Anda di halaman 1dari 9

BAB II

PEMBAHASAN
A. Penjelasan Jual Beli secara istilah
Jual beli secara istilah islam dalam bahasa Arab yaitu Ba'i dari kata dasar Ba'a-yib secara
Ba'i yaitu saling tukar menukar barang bertujuan untuk kemaslahatan bersama. Secara
pengertian umum yaitu kita tukar menukar dengan barang atau harta boleh boleh saja, asal
sesuai dengan prosedur Islam yang berlaku.

Secara umum jual beli dapat diartikan dengan tukar menukar uang dengan barang atau
barang dengan barang. Hukum dalam jual beli boleh boleh saja dilakukan asalkan sesuai
dengan sistem jual beli yang halal di Islam.

B. Hukum Jual Beli


Dasar hukum dalam jual beli ini bersifat boleh saja atau bisa dibilang mubah. Maksudnya
disini jual beli ini untuk menguntungkan dalam arti suka sama suka untuk memenuhi
kebutuhan sehari-hari. Menurut kami tidak ada yang melarang jual beli asalkan dengan cara
yang halal. Allah pun menjamin jika jual beli dilakukan secara adil dapat memberikan
manfaat bagi kita semua.
C. Macam-macam Jual Beli
Bentuk-bentuk jual beli dalam Islam dan konvensioanal terbagi menjadi beberapa bagian,
diantaranya digambarkan dalam bagian berikut:
1. Dilihat dari sisi objek akad jual beli terbagi menjadi:
a. Tukar-menukar uang dengan barang. Ini bentuk jual beli berdasarkan konotasi atau
barang. Misalnya; tukar-menukar mobil dengan rupiah.
b. Tukar-menukar barang dengan barang, disebut juga dengan (barter). Misalnya; tukar-
menukar buku dengan jam tangan.
c. Tukar-menukar uang dengan uang. Misalnya; tukar-menukar rupiah dengan real.
2. Dilihat dari sisi waktu serah terima, jual beli dibagi menjadi 4 bentuk:
a. Barang dan uang serah terima dengan cara tunai. Ini bentuk asal dalam jual beli dan
dikenal secara umum.
b. Uang dibayar di muka dan barang menyusul pada waktu yang disepakati, ini
dinamakan jual beli saham.
c. Barang diterima di muka dan uang menyusul, disebut juga dengan ba’i ajal (jual beli
tidak tunai). Misalnya: jual beli kredi.
d. Barang dan uang tidak tunai, disebut juga ba’i dain bi dain (jual beli utang dengan
utang)
3. Dilihat dari cara menetapkan harga, jual beli dibagi menjadi:
a. Ba’i musawamah (jual beli dengan cara tawar-menawar), yaitu dimana pihak pembeli
akan melakukan penawarang fungsinya untuk menjatuhkan hara barang agar sedikit
lebih murah. Si penjual pun juga tidak akan merasa heran dan tidak mengambil
tindakan untuk memberikan harga langsung kepada pembeli.
b. Ba’i amanah, yaitu jual beli di mana penjual menyebutkan harganya secara langsung
yang sesua i terjadi di lapangan atau sesuai fakta dengan naik atau turunnya
perekonomian. Jual beli jenis ini terbagi menjadi 3 bagian:
 Ba’i Murabahah
 Ba’i wadhiyyah
 Ba’i tauliyah

D. Manfaat Jual Beli bagi kehidupan di Dunia


Allah telah menghalalkan jual beli dengan maksud untuk mensejahterakan kehidupan
antar umat beragama asalkan barang yang diperjualbelikan yaitu Halal dan tidak menentang
aturan dari Allah SWT. Manfaat dan hikmah yang dapat diperoleh dari transaksi jual beli
dapat diuraikan sebagai berikut:
1. Antara penjual dan pembeli dapat merasa puas karena atas dasarnya jual beli itu suka
sama suka dan salig menguntungkan
2. Dapat menjauhkan seseorang dari memakan atau memiliki harta haram.
3. Rezeki yang kita dapat dari jual beli sebagai nafkah keluarga yaituu halal dan tidak sia-
sia.
4. Dapat ikut memenuhi hajad hidup orang banyak (masyarakat) dan mengajarkan hidup
bermasyarakat (sosial).
5. Jiwa terasa senang dan bahagia karena kita jualan atas dasar syukur kepada Allah SWT
6. Dapat mempererat tali silaturrahim/persaudaraan.
E. Hadits Jual Beli

‫ش ْوا َواَل‬
ُ ‫ض َواَل تَنَا َج‬ ٍ ‫ض ُك ْم َعلَى بَ ْي ُع بَ ْع‬ ُّ ‫ اَل تَلَقَّ ُوا‬:‫سلَّ َم َقا َل‬
ُ ‫الر ْكبَا نَ َواَل يَبِ ْي ُع بَ ْع‬ َ ‫صلَّى هللاُ َعلَ ْي ِه َو‬ َ ِ‫س ْو َل هللا‬ ُ ‫ث أبِي ُه َر ْي َرةَ أنَّ َر‬ ُ ‫َح ِد ْي‬
‫صا َع‬ َ ‫س ِخ‬
َ ‫ط َها َر َّدهَا َو‬ َ ْ‫س َك َها َوإن‬َ ‫ض ْي َها أ ْم‬ِ ‫ُص ُّر ْوا ال َغنَ َم َو َم ِن ا ْبتَا َع َها فَ ُه َو بِ َخ ْي ِر النَّظَ َريْنَ بَ ْع َد اَنْ يَ ْحتَلِبَ َها إنْ َر‬
َ ‫ض ٌر لِبَا ٍد َواَل ت‬
ِ ‫َيبِ ْي ُع َحا‬
)‫تَ ْم ٍر(رواه البخارى‬

Diriwayatkan oleh Abu Hurairah, bahwa sesungguhnya Rasulullah saw bersabda


“Janganlah kalian menghadang rombongan dagang, janganlah sebagian kalian menjual
(dengan menyalip) penjualan yan lain, janganlah kalian melakukan najasy, janganlah
orang kota menjualkan dagangan orang desa, janganlah menahan susu domba dan siapa
yang membeli domba tersebut maka ia boleh memiliki dua pilihan. Jika ia ridha dengan
keadaan domba itu, maka ia boleh tetap memilikinya, dan jika ia tidak suka, ia boleh
mengembalikannya beserta satu sha’ kurma.”

Penjelasan:

 Jangan mencoba semena mena kepada penjual penjual lainnya karena dijelaskan bahwa
berdagang itu bisa siapa aja asalkan adil dan tanggung jawab.
 Najasy, adalah meninggikan harga ketika menawar barang tetapi bukan untuk dibeli,
melainkan untuk membuat orang lain cemburu dan mau membeli barang tersebut.
 Janganlah orang kota menjualkan dagangan orang desa, maksudnya bahwa orang kota
berkata kepada orang desa yang membawa dagangan dan akan menjualnya dengan hara
yang berlaku saat itu, biarkanlah dagangan itu aku yang jualkan untukmu dengan harga
yang lebih tinggi.

Korelasi

Kaitan hadits di atas dengan akuntansi yaitu dalam membuat laporan keuangan syariah yang
berdasarkan asas transaksi syariah. Adapun transaksi syariah didasarkan pada prinsip:

 Persaudaraan (ukhuwah). Transaksi syariah dilakukan dengan menjunjung tinggi nilai


kebersamaan serta tidak boleh mendapatkan keuntungan di atas kerugian orang lain.
Inilah mengapa hadits di atas melarang untuk meninggikan harga ketika tawar menawar
tetapi bukan untuk dibeli melainkan untuk membuat orang lain cemburu.
 Keadilan. Transaksi syariah dilakukan dengan menempatkan sesuatu hanya pada yang
berhak dan sesuai dengan porsinya, tidak melakukan riba atau bunga, judi, unsur
ketidakjelasan, manipulasi, eksploitasi, dan tidak adanya kezaliman. Inilah mengapa
hadits di atas melarang orang kota untuk menjualkan dagangan orang desa dengan harga
murah, karena akan menzalimi ini orang desa.
 Kemaslahatan (maslahah). Transaksi syariah dilakukan dengan mematuhi ketentuan
syariah (halal) dan membawa kebaikan dan bermanfaat (thayib). Dan juga harus
mencapai tujuan ketetapan syariah yang berupa pemeliharaan terhadap agama (di'en),
intelektual ('aql), keturunan (nasl), jiwa dan keselamatan (nafs) serta harta benda (mal).
 Keseimbangan (tawazun). Dalam melakukan transaksi syariah harus memperhatikan
keseimbangan antara aspek privat dan publik, aspek sektor keuangan dan sektor riil,
antara bisnis dan sosial serta antara aspek pemanfaatan serta pelestarian yang harus
memperhatikan kepentingan semua pihak.
 Universalisme (syumuliyah). Dalam melakukan transaksi syariah janganlah membedakan
suku, agama, ras, dan golongan. Inilah mengapa hadis di atas melarang untuk
menghadang rombongan dagang dari daerah lain.

‫?ل َس? َوا ًء‬ ٍ ?‫ح ِم ْثالً بِ ِم ْث‬


ِ ‫ير َوالتَّ ْم ُر بِالتَّ ْم ِر َو ْال ِم ْل ُح بِ ْال ِم ْل‬
?ِ ‫ض ِة َو ْالبُرُّ بِ ْالبُرِّ َوال َّش ِعي ُر بِال َّش ِع‬
َّ ِ‫ضةُ بِ ْالف‬
َّ ِ‫ب َو ْالف‬ َّ ِ‫الذهَبُ ب‬
ِ َ‫الذه‬ َّ
‫ت هَ ِذ ِه اَألصْ نَافُ فَبِيعُوا? َك ْيفَ ِشْئتُ ْم ِإ َذا َكانَ يَدًا بِيَ ٍد‬ ْ َ‫اختَلَف‬
ْ ‫بِ َس َوا ٍء يَدًا بِيَ ٍد فَِإ َذا‬

“Jika emas dijual dengan emas, perak dengan perak, gandum dengan gandum, sya’ir
dengan sya’ir, kurma dengan kurma dan garam dengan garam, maka jumlah (takaran)
harus sama dan dibayar kontan (tunai). Jika jenis barang tadi berbeda, maka silahkan
engkau membarterkannya sesukamu, namun harus dilakukan dari tangan ke tangan
(kontan). (HR. Muslim no. 1587)

Penjelasan

Disini terkandung anugerah dan kemudahan bagi setiap Muslim. Contohnya menukarkan
mata uangnya ke mata uang asing yang dibutuhkannya. Beberapa negara melarang praktik
penjualan valas ini dan menyebutnya sebagai black market, bahkan negara tersebut
menangkap para penjual valas, sementara negara sendiri membolehkan praktik riba.
Bolehnya jual beli valas ini diisyaratkan harus adanya proses saling memberi dan menerima
di tempat akad.

Dalam hadis lain, Rasulullah saw bersabda “Menjual emas dengan perak itu riba, kecuali
dilakukan dari tangan ke tangan.”. Jadi, mengambil dan memberi dalam praktik jual beli
uang ini harus berlangsung di tempat akad, meskipun diantara kedua belah pihak telah terjadi
kesepakatan atau saling percaya satu sama lain. Dengan demikian, riba tidak menjadi jual
beli, dan haram tidak menjadi halal.

Korelasi

Kaitan hadits di atas dengan akuntansi yaitu dalam sistem keuangan Islam. Dalam
menjalankan sistem keuangan Islam faktor yang paling utama adalah adanya akad atau
kontrak atau transaksi yang sesuai syariat Islam dengan menggunakan prinsip keuangan yaitu
rela sama rela (antaraddim minkum), tidak ada pihak yang menzalimi dan dizalimi (la
tazhlimuna wa la tuzhlamun), hasil usaha muncul bersama biaya (al kharaj bi al dhaman),
dan untung muncul bersama risiko (al ghunmu bi al ghurmi).

‫صا ِة َوعَنْ بَ ْي ِع ا ْل َغ َر ِر‬


َ ‫سلَّ َم عَنْ بَ ْي ِع ا ْل َح‬
َ ‫صلَّى هَّللا ُ َعلَ ْي ِه َو‬
َ ِ ‫سو ُل هَّللا‬
ُ ‫نَ َهى َر‬
“Rasulullah saw melarang jual beli al-hashah dan jual beli gharar.” (HR. Bukhari)
Penjelasan
Jual beli yang mengandung gharar adalah jual beli yang mengandung bahaya (kerugian bagi
salah satu pihak) dan bisa mengakibatkan hilangnya harta atau barangnya. Jenis gharar yang
membatalkan jual belia adalah yang tidak jelas wujud barang, yaitu setiap transaksi dimana
barang masih dimunkinkan ada atau tidak adanya . Contohnya adalah jual beli saham.
Dalam bursa saham, bentuk gharar banyak ditemukan dalam setiap transaksinya. Adapun
gharar tersebut dapat terjadi disebabkan oleh:
1. Transaksi berjangka dalam pasar saham sebagian besar bukanlah jual beli sesungguhnya.
Karena tidak ada unsur serah terima dalam pasar saham ini antara kedua belah pihak
yang bertransaksi, padahal syarat jual beli adalah adanya serah terima barang dagangan
dan pembayarannya atau salah satu dari keduanya.
2. Pembeli dalam pasar ini kebanyakan membeli menjual kembali barang yang dibelinya
sebelum ia terima. Orang kedua akan menjual kembali sebelum dia terima.
Korelasi
Kaitan hadits di atas dengan akuntasi yaitu konstruk akuntansi yang berhubungan dengan
masalah otoritas dan pelaksana yang didasarkan pada takwa, kebenaran, dan
pertanggungjawaban. Hadis di atas berkaitan dengan kebenaran dan pertanggungjawaban
dimana dalam melakukan transaksi harus ada serah terina antata kedua belah pihak yang
bertransaksi dan juga bertanggungjawab.

Asy-Syaikh Abdullah bin Abdurrahman Al-Bassam Rahimahullah dalam kitab Taudhihul


Ahkam Syarh Bulughul Maram, Kitab al-Buyu’ Hadis No. 660 terjemahan dari Abu Yusuf
Sujono menerangkan mengenai mata pencaharian yang paling baik:
‫ عمل‬: ‫ يا قال‬:‫عن رفاعة بن رافع رضي هللا عنه أن النبي صلى هللا عليه وسلم سئل أي الكسب أطيب؟ قال‬
‫رواه البزار وصححه الحاكم‬، ?‫الرجل بيده وكل بيع مبرور‬
“Dari Rifa’ah ibn Rafi’ r.a. bahwasanya Rasulullah SAW ditanya: Mata pencaharian
apakah yang paling bagus? Rasulullah menjawab, “Pekerjaan seseorang dengan
tangannya dan tiap-tiap jual beli yang baik.” (HR. al-Bazzar dishahihkan oleh al-Hakim al-
Naysaburi)

Takhrij Hadis

Hadis ini shahih dengan bayaknya jalur periwayatannya. Ibnu Hajar al-‘Asqalani
rahimahullah berkata: “Diriwayatkan oleh al-Bazzar dan dishahihkan oleh al-Hakim”, beliau
berkata di dalam kitab beliau at-Talkhish: “Diriwayatkan oleh al-Hakim dan ath-Thabrani,
dan di dalam bab ini ada hadis juga dari Ali bin Abi Thalib, Ibnu Umar ra. hal itu disebutkan
oleh Abi Hatim rahimahullah. Ath-Thabrani meriwayatkan di dalam kitab al-Ausath hadis
dari Ibnu Umar ra. dan para perawinya La Ba’sa (tidak ada masalah)

Disebutkan di dalam kitab Bulughul Amani: “Diriwayatkan oleh Imam Ahmad rahimahullah
dan dikeluarkan oleh as-Suyuthi di dalam Jami’us Shaghir, dan diriwayatkan oleh al-Baihaqi
secara Mursal, dan dia berkata: ‘Inilah yang mahfuzh Wallahu A’lam”. Al-Haitsami
rahimahullah berkata di dalam kitab Majmau’z Zawaid setelah beliau menyebutkan bahwa
hadis itu memiliki banyak jalur periwayatannya, maka beliau berkata tentang riwayat Imam
ath-Thabrani: “Perawi-perawinya tsiqah (kuat)”. Dan berkata tentang jalurnya Imam
Ahmad: “Perawi-perawinya tsiqah (kuat)”

Penjelasan
Hadis diatas menjelaskan bahwa pekerjaan yang baik yaitu jual beli. Jual beli yang
dimaksud dalam hadis tersebut adalah jual beli yang dihalalkan Allah SWT., adanya barang
yang halal, dan adanya akad.

Korelasi

Kaitan hadits di atas dengan akuntansi yaitu dalam instrumen keuangan syariah. Instrumen
keuangan syariah dikelompokkan menjadi beberapa akad yaitu: akad investasi, akad jual
beli/sewa-menyewa, dan akad lainnya. Akad-akad tersebut sangat berkaitan dengan akuntasi
dimana dalam melakukan jual beli ada banyak hal yang harus diperhatikan serta dipahami.
Akad-akad tersebut juga membahas berbagai jenis jual beli yang pastinya berhubungan
dengan akuntasi.

ِ ‫ف ْال َك ِذ‬
‫ب‬ ِ ِ‫ق ِس ْل َعتَهُ بِ ْال َحل‬
ُ ِّ‫ َو ْال ُمنَف‬،‫ان‬
ُ َّ‫ْال ُم ْسبِلْ َو ْال َمن‬
“Pria yang memanjangkan pakaiannya di bawah mata kaki, dan orang yang menyebut-
nyebut pemberiannya, serta orang yang melariskan dagangannya dengan menggunakan
sumpah palsu.”

Penjelasan

Hadis ini diriwayatkan oleh Muslim di dalam kitab Shahih-nya (jilid I hal. 102). Hal senada
juga diriwayatkan oleh Imam Ahmad di dalam kitab Musnad-nya. Walaupun sumpah dalam
jual beli itu dilakukan dengan penuh kejujuran, maka sumpahnya tetap makruh, tetapi
makruh dengan pengertian tanzib (sebaiknya dihindari) karena yang demikian itu sebagai
upaya melariskan dagangan sekaligus mencari daya tarik pembeli dengan banyak
mengumbar sumpah.

Korelasi

Kaitan hadits di atas dengan akuntasi yaitu asumsi dasar dalam penyajian laporan keuangan.
Asumsi dasar terbagi 2 yaitu:

 Dasar akrual, yaitu pengaruh transaksi dan peristiwa lain diakui pada saat kejadian,
memberikan informasi kepada orang yang bertransaksi. Jadi dapat disimpulkan Ketika
melakukan sumpah dalam jual beli harus mengakui sumpah dan akad yang sudah
dilakukan
 Kelangsungan usaha, yaitu asumsi kelangsungan usaha entitas syariah yang akan
melanjutkan usahanya dimasa depan dan tidak bermaksud atau berkeinginan melikuidasi
atau mengurangi secara material. Maka jika mengumbar sumpah dalam jual beli hanya
untuk mencari daya tarik pembeli akan berisiko di masa depan.

Dari ‘Abdullah bin ‘Umar r.a., dari Nabi SAW., beliau bersabda:

َ‫ْس ِع ْندَك‬ ِ َ‫ف َوبَ ْي ٌع َوالَ شَرْ ط‬


َ ‫ان فِى بَي ٍْع َوالَ ِر ْب ُح َما لَ ْم تَضْ َم ْن َوالَ بَ ْي ُع َما لَي‬ ٌ َ‫الَ يَ ِحلُّ َسل‬

“Tidak diperbolehkan pinjaman dan jual beli, tidak juga dua syarat dalam satu jual beli,
dan tidak boleh menjual barang yang bukan milikmu”

Penjelasan

Pemberian syarat yang dilakukan pada akad jual beli merupakan akad kedua, yaitu
membayar orang (pembeli) untuk bekerja padanya. Pernyataan seperti itu jelas membatalkan
akad secara prinsip dan tidak sah. Hal itu didasarkan pada apa yang diriwayatkan oleh Abu
Dawud dan at-Tirmidzi yang dia juga menilai hadis ini shahih.

Korelasi

Kaitan hadits di atas dengan akuntansi yaitu dalam prinsip konservatisme, prinsip konsistensi,
dan prinsip obyektivitas. Prinsip konservatisme dalam akuntansi syariah yaitu pemilihan teknik
akuntansi dengan memperhatikan dampak baiknya terhadap masyarakat. Prinsip konsistensi
dalam akuntandi syariah yaitu dicatat dan dilaporkan secara konsisten sesuai dengan prinsip yang
dijabarkan oleh syariat. Prinsip obyektivitas dalam akuntasi syariah yaitu berhubungan erat
dengan konsep ketaqwaan, yaitu pengeluaran materi maupun non materi untuk memenuhi
kewajiban. Jadi berdasarkan hadis di atas dalam melakukan jual beli tidak bisa melakukan dua
akad dalam satu jual beli karena tidak sesuai dengan syariat dan berdampak buruk bagi salah satu
pihak

Anda mungkin juga menyukai