Makalah Kel.13 T.a.E Aks2f
Makalah Kel.13 T.a.E Aks2f
Puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah memberikan Kesehatan jasmani
dan rohani sehingga kita masih bisa menikmati indahnya alam ciptaan-Nya. Sholawat
dan salam semoga senantiasa tercurahkan kepada teladan kita Muhammad SAW yang
telah menunjukkan kepada kita jalan yang lurus berupa ajaran agama yang sempurna
dan menjadi rahmat bagi seluruh alam.
Penulisan makalah ini bertujuan untuk memenuhi tugas kelompok mata kuliah
Al-qur’an yang berjudul “Ayat-Ayat Tentang Asuransi”. Dalam makalah ini kami
menjelaskan tentang apa saja ayat ayat al-qur’an yang berhubungan dengan Asuransi.
Makalah ini kami susun dengan segala kemampuan kami dan semaksimal
mungkin. Namun, kami menyadari dalam penyusunan makalah ini tentu tidaklah
sempurna dan masih banyak kesalahan serta kekurangan. Maka dari itu, kami berharap
semoga makalah ini memberi manfaat dan dapat menambah wawasan pengetahuan
pembaca, khususnya tentang “Ayat-Ayat Tentang Asuransi”.
Maka dari itu kami sebagai penyusun makalah ini mohon kritik, saran dan pesan
dari semua membaca makalah ini terutama dosen mata kuliah Tafsir Ilmu Ekonomi
yang kami harapkan sebagai bahan koreksi untuk kami kedepannya. Sekian,
terimakasih.
Penyusun
ii
Daftar Isi
Kata Pengantar.................................................................................................................. ii
2.2 Dasar Hukum beserta Ayat – Ayat Tentang Asuransi Pada Al Qur’an ............. 4
iii
BAB 1
PENDAHULUAN
1
1.3 Tujuan
1. Mahasiswa mengerti tentang asuransi dan khususnya asuransi syariah.
2. Mahasiswa mengetahui hukum serta apa saja yang diatur ajaran islam tentang
asuransi.
3. Menjadi sarana meningkatkan keimanan dengan mengetahui karakteristik dan
keistimewaan asuransi syariah dibanding asuransi konvensional
4. Mahasiswa memahami ayat-ayat tentang asuransi dan penafsirannya.
2
BAB 2
PEMBAHASAN
Kata asuransi awalnya berasal dari bahasa Latin, yaitu assecurare yang berarti
meyakinkan orang. Kata asuransi kemudian dikenal dengan assurance dalam bahasa
Perancis. Bahasa inggris dari asuransi adalah insurance yang kemudian diadopsi ke
dalam Bahasa Indonesia menjadi asuransi dengan padanan kata “pertanggungan”.2
Di Indonesia terdapat dua sistem yang dipakai dalam usaha perasuransi, yaitu
asuransi konvensional dan asuransi syariah.
Asuransi secara konvensional sebagai Perjanjian antara dua pihak atau lebih,
dengan mana pihak penanggung mengikatkan diri kepada tertanggung, dengan
menerima premi asuransi, untuk memberikan penggantian kepada tertanggung
karenakerugian, kerusakan, atau kehilangan keuntungan yang diharapkan, atau
tanggung jawab hukum kepada pihak ketiga yang mungkin akan diderita tertanggung,
yang timbul dari suatu peristiwa yang tidak pasti, atau untuk memberikan suatu
pembayaran yang didasarkan atas meninggal atau hidupnya seseorang yang
dipertanggungkan.3 Dari pengertian diatas dapat ditarik kesimpulan bahwa dalam
asuransi terdapat tiga unsur utama, yaitu pihak penanggung, pihak tertanggung dan
peristiwa yang tidak pasti.
2
AM. Hasan Ali, Asuransi Perspektif Hukum Islam: Suatu Tinjauan Analisis Historis, Teoritis, & Praktis (Jakarta:
Kencana, 2004), 57
3
Pasal 1 Undang-undang Nomor 2 Tahun 1992 Tentang Usaha Perasuransian.
3
2.1.2 Asuransi Syari’ah
berasal dari kata bahasa Arab, yaitu التكافل berarti menanggung atau menjamin.
Asuransi syariah (takaful) adalah usaha saling melindungi dan tolong menolong diantara
sejumlah orang/ pihak melalui investasi dalam bentuk asset atau ”tabarru’’ yang
memberikan pola pengembalian untuk menghadapi resiko tertentu melalui akad
(perikatan) yang sesuai dengan prinsip syariah.4 Juga dalam pengertian muamalah,
takaful adalah jaminan sosial di antara sesama muslim, sehingga antara satu dengan
yang lainnya bersedia saling menanggung resiko.5
2.2 Dasar Hukum beserta Ayat – Ayat Tentang Asuransi Pada Al Qur’an
Praktek asuransi sudah ada sejak zaman sebelum Rasulullah SAW. Asuransi
merupakan budaya dari suku Arab kuno. Praktek asuransi disebut dengan “aqilah“
yaitu salah satu anggota suku yang terbunuh oleh anggota suku lain, keluarga atau ahli
waris waris korban akan dibayar dengan sejumlah uang darah (diyat). . Praktek “aqilah”
sama halnya dengan praktek asuransi, kontribusi yang diberikan sama seperti premi
dalam asuransi. Sedangkan, kompensasi yang diberikan kepada ahli waris korban sama
dengan nilai pertanggungan. Dengan demikian, maka suku arab pada zaman dahulu
sudah mempraktekkan asuransi dengan cara melakukan proteksi terhadap anggota
sukunya terhadap resiko pembunuhan yang bisa terjadi setiap saat tanpa di duga
sebelumnya. 6
Di dalam al-Qur‟an tidak ditemukan kata yang menyebut istilah asuransi seperti
takaful. Akan tetapi, al-Qur‟an menjelaskan tentang konsep dan praktik dari asuransi.
Seperti pada QS Al Basyr (59):18 yang bunyinya sebagai berikut:
4
Fatwa Dewan Asuransi Syariah Nasional, Majelis Ulama Indonesia, tentang Pedoman Umum Asuransi Syariah
bagian pertama (DSN-MUI) Fatwa DSN No. 21/DSN-MUI/X/2001
5
Burhanuddin S, Aspek Hukum Lembaga Keuangan Syariah (Yogyakarta: Graha Ilmu, 2010), 98.
6
Zainuddin Ali, Hukum Asuransi syariah, 10
4
“Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah dan hendaklah
setiap diri memperhatikan apa yang Telah diperbuatnya untuk hari esok
(akhirat); dan bertakwalah kepada Allah, Sesungguhnya Allah Maha mengetahui
apa yang kamu kerjakan.”7
Dan juga pada QS An Nisa (4):85 bisa dijadikan dasar hukum Asuransi. Yang
berbunyi :
7
QS Al Basyr (59):18
8
QS An Nisa (4):85
5
2.3 Karakteristik dan Keistimewaan serta Prinsip Asuransi Syari’ah
Sebagai pengelola dana asuransi, perusahaan asuransi syariah wajib menjalankan
amanah yang telah diberikan oleh para peserta asuransi syariah untuk mengelolah premi
serta membantu meringankan beban musibah yang dialami oleh peserta lain. Untuk
menjalankan amanah tersebut, maka asuransi syariah memiliki karakteristik prinsip
sehingga dapat membedakan asuransi syariah dengan asuransi konvensional. Oleh
karena itu berikut beberapa prinsip asuransi syariah yang digunakan untuk mencapai
tujuan tersebut:
2.3.1 Tauhid
Prinsip tauhid harus digunakan sebagai dasar dari setiap tindakan manusia
khususnya dalam hal bermuamalah karena sumber dari segala perbuatan merupakan
hasil penciptaan Allah SWT. Sehingga ada keyakinan bahwa Allah SWT selalu
mengawasi gerak langkah kita. Hal ini merupakan hal yang paling penting dalam hidup
karena merupakan wujud dari keimanan seseorang
2.3.2 Ta’awun
Niat seseorang menjadi peserta asuransi tentu dilandasi adanya prinsip tolong
menolong (ta‘awun) karena hal tersebut merupakan karakter utama dari asuransi
syariah. Setiap peserta memberikan sebagian dana kebajikan atau dana tabarru’ yang
dikumpulkan untuk kemudian digunakan menolong dan meringankan beban peserta lain
yang sedang mengalami musibah.
Adapun wujud dari maisir ini adalah apabila sampai perjanjian berakhir peserta
tidak mengalami musibah atau kecelakaan, maka peserta tidak berhak mendapatkan
6
klaim atas premi yang telah disetornya. Sementara, keuntungan akan diperoleh ketika
peserta yang belum menjadi anggota dan perjanjiannya belum akhir, akan tetapi telah
mengajukan klaim sehingga peserta tersebut dapat menerima dana pembayaran klaim
yang jauh lebih besar dari pada premi yang telah dibayarkan. Dalam konsep takaful,
apabila peserta tidak mengalami kecelakaan atau musibah selama menjadi peserta, maka
ia tetap berhak mendapatkan premi yang disetor.
9
Zainuddin Ali, Hukum Asuransi Syariah , 51
7
BAB 3
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Asuransi konvensional berbeda dengan asuransi syari’ah yang dimana pihak yang
memberikan sesuatu berhak mendapatkan penggantian dari pihak yang diberi. Apabila
hal ini dilakukan oleh peserta asuransi syariah, maka perbuatan ini tak ubahnya seperti
seseorang memberikan sumbangan, kemudian diambil kembali. Selain itu, apabila hal
tersebut ada pada asuransi syariah, maka akan dipertanyakan sisi syariahnya asuransi
tersebut apabila dibandingkan dengan asuranasi konvensional. Perbuatan seperti ini
merupakan tindakan yang diharamkan.
8
Daftar Pustaka
- AM. Hasan Ali, Asuransi Perspektif Hukum Islam: Suatu Tinjauan Analisis Historis,
Umum Asuransi Syariah bagian pertama (DSN-MUI) Fatwa DSN No. 21/DSN-
MUI/X/2001
2010), 98.
-
QS Al Basyr (59):18
-
QS An Nisa (4):85