Tabel Hasil Solid p5
Tabel Hasil Solid p5
Tabel Hasil
1. Pembuatan Kurva Baku Paracetamol
VII. Pembahasan
Pada praktikum kali ini yaitu mengenai uji disolusi tablet paracetamol dan vitamin c dengan tujuan
untuk mengetahui cara pembuatan uji dan analisa data hasil disolusi tablet paracetamol dan vitamin c.
obat merupakan suatu zat yang digunakan untuk diagnosa, pengobatan, penyembuhan atau pencegahan
penyakit pada manusia atau hewan, agar obat berfungsi sebagaimana yang diharapkan maka jumlah atau
dosis obat haruslah tepat. Dosis merupakan sifat dari obat bahwa jika jumlahnya melebihi akan bersifat
racun dan apabila jumlahnya kurang maka obat tersebut tidak akan memberikan efek (Nasution, 2016).
Obat seringkali digunakan secara oral. Tujuan penggunaan secara oral yaitu untuk memperoleh efek
sistematik. Umumnya, produk obat mengalami absorpsi sistemik melalui suatu rangkaian proses, meliputi
disintegrasi produk obat yang diikuti pelepasan obat, disolusi obat dalam media aqueous, absorpsi
melewati membran sel menuju sirkulasi sistemik. Dalam ketiga proses tersebut diatas, kecepatan obat
mencapai sirkulasi ditentukan oleh tahapan yang paling lambat dalam rangkaian yang disebut tahap
penentu kecepatan. Tablet paracetamol merupakan bentuk sediaan obat yang biasa digunakan oleh
masyarakat apabila mengalami demam dan sakit kepala. Parasetamol merupakan derifat asetanilida yang
digunakan sebagai analgetik antipiretik. Parasetamol sebagai obat golongan analgetik- antipiretik yang
pada saat ini banyak digunakan oleh masyarakat. Parasetamol dianggap sebagai zat antinyeri yang paling
aman (arisandi, 2008 dalam Rosalina, 2018).
Paracetamol dengan nama lain asetaminofen memiliki rumus molekul C 8H9NO2, parasetamol
memiliki pemerian serbuk hablur, tidak berbau, dan rasa sedikit pahit, paracetamol dengan pH 5,3 – 6,5
dapat larut dalam 70 bagian air dingin, dalam 20 bagian air panas, 7 bagian etanol, 13 bagian aseton 40
bagian gliserol, 9 bagian propilenglikol, larut dalam methanol, dimetilformamida, etilenklorida, etil
asetat, larutan alkali hidroksida, agak sukar larut dalam eter dan kloroform (Depkes, 1979). Parasetamol
mudah diserap dari saluran pencernaan dengan konsentrasi plasma puncak terjadi sekitar 10 sampai 60
menit setelah dosis oral. Parasetamol dimetabolisme terutama dalam hati dan diekskresikan dalam urin
sebagai glukuronida dan sulfat konjugasi. Kurang dari 5% diekskresikan sebagai bentuk parasetamol .
Dosis oral biasanya 0,5 sampai 1 g setiap 4 sampai 6 jam sampai maksimum 4 g sehari (Rosalina, 2009).
Vitamin C juga dikenal dengan nama kimia dari bentuk utamanya yaitu asam askorbat. Vitamin C
berfungsi sebagai katalis dalam reaksi-reaksi kimia yang terjadi di dalam tubuh manusia, sehingga apabila
katalis ini tidak tersedia seperti pada keadaan defisiensi vitamin, maka fungsi normal tubuh akan
terganggu. Vitamin C adalah nutrien yang larut dalam air merupakan senyawa organik yang harus ada
pada diet dalam jumlah tertentu untuk mempertahankan integritas dan metabolisme tubuh yang normal.
Vitamin C disentisasi dari D-glukosa dan D-galaktosa dalam tumbuh-tumbuhan dan sebagian besar
hewan. Dalam keadaan kering cukup stabil, tapi dalam keadaan larut, vitamin ini mudah rusak oleh
proses oksidasi terutama bila terkena panas. Oleh karena sangat mudahnya teroksidasi oleh panas, cahaya
dan
logam (Pakaya, 2014). Vitamin C atau asam askorbat (C6H8O6) merupakan vitamin yang disintesis dari
glukosa dalam hati dari semua jenis mamalia, kecuali manusia. Di dalam tubuh, vitamin C terdapat di
dalam darah (khususnya leukosit), korteks anak ginjal, kulit, dan tulang. vitamin C akan diserap di saluran
cerna melalui mekanisme transport aktif.
Vitamin C termasuk golongan vitamin yang sangat mudah larut dalam air, sedikit larut dalam
alkohol dalam gliserol, tetapi tidak dapat larut dalam pelarut non polar seperti eter, benzena, kloroform
dan lain-lain. Berbentuk kristal putih, tidak berbau, bersifat asam dan stabil dalam bentuk kering. Karena
mudah dioksidasi, maka vitamin C merupakan suatu reduktor yang kuat (Depkes, 1979). Vitamin C
memiliki sifat alir yang buruk yang tidak memungkinkan untuk kempa langsung, sehingga harus memilih
bahan tambahan dengan sifat alir yang baik (Jayanti dan Rohmani, 2018). Struktur vitamin C mirip
dengan monosakarida, tetapi mengandung gugus enediol. Pada vitamin C terdapat gugus enediol yang
berfungsi dalam sistem perpindahan hidrogen yang menunjukkan peranan penting dari vitamin ini.
Vitamin adalah senyawa organik yang sangat dibutuhkan oleh tubuh manusia untuk mempertahankan
kehidupan dan kesehatan walaupun hanya dalam jumlah yang sedikit. Vitamin terdiri dari dua jenis, yaitu
vitamin yang larut dalam air dan vitamin yang larut dalam lemak. Vitamin larut air biasanya tidak
disimpan di dalam tubuh dan dikeluarkan melalui urin. Oleh sebab itu vitamin larut air perlu dikonsumsi
tiap hari untuk mencegah kekurangan yang dapat mengganggu fungsi tubuh normal. Vitamin C (asam
askorbat) adalah salah satu jenis vitamin yang larut air dan memiliki peranan penting di dalam tubuh,
sebagai koenzim atau kofaktor. Fungsi vitamin C banyak berkaitan dengan pembentukan kolagen yang
merupakan senyawa protein yang mempengaruhi integritas struktur sel di semua jaringan ikat, seperti
pada
tulang rawan, gigi, membran kapiler, kulit dan urat otot (Dewi, 2018).
Tablet merupakan bentuk sediaan padat, kompak dan dibuat dengan cara kempa cetak yang
mengandung bahan obat satu jenis atau lebih tanpa atau dengan zat tambahan, berbentuk tabung pipih dan
sirkuler dengan kedua permukaan rata atau cembung (Depkes, 1979).Granulasi yaitu sebuah proses
pencampuran partikel–partikel kecil yang kemudian membentuk ukuran yang lebih besar dengan massa
permanen yang partikel-partikelnya dapat diidentifikasi. Granulasi sebagai proses perlekatan partikel
serbuk menjadi partikel yang lebih besar (Hadisoewignyo L. dan Fudholi A., 2013 dalam Sya'bania dkk.,
2021). Granul dibentuk dengan mengikat serbuk dengan bantuan perekat untuk pengganti pengompakan.
Biasanya teknik ini membutuhkan suatu larutan, suspensi atau bubur yang mengandung pengikat yang
biasa dicampurkan ke serbuk. Namun, bahan pengikat dapat ditambahkan dengan kondisi kering ke dalam
campuran serbuk dan cairan dapat ditambahkan secara terpisah (Lachman, 2008 dalam Sya'bania dkk.,
2021). Metode pembuatan tablet dapat dibuat dengan 3 metode yaitu granulasi basah, granulasi kering
dan kempa langsung.
Pada praktikum ini setelah tablet terbentuk selanjutnya dilakukan penyujian yaitu uji disolusi.
Disolusi tablet dalam Farmakope Indonesia edisi V merupakan pengujian disolusi tablet yang dinyatakan
dalam masing-masing monografi obat. Pengujian merupakan alat yang objektif dalam menetapkan sifat
disolusi suatu obat yang berada dalam sediaan padat, karena absorpsi dan kemampuan obat berada dalam
tubuh sangat besar tergantung pada adanya obat dalam keadaan melarut, karakteristik disolusi biasa
merupakan sifat yang penting dari produk obat yang memuaskan. Tujuan dari setiap uji disolusi adalah
untuk mengukur tingkat di mana bahan obat dilepaskan dari bentuk sediaan dan larut dalam media
disolusi tertentu. Pemilihan alat disolusi terutama tergantung pada kelarutan obat dan jenis bentuk sediaan
( Aulton, 2013). Disolusi meupakan perbedaan aktivitas biologis dari suatu zat obat mungkin diakibatkan
oleh laju disolusi. Laju disolusi adalah waktu yang diperlukan bagi obat untuk melarutkan dalam cairan
pada tempat absorpsi. Untuk obat yang diberikan secara oral dalam bentuk padatan, dimana laju disolusi
merupakan tahap yang menentukkan laju absorpsi. Akibatnya laju disolusi dapat mempengaruhi onset,
intensitas dan lama respon serta bioavailabilitas (Tungadi, 2018). Uji disolusi dimaksudkan untuk
mengetahui seberapa banyak persentase bahan aktif dalam sediaan obat (kapssul) yang terabsorpsi dan
masuk kedalam peredaran darah untuk memberikan efek terapi. Persyaratan dalam waktu 30 menit harus
larut tidak kurang dari 85% (Q) dari jumlah yang tertera pada etiket. Pengujian awal dilakukan dengan
penetapan biasa dalam gelas piala yang mengandung suatu medium. Dalam usaha untuk mengawasi
variasi pada antarmuka massa/medium, digunakan keranjang kawat mesh atau suatu membrane untuk
memisahkan ruang sampel dari bak reservoir. Sampel yang ditutup dalam pipa dialysis atau membran
alami juga dapat dikaji. Alat sel alir digunakan untuk menahan sampel di tempatnya dengan kapas,
saringan kawat, dan yang paling baru dengan manic-manik gelas. (Murtini dan Elisa, 2018).
Alat untuk menguji karakteristik disolusi dan sediaan padat tablet terdiri dari motor pengaduk
dengan kecepatan yang dapat diubah, keranjang baja stainless berbentuk silinder atau dayung untuk
ditempelkan ke ujung batang pengaduk, bejana dari gelas, atau bahan lain yang inert dan transparan
dengan volume 1000 mL, bertutup sesuai dengan ditengah-tengahnya ada tempat untuk menenempelkan
pengaduk, dan ada lubang tempat masuk pada tiga tempat, dua untuk memindahkan sampel dan satu
untuk menempatkan termometer disolusi dalam bejana. Pada tiap pengujian, volume dari masing-masing
monografi ditempatkan dalam bejana dan diatur mencapai temperatur 37℃ ± 0,5℃ (Aulton, 2013).
Umumnya, ketika mengembangkan prosedur disolusi, salah satu tujuannya adalah untuk mendapatkan
kondisi sink, didefinisikan sebagai volume medium setidaknya tiga kali yang diperlukan untuk
membentuk larutan jenuh zat obat. Ketika kondisi sink terjadi, itu lebih mungkin bahwa hasil disolusi
akan mencerminkan sifat- sifat bentuk sediaan.
Pada praktikum uji disolusi tablet paracetamol dimulai dengan membuat larutan stok terlebih
dahulu dengan cara 100 mg paracetamol serbuk dimasukkan ke dalam labu ukur 100 ml kemudian
diencerkan menggunakan etanol hingga tanda batas. Etanol dipilih sebagai pelarut karena paracetamol
memiliki tingkat kelarutan yang tinggi dalam etanol. Selanjutnya dilakukan penggojokan agar
parasetamol dapat larut dan tercampur dengan baik, sehingga diperoleh larutan stok parasetamol sebesar
100 ppm. Penentuan panjang gelombang maksimum parasetamol ditentukkan menggunakan
spektrofotometer UV. Larutan standar parasetamol 100 ppm dibaca absorbansinya pada rentang panjang
gelombang 200 hingga 400 nm dengan etanol sebagai blanko. Pembacaan absorbansi menunjukkan
panjang gelombang maksimum paracetamol yaitu 243 nm. Selanjutnya yaitu penetapan kurva baku
paracetamol dalam etanol dengan melakukan pembuatan beberapa seri kadar yaitu 1, 3, 6, 10, 15, 25, dan
50 ppm. Penetapan kurva baku bertujuan untuk mengetahui hubungan antara konsentrasi larutan dengan
nilai absorbansinya sehingga konsentrasi sampel dapat diketahui (Suharyanto dan Prima, 2020).
Penetapan kurva dilakukan menggunakan spektrofotometer UV dengan panjang gelombang 243 nm dan
diperoleh persamaan kurva baku y = 0,0085x + 0,0127 dengan nilai r = 0,997. Nilai r yang diperoleh pada
persamaan tersebut dikatakan baik karena mendekati 1.
Selanjutnya dilakukan uji disolusi menggunakan alat dissolution tester dengan metode dayung.
Dalam metode ini, poros dayung yang berputar dipasang pada bilah yang dipasang secara vertikal di
ujungnya. Pisau ini dimaksudkan untuk bertindak sebagai pengaduk untuk mencampur obat yang diuji
dengan cairan di dalam wadah penampung. Obat ditempatkan di dalam wadah penampung dan setelah
mengendap di bagian bawah, poros yang berputar dinyalakan untuk mulai mencampur. Obat yang diuji
juga sering dipasang pada sinker untuk mencegah obat menempel pada dinding bejana dan juga untuk
memastikan obat yang diuji tetap berada di bawah poros yang berputar. Sinker ini terbuat dari elemen
non-reaktif untuk mencegahnya bereaksi dengan sampel obat yang dipegangnya. Aparatus 2
diperkenalkan di USP pada tahun 1978, aparatus 2 atau disebut aparatus dayung menjadi yang paling
banyak digunakan untuk uji disolusi. Aparatus ini menggunakan vessel sebagai keranjang, tablet
diposisikan di bagian tengah bawah dari vessel. Agitasi dilakukan oleh dayung metalik yang berputar
dengan kecepatan antara 50 dan 150 rpm (paling sering 50 sampai 75 rpm) untuk mencegah bentuk
sediaan mengambang, digunakan pemberat (dianjurkan). Pemberat adalah heliks kawat terbuat dari bahan
non-reaktif dimana bentuk sediaan ditempatkan. Perubahan medium disolusi selama pengujian atau
penggantian medium dilakukan secara manual (Aulton, 2013). Faktor yang mempengaruhi kecepatan
disolusi sediaan obat yaitu :
Pada praktikum uji disolusi paracetamol diawali dengan memasukkan aquadest ke dalam bak
mantel yang sebelumnya sudah diatur suhunya menjadi 37℃, dipilih suhu tersebut karena menyesuaikan
dengan suhu yang berada di dalah tubuh manusia. 900 ml larutan disolusi dan tablet paracetamol
dimasukkan kedalam labu disolusi lalu diaduk dengan kecepatan 50 rpm pada proses ini diambil media
disolusi pada menit ke 0,5, 15, 20, dan 30. Media yang diambil tersebut diisikan kembali pada tiap media
lalu ditentukan kadarnya menggunakan spektrofotometri uv vis. Spektrofotometri uv-vis adalah
pengukuran serapan cahaya di daerah ultraviolet (200-400 nm) dan sinar tampak (400-800 nm) oleh suatu
senyawa. Serapan cahaya UV atau cahaya tampak mengakibatkan transisi elektronik, yaitu promosi
elektron-elektron dari orbital keadaan dasar yang berenergi rendah ke orbital keadaan tereksitasi
berenergi lebih tinggi. Panjang gelombang cahaya uv atau cahaya tampak bergantung pada mudahnya
promosi elektron. Metode pengukuran menggunakan prinsip spektrofotometri adalah berdasarkan
absorpsi cahaya pada panjang gelombang tertentu melalui suatu larutan yang mengandung kontaminan
yang akan ditentukan konsentrasinya. Proses ini disebut “absorbsi spektrofotometri”, dan jika panjang
gelombang yang digunakan adalah gelombang cahaya tampak, maka disebut sebagai kolorimeter.
Spektrofotometri juga menggunakan panjang gelombang pada gelombang ultra violet dan infra merah.
Prinsip kerja dari metode ini adalah jumlah cahaya yang diabsorbsi oleh larutan sebanding dengan
konsentrasi kontaminan dalam larutan (Abriyani dkk., 2022).
Penentuan nilai absorbansi ini dilakukan agar dapat menghitung persentase dari uji disolusi, pada
proses spektrofotometri dengan panjang gelombang 245 nm didapatkan nilai absorbansi pada menit ke 0
yaitu 0,007 menit ke 5 yaitu 0,0043, menit ke 15 yaitu 0,096, menit ke 20 yaitu 0,132 dan menit ke 30
yaitu 0,172. Dari nilai absorbansi ini maka dapat di cari %DE paracetamol hasil uji disolusi. Ukuran dan
laju disolusi secara keseluruhan digambarkan dengan efisiensi disolusi/dissolution efficiency (DE). DE
merupakan luas di bawah kurva disolusi pada waktu tertentu dibagi luas persegi panjang yang
menggambarkan disolusi 100% dalam waktu yang sama. Persen DE yang didapat pada uji paracetamol ini
yaitu sebesar 53,46% hal ini tidak memenuhi persyaratn Farmakope yaitu lebih dari 80%.
Selanjutnya dilakukan pengujian uji disolusi terhadap vitamin c dengan langkah yang sama, yaitu
pertama membuat larutan stok dan menetukan panjang gelombang maksimal, panjang gelombang
maksimal vitamin c yaitu 265 nm. Kemudian dibuat larutan seri vitamin c dengan konsentrasi
3,6,10,15,25, dan 50 ppm dan dibaca absorbansi yang didapatkan. Penetapan kurva kalibrasi ini diperoleh
persamaan y = 0,0151x + 0,1639 dengan nilai r = 0,9945. Nilai r yang diperoleh pada persamaan tersebut
dikatakan baik karena mendekati 1. Selanjutnya dilakukan pengujian uji disolusi menggunakan disolution
teseter metode dayung, pengujian ini dilakukan pada menit ke 0,10,20,30, dan 45. Absorbansi diperoleh
dengam spektrofotometri uv vis hingga didapatkan hasil
VIII. Kesimpulan
Dari praktikum yang telah dilakukan maka dapat disimpulkan bahwa metode yang digunakan untuk
e) 15 ppm
M1 x V1 = M2 x V2
100 ppm x V1 = 15 ppm x 10 ml
15 ppm x 10 ml
V1 =
100 ppm
V1 = 1,5 ml
f) 50 ppm
M1 x V1 = M2 x V2
100 ppm x V1 = 50 ppm x 10 ml
50 ppm x 10 ml
V1 =
100 ppm
V1 = 5 ml
g) 100 ppm
M1 x V1 = M2 x V2
100 ppm x V1 = 1 ppm x 10 ml
1 ppm x 10 ml
V1 =
100 ppm
V1 = 0,1 ml
b. Perhitungan seri konsentrasi larutan vitamin c standar
100 mg
Larutan stok =
100 ml
= 1 mg/ ml
= 1000 ppm
Penentuan panjang gelombang
M1 x V1 = M2 x V2
1000 ppm x V1 = 100 ppm x 10 ml
100 ppm x 10 ml
V1 =
1000 ppm
V1 = 1 ml
Pembuatan kurva kalibrasi
a) 3 ppm
M1 x V1 = M2 x V2
100 ppm x V1 = 3 ppm x 10 ml
3 ppm x 10 ml
V1 =
100 ppm
V1 = 0,3 ml
b) 6 ppm
M1 x V1 = M2 x V2
100 ppm x V1 = 6 ppm x 10 ml
6 ppm x 10 ml
V1 =
100 ppm
V1 = 0,6 ml
c) 10 ppm
M1 x V1 = M2 x V2
100 ppm x V1 = 10 ppm x 10 ml
10 ppm x 10 ml
V1 =
100 ppm
V1 = 1 ml
d) 15 ppm
M1 x V1 = M2 x V2
100 ppm x V1 = 15 ppm x 10 ml
15 ppm x 10 ml
V1 =
100 ppm
V1 = 1,5 ml
e) 25 ppm
M1 x V1 = M2 x V2
100 ppm x V1 = 25 ppm x 10 ml
25 ppm x 10 ml
V1 =
100 ppm
V1 = 2,5 ml
f) 50 ppm
M1 x V1 = M2 x V2
100 ppm x V1 = 50 ppm x 10 ml
50 ppm x 10 ml
V1 =
100 ppm
V1 = 5 ml
2. Grafik Kurva Baku
a. Grafik Kurva Baku Paracetamol
b. Grafik Kurva Baku Vitamin C
AUC Total
%DE = x 100%
% Disolusi terakhir x Waktu terakhir
681,825
= x 100 %
42,51 x 30
= 53,46%
b. Tabel Uji Disolusi Vitamin C
AUC Total
%DE = x 100%
% Disolusi terakhir x Waktu terakhir
255,234
= x 100 %
12,647 x 45
= 44,84%
4. Grafik hubungan antara waktu dan % disolusi
a. Grafik hubungan antara waktu dan % disolusi paracetamol
25 22.1
20 Linear (% disolusi)
15
10 8.02
5 1.5
0
0 5 10 15 20 25 30 35
Waktu
6.6528
5.4346 Linear (disolusi)
6
4
1.728 1.2516
2
0
0 5 10 15 20 25 30 35 40 45 50
Waktu
5. Dokumentasi
6. Abstrak jurnal