Anda di halaman 1dari 22

MAKALAH

ANALISA BATU

Mata Kuliah : Kapita Selekta Kimia Klinik


Dosen pengampu : Dr.H.Herman, S.Pd.,M.Kes

OLEH

MIRNA YUSRI

PO 714203232023

PROGRAM STUDI DIV TEKNOLOGI LABORATORIUM MEDIS


POLTEKKES KEMENKES MAKASSAR
2023
ANALISA BATU

A. Pengertian Analisa Batu


Didalam tubuh manusia terdapat batu. Analisa batu adalah pemeriksaan untuk
menentukan jenis batu yang terdapat pada saluran kemih ataupun batu empedu setelah
dikeluarkan, baik keluar sendiri pada batu saluran kemih, maupun melalui metode operatif.
Jenis batu ini akan membantu memperkirakan kelainan yang menyebabkan terbentuknya
batu dan mempengaruhi jenis pengobatan yang diberikan.

B. Jenis Analisa Batu


1. Batu Ginjal
a. Defenisi

2. Batu ginjal merupakan salah satu penyakit ginjal, dimana dibagian ginjal ditemukan
3. adanya batu yang mengandung komponen kristal yang merupakan penyebab
terbanyak
4. pada kelainan saluran kandung kemih. Batu yang terbentuk pada ginjal atau
saluran
5. kandung kemih memiliki tekstur yang keras, sehingga bisa menyebabkan terjadinya
6. penyumbatan pada saluran kandung kemih dan lama kelamaan menyebabkan terjadinya
7. infeksi pada saluran kemih. Dilain itu, batu pada saluran kandung kemih dapat
terjadi
8. perdarahan dan adanya rasa nyeri pada bagian pinggang. Batu ginjal dapat terbentuk dari
9. hasil pengendapan garam, kalsium, magnesium, asam urat dan sistein.
Batu ginjal merupakan salah satu penyakit ginjal, dimana dibagian ginjal
ditemukan adanya batu yang mengandung komponen kristal yang merupakan
penyebab terbanyak pada kelainan saluran kandung kemih. Batu yang terbentuk
pada ginjal atau saluran kandung kemih memiliki tekstur yang keras, sehingga
bisa menyebabkan terjadinya penyumbatan pada saluran kandung kemih dan lama
kelamaan menyebabkan terjadinya infeksi pada saluran kemih. Dilain itu, batu
pada saluran kandung kemih dapat terjadi perdarahan dan adanya rasa nyeri pada
bagian pinggang. Batu ginjal dapat terbentuk dari hasil pengendapan garam, kalsium,
magnesium, asam urat dan sistein.
b. Jenis-Jenis Batu Ginjal
Terdapat beberapa jenis variasi dari batu ginjal, yaitu:
1. Batu Kalsium Batu yang paling sering terjadi pada kasus batu ginjal. Kandungan
batu jenis ini terdiri atas kalsium oksalat, kalsium fosfat, atau campuran dari
kedua unsur tersebut.

Gambar 1. Batu ginjal kalsium

Faktor-faktor terbentuknya batu kalsium adalah:


a) Hiperkalsiuri Terbagi menjadi hiperkalsiuri absorbtif, hiperkalsiuri renal,
dan hiperkasiuri resorptif. Hiperkalsiuri absorbtif terjadi karena adanya
peningkatan absorbsi kalsium melalui usus, hiperkalsiuri renal terjadi akibat
adanya gangguan kemampuan reabsorbsi kalsium melalu tubulus ginjal dan
hiperkalsiuri resorptif terjadi karena adanya peningkatan resorpsi kalsium
tulang.
b) Hiperoksaluri Merupakan eksresi oksalat urin yang melebihi 45 gram perhari.
c) Hiperurikosuria Kadar asam urat di dalam urin yang melebihi 850mg/24 jam.
d) Hipositraturia Sitrat yang berfungsi untuk menghalangi ikatan kalsium dengan
oksalat atau fosfat sedikit.
e) Hipomagnesuria Magnesium yang bertindak sebagai penghambat
timbulnya batu kalsium kadarnya sedikit dalam tubuh. Penyebab tersering
hipomagnesuria adalah penyakit inflamasi usus yang diikuti dengan
gangguan malabsorbsi.

Terdapat beberapa jenis variasi dari batu ginjal, yaitu:


1. Batu Kalsium
Batu yang paling sering terjadi pada kasus batu ginjal. Kandungan batu jenis
ini terdiri atas kalsium oksalat, kalsium fosfat, atau campuran dari kedua unsur
tersebut. Faktor-faktor terbentuknya batu kalsium adalah:
a). Hiperkalsiuri
Terbagi menjadi hiperkalsiuri absorbtif, hiperkalsiuri renal, dan hiperkasiuri
resorptif. Hiperkalsiuri absorbtif terjadi karena adanya peningkatan absorbsi kalsium
melalui usus, hiperkalsiuri renal terjadi akibat adanya gangguan kemampuan reabsorbsi
kalsium melalu tubulus ginjal dan hiperkalsiuri resorptif terjadi karena adanya
peningkatan resorpsi kalsium tulang.
2. Batu Struvit
Batu Struvit Batu yang terbentuk akibat adanya infeksi saluran kemih.
Batu struvit merupakan campuran magnesium, amonium fosfat dan apatit
karbonat yang terbentuk ketika saluran kemih terinfeksi mikroorganisme yang
memiliki enzim urease seperti golongan proteus, providencia, klebsiella,
pseudomnas dan enterococci

Gambar 2. Batu Struvit


3. Batu Asam Urat
Biasanya diderita pada pasien-pasien penyakit gout, penyakit
mieloproliferatif, pasien yang mendapatkan terapi anti kanker, dan yang
banyak menggunakan obat urikosurik seperti sulfinpirazon, thiazid, dan
salisilat. Batu asam urat merupakan sindrom metabolik akibat urin bersifat
asam yang terus menerus. Batu urat terbentuk dengan mekanisme kelebihan
produksi, peningkatan sekresi tubular, atau penurunan reabsorpsi tubular. Hasil
asam urat sebagai produk akhir yang relatif tidak larut dari metabolisme purin.

Gambar 3. Batu Asam urat


4. Batu Cystin
Batu sistin ditemukan pada pasien dengan kelainan bawaan pada
transportasi asam amino pada ginjal dan usus yang menyebabkan
peningkatan 7 ekskresi lisin, ornithin, sistin dan arginin karena gangguan
reabsorbsi di nefron. Batu terbentuk karena terbatasnya kelarutan sistin.

Gambar 4. Batu Cystin

C. Penyebab Batu Ginjal


Batu dapat terbentuk karena urin menjadi terlalu jenuh dengan garam yang dapat
membentuk batu atau karena urin tidak mempunyai penghambat pembentukan batu
yang normal. Sitrat merupakan penghambat karena biasanya berikatan dengan kalsium
yang sering terlibat dalam pembentukan batu. Adapun faktor penyebab terbentuknya
batu ginjal yaitu :
1. Genetik (Keturunan) Beberapa orang ada yang memiliki kelainan atau
gangguan pada organ ginjal sejak dilahirkan karena ada genetik yang
diwariskan dari orang tuanya. Anak yang mengalami gangguan metabolisme
sejak kecil, khususnya di bagian ginjal, air seninya memiliki kecenderungan
mudah mengendapkan garam, sehingga mudah terbentuk batu. Fungsi ginjal yang
tidak dapat bekerja secara normal akan menyebabkan kelancaran proses
pengeluaran air mudah mengalami gangguan, misalnya banyak zat kapur dalam air
kemih, sehingga mudah mengendapkan batu.
2. Sering menahan buang air kecil (BAK) terlalu lama, sehingga urin menjadi pekat.
3. Kadar garam dalam urin yang cenderung pekat, sehingga berpotensi
terjadinya pengendapan batu dalam saluran kemih.
4. Kelebihan Vitamin D, kadar asam urat, atau terlalu banyak mengonsumsi kalsium
yang sepenuhnya tidak larut

D. Faktor Resiko
E. Adapun faktor resiko yang akan meningkatkan probabilitas seseorang terkena
penyakit
F. batu ginjal, yaitu:
G. Adapun faktor resiko yang akan meningkatkan probabilitas seseorang terkena
penyakit
H. batu ginjal, yaitu:
Adapun faktor resiko yang akan meningkatkan probabilitas seseorang terkena
penyakit batu ginjal, yaitu:
a) Faktor Umum
Terjadi BSK di usia muda, khususnya anak-anak dan remaja.
Faktor keturunan dengan adanya riwayat batu ginjal/saluran kemih
Asam urat dan batu mengandung asam urat
Batu akibat infeksi
Memiliki ginjal tunggal
b) Penyakit yang berhubungan dengan pembentukan batu
Hiperparatioridisme
Sindrom Metabolik
Nefrokalsinosis
Penyakit ginjal polikistik
Penyakit gastrointestinal (reaksi intestinal, penyakit Crohn, atau malabsorpsi)
Kelainan pada medulla spinalis, seperti neurogenic bladder
c) Kelainan genetik yang berhubungan dengan pembentukan batu
d) Ureteropelvic Junction (UPJ) Obstruction
e) • Striktur Uretra
f) • Ginjal tapal kuda
g) Sistinuria
h) • Hiperoksaluria primer
i) • Asidosis tubuler ginjal tipe 1
j) • Xantinuria
Sistinuria
Hiperoksaluria primer
Asidosis tubuler ginjal tipe 1
Xantinuria
d) Abnormalitas anatomis yang berhubungan dengan pembentukan batu
Ureteropelvic Junction (UPJ) Obstruction
Striktur Uretra
Ginjal tapal kuda
e) Makanan
Sebagian besar penyakit batu ginjal disebabkan oleh faktor makanan dan minuman.
Makanan yang mengandung bahan kimia yang dapat berefek pada
pengendapan air kemih, misalnya kalsium tinggi, seperti oksalat dan fosfat.

E. Gejala
Tanda atau gejala penyakit batu ginjal tidak selalu ditemukan pada
penderita. Jika batunya masih kecil, atau batu sudah besar tetapi tidak berpindah,
tidak merenggang atau menyumbat permukaan saluran kemih, maka tidak akan timbul
apapun. Adapun gejala-gejala yang biasanya dirasakan oleh penderita, yaitu:
a) Adanya rasa mual dan terjadinya muntah dan gangguan perut.
b) Adanya nyeri hebat yang sering diikuti demam dan menggigil
c) Terdapat darah di dalam air urin dan adanya gangguan Buang Air Kecil
a) Adanya rasa mual dan terjadinya muntah dan gangguan perut.
b) Adanya nyeri hebat yang sering diikuti demam dan menggigil
c) Terdapat darah di dalam air urin dan adanya gangguan Buang Air Kecil
d) Pada beberapa kasus, penderita sering Buang Air Kecil atau bahkan
terjadinya penyumbatan pada saluran kemih.
e) Nyeri pinggang, perut bagian bawah, dan selangkangan
f) Jika batu yang menyumbat ureter, pelvis renalis maupun tubulus renalis
biasanya menyebabkan nyeri punggung atau kolik renalis. Kolik renalis
ditandai dengan nyeri hebat yang hilang-timbul, biasanya di daerah antara tulang
rusuk dan tulang pinggang, yang menjalar ke perut, daerah kemaluan, dan paha
sebelah dalam.

F. Pemeriksaan
a. ESWL (Extracorporeal Shockwave Lithotripsy) Bekerja dengan menggunakan
gelombang kejut yang dihasilkan di luar tubuh untuk menghancurkan batu di
dalam tubuh. Batu akan dipecah menjadi bagian-bagian yang kecil sehingga mudah
dikeluarkan melalui saluran kemih.
b. PCNL (Percutaneus Nephro Litholapaxy) Merupakan salah satu tindakan
endourologi untuk mengeluarkan batu yang berada di saluran ginjal dengan cara
memasukan alat endoskopi ke dalam kalises melalui insisi pada kulit. Batu
kemudian dikeluarkan atau dipecah terlebih dahulu menjadi fragmen-fragmen kecil.
c. Bedah Terbuka Untuk pelayanan kesehatan yang belum memiliki fasilitas PCNL
dan ESWL, tindakan yang dapat dilakukan melalui bedah terbuka. Pembedahan
terbuka itu antara lain pielolitotomi atau nefrolitotomi untuk mengambil batu
pada saluran ginjal.
d. Terapi Konservatif atau Terapi Ekspulsif Medikamentosa (TEM) Terapi yang
ditujukan pada kasus dengan batu yang ukuranya masih kurang dari 5mm. Dapat
juga diberikan pada pasien yang belum memiliki indikasi pengeluaran batu
secara aktif. Terapi konservatif terdiri dari peningkatan asupan minum dan
pemberian diuretik; pemberian nifedipin atau agen alfa-blocker. Pemantauan
berkala setiap 1-14 hari sekali selama 6 minggu untuk menilai posisi batu dan
derajat hidronefrosis.

G. Diagnosis
Terdapat dua macam diagnonis yaitu
1. Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan fisik pasien dengan penyakit batu ginjal dan saluran kemih,
tergantung pada letak batu dan penyulit yang ditimbulkan (komplikasi).
Pemeriksaan fisik yang dapat ditemukan antara lain:
1) Pemeriksaan fisik umum : Hipertensi, demam, anemia, syok
2) Pemeriksaan fisik urologi
3) Sudut kostovertebra : Nyeri tekan, nyeri ketok, dan pembesaran ginjal
4) Supra simfisis : Nyeri tekan, teraba batu, buli kesan penuh - Genitalia
eksterna : Teraba batu di uretra - Colok dubur : Teraba batu di buli-buli (palpasi
bimanual)
2. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan pada pasien antara lain:
a. Pemeriksaan Laboratorium
Pemeriksaan laboratorium sederhana dilakukan untuk semua pasien batu ginjal
dan saluran kemih.
Pemeriksaan laboratorium yang dilakukan adalah pemeriksaan darah dan
urinalisa.
Pemeriksaan darah berupa hemoglobin, hematokrit, leukosit, trombosit,
dan hitung jenis darah, apabila pasien akan direncanakan untuk diintervensi,
maka perlu dilakukan pemeriksaan darah berupa, ureum, kreatinin, uji
koagulasi, natrium, dan kalium. Bila diperlukan dapat dilakukan pemeriksaan
kalsium dan atau C-reactive protein (CRP).
Pemeriksaan urine rutin digunakan untuk melihat eritrosuria, leukosuria,
bakteriuria, nitrit, pH urine, dan atau kultur urine.
Selain pemeriksaan di atas, dapat juga dilakukan pemeriksaan lainnya
yaitu kadar hormon PTH dan kadar vitamin D, bila dicurigai hiperparatiroid
primer.
b. Pemeriksaan Pencitraan
Diagnosis klinis sebaiknya dilakukan dengan pencitraan yang tepat untuk
membedakan yang dicurigai batu ginjal atau batu ureter.
Pasien dengan batu ureter biasanya mengeluh adanya nyeri, muntah,
kadang demam, namun dapat pula tidak memiliki gejala.
Pencitraan rutin antara lain, foto polos abdomen (kidney-ureter-bladder/KUB
radiography).
Pemeriksaan foto polos dapat membedakan batu radiolusen dan radioopak serta
berguna untuk membandingkan saat follow-up.
USG merupakan pencitraan yang awal dilakukan dengan alasan aman, mudah
diulang, dan terjangkau. USG juga dapat mengidentifikasi batu yang berada di
kaliks, pelvis, dan UPJ.
Pemeriksaan CT- Scan non kontras sebaiknya digunakan mengikuti
pemeriksaan USG pada pasien dengan nyeri punggung bawah akut karena
lebih akurat dibandingkan IVP.
CT-Scan non kontras juga memberikan informasi cepat secara 3D
termasuk ukuran dan densitas batu, jarak antara kulit dan batu, serta anatomi
sekitarnya, namun dengan konsekuensi adanya paparan radiasi.
Pemeriksaan urografi intravena (IVP) dapat dipakai sebagai pemeriksaan
diagnostik apabila CT-Scan non kontras tidak memungkinkan.
Pemeriksaan CT-Scan Kontras, dapat dilakukan bila direncanakan
penatalaksanaan ISK yang memerlukan anatomi dan fungsi ginjal.
Faktor keturunan dengan adanya riwayat batu ginjal/saluran kemih
• Asam urat dan batu mengandung asam urat
• Batu akibat infeksi
• Memiliki ginjal tunggFaktor keturunan dengan adanya riwayat batu ginjal/saluran kemih
• Asam urat dan batu mengandung asam urat • Batu akibat infeksi • Memiliki ginjal tunggal
2. Analisa Batu Empedu
Analisa batu empedu merupakan pemeriksaan untuk melihat beberapa unsur yang
membentuk suatu material mirip batu yang dapat ditemukan dalam kandung empedu
(kolesistolitiasis) atau di dalam saluran empedu (koledokolitiasis) atau pada kedua-duanya.
Batu empedu adalah batu yang terdapat di dalam kandung empedu dan pada semua saluran
empedu sesuai dengan proses pembentukannya. Setegah sampai dua pertiga penderita batu
empedu adalah asimptomatis. Pada yang simptomatis manifestasi klinis dapat berupa nyeri di
perut kanan atas (kolik bilier), obstuctive jaundice, kolangitis atau pankreatitis. Komposisi
batu empedu terbanyak terdiri dari kolestreol, bilirubin dan kalsium.
Etiologi secara pastinya belum diketahuiakan tetapi ada faktor predisposisi yang penting
diantaranya gangguan metabolisme, yang menyebabkan terjadinya perubahan komposisi
empedu, adanya statis empedu, dan infeksi atau radang pada empedu. Perubahan yang terjadi
pada komposisi empedu sangat mungkin menjadi faktor terpenting dalam terjadinya
pembentukan batu empedu karena hati penderita cholelitiasis kolesterol mengekskresi
empedu yang sangat jenuh dengan kolesterol. Tatalaksana Analisa batu empedu dapat dibagi
menjadi dua, yaitu bedah dan non bedah.

3. Patofisiologi
a. Patofisiologi Batu Ginjal

Batu ginjal terbentuk saat urin mengandung lebih banyak zat pembentuk kristal, seperti
kalsium, oksalat, dan asam urat, sehingga sulit untuk hancur oleh cairan dalam urine. Pada
saat yang sama, urine mungkin kekurangan zat yang mencegah kristal saling menempel,
sehingga menciptakan tempat yang ideal untuk pembentukan batu ginjal. Sementara itu, batu
ginjal tidak akan selalu menetap di dalam organ ginjal alias bisa berpindah tempat. Jika
ukurannya cenderung besar, batu ginjal akan cukup sulit untuk berpindah sehingga memicu
terjadinya iritasi pada saluran kemih. Apabila kondisi tersebut bisa dokter ketahui dan
tangani sejak awal, risiko terjadinya kerusakan fungsi ginjal secara permanen pun bisa
terhindari.

b. Patofisiologi Batu Empedu

Pembentukan batu empedu dibagi menjadi tiga tahap: (1) pembentukan empedu yang
supersaturasi, (2) nukleasi atau pembentukan inti batu, dan (3) berkembang karena
bertambahnya pengendapan. Kelarutan kolesterol merupakan masalah yang terpenting dalam
pembentukan semua batu, kecuali batu pigmen. Supersaturasi empedu dengan kolesterol
terjadi bila perbandingan asam empedu dan fosfolipid (terutama lesitin) dengan kolesterol
turun di bawah harga tertentu. Secara normal kolesterol tidak larut dalam media yang
mengandung air. Empedu dipertahankan dalam bentuk cair oleh pembentukan koloid yang
mempunyai inti sentral kolesterol, dikelilingi oleh mantel yang hidrofilik dari garam empedu
dan lesitin. Jadi sekresi kolesterol yang berlebihan, atau kadar asam empedu rendah, atau
terjadi sekresi lesitin, merupakan keadaan yang litogenik. Pembentukan batu dimulai hanya
bila terdapat suatu nidus atau inti pengendapan kolesterol. Pada tingkat supersaturasi
kolesterol, kristal kolesterol keluar dari larutan membentuk suatu nidus, dan membentuk
suatu pengendapan. Pada tingkat saturasi yang lebih rendah, mungkin bakteri, fragmen
parasit, epitel sel yang lepas, atau partikel debris yang lain diperlukan untuk dipakai sebagai
benih pengkristalan

4. Faktor Resiko
a. Faktor Resiko Batu Ginjal

Ada sejumlah faktor yang dapat meningkatkan risiko seseorang terkena batu ginjal meliputi:

a) Riwayat keluarga dan medis. Jika seseorang dalam keluarga mengidap batu ginjal,
kemungkinan besar kamu juga akan terkena batu. Selain itu, jika kamu sudah memiliki
satu atau lebih batu ginjal, kamu berisiko lebih tinggi untuk mengembangkan yang lain.
b) Usia. Sebagian besar penyakit batu ginjal terjadi pada orang-orang dengan rentang usia
antara 30 hingga 50 tahun.
c) Dehidrasi. Tidak minum cukup air setiap hari dapat meningkatkan risiko batu ginjal.
Selain itu, ada banyak kondisi yang terjadi ketika tubuh mengalami dehidrasi.
d) Asupan garam berlebih. Mengonsumsi makanan yang tinggi natrium (garam) dapat
meningkatkan risiko beberapa jenis batu ginjal. Sebab, asupan garam berlebih
meningkatkan jumlah kalsium yang harus ginjal saring
e) Kegemukan. Indeks massa tubuh (BMI) yang tinggi, ukuran pinggang yang besar, dan
penambahan berat badan berkaitan dengan peningkatan risiko batu ginjal.
f) Penyakit pencernaan dan pembedahan. Operasi bypass lambung, penyakit radang usus
atau diare kronis dapat menyebabkan perubahan dalam proses pencernaan. Kondisi ini
akan mempengaruhi penyerapan kalsium dan air, meningkatkan jumlah zat pembentuk
batu dalam urine.
g) Kondisi medis lain. Misalnya seperti asidosis tubulus ginjal, sistinuria,
hiperparatiroidisme, dan infeksi saluran kemih berulang juga dapat meningkatkan risiko
batu ginjal.
h) Suplemen dan obat-obatan tertentu. Misalnya seperti vitamin C atau obat pencahar (bila
kamu gunakan secara berlebihan) dapat meningkatkan risiko batu ginjal.

b. Faktor Resiko Batu Empedu


Adapun sejumlah faktor yang dapat meningkatkan risiko seseorang terkena batu empedu
meliputi:

a) Usia. Risiko untuk terkena kolelitiasis meningkat sejalan dengan bertambahnya usia.
Orang dengan usia > 40 tahun lebih cenderung untuk terkena kolelitiasis
dibandingkan dengan orang dengan usia yang lebih muda.

b) Jenis kelamin. Wanita mempunyai risiko dua kali lipat untuk terkena kolelitiasis
dibandingkan dengan pria. Ini dikarenakan oleh hormon esterogen berpengaruh
terhadap peningkatan eskresi kolesterol oleh kandung empedu.

c) Orang dengan Body Mass Index (BMI) tinggi, mempunyai resiko lebih tinggi untuk
terjadi kolelitiasis. Ini dikarenakan dengan tingginya BMI maka kadar kolesterol
dalam kandung empedu pun tinggi, dan juga mengurasi garam empedu serta
mengurangi kontraksi/pengosongan kandung empedu.

d) Konsumsi makanan yang mengandung lemak terutama lemak hewani berisiko untuk
menderita kolelitiasis. Kolesterol merupakan komponen dari lemak. Jika kadar
kolesterol yang terdapat dalam cairan empedu melebihi batas normal, cairan empedu
dapat mengendap dan lama kelamaan menjadi batu.

e) Faktor lain yang meningkatkan resiko terjadinya batu empedu antara lain: obesitas,
makanan, riwayat keluarga, aktifitas fisik, dan nutrisi parenteral yang lama.

5. Manifestasi Klinis
a. Gejala Klinis Batu Ginjal

Batu ginjal biasanya tidak menimbulkan gejala sampai bergerak di dalam ginjal atau
masuk ke salah satu ureter. Ureter adalah saluran yang menghubungkan ginjal dan kandung
kemih. Jika batu ginjal tersangkut di ureter, kondisi ini bisa menghalangi aliran urin dan
menyebabkan ginjal membengkak dan ureter kejang. Pada saat itu, pengidap batu ginjal
mungkin mengalami gejala berikut:
a) Sakit parah dan tajam di bagian samping dan belakang, pada bawah tulang rusuk.
b) Nyeri yang menjalar ke perut bagian bawah dan selangkangan.
c) Rasa sakit yang datang dalam gelombang dan intensitasnya berfluktuasi.
d) Nyeri atau sensasi terbakar saat buang air kecil.

Tanda dan gejala lain mungkin termasuk:

a) Urine merah muda, merah atau coklat.


b) Tampilan urine yang keruh atau berbau busuk.
c) Kebutuhan terus-menerus untuk buang air kecil, buang air kecil lebih sering dari
biasanya atau buang air kecil dalam jumlah kecil.
d) Mual dan muntah.
e) Demam dan menggigil jika ada infeksi.

Selain itu, rasa sakit yang timbul akibat batu ginjal dapat berubah. Misalnya,
berpindah ke lokasi yang berbeda atau meningkat intensitasnya saat batu bergerak
melalui saluran kemih.

b. Gejala Klinis Batu Empedu


Gejala klinik Batu empedu (kolelitiasis) bervariasi dari tanpa gejala hingga
munculnyagejala. Lebih dari 80% batu kandung empedu memperlihatkan gejala
asimptomatik (pasien tidak menyadari gejala apapun). Gejala klinik yang timbulpada
orang dewasa biasanya dijumpai gejala:
1. Rasa nyeri yang tiba-tiba dan meningkat dengan cepat di bagian kanan atas perut.
2. Rasa nyeri yang tiba-tiba dan meningkat dengan cepat di bagian tengah perut,
tepat di bawah tulang dada.
3. Dispepsia non spesifik
4. Mual, muntah
5. Demam
6. Perubahan warna urine dan feses

6. Tujuan pemeriksaan

Analisa batu ginjal merupakan pemeriksaan untuk mendeteksi keberadaan batu ginjal,
yaitu suatu kondisi terdapat satu atau lebih batu di dalam saluran kencing. Batu ginjal dapat
terbentuk dari kalsium, fosfat atau kombinasi asam. Selain itu, analisis batu ginjal dilakukan
untuk:

a) Temukan susunan kimiawi batu ginjal.


b) Panduan pengobatan batu ginjal.
c) Beri informasi cara mencegah terbentuknya batu ginjal lebih banyak.
Pada Analisa batu empedu merupakan pemeriksaan untuk dapat memberikan informasi
penting
terkait penyebab, dasar metabolisme pembentukannya, dan menentukan faktor risiko yang
memengaruhi individu tertentu, serta dapat bermanfaat untuk edukasi diet terhadap pasien.

7. Pengambilan sampel
Pada pengambilan sampel Batu Ginjal yaitu Menyaring spesimen urine pertama di pagi
hari adalah hal yang penting. Itu karena batu bisa masuk ke kandung kemih Anda pada
malam hari. Perhatikan baik-baik saringan untuk mencari batu ginjal. Ini mungkin terlihat
seperti butiran pasir atau kerikil kecil. Batu apa pun yang Anda temukan harus dijaga tetap
kering—jangan dimasukkan ke dalam cairan atau urin. Masukkan ke dalam cangkir dengan
penutup atau kantong plastik. Bawa ke kantor dokter atau laboratorium untuk dianalisis.
Jangan menempelkan selotip pada batu ginjal. Tape dapat mengubah hasil tes. Batu ginjal
yang Anda bawa ke laboratorium akan dibersihkan dari darah atau jaringan apa pun dan
kemudian diperiksa untuk mengetahui bahan kimia penyusunnya.
Pada Pengambilan sampel Batu Empedu menggunakan metode Endoscopic retrograde
cholangiopancreatography (ERCP) adalah sebuah prosedur medis yang menggabungkan
pemeriksaan endoskopi dan juga fluoroskopi. Biasanya dokter akan menyarankan prosedur
ini jika MetroFriends memiliki permasalahan di bagian saluran empedu, kantung empedu,
pankreas atau hati. ERCP ini juga menjadi tindakan awal untuk diagnosis penyakit batu
empedu. Karena, ERCP memungkinkan dokter untuk melihat dan mengambil gambar kondisi
saluran empedu hingga pankreas secara detail. ERCP juga dapat memberikan informasi
penting yang tidak dapat diperoleh dari pemeriksaan diagnostik lain, seperti USG, CT scan,
atau MRI. ERCP juga digunakan sebagai prosedur untuk melebarkan saluran empedu yang
mengalami penyempitan dan juga mengeluarkan atau menghancurkan batu saluran empedu.

8. Pemeriksaan Analisa Batu


Dokter akan melakukan pemeriksaan fisik, seperti memeriksa bagian pinggang, perut
bagian bawah, atau selangkangan yang mengalami nyeri. Guna memastikan diagnosis, dokter
perlu melakukan serangkaian tes penunjang yang meliputi :
a. Tes urine
Pemeriksaan urine rutin digunakan untuk melihat eritrosuria, leukosuria, bakteriuria,
nitrit, pH urine, dan atau kultur urine. Hanya pasien dengan risiko tinggi terjadinya
kekambuhan, maka perlu dilakukan analisis spesifik lebih lanjut. Analisis komposisi batu
sebaiknya dilakukan apabila didapatkan sampel batu pada pasien BSK. Pemeriksaan
analisis batu yang dianjurkan menggunakan sinar X terdifraksi atau spektroskopi
inframerah. Selain pemeriksaan di atas, dapat juga dilakukan pemeriksaan lainnya yaitu
kadar hormon PTH dan kadar vitamin D, bila dicurigai hiperparatiroid primer.
b. Tes darah
Pemeriksaan darah berupa hemoglobin, hematokrit, leukosit, trombosit, dan hitung jenis
darah, apabila pasien akan direncanakan untuk diintervensi, maka perlu dilakukan
pemeriksaan darah berupa, ureum, kreatinin, uji koagulasi (activated partial
thromboplastin time/aPTT, international normalised ratio/INR), natrium, dan kalium. Bila
diperlukan dapat dilakukan pemeriksaan kalsium dan atau C-reactive protein (CRP).
Pada pemeriksaan Laboratorium batu empedu berupa pemeriksaan kolesterol, fosfolipid,
protrombin serum timer, bilirubin total, transaminase (Normal < 0,4 mg/dl)6) Penurunan
urobilirubin7) Peningkatan sel darah putih: 12.000 - 15.000/iu (Normal : 5000
-10.000/iu)8) Peningkatan serum amilase, bila pankreas terlibat atau bila ada batu
diduktus utama (Normal: 17 - 115 unit/100ml).
c. Pemindaian, seperti foto Rontgen, USG, dan CT scan
USG merupakan pencitraan yang awal dilakukan dengan alasan aman, mudah diulang,
dan terjangkau. USG juga dapat mengidentifikasi batu yang berada di kaliks, pelvis, dan
UPJ. USG memiliki sensitivitas 45% dan spesifisitas 94% untuk batu ureter serta
sensitivitas 45% dan spesifisitas 88% untuk batu ginjal. Pemeriksaan CT- Scan non
kontras sebaiknya digunakan mengikuti pemeriksaan USG pada pasien dengan nyeri
punggung bawah akut karena lebih akurat dibandingkan IVP. CT-Scan non kontras juga
memberikan informasi cepat secara 3D termasuk ukuran dan densitas batu, jarak antara
kulit dan batu, serta anatomi sekitarnya, namun dengan konsekuensi adanya paparan
radiasi. Pemeriksaan CT-Scan Kontras, dapat dilakukan bila direncanakan
penatalaksanaab ISK yang memerlukan anatomi dan fungsi ginjal.
Pada Pemeriksaan batu empedu Pemeriksan USG dapat mendeteksi kalkuli dalam
kandung empedu atau duktus koleduktus yang mengalami dilatasi.
d. Pemeriksaan Analisa Batu
Adapun Prosedur Kerja dari Pemeriksaan Batu sebagai berikut;
1. Dilaksanakan oleh petugas laboratorium/analis yang telah jika perlu dikonfirmasi
oleh dokter yang bertugas.
2. Pra analitik
1. Persiapan pasien
Tidak ada persiapan khusus
2. Persiapan sampel
Batu dapat keluar bersama urin atau diperoleh dengan jalan operasi, ditempatkan
dalam wadah yang kering dan bersih. Untuk tes kimia, batu harus digerus lebih
dahulu, jika batu berukuran besar, sebaiknya dibelah sehingga tampak lapisan
lapisan konsentris.sebagai tanda bahwa ssuannya terdiri dari berbagai macam zat.
3. Prinsip tes
Memperhatikan struktur (jumlah, besar, warna, kerasnya dan bentuk permukaan)
sampel secara visual (makroskopik) dan menentukan berbagai macam komponen
batu secara semikuantitatif. Metode titrimetrik untuk kalsium, metode
kolorimetrik untuk oksalat, fosfat, magnesium, amonium, asam urat dan sistin.
4. Alat dan Bahan
Wadah penampung bersih dan kering, lumping, kit analisis kalkuli urin: spatula,
regensia (R1-R16), botol kecil transparan bergaris merah, gelas transparan vol 50
ml, sendok merah besar, sendok merah dan hitam kecil.
5. Reagen
R1 : Sulfuric acid 95-97%
R2 : Sodium hydroxide solution 27%
R3 : Calconcarboxylicacid trituration
R4 : Titriplex@ I1l solution
R5 : Borate buffer solution
R6 : Iron (III) chloride solution
R7 : Sulfosalycilic acid solution
R8 : Potassium tetraiodomercurate (II)
R9 : Ammonium molybdate solution
R10 : Reduction solution (4-methylaminophenol sulfate sodium disulfite)
R11:Buffer solution (borate buffer)
R12:Colour reagen (1-azo-2-hydroxy-3-(2,4-di-methyl-carboxanilido)-
naphtalene- 1'-(2hydroxybenzene-5-sodium sulfonate) solution
R13: Molybdatophosphoric acid solution
R14: Ammonia solution (10%)
R15: Reducing solution (sodium sulfite)
R16: Sodium nitroprusside trituration
3. Analitik
a. Tes Makroskopik:
Catat jumlah batu, besar, warna, keras dan bentuk permukaannya
b. Tes Kimia:
 Gerus batu hingga halus. Ambil sampel 1 sendok spatula, tambahkan 5 tetes
reagen H2SO4 (R1) lalu aduk. Selanjutnya dilihat ada tidaknya gelembung.
Adanya gelembung menandakan adanya karbonat (CaCO3).
 Pindahkan sampel ke tempat khusus (wadah gelas berskala),selanjutnya
tambahkan aquadest sampai 50 ml, aduk hingga tercampur baik.
 Siapkan 7 botol-botol bergaris merah. Isi masing-masing botol 5 ml dari
campuran tersebut, kecuali botol ke 5 hanya berisi 1 ml, selanjutnya
ditambahkan aquadest sampai 5 ml.
Lakukan langkah-langkah berikut untuk menilai:
1) Kalsium
Botol 1. Tambahkan 2 tetes R2, sambildikocok. Kemudian tambahkan 1
sendok spatula R3 dan R4 tetes demi tetes hingga terjadi perubahan warna
dari merah jambu kebiru
muda. Hitung banyaknya tetesan. Jumlahtetesan dikalikan 5, didapatkan
prosentase kalsium.
2) Oksalat
Botol 2. Sambil dikocok tambahkan 2 tetes R5, 3 tetes R6, 3 tetes R7. Setelah
2 menit sesuaikan warna yang terjadi dengan warna di brosur. Catat
prosentase sesuai warna.

3) Ammonium
Botol 3. Sambil dikocok tambahkan 3 tetes R8 dan 3 tetes R2. Sesuaikan
warna yang terjadi dengan warna di brosur. Catat prosentase sesuai warna.
4) Phospat
Botol 4. Sambil dikocok tambahkan 5 tetes R9 dan 5 tetes R10. Setelah 5
menit sesuaikan warna yang terjadi dengan warna di brosur. Catat prosentase
sesuai warna.
5) Magnesium
Botol 5. Sambil dikocok tambahkan 10 tetes R11 dan 10 tetes R12. Setelah 1
menit sesuaikan warna yang terjadi dengan warna di brosur. Catat prosentase
sesuai warna.
6) Urid Acid
Botol 6. Tambahkan 3 tetes R13, kocok kemudian diamkan selama 2 menit.
Selanjutnya tambahkan 2 tetes R5, kemudian kocok. Dalam 10 detik
sesuaikan warna yang terjadi dengan warna di brosur. Catat prosentase sesuai
warna.
7) Sistin
Botol 7. Sambil dikocok tambahkan 10 tetes R14 dan 1 sendok merah penuh
R15. Setelah 1 menit tambahkan 1 sendok hitam penuh R16 dan kocok.
Setelah 30 detik sesuaikan warna yang terjadi dengan warna di brosur. Catat
prosentase sesuai warna
Lakukan perhitungan :
Senyawa yang mungkin ada dengan jumlah relative ditentukan dengan bantuan
alat bantu (mistar penghitung), yaitu:
1) Kalsium oxalate (whewellite)
Set (setel) prosentase oksalat yangdiperoleh pada skala oksalat. Garis
merahakan berhubungan dengan nilai kalsium oksalat, stop pada skala
kalsium oksalat. Periksa banyaknya kalsium pada skala kalsium. Jika kalsium
yang didapat dalam analisis lebih banyak, nilai ditentukan olehselisih
perbedaan prosentase kalsium.
2) Magnesium ammonium phospat (Struvite)
Set (setel) presentase magnesium yang diperoleh pada skala magnesium. Baca
nilai magnesium amonium phosphat (struvite), stop pada skala struvite.
Periksa jumlah ammonium dan phosphate masing-masing pada skala
ammonium dan skala phosphat. Jika ammonium atau phosphat yang didapat
dalam analisis lebih banyak, nilai ditentukan oleh selisih perbedaan prosentase
ammonium atau prosentase phosphate.
3) Ammonium urat
Set (setel) prosentase amonium yang diperoleh atau selisih perbedaan
prosentase ammonium dari 2.2 pada skala amonium. Baca nilai ammonium
urat, stop pada skala ammonium urat. Periksa jumlah uric acid pada skala uric
acid. Jika uric acid yang didapat dalam analisis lebih banyak, nilai ditentukan
oleh selisih perbedaan prosentase uric acid.
4) Kalsium phosphate
Set (setel) kalsium yang diperoleh atau perbedaan selisih prosentase yang
diperoleh pada 1.2 pada skala kalsium. Pada waktu yang sama baca skala
phosphate. Baca brushite atau apatite.
4. Pasca Analitik
Perhatikan kesesuaian antara tes makroskopis dan tes kimia.
Batu kalsium posphat dan kalsium oksalat: biasanya keras, berwarna gelap,
permukaan kasar, ukuran kecil sampai sedang, senantiasa multiple.
Batu asam urat: kuning, gampang pecah (rapuh), ukuran dapat besar berbentuk
tanduk (staghorn).
Batu struvite: ukuran dapat menjadi besar. Terutama Pada wanita akibat infeksi
saluran kemin dengan bakteri yang menghasilkan urease.
Batu sistin: kuning jeruk dan berkilauan, ukuran dapat menjadi besar, permukaan
agak kotor (berlemak).
Batu struvite, sisten dan asam urat: secara bertahap mengisi pelvis renalis dan
dapat keluar sampai ke klaiks menimbulkan gambaran seperti tanduk.
5. Catat hasil pada buku hasil dan formular hasil.

9. Pengobatan Analisa Batu


Pengobatan Batu Ginjal
1. Terapi Konservatif atau Terapi Ekspulsif Medikamentosa (TEM)
Terapi yang ditujukan pada kasus dengan batu yang ukuranya masih kurang dari
5mm. Dapat juga diberikan pada pasien yang belum memiliki indikasi pengeluaran
batu secara aktif. Terapi konservatif terdiri dari peningkatan asupan minum dan
pemberian diuretik; pemberian nifedipin atau agen alfa-blocker. Pemantauan berkala
setiap 1-14 hari sekali selama 6 minggu untuk menilai posisi batu dan derajat
hidronefrosis.
2. Pemeriksaan ESWL (Extracorporeal Shockwave Lithotripsy)
Bekerja dengan menggunakan gelombang kejut yang dihasilkan di luar tubuh untuk
menghancurkan batu di dalam tubuh. Batu akan dipecah menjadi bagian-bagian yang
kecil sehingga mudah dikeluarkan melalui saluran kemih.
3. PCNL (Percutaneus Nephro Litholapaxy)
Merupakan salah satu tindakan endourologi untuk mengeluarkan batu yang berada di
saluran ginjal dengan cara memasukan alat endoskopi ke dalam kalises melalui insisi
pada kulit. Batu kemudian dikeluarkan atau dipecah terlebih dahulu menjadi fragmen-
fragmen kecil.
4. Bedah Terbuka
Untuk pelayanan kesehatan yang belum memiliki fasilitas PCNL dan ESWL,
tindakan yang dapat dilakukan melalui bedah terbuka. Pembedahan terbuka itu antara
lain pielolitotomi atau nefrolitotomi untuk mengambil batu pada saluran ginjal.

Pengobatan Batu Empedu


1. Penatalaksanaan pendukung dan diet
Kurang lebih 80% dari pasien-pasien inflamasi akut kandung empedu sembuh dengan
istirahat, cairan infus, penghisapan nasogastrik, analgesik dan antibiotik. Intervensi
bedah harus ditunda sampai gejala akut mereda dan evalusi yang lengkap dapat
dilaksanakan, kecuali jika kondisi pasien memburuk.
2. Disolusi medis
Oral Dissolution Therapy adalah cara penghancuran batu dengan pemberian obat-
obatan oral. Ursodeoxycholic acid lebih dipilih dalam pengobatan daripada
chenodeoxycholic karena efek samping yang lebih banyak pada penggunaan
chenodeoxycholic seperti terjadinya diare, peningkatan aminotransfrase dan
hiperkolesterolemia sedang.
3. Disolusi kontak
Terapi contact dissolution adalah suatu cara untuk menghancurkan batu kolesterol
dengan memasukan suatu cairan pelarut ke dalam kandung empedu melalui kateter
perkutaneus melalui hepar atau alternatif lain melalui kateter nasobilier. Larutan yang
dipakai adalah methyl terbutyl eter. Larutan ini dimasukkan dengan suatu alat khusus
ke dalam kandung empedu dan biasanya mampu menghancurkan batu kandung
empedu dalam 24 jam.
4. Litotripsi Gelombang Elektrosyok (ESWL)
Prosedur non invasive ini menggunakan gelombang kejut berulang (Repeated Shock
Wave) yang diarahkan pada batu empedu didalam kandung empedu atau duktus
koledokus dengan maksud memecah batu tersebut menjadi beberapa sejumlah
fragmen. (Smeltzer,SC dan Bare,BG 2002).
5. Endoscopic Retrograde Cholangiopancreatography (ERCP)
Pada ERCP, suatu endoskop dimasukkan melalui mulut, kerongkongan, lambung dan
ke dalam usus halus. Zat kontras radioopak masuk ke dalam saluran empedu melalui
sebuah selang di dalam sfingter oddi. Pada sfingterotomi, otot sfingter dibuka agak
lebar sehingga batu empedu yang menyumbat saluran akan berpindah ke usus halus.
ERCP dan sfingterotomi telah berhasil dilakukan pada 90% kasus. Kurang dari 4 dari
setiap 1.000 penderita yang meninggal dan 3-7% mengalami komplikasi, sehingga
prosedur ini lebih aman dibandingkan pembedahan perut.
6. Kolesistektomi laparaskopik
Indikasi pembedahan karena menandakan stadium lanjut, atau kandung empedu
dengan batu besar, berdiameter lebih dari 2cm. kelebihan yang diperoleh klien luka
operasi kecil (2- 10mm) sehingga nyeri pasca bedah minimal.
7. Kolesistektomi terbuka
Kolesistektomi adalah suatu tindakan pembedahan dengan cara mengangkat kandung
empedu dan salurannya dengan cara membuka dinding perut. Operasi ini merupakan
standar terbaik untuk penanganan klien dengan kolelitiasis sitomatik.

Pemeriksaan CT- Scan non kontras sebaiknya digunakan mengikuti


pemeriksaan USG pada pasien dengan nyeri punggung bawah akut karena lebih
akurat dibandingkan IVP
Pemeriksaan CT- Scan non kontras sebaiknya digunakan mengikuti
pemeriksaan USG pada pasien dengan nyeri punggung bawah akut karena lebih
akurat dibandingkan IVP
Pemeriksaan CT- Scan non kontras sebaiknya digunakan mengikuti
pemeriksaan USG pada pasien dengan nyeri punggung bawah akut karena lebih
akurat dibandingkan IVP
Pemeriksaan CT- Scan non kontras sebaiknya digunakan mengikuti
pemeriksaan USG pada pasien dengan nyeri punggung bawah akut karena lebih
akurat dibandingkan IVP
Pemeriksaan CT- Scan non kontras sebaiknya digunakan mengikuti
pemeriksaan USG pada pasien dengan nyeri punggung bawah akut karena lebih
akurat dibandingka

10. Pencegahan
a. Pencegahan Batu Ginjal
Cara terbaik untuk mencegah terbentuknya batu ginjal adalah dengan menurunkan
risiko terjadinya kondisi ini. Beberapa langkah yang dapat dilakukan adalah :
1. Mengkonsumsi banyak air putih 8-10 gelas perhari merupakan cara sederhana mencegah
penyakit batu ginjal, terutama saat cuaca panas.
2. Berkonsultasi dengan dokter jika harus mengonsumsi suplemen kalsium atau vitamin
yang berpotensi menyebabkan pembentukan batu ginjal.
3. Mengurangi konsumsi makanan yang menyebabkan asam urat tinggi. pencegahan yang
harus anda lakukan adalah mengurangi jenis- jenis makanan yang yang banyak
mengandung purin seperti ikan sarden, jeroan, hati, otak, kerang dan makanan lainnya
karena jenis makanan ini bisa meningkatkan kadar asam urat dalam tubuh. Selain itu
mengurangi pembentukan asam urat juga bisa dilakukan dengan pemberian allopurinol
karena batu asam urat terbentuk jika keasaman air kemih bertambah, oleh karena itu
untuk menciptakan air kemih yang basa atau alkalis bisa dilakukan dengan pemberian
kalium sitrat.
4. Menurunkan berat badan atau menjaga berat badan agar tetap ideal.
5. Mengkonsumsi banyak air putih 8-10 gelas perhari merupakan cara sederhana mencegah
penyakit batu ginjal, terutama saat cuaca panas.
6. Berkonsultasi dengan dokter jika harus mengonsumsi suplemen kalsium atau vitamin
yang berpotensi menyebabkan pembentukan batu ginjal.
7. Mengurangi konsumsi makanan yang menyebabkan asam urat tinggi. pencegahan yang
harus anda lakukan adalah mengurangi jenis- jenis makanan yang yang banyak
mengandung purin seperti ikan sarden, jeroan, hati, otak, kerang dan makanan lainnya
karena jenis makanan ini bisa meningkatkan kadar asam urat dalam tubuh. Selain itu
mengurangi pembentukan asam urat juga bisa dilakukan dengan pemberian allopurinol
karena batu asam urat terbentuk jika keasaman air kemih bertambah, oleh karena itu
untuk menciptakan air kemih yang basa atau alkalis bisa dilakukan dengan pemberian
kalium sitrat.
8. Menurunkan berat badan atau menjaga berat badan agar tetap ideal.
9. Menghindari mengonsumsi makanan tinggi kalsium secara berlebihan, seperti keju, susu
sapi, dan yogurt.
10. Memilih makanan yang rendah garam dan protein hewani.

b. Pencegahan Batu Empedu


Upaya untuk mencegah peningkatan kasus Batu Empedu (cholelithiasis) pada masyarakat
dengan cara tindakan promotif dan preventif. Tindakan promotif yang dapat dilakukan
adalah dengan cara mengajak masyarakat untuk hidup sehat, menjaga pola makan, dan
perilaku atau gaya hidup yang sehat. Sedangkan tindakan preventif yang dapat dilakukan
adalah dengan meminimalisir faktor risiko penyebab Batu Empedu, seperti menurunkan
makanan yang berlemak dan berkolesterol, meningkatkan makan sayur dan buah, olahraga
teratur dan perbanyak minum air putih. Pada pasien yang sudah didiagnosa mengalami Batu
Empedu dapat dilakukan tindakan dengan cara bedah maupun non-bedah. Penanganan
secara bedah adalah dengan cara kolesistektomi. Sedangkan penanganan secara non-bedah
adalah dengan cara melarutkan batu empedu menggunakan MTBE, ERCP, dan ESWL.
PENUTUP
Analisa batu adalah pemeriksaan untuk menentukan jenis batu yang terdapat pada saluran
kemih ataupun batu empedu setelah dikeluarkan, baik keluar sendiri pada batu saluran kemih,
maupun melalui metode operatif. Adapun jenis batu tersebut adalah Batu Ginjal dan Batu
Empedu. Batu ginjal adalah komponen kristal yang sering ditemukan di kaliks atau pelvis
ginjal dan bila keluar melalui ureter menimbulkan gesekan, yang menyebabkan nyeri yang
bergantung pada besarnya kristal tersebut. Penyebab batu ginjal masih idiopatik, namun
terdapat faktor predisposisi seperti genetik, makanan dan minuman, volume air yang
diminum, infeksi saluran kemih, aktivitas, vitamin dan obat-obatan, jenis kelamin dan berat
badan. Seseorang yang mengalami batu ginjal biasanya memiliki tanda seperti rasa mual
ingin muntah. Hal tersebut dikarenakan infeksi pada saluran kemih akibat tersimpan lamanya
batu. Selain itu, semua batu pada saluran kemih dapat menyebabkan nyeri, namun lokasi
nyeri bergantung pada lokasi batu. Selain itu, gejala dengan batu ginjal, yakni nokturia yang
merupakan gejala pengeluaran urine pada waktu malam hari yang menetap sampai sebanyak
700 ml atau pasien terbangun untuk berkemih beberapa kali waktu malam ini. Gejala-gejala
di atas cukup membuktikan bahwa seseorang mengidap batu ginjal.
Analisa batu empedu merupakan pemeriksaan untuk melihat beberapa unsur yang
membentuk suatu material mirip batu yang dapat ditemukan dalam kandung empedu
(kolesistolitiasis) atau di dalam saluran empedu (koledokolitiasis) atau pada kedua-duanya.
Batu empedu adalah batu yang terdapat di dalam kandung empedu dan pada semua saluran
empedu sesuai dengan proses pembentukannya. Setegah sampai dua pertiga penderita batu
empedu adalah asimptomatis. Pada yang simptomatis manifestasi klinis dapat berupa nyeri di
perut kanan atas (kolik bilier), obstuctive jaundice, kolangitis atau pankreatitis. Komposisi
batu empedu terbanyak terdiri dari kolestreol, bilirubin dan kalsium.

DAFTAR PUSTAKA
Dwi Nur Patria Krisna. 2016. Faktor Risiko Penyakit Batu Ginjal. Jurnal Kesehatan Program
Studi Ilmu Kesehatan Masyarakat Universitas Negri Semarang.
Felicia Suryanto, Anak Agung, & Ngurah Subawa. (2017). Gambaran Hasil Analis Batu Saluran
Kemih Di Laboratorium Patologi Klinis Rsup Sanglah Denpasar Periode November 2013 –
Oktober 2014. E-Jurnal Medika, 6(1).
Ikatan Ahli Urologi Indonesia (IAUI). (2018). Panduan Penatalaksanaan Klinis Batu Saluran Kemih.
Edisi Pertama. Jakarta: Ikatan Ahli Urologi Indonesia.
Nucleus Precise Newsletter. (2011). Batu Empedu. Jakarta : PT.Nucleus Precis.
Purnomo,Basuki (2007). Dasar-dasar urologi. Sagung seto. ISBN 979-9472-00-8.
Rasyid, N., & Tarmono, W. (2018). Panduan Penatalaksanan Klinis Batu Saluran Kemih.
Jakarta:IAUI.

Anda mungkin juga menyukai