Tugas Kapita Selekta Kimia Klinik
Tugas Kapita Selekta Kimia Klinik
MIRNA YUSRI
PO71420323023
2023
PATOFISIOLOGI KANKER
Kanker adalah penyakit yang terjadi akibat pertumbuhan sel abnormal tak terkendali dan bisa
menyebar ke area sekitarnya. Gejala kanker awalnya mungkin tidak terlalu signifikan,
sehingga penyakit tersebut seringkali baru terdeteksi ketika sudah stadium lanjut. Penyakit ini
bisa terjadi di bagian tubuh mana pun. Biasanya, sel manusia tumbuh dan berkembang biak
melalui proses yang disebut pembelahan sel. Pembelahan sel tersebut berfungsi untuk
membentuk sel-sel baru sesuai kebutuhan tubuh. Ketika sel-sel yang lama menjadi tua atau
rusak, mereka akan mati dan tergantikan dengan sel-sel yang baru. Namun, terkadang proses
pergantian tersebut rusak dan tidak berjalan sebagaimana mestinya. Akibatnya, sel-sel
tersebut tumbuh secara abnormal dan berkembang biak ketika seharusnya proses tersebut
tidak terjadi. Sel kemudian membentuk tumor atau gumpalan jaringan, yang bisa bersifat
ganas atau tidak (jinak). Proses metastasis dapat terjadi ketika sel menyerang jaringan di
sekitarnya.
Proses transformasi sel normal menjadi sel ganas melalui displasi terjadi melalui mekanisme
yang sangat rumit, tetapi secara umum mekanisme karninogenesis ini terjadi melalui tiga
tahap yaitu
1. Tahap Inisiasi
Tahap inisiasi merupakan tahap pertama karsinogenesis yang bersifat irreversible, dimana gen
pada sel normal bertransformasi menjadi malignan. DNA dirusak oleh zat-zat inisiator seperti
radiasi dan radikal bebas dapat mengganggu proses reparasi normal, sehingga terjadi mutasi
DNA dengan kelainan pada kromosomnya. Kerusakan DNA ini diturunkan pada anak- anak
sel dan seterusnya. Tahap inisiasi berlangsung dalam satu sampai beberapa hari.
2. Tahap Promosi
Pada proses floriferasi fase sel mengalami pengulangan siklus sel tanpa hambatan dan secara
continue terus mengulang. diteruskan dengan proses metastasis dimana penyebab utama dari
kenaikan morbiditas dan mortalitas pada pasien dengan keganasan.
Dalam berlangsungnya proses ini melibatkan interaksi kompleks, tidak hanya ditentukan oleh
jenis sel kanker itu sendiri, namun matriks ekstraseluler, membran basal, reseptor endotel
serta respon kekebalan host yang berpartisipasi. mekanisme metastasis merupakan indikasi
bahwa host pertahanan mechanims pasien kanker gagal untuk mengatasi dan memblokir
penyebaran sel kanker. Setelah itu terjadi lagi proses neoangiogenesis. Angiogenesis adalah
proses pembentukan pembuluh darah baru yang terjadi secara normal dan sangat penting
dalam proses pertumbuhan dan perkembangan. Angiogenesis juga terlibat dalam proses
penyembuhan, seperti pembentukan jaringan baru setelah cidera. Akan tetapi, angiogenesis
juga merupakan langkah yang sangat penting dalam Carsiogenesis atau pertumbuhan sel
kanker (cancer) sehingga terjadi perkembangan sel kanker yang tidak terkendali dan bersifat
ganas. Angiogenesis juga berkembang menjadi sesuatu yang bersifat patologis dan
berhubungan dengan kanker, inflamasi, penyakit kulit dan penyakit mata. Kondisi patologi
angiogenesis ini dikarakterisasi oleh pembentukkan pembuluh darah baru dan penghancuran
sel normal yang ada di sekitarnya. Berbeda dangan angiogenesis fisiologis, angiogenesis
patologi ini dapat berlangsung lama sampai beberapa tahun dan biasanya berhubungan
dengan beberapa gejala klinis. Angiogenesis patologi adalah pembentukkan pembuluh darah
baru yang tidak normal dimana tubuh akan kehilangan kontrol dalam mengatur
keseimbangan sekresi angiogenik stimulator dan inhibitor. Sel kanker akan memproduksi
angiogenics growth factor yang menyimpang dalam jumlah yang banyak dimana efeknya
akan kuat sekali dalam meniadakan efek angiogeneics inhibitor. Sebagai akibatnya adalah
terjadinya pembentukkan pembuluh darah yang baru dengan sangat cepat dalam pola yang
tidak terkontrol.
3. Tahap Progresif
Pada progresif ini gen-gen pertumbuhan yang diaktivasi oleh kerusakan DNA mengakibatkan
mitosis dipercepat dan pertumbuhan liar dari sel-sel ganas. Terjadi aktivasi, mutasi atau
hilangnya gen. Pada progresi ini timbul perubahan benigna menjadi pra-malignan dan
malignan.
Fase metastasis meliputi beberapa tahap pemisahan, termasuk pemisahan sel kanker dari sel
induk, masuk dalam sirkulasi sistemik atau kelenjar limfe, sehingga dapat menginvasi
jaringan baru. Kemampuan invasi sel kanker ini dihubungkan dengan banyaknya produksi
protease pada sel kanker ini. Protease akan mempengaruhi interaksi sel dan memfasilitasi
pergerakan sel kanker melalui matriks ekstraseluler. Tahap metastasis ini, merupakan tahap
paling kritis yang menyebabkan gejala klinis dan bahkan kematian.
Terbentuknya sel kanker dan kemampuannya untuk ‘berjalan’, metastasis, adalah suatu
proses yang sangat kompleks, yang melibatkan benyak gen didalamnya. Pada perjalanannya,
satu sel kanker harus melepaskan diri dari kelompoknya (primary tumor) untuk mengadakan
invasi kedaerah sekitarnya, berusaha menembus pembuluh lymph atau secara langsung
mencari pembuluh darah, berjuang melawan proses pertahanan tubuh (hos immune defense),
berhenti diorgan tujuannya dan memulai berkembang biak di lingkungan barunya (secondary
tumor).
Dengan kemampuan bermetastasis sel kanker untuk menembus jaringan normal, maka tumor
ganas primer dapat menyebarkan sel-sel kankernya ke seluruh tubuh.
CEA berasal dari kelas gen onkofetal yang diekspresikan dalam sel yang berkembang dalam
periode perkembangan embrionik dan fetus pada minggu ke 9-14. CEA diekspresikan
dalam jaringan usus, hepar, pankreas dan janin. Kemudian CEA dapat aktif kembali saat
terjadi neoplasia. CEA dimetabolisme di hepar dengan waktu paruh sekitar 1-8 hari. Pada
usia dewasa, CEA tetap disekresikan ke dalam darah dengan konsentrasi di bawah 2 ng/dl.
Namun dalam aplikasi klinik, para ahli menyepakati nilai normal konsentrasi CEA adalah
<5 ng/dl. Peningkatan konsentrasi CEA dalam darah dan cairan tubuh lainnya disebabkan
oleh kombinasi beberapa faktor yang berkaitan dengan pertumbuhan sel. Penyakit jinak dan
perokok berat pun dapat terjadi peningkatan konsentrasi CEA.
CEA telah dipelajari sebagai prediktor kelangsungan hidup pada SCLC dan NSCLC.
Hubungan yang kuat antara tingkat CEA dan respon pengobatan telah terlihat pada Small
Cell Lung Cancer (SCLC) dan Non-Small Cell Lung Cancer (NSCLC). Secara umum,
kadar CEA bervariasi sesuai dengan perubahan yang jelas dalam suatu perjalanan penyakit,
atau dapat pula mendahului gejala klinisnya. Sebagian besar penelitian menggunakan
metode bivariat, menunjukkan hubungan yang signifikan antara CEA dan prognosis kanker
paru. Kadar CEA meningkat di atas normal secara signifikan pada kasus kanker paru. Sel-
sel dari kanker paru dapat melepaskan sejumlah kecil protein yang berhubungan dengan
tumor mulai dari tahap awal kanker paru. Penetapan kadar CEA pada kanker paru sering
tumpang tindih dengan penyakit bukan kanker serta kanker jenis lain, menyebabkan
penetapan kadar CEA mempunyai sensitivitas dan spesifisitas yang kurang baik dalam
menyaring keganasan pada populasi tanpa gejala karena banyak memberikan hasil positif
dan negatif palsu. Oleh karena itu, penetapan CEA tidak dapat dipakai sebagai pemeriksaan
penyaring kanker paru. Meskipun demikian CEA dapat memberi manfaat dalam
menegakkan diagnosis bila dikombinasi dengan pemeriksaan diagnostik lainnya.
Konsentrasi CEA sering tinggi dijumpai pada adenokarsinoma dan kanker paru sel besar,
tetapi peningkatan konsentrasi CEA juga ditemukan pada berbagai tumor jinak maupun
ganas dan sedikit pening katan ada perokok.
Penetapan kadar CEA pada saat menunjang diagnosis, dapat dipakai sebagai petunjuk
menentukan prognosis kanker, makin tinggi kadar CEA makin jelek prognosisnya. Kadar
CEA juga mempunyai korelasi dengan stadium kanker, makin lanjut stadiumnya makin
tinggi kadar CEA pada saat diagnosis. Petanda tumor dapat digunakan untuk evaluasi
pascabedah, efektivitas pengobatan dan deteksi kekambuhan kanker paru. Peningkatan
petanda tumor akibat terjadi kerusakan jaringan normal dan tumor, tetapi beberapa waktu
kemudian terjadi penurunan tergantung dari waktu paruhnya dan sisa tumor setelah operasi.
Penurunan CEA terjadi lebih lambat dari petanda tumor lain (waktu paruhnya 1-4 hari). Bila
tidak terdapat gangguan ginjal dan hati yang dapat memperpanjang waktu paruh petanda
tumor maka bersihan petanda tumor menjadi lebih lambat atau peningkatan nilai petanda
tumor mengindikasikan terdapatnya sisa sel tumor dan memprediksikan kekambuhan dini.
Dari beberapa penelitian yang telah ada, pengukuran berkala kadar CEA bermanfaat dalam
memantau respons pengobatan dan sebagai diagnosis awal terjadinya kekambuhan.
2. AFP (Alpha fetoprotein)
Alpha fetoprotein (AFP) adalah glikoprotein yang dihasilkan oleh kantung telur yang akan
menjadi sel hati pada janin. Ternyata protein ini dapat dijumpai pada 70 – 95% pasien
dengan kanker hati primer dan juga dapat dijumpai pada kanker testis. AFP merupakan zat
penanda tumor yang digunakan dalam pemeriksaan kanker hati, kanker ovarium, dan kanker
testis. Kegunaannya adalah untuk mendiagnosis ketiga jenis kanker tersebut, menentukan
tahapan atau stadium kanker, memantau keberhasilan pengobatan, dan memprediksi tingkat
kesembuhan. Pada seminoma yang lanjut, peningkatan AFP biasanya disertai dengan human
Chorionic Gonadotropin (hCG). Kadar AFP tidak ada hubungan dengan besarnya tumor,
pertumbuhan tumor, dan derajat keganasan. Kadar normal AFP biasanya kurang dari 20
ng/mL. Kadar AFP akan meningkat pada 2 dan 3 pasien dengan kanker hati. Kadar AFP
meningkat bersama membesarnya tumor. Pada kebanyakan pasien dengan kanker hati, kadar
AFP meningkat lebih dari 500 ng/mL. AFP meningkat pula pada hepatitis akut dan kronis,
tapi jarang lebih dari 100 ng/mL. AFP juga meningkat pada kanker testis tertentu (jenis sel
embryonal dan endodermal sinus) dan digunakan untuk follow – up kanker tersebut.
Peningkatan kadar AFP juga pada Kanker ovarium jenis tertentu yang jarang dan kanker
testis yang disebut yolk sac tumor atau mixed germ cell cancer. Kadar AFP sangat tinggi
(>1000 IU/mL) pada kasus dengan keganasan hati primer, sedangkan pada metastasis tumor
ganas ke hati (keganasan hati sekunder) kadar AFP kurang dari 350 – 400 IU/mL.
Tingkat AFP yang tinggi dapat ditemukan pada orang dewasa dalam beberapa kasus:
Karsinoma hepatoseluler. Diagnosis pasti jika kadarnya lebih dari 500 ng / mL, atau
lebih dari 400 ng / mL dengan adanya sirosis dan nodul lebih dari 2 cm yang
mengalami hipervaskularisasi pada pencitraan (scanner).
Teratoma ovarium: kista dermoid.
Kanker testis: tumor non-seminomatosa (70% karsinoma embrionik dan 60%
Endodermal sinus tumor).
Pengukuran AFP di dalam tubuh manusia umumnya dilakukan untuk membantu mendeteksi
adanya kelainan atau penyakit hati, pemantauan terapi atau pengobatan beberapa jenis
kanker, dan juga uji saring kelainan pada perkembangan bayi selama masa kehamilan.
Protein ini mulai terbentuk di plasma saat janin (fetus) berusia empat minggu dan dihasilkan
paling banyak pada usia kandungan mencapai 12-16 minggu. Setelah melahirkan, AFP
umumnya tidak terdeteksi di dalam darah. Untuk membantu memperkirakan adanya kelainan
pada janin, seperti sindrom down (kelainan genetik), sindrom turner, dan spina bifida,
pemeriksaan AFP biasanya dilakukan terhadap wanita dengan usia kandungan 16-22 minggu.
Jumlah AFP di dalam darah juga dapat meningkat bila pasien sedang mengandung bayi
kembar.Pada umumnya, pemeriksaan AFP juga harus dilengkapi dengan pemeriksaan
hormon estriol dan hCG, serta pemeriksaan USG (ultrasonografi). Pada pasien penderita
kanker testis, kanker pankreas, kanker hati, kanker ovarium, dan kanker saluran empedu,
kadar AFP di dalam tubuh pasien akan meningkat. Selain kanker atau tumor, kadar AFP yang
meningkat di dalam darah juga dapat disebabkan oleh beberapa penyakit sebagai berikut:
infeksi virus hepatitis dan sirosis hati.
Pemeriksaan AFP tidak boleh dilakukan pada populasi umum, tetapi sebaiknya hanya
dilakukan bila ada gejala atau hasil pemeriksaan lain menunjang kecurigaan ke arah kanker
tertentu.
3. PSA (prostate specific antigen)
PSA (prostate specific antigen) atau antigen spesifik prostat adalah protein yang diproduksi
oleh sel-sel kelenjar prostat, baik sel normal maupun sel kanker. PSA sebagian besar ada di
dalam air mani, tetapi protein ini juga berada di dalam darah. Protein ini memiliki peran
penting sebagai pengencer cairan semen agar sperma lebih mudah bergerak menuju sel telur.
Pada keadaan normal, PSA memang dapat masuk ke aliran darah, tetapi hanya dalam jumlah
yang relatif sedikit. Namun, beberapa kondisi tertentu bisa membuat kadar PSA di dalam
darah meningkat tinggi, salah satunya adalah kanker prostat. Tingkat PSA yang lebih tinggi
sering dikaitkan dengan faktor risiko kanker prostat. Namun, sebagian besar pria dengan
tingkat PSA tinggi bisa tidak memiliki kanker prostat, tetapi karena faktor lainnya, seperti
pembesaran kelenjar prostat (BPH). PSA umumnya dilihat pada saat melakukan pemeriksaan
atau skrining kanker prostat, terutama tes PSA. Semakin tinggi tingkat PSA yang dimiliki,
kemungkinan menderita kanker prostat semakin besar. Sama seperti sifat sel kanker pada
umumnya, kanker prostat bisa menyebar ke organ tubuh lain. Kondisi ini disebut dengan
metastasis kanker prostat dan umumnya terjadi pada pasien stadium akhir atau 4.
Metastasis kanker prostat bisa terjadi ketika sel-sel pecah dari tumor di prostat dan
melakukan perjalanan melalui sistem limfatik atau aliran darah ke area lain dari tubuh.
Adapun organ-organ yang bisa terkena penyebaran ini umumnya, yaitu tulang, kelenjar getah
bening, paru-paru, hati, dan otak. Namun, pada kasus yang jarang, metastasis kanker prostat
juga bisa terjadi di organ tubuh lain, seperti kelenjar adrenal, payudara, mata, ginjal, otot,
pankreas, kelenjar ludah, dan limpa. Dahulu kala pemeriksaan kanker prostat dilakukan
pemeriksaan aktifitas prostatic acid phosphatase (PAP), diikuti dengan pemeriksaan colok
dubur. Tetapi aktifitas PAP yang tinggi disertai dengan pembesaran kelenjar prostat selalu
sudah terjadi metastasis. Untuk pemeriksaan dini kanker prostat dipakai pemeriksaan PSA.
Kadar PSA dapat meningkat pada hipertrofi prostat jinak dan lebih tinggi lagi pada kanker
prostat. Kadar PSA meningkat setelah colok dubur atau bedah prostat. Kadar PSA total
dipakai untuk mendapatkan persen (%) PSA bebas.
Patofisiologi kanker prostat melibatkan transformasi maligna atau ganas dari kelenjar prostat.
Proses ini terjadi bertahap, berawal dari prostatic intraepithelial neoplasia (PIN) diikuti
dengan kanker prostat lokal dan kemudian menjadi adenokarsinoma prostat berat dengan
invasi lokal, yang berpuncak pada kanker prostat metastasis. Patofisiologi kanker prostat
adalah adanya ketidakseimbangan antara proliferasi dengan apoptosis sel prostat. Reseptor
androgen yang terletak pada kromosom X sangat mempengaruhi hal ini. Normalnya, reseptor
androgen diatur oleh 2 ligand utama, yaitu testosteron dan dihidrotestosteron (DHT). Hormon
DHT merupakan bentuk poten dari testosteron yang diproduksi oleh sel Leydig. Konversi
testosteron menjadi DHT melibatkan enzim 5-alfa reduktase. Hormon DHT memiliki afinitas
10 kali lebih tinggi dibandingkan dengan testosteron terhadap reseptor androgen. Ikatan DHT
dengan reseptor androgen akan meningkatkan fosforilasi residu serin, menyebabkan sel
terlindungi dari degradasi proteolitik, serta regulasi dan stabilisasi pertumbuhan sel. Kanker
prostat dapat timbul jika terjadi gangguan pada proses fisiologis ini. Misalnya jika terjadi
amplifikasi atau mutasi pada reseptor androgen Amplifikasi menyebabkan peningkatan
ekspresi reseptor androgen. Mutasi menyebabkan peningkatan sensitivitas reseptor androgen.
Keduanya akan menyebabkan sel terus berproliferasi, tetapi kecepatan proliferasi tidak
diikuti dengan peningkatan kecepatan apoptosis. Walaupun sebagian besar kasus kanker
prostat muncul pada zona perifer (70%), dalam beberapa kasus ditemukan juga pada zona
transisi (20%) dan sentra (10%) dari prostat.
Tidak hanya pada kanker pankreas, CA 19-9 di dalam tubuh juga dapat meningkat pada
beberapa jenis penyakit seperti:
Ulkus peptikum
Pankreatitis akut
Pankreatitis kronik
Kolangitis
Sirosis hati
Jaundice onstruktif
Sensitivitas pada CA 19-9 dapat lebih rendah apabila ukuran sel tumor lebih kecil dari 3
sentimeter. CA 19-9 membantu menegakkan diagnosis kanker pada pankreas. Keganasan sel
kanker di pankreas tidak hanya merusak organ, tetapi kondisi ini dapat menimbulkan
penyebaran mulai dari kelenjar getah bening hingga tumbuh pada organ lainnya. Nilai kadar
CA19-9 tidak hanya meningkat pada kondisi pertumbuhan sel kanker pankreas saja,
peningkatan kadar CA 19-9 dengan nilai yang rendah juga dapat terjadi pada infeksi
seperti pankreatitis, usus usus, hingga sirosis pada organ hati. Sedangkan pada kanker
pankreas, peningkatan kadar CA 19-9 dapat meningkat hampir 75% dan 60% meningkat pada
kanker hepatobilier.
CA15-3 tidak diukur untuk kanker payudara stadium awal karena kadar protein ini jarang
lebih tinggi dari normal pada stadium ini. Secara umum, semakin tinggi kadar CA15-3 dalam
darah, semakin banyak kanker yang ada di dalam tubuh. Tingkat tertinggi ketika kanker
payudara telah menyebar ke tulang, hati atau keduanya. Jika tingkat CA15-3 turun atau
kembali normal, itu mungkin berarti pengobatan berhasil. Jika tingkat meningkat dari waktu
ke waktu, itu mungkin berarti bahwa kanker tidak merespon dengan baik terhadap
pengobatan, masih tumbuh atau datang kembali (berulang). CA15-3 mungkin lebih tinggi
dari normal pada kanker paru-paru, pankreas, ovarium dan prostat, tetapi tingkat ini tidak
setinggi kanker payudara. Kondisi non-kanker yang meningkatkan CA 15-3 termasuk
endometriosis, penyakit radang panggul dan penyakit hati. Itu juga dapat meningkat selama
kehamilan. Dengan kondisi ini, level CA15-3 biasanya hanya naik begitu tinggi. Mereka
biasanya tidak terus mendaki dari waktu ke waktu.
Metastasis pada kanker payudara merupakan suatu migrasi dari sel-sel ganas payudara ke
jaringan lain tubuh. Metastasis menunjukan terbentuknya suatu implansekunder yang terletak
jauh dari tumor primer. Metastasis kanker payudara bisa menyebar secara limfogen ke
kelenjar getah bening, dan secara hematogen ke organ lainnya.Organ terbanyak yang
mengalami metastasis jauh dari kanker payudara diantaranya adalah tulang (40-75%), paru
(5-15%), pleura (5-15%), hati (3-10%) dan otak (kecil dari 5%). Metastasis secara hematogen
maupun limfogen menjadi ancaman yang serius bagi penderita kanker payudara. Pemeriksaan
serum tumor marker atau penanda tumor pada pasien kanker payudara telah digunakan secara
luas sebagai salah satu tindakan non-invasif untuk mengukur respon terapi, kekambuhan serta
prognosis dari kanker payudara.Tumor marker yang sering digunakan adalah Cancer Antigen
15-3 (CA 15-3) dan Carcinoembryonic Antigen (CEA).CA 15-3 serum adalah sebuah
glikoprotein yang terdapat pada kelenjar mammae dan beberapa tempat lainnya seperti
ovarium, pankreas, paru dan kolorektal.
CA 15-3 serum merupakan suatu mucin yang kadar nya akan di ekspresikan secara
berlebihan oleh sel yang mengalami keganasan. Kadar CA 15-3 serum akan meningkat
melebihi normal atau lebih dari 30U/mL pada keadaan keganasan, seperti kanker payudara.