Artikel Setono Gedong
Artikel Setono Gedong
Makam Syekh Wasil Syamsudin yang berada di area Masjid Setono Gedong Kediri. (Foto: Tagar/Fendhi Lesmana)
"Ini kan makam sudah tua usianya, mereka yang datang dari luar
negeri biasanya masih ada hubungan kerabat dengan leluhur yang
ada di sini," tutur pria berkumis ini.
Merdeka.com - Perusakan situs Setono Gedong Kota Kediri oleh takmir masjid
setempat disayangkan berbagai kalangan di Kota Kediri. Dalam catatan sejarah
perjalanan, situs ini sudah cukup di kenal di Indonesia, salah satunya sebagai
situs makam guru dari Sri Maharaja Mapanji Jayabhaya atau Joyoboyo.
Agus Sunyoto, penulis buku Atlas Wali Songo yang juga pengamat sejarah wali
songo, menceritakan banyak tentang situs Setono Gedong ini. Menurutnya
hasil survei epigraf Islam yang dilakukan Louis-Charles Damais dalam laporan
berjudul L’epigraphie Musulmane Dans le Sud-est Asiatique, inskripsi kuno di
makam Setono Gedong Kediri menyebutkan makam seorang Al-imam Al-Kamil
yang epitafnya diakhiri dengan keterangan al-syafii madzhaban al-arabi nisban
wa huwa taj al-qudha (t) namun tidak terdapat tanggal tepat tentang inskripsi
tersebut.
by Taboola
Sponsored Links
Jam Tangan Merek Swiss Dijual, DISKON 90% Hari IniCristino RollisterBeli Sekarang
Sidoharjo: Orang Indonesia Yang Lahir Sebelum Tahun 1981 Memenuhi Syarat
Untuk PembayaranSurvey Compare
BACA JUGA:
Mercusuar Cimiring di Pulau Nusakambangan, Peninggalan Belanda yang Penuh
MisteriKisah Syekh Mudzakir, Ulama Asal Demak yang Makamnya Terapung di Tengah
Laut
"Sebagai titisan Wisynu Sri Mapanji Jayabhaya ditemani oleh Agastya yang
merintis dalam diri pendeta kepala Brahmin penasehat raja. Menurut Prof Dr
Poerbatjaraka dalam Agastya in den Archipel, memaparkan hubungan
Jayabhaya (titisan Wisynu) dengan gurunya (titisan Agastya) dengan mengutip
sajak Kakawin Hariwangsa yang ditulis oleh Mpu Panuluh," terang Agus.
Sebagian orang menafsirkan guru Sri Mapanji Jayabhaya adalah Mpu Sedah.
Sementara bagian yang lain menafsirkan bahwa Mpu Sedah adalah guru
Jayabhaya di bidang sastra, sedangkan bhiksu pandhita adhikara yang disebut
dalam Hariwangsa adalah Syaikh Syamsuddin al-Wasil.
Berdasarkan fakta sejarah tersebut, menurut Agus, pihak takmir Masjid Setono
Gedong tidak berhak merubah, merusak cagar budaya yang memang diakui
keberadaannya oleh BPCB Trowulan. "Mereka harus menghentikan, karena
mereka merusak dan itu bisa dituntut UU Cagar Budaya 10/2011. Selain itu
pemerintah setempat harus tegas," tandasnya.
Sejarah Masuknya Islam di Kediri, Kota yang Dianggap Wingit bagi Presiden
Lusiana Mustinda - detikNews
Rabu, 19 Feb 2020 06:35 WIB
0 komentar
BAGIKAN
URL telah disalin
Makam Syekh Al Wasil Syamsudin atau Mbah Wasil dan sejarah masuknya Islam di Kediri.
(Foto: Andhika Dwi)
Jakarta - Ada sebuah mitos berkembang di masyarakat yang menyebut bahwa, Kediri
merupakan daerah yang wingit untuk Presiden. Disarankan ketika seorang Presiden datang
ke Kediri, agar tak terjadi suatu apapun hendaknya berkunjung atau ziarah dan berdoa di
Makam Syekh Al Wasil Syamsudin atau Mbah Wasil Setono Gedong di Kota Kediri.
Ketua Umum Pengurus Pusat Himpunan Alumni Pondok Pesantren Lirboyo, KH Abdulloh
Kafabihi Mahrus mengatakan, Mbah Wasil merupakan penyebar agama Islam di Kediri jauh
sebelum para wali (wali songo). Siapa sebenarnya Mbah Wasil dan bagaimana sejarah
masuknya Islam ke Kediri ?
ADVERTISEMENT
Baca juga:
Selain Wingit Bagi Presiden, Kediri Angker untuk Warga Lamongan?
Dikutip dari buku berjudul "Inskripsi Islam Tertua di Indonesia" oleh C. Guillot, Luvdik Kalus
dan Willem Molen, Mbah Wasil merupakan tokoh penyebaran agama Islam yang terkenal di
Jawa Timur, termasuk Kediri pada sekitar abad 10 Masehi.
Seorang petugas BPCP sekaligus juru kunci makam, Muhammad Yusuf Wibisono
mengatakan Syekh Wasil masuk ke Kediri pada masa pemerintahan Raja Sri Aji Joyoboyo
pada abad ke-10 Masehi.
Tak ada yang tahu pasti asal-usul Mbah Wasil. Sejumlah sumber meyakini Mbah Wasil
berasal dari Turki. Mungkin karena itulah dia juga dijuluki Pangeran Mekah. Namun
masyarakat ketika itu lebih kerap memanggilnya dengan nama Mbah Wasil.
"Dipanggil Mbah Wasil karena beliau sering memberikan wasil (ahli bertutur sapa, berpetuah
yang baik)," kata Yusuf kepada detikNews pada Rabu, 15 Mei 2019 lalu.
Hal pertama yang dilakukan Mbah Wasil saat menyebarkan Islam di Kediri adalah dengan
melakukan pendekatan ke warga. Tujuannya agar kehadirannya bisa diterima dengan baik
oleh masyarakat.
Metode dakwah diawali pendekatan ini dilakukan sebab sebelum Islam masuk, warga Kediri
sudah memiliki keyakinan lain. Di Kediri ketika itu sudah banyak situs-situs berupa arca
sebagai lokasi sembahyang.
Melalui pendekatan, Mbah Wasil berhasil menyebarkan Islam di Kediri. Islam pun
berkembang pesat di wilayah yang kini dikenal dengan Kota Santri itu. Sejumlah masjid pun
dibangun. Salah satunya Masjid Setono Gedong.
Setelah Mbah Wasil wafat, jenazahnya dikebumikan di area Masjid Setono Gedong. Selain
Syekh Wasil, ada juga beberapa tokoh Islam yang dimakamkan di sini. Mereka antara lain
Wali Akba, Pangeran Sumende, Sunan Bagus, Sunan Bakul Kabul, Kembang Sostronegoro,
Mbah Fatimah dan Amangkurat.
Menurut Yusuf, makam Mbah Wasil selalu ramai oleh peziarah di musim Ramadan.
Khususnya di waktu sore menjelang buka puasa. Selain bulan puasa, peziarah juga
memadati area makam di hari raya Idul Fitri. Tak hanya dari Kediri, peziarah juga datang
dari Jakarta, Bandung, Bali, Surabaya, Malang, Solo, Blitar dan Tulunganggung.
"Awal Ramadhan, di saat bulan Ramadhan dan menjelang Idul Fitri, pengunjung selalu
mengalami peningkatan, apalagi bagi para peziarah yang memiliki hubungan kerabat
dengan Syekh Wasil. Menjelang Idul Fitri atau malam ganjil 25,27,29 pengunjung yang
datang bisa mencapai 30 ribu orang," kata Yusuf.
Baca artikel detiknews, "Sejarah Masuknya Islam di Kediri, Kota yang Dianggap Wingit bagi
Presiden" selengkapnya https://news.detik.com/berita/d-4904713/sejarah-masuknya-islam-
di-kediri-kota-yang-dianggap-wingit-bagi-presiden.