depkes.go.id/files/disk1/74/jkpkbppk-gdl- grey-2011-
ratihoemia-3689-asma-rat-h.pdf. Diakses tanggal 01 Januari 2013.
Prasetyo, Budi. 2010. Seputar Masalah Asma: Mulai dari Sebab-sebabnya,
Resiko- resikonya, dan Cara-cara Terapinya Secara Medis dan Alternatif Plus
Kisah- kisah Para Tokoh yang (Pernah) Mengidap Asma. Jogjakarta: Diva
Press.
Purnomo. 2008. Faktor Faktor Risiko yang Berpengaruh Terhadap Kejadian
AsmaBronkial Pada Anak (Studi Kasus di RS Kabupaten Kudus).
http://eprints.undip.ac.id/18656/1/P_U_R_N_O_M_O.pdf. Diakses tanggal
01 Januari 2013.
Qomariah A., 2009. Pengaruh Faktor Lingkungan terhadap Penyakit
Asma diIndonesia. Jur: Peny Tdk Mlr Indo; (3): 12-18
Rachmawati. 2011. Hubungan Usia, Obesitas, dan Perilaku Merokok (Jumlah
Rokok yang Dihisap, Lamanya Merokok, dan Jenis Rokok) Terhadap
Hipertensi pada Karyawan Tetap Laki-laki di Universitas Pembangunan
Nasional “Veteran”
80

Jakarta.http://library.upnvj.ac.id/pdf/4s1kedokteran/207311150/BAB%20II.
pdf. Diakses tanggal 01 Februari 2013.
Rai, Ngurah dan I G K Sajinadiyasa. 2009. Hubungan Merokok dan Lama
RawatInap Pasien Asma Eksaserbasi Akut Di RSUP
Sanglah Denpasar.
http://jurnalrespirologi.org/jurnal/Juli09/HUBUNGAN%20MEROKOK%20
DAN%20LAMA%20RAWAT%20PASIEN%20ASMA%20BRONKIAL%2
0DI%20BANGSAL%20PENYAKIT%20DALAM%20RSUP%20SANGLA
H%20 DEPASAR-OK..pdf. Diakses tanggal 15 Januari 2013.
Rengganis, Iris. 2008. Diagnosis dan Tatalaksana Asm
a Bronkial.
http://indonesia.digitaljournals.org/index.php/idnmed/article/download/608/5
9. Diakses tanggal 30 Januari 2013.
Robbins, dkk. 2007. Buku Ajar Patologi. Edisi 7. Volume 2. Jakarta: EGC.
Rowlands, Barbara. 2010. Jawaban-jawaban Alternatif untuk Asma &
Alergi.Yogyakarta: PT Intan Sejati.
Shihab, M. Quraish. 2002. Tafsir Al Misbah; pesan, kesan dan keserasian Al-
Qur’an.Cet. I. Jakarta: Lentera Hati
Sitorus, Ronald H. 2005. Gejala Penyakit dan Pengobatannya. Bandung:
IramaWidya.

Yudistiawan, Shanda. 2011. Hubungan Riwayat Penyakit Keluarga dan

Pajanan Asap Rokok Terhadap Insiden Penyakit Asma Bronkial pada Anak

yang Berkunjung Ke Puskesmas Tanah Sareal Kota Bogor. http://library.

upnvj.ac.id/pdf/4s1kedokteran/207311042/BAB%20II.pdf. Diakses tanggal

29 Januari 2013.

Yurisa, wella. 2008. Etika Penelitian Kesehatan. Riau:

FKUR.

Zaini, Muchtar dan Agus Susanto. 2013. Senam Asma.

http://www.rsislamklaten.co.id/index.php?option=com_content&view=articl

e&id=167:senam-asma- &catid=3:info&itemid=28
81

LAMPIRAN
82

LAMPIRAN

DAFTAR RIWAYAT HIDUP :

Nama : Muhamad Hatim Alwan


Nim : 433131420119113
Tempat / tanggal lahir : Karawang, 21 April 2001
Jenis Kelamin : Laki-Laki
Alamat asal : Jl. Proklamasi Jati ilir 2, rt/rw 04/06, desa, tunggak
jati, kecamatan karawang barat, KAB. KARAWANG KARAWANG BARAT,
JAWA BARAT, ID, 41311
Telp : 0896-1642-6760
Surel : hatimalwan2014@gmail.com
Motto :-
Riwayat Pendidikan
1. Pondok pesantren Daarul Mughni Al – Maaliki ( Aliyah 2018 )
2. Pondok pesantren Daarul Mughni Al – Maaliki ( Tsanawiyah 2015)
3.SDN 02 Tunggak Jati ( 2012 )
PENGALAMAN ORGANISASI.
1. pengurus pusat bagian bahasa
2. pengurus kamar
3. HIMA Stikes Horizon Karawang menjabat sebagai Seksi Kerohanian
83

Foto kegiatan

FOTO PASCA SIDANG


PROPOSAL PENELITIAN
84

FOTO SIDANG AKHIR MAHASISWA SARJANA


KEPERAWATAN
85

Lampiran
lebar bimbingan proposal dan hasil
BUKU BIMBINGAN

NAMA MAHASISWA : Windy Fatmawati


NIM : 433131420119019
PEMBIMBING : 1.Ns. Kustiyuwati, M.Kep, Sp. KMB

2. Rosmaitaliza, SKp., MM

JUDUL SKRIPSI : Gambaran Kejadian Gastritis Di Rumah Sakit Islam Karawang


Tahun 2023

NO Hari/tanggal Uraian Koreksi TTD


Bimbingan
1. Mengajukan Hubungan pengetahuan pola makan dengan
judul kejadian gastritis.
2. ACC JUDUL Faktor-Faktor yang berhbungan dengan gastritis
di ruangan jabal – Nur Rumah Sakit islam
karawang
3. Koreksi latar Perbaiki latar belakang
belakang
4. paragraf Perbaiki tata cara penyusunan paragraf
5. Koreksi Perbaiki tulisan lebih di perbanyak lagi dan lebih
kalmat & mengusai cara penulisan
tulisan
6. Koreksi Perbaiki rumusan masalah lebih di perbanyak
rumusan lagi tulisannya.
masalah
7. Clear BAB 1 Tidak ada perbaikan di bab 1

8. Lanjut BAB 2 Menyusun pembahasan materi bab 2


9. Koreksi Lebih di perbanyak pembahasan mengenai
tinjauan stress,umur,jenis kelamin
pustaka
10. Perbaikan Perbaikan sampe koreksi do
sampel
koreksi do
86

NO Hari/tanggal Uraian Koreksi TTD


Bimbingan
1. Koreksi di bab Di perjelas kerangka konsep
3
2. Perbaikan bab Pertambahan definisi opeasional sesuai variabel
3 penelitian
3. ACC BAB 3 Sudah acc bab 3 lanjut bab 4
4. Koreksi bab 4 Tambahkan sampel penelitian dan alat
pengumpuan data
5. Perbaikan bab Pebaikan bab 4 megacu pada semua
4
6. ACC BAB 4 Acc sempro bab 4 lanjut penelitian bab 5
Lanjut
Sempro
7. Koreksi bab 5 Perbaikan hasil penelitian

8. Perbaikan bab Perbaikan uji validitas dan perbaikan bab 5


5
9. ACC BAB 5 BAB 5 CLEAR
Lanjut BAB 6
Koreksi bab 6 Perbaikan pembahasan dan keterbatasan
penelitian
Bab 6 ACC LANJUT BAB 7
Bab 7 acc Tidak ada perbaikan lanjut bua ppt sidang dan
sidang
Koreksi ppt Koeksi ppt sidang clear
sidang
FINAL ACC SIDANG
Perbaikan pasca sidang
87

Lampiran Hasil Cek Turnitin


88

Anda mungkin juga menyukai