Tinjauan Pustaka GENEXPERT - DR - Bayu
Tinjauan Pustaka GENEXPERT - DR - Bayu
GENEXPERT
Oleh :
Bayu Aulia Riensya
NIM.1810246763
2
DAFTAR ISI
JUDUL................................................................................................................1
SURAT PENYATAAN......................................................................................2
DAFTAR ISI.......................................................................................................3
DAFTAR TABEL...............................................................................................4
DAFTAR GAMBAR...........................................................................................5
PENDAHULUAN...............................................................................................6
PRINSIP PEMERIKSAAN.................................................................................7
PROSEDUR PEMERIKSAAN...........................................................................9
INTERPRETASI HASIL..................................................................................19
KESIMPULAN.................................................................................................20
DAFTAR PUSTAKA........................................................................................21
3
DAFTAR TABEL
4
DAFTAR GAMBAR
Gambar 8. Gen rpoB dibaca oleh kelima probe dan grafik amplifikasi............18
5
PENDAHULUAN
Tuberkulosis (TB) sampai dengan saat ini masih menjadi salah satu permasalahan
kesehatan masyarakat di dunia pada umumnya dan di Indonesia pada khususnya,
meskipun penanganan TB sudah dilakukan selama berpuluh tahun, tetapi kasus
TB tetap selalu ada di masyarakat Indonesia. Kasus TB masih memiliki
kelemahan dalam metode deteksi yang efektif. Hal tersebut berkontribusi terhadap
masalah TB di seluruh dunia, karena pasien TB yang tidak mendapat pengobatan
tepat dapat menjadi sumber infeksi di komunitas. Kasus TB yang tidak diobati
juga meningkatkan mortalitas, khususnya pada penderita HIV. 1
Metode pemeriksaan yang banyak digunakan di negara endemik TB adalah
pemeriksaan mikroskopis. Namun demikian metode tersebut memiliki sensitivitas
yang rendah, tidak mampu dalam menentukan kepekaan obat, dan memiliki
kualitas yang berbeda-beda karena dipengaruhi oleh tingkat keterampilan teknisi
dalam melakukan pemeriksaan. Diagnosis konvensional untuk mendeteksi TB
Resistan Obat (TB RO) bergantung pada biakan dan uji kepekaan obat yang
membutuhkan waktu lama dan prosedur khusus dalam isolasi bakteri dari
spesimen klinik, identifikasi Mycobacterium tuberculosis (MTB) kompleks, dan
pemeriksaan in vitro dalam uji kepekaan obat anti tuberkulosis (OAT). 2
Selama pemeriksaan, pasien mungkin mendapatkan pengobatan yang tidak sesuai,
sehingga meningkatkan kemungkinan berkembangnya strain TB resistan obat dan
kejadian resistan. Hal tersebut diharapkan dapat diatasi dengan penggunaan
pemeriksaan Tes Cepat Molekuler (TCM) dengan Xpert MTB/RIF yang cepat dan
dapat mengidentifikasi keberadaan MTB dan resistansi terhadap rifampisin secara
simultan, sehingga inisiasi dini terapi yang akurat dapat diberikan dan dapat
mengurangi insiden TB secara umum. Hasil penelitian skala besar dunia
menunjukkan bahwa pemeriksaan TCM dengan Xpert MTB/RIF memiliki
sensitivitas dan spesifisitas untuk diagnosis TB yang jauh lebih baik dibandingkan
pemeriksaan mikroskopis serta mendekati kualitas diagnosis dengan pemeriksaan
biakan. 2
6
PRINSIP PEMERIKSAAN
Prinsip pemeriksaan GeneXpert adalah Polymerase Chain Reaction (PCR) atau
disebut juga dengan istilah Catridge Based - Nucleic Acid Amplification Tests
(CB- NAATs). PCR adalah suatu metode pemeriksaan biologi molekuler untuk
memperbanyak satu atau beberapa salinan potongan Deoxyribo Nucleic Acid
(DNA) menjadi beberapa kali lipat sehingga menghasilkan ribuan sampai jutaan
salinan urutan DNA tertentu. Pada proses PCR diperlukan beberapa komponen
utama, yaitu DNA cetakan, Oligonukleotida primer, Deoksiribonukelotida
trifosfat (dNTP), Enzim DNA Polimerase, dan komponen pendukung seperti
senyawa buffer. Kelima komponen tersebut masing-masing berperan dalam setiap
proses reaksi PCR. 3
Proses reaksi PCR menggunakan alat termosiklus. Sebuah mesin yang memiliki
kemampuan untuk memanaskan sekaligus mendinginkan tabung reaksi dan
mengatur temperatur untuk tiap tahapan reaksi. Terdapat tiga tahapan penting
setiap siklus dalam proses PCR yaitu denaturasi, penguatan (anneling), dan
pemanjangan (extension) untaian DNA. Pada setiap n siklus PCR akan diperoleh
2n untaian DNA target. 4
Sehingga amplifikasi akan berlangsung secara
eksponensial. Gambaran proses amplifikasi DNA dapat dilihat pada gambar 1.
7
Keunggulan PCR dikatakan sangat tinggi. Hal ini didasarkan atas spesifisitas,
efisiensi dan keakuratannya. Spesifisitas PCR terletak pada kemampuannya
mengamplifikasi sehingga menghasilkan produk sejumlah siklus. Keakuratan
yang tinggi karena DNA polymerase mampu menghindari kesalahan pada
amplifikasi produk salinan untaian DNA. Aplikatif pemeriksaan PCR pada
modalitas GeneXpert dalam kedokteran modern diantara lain yaitu mendeteksi
Mycobacterium Tuberculosis (MTB) dan resistensi rifampisin, bakteri
Streptococcus, virus HIV, virus SARS CoV-2, virus hepatitis B dan C,
Cytomegalovirus (CMV), Human Leukocyte Antigens (HLAs), virus Ebola,
mengukur aktivitas sitokin serta identifikasi kedokteran forensik. 4 Berbagai jenis
katrid pada setiap pemeriksaan GeneXpert dapat dilihat pada gambar 2.
8
PROSEDUR PEMERIKSAAN
Prosedur pemeriksaan Xpert MTB/RIF sudah diatur secara otomatis sesuai dengan
protokol kerja sistem platfrom GeneXpert® dan tidak dapat dimodifikasi oleh
pengguna. Dalam prosedur pengolahan spesimen dan pengoperasian alat
GeneXpert prinsip pencegahan dan pengendalian infeksi (PPI) harus diterapkan.
Sebelum memulai prosedur petugas laboratorium wajib mengenakan APD yang
memenuhi syarat. Pastikan alat Genexpert telah menyala dan status modul pada
software di monitor PC pengoperasian adalah available sebelum melakukan
pengolahan spesimen. 5
Dalam rangka pencegahan dan pengendalian infeksi di laboratorium pengolahan
spesimen dapat dilakukan di tempat yang berbeda dengan tempat pengoperasian
alat GeneXpert. Apabila di laboratorium pelaksana TCM tersedia Biological
Safety Cabinet (BSC), maka direkomendasikan untuk dapat mengolah spesimen di
dalam BSC. Spesimen untuk pemeriksaan GeneXpert dapat berupa sputum
maupun non- sputum. Spesimen non-sputum dapat berupa cairan serebrospinal
(CSF), bilasan lambung (gastric lavage), jaringan biopsi-aspirasi, feses, dan
cairan tubuh lainnya kecuali darah. 5,6
Gambar alat dan perlengkapan dalam
pengolahan spesimen untuk GeneXpert dapat dilihat pada gambar 3.
9
Dikutip dari (5)
10
Pengolahan spesimen sputum hanya memerlukan reagen pengencer untuk
menjadikan spesimen menjadi homogen. Namun spesimen non-sputum
memerlukan reagen lain seperti Phosphate-Buffered Saline (PBS) 1 kali ataupun
akuades. Tahan awal dalam pengolahan spesimen sputum yaitu pemberian label
identitas pada setiap katrid dengan cara ditempel atau ditulis pada bagian sisi
katrid dan jangan memberikan label pada bagian barcode. Kemudian bukalah
penutup pot spesimen sputum, tambahkan reagen yang sudah tersedia sebanyak 2
kali volume spesimen sputum. 5,6
Tutup kembali pot sputum, kocok dengan kuat sampai campuran sputum dan
reagen menjadi homogen. Diamkan selama 10 menit pada suhu ruang. Kocok
kembali campuran, lalu diamkan selama 5 menit. Bila masih ada gumpalan, kocok
kembali agar campuran sputum dan reagen menjadi homogen sempurna dan
biarkan selama 5 menit. Buka penutup katrid, kemudian buka pot spesimen
sputum, gunakan pipet yang disediakan untuk memindahkan spesimen sputum
yang telah diolah sebanyak 2 ml (sampai garis batas pada pipet) ke dalam katrid
secara perlahan-lahan untuk mencegah terjadinya gelembung yang bisa
menyebabkan eror. Tutup katrid secara perlahan. 5,6,7
Kemudian katrid siap
dimasukkan kedalam alat GeneXpert. Tahap pengolahan spesimen dapat dilihat
pada gambar 4.
Spesimen yang sudah diolah dan masuk ke dalam katrid harus segera dimasukkan
ke dalam alat GeneXpert. Saat mengolah beberapa spesimen dalam satu waktu,
pengisian spesimen ke dalam katrid dilakukan satu persatu. Tutup katrid terlebih
dahulu sebelum mengisi katrid berikutnya. Jika terdapat sisa spesimen yang telah
diolah, spesimen tersebut dapat disimpan selama 5 jam jika dibutuhkan
pemeriksaan ulang. Prosedur pengolahan spesimen CSF sama dengan pengolahan
spesimen sputum yaitu menggunakan reagen pengencer. 5,7
11
Gambar 4. Tahap pengolahan spesimen dan protokol otomatis GeneXpert
Dikutip dari (5)
13
Pengolahan spesimen feses juga menggunakan reagen PBS 1x untuk membantu
menghomogenkan spesimen. 8,9 Campurkan spesimen feses (min 1gr) dengan PBS
sebanyak 10mL kemudian dikocok sampai homogen selama 30 detik. Inkubasi
pada suhu ruang selama kurang lebih 15 menit. Pindahkan 2 mL supernatant
tersebut ke tabung konikal baru. Bukalah penutup tabung konikal, tambahkan
reagen pengencer dengan perbandingan 1:1. Kocok campuran sebanyak 10-20 kali
hingga homogen. Diamkan campuran selama 10 menit, kemudian kocok kembali
10-20 kali. Diamkan campuran selama 5 menit. Buka penutup katrid dan
penampung spesimen. Gunakan pipet untuk memindahkan spesimen yang telah
diolah ke dalam katrid. Tutup katrid secara perlahan dan masukan katrid ke dalam
geneXpert. Rangkuman karakteristik spesimen non-sputum dalam pemeriksaan
GeneXpert yang disadur dari beberapa jurnal publikasi dapat dilihat pada tabel 1.
14
PERANAN DALAM DIAGNOSTIK TB
Mengacu kepada panduan diagnostik TB di dalam Permenkes no. 67 tahun 2016,
pemeriksaan bakteriologis dalam diagnostik TB antara lain yaitu pemeriksaan
sputum BTA, TCM, dan kultur atau biakan. 10
Pemeriksaan apusan BTA selain
berfungsi untuk menegakkan diagnosis, juga untuk menentukan potensi penularan
dan menilai keberhasilan pengobatan. Limit deteksi/Limit of Detection (LOD)
pemeriksaan apusan BTA yaitu 10.000 CFU (Colony Forming Unit)/ml hingga
hasil dinilai positif. 11
Adapun pemeriksaan kultur yang dilakukan dengan media
padat (Lowenstein-Jensen) dan media cair (Mycobacteria Growth Indicator Tube)
memiliki LOD mencapai 10 CFU/ml. Sehingga gold standard pemeriksaan MTB
hingga sekarang yaitu menggunakan kultur. 12
Pemeriksaan tersebut dilakukan di
laboratorium yang memenuhi syarat quality external assurance (EQA). Panduan
diagnostik TB dan TB-RO dapat dilihat pada gambar 5.
Pemeriksaan TCM dengan metode GeneXpert merupakan sarana untuk penegakan
diagnosis, namun tidak dapat dimanfaatkan untuk evaluasi hasil pengobatan.
Selain mendeteksi MTB kompleks, geneXpert MTB/RIF juga mendeteksi mutasi
pada gen rpoB yang menyebabkan resistansi MTB terhadap rifampisin. 13
Limit of
Detection (LOD) Pemeriksaan geneXpert lebih tinggi dari pemeriksaan biakan
yaitu 131 CFU/ml hingga hasilnya positif. 14 GeneXpert MTB/RIF yang dilakukan
pada sistem GeneXpert®, adalah metode deteksi molekuler berbasis heminested
real- time PCR (RT-PCR) untuk mendeteksi DNA MTB kompleks (MTBC)
secara semi- kualitatif dari spesimen langsung, baik dari sputum maupun non-
sputum. 15
Di tahun 2016, Cepheid perusahaan GeneXpert mengeluarkan produk terbaru
yaitu MTB/RIF Ultra yang memiliki performa yang lebih unggul dibanding
MTB/RIF. Limit deteksi MTB/RIF Ultra nyaris menyamai metode kultur yaitu 16
CFU/ml. Kemampuan dalam deteksi gen rpoB penyebab resistensi MTB terhadap
rifampisin juga lebih baik. Alat ini memiliki durasi pengoperasian lebih singkat
hingga mencapai 1 jam. 16-18
Peran MTB/RIF Ultra memungkinkan untuk
mengidentifikasi lebih banyak kasus dengan TB dengan apusan BTA negatif dan
15
kultur positif lebih cepat dan akurat. Katrid MTB/RIF Ultra dapat dilihat pada
gambar 2.
16
Gambar 5. Alur diagnosis TB dan TB Resisten Obat (TB-RO) menurut Permenkes
no. 67 tahun 2016
Dikutip dari (10)
17
Alur diagnosis TB dibagi sesuai dengan fasilitas yang tersedia yaitu faskes yang
memiliki akses pemeriksaan TCM dan faskes yang hanya memiliki pemeriksaan
mikroskopis dan tidak memiliki akses TCM. 19
Pada faskes yang mempunyai
akses pemeriksaan TCM, penegakan diagnosis TB dilakukan dengan pemeriksaan
TCM. Jika pemeriksaan TCM tidak memungkinkan (misalnya alat TCM
mengalami kerusakan, dll), penegakan diagnosis TB dilakukan dengan
pemeriksaan mikroskopis. Namun, jika terduga TB yang termasuk kriteria terduga
TB Resisten Obat (TB-RO), harus dilakukan penegakan diagnosis TB dengan
TCM, dengan cara melakukan rujukan ke layanan TCM terdekat, baik dengan
cara rujukan pasien atau rujukan spesimen. 20
Sepuluh kriteria terduga TB-RO
dapat dilihat pada tabel 2.
Jumlah spesimen sputum yang diperlukan sebanyak 2, yaitu S-S atau P-S dengan
kualitas sputum yang baik. Satu spesimen untuk diperiksa TCM dan satu spesimen
lagi untuk disimpan sementara dan akan diperiksa jika spesimen pertama
memberikan hasil invalid, error, Rif Indeterminate atau Rif Resistan pada terduga
TB yang bukan dari kriteria terduga TB-RO. Jika terdapat perbedaan hasil, maka
hasil pemeriksaan TCM yang terakhir yang menjadi acuan. 21
Spesimen dengan
hasil Rif Resistan harus dikirim ke laboratorium nasional yang memiliki
pemeriksaan Line Probe Assay (LPA) atau Hain Test untuk uji kepekaan obat atau
18
Drug Susceptibility Testing (DST) OAT Lini ke-2 dengan metode cepat. 22
19
Tujuan pemeriksaan DST pada LPA bukan untuk mengkonfirmasi hasil dari
GeneXpert, namun tujuannya adalah untuk mengetahui pola resistensi MTB. Jika
terdapat perbedaan hasil dengan geneXpert, hasil GeneXpert lah yang menjadi
dasar acuan diagnosis. 23,24
Jika hasil MTB Detected Rif Resistence Detected,
pasien dievaluasi faktor resiko TB-RO, jika termasuk 10 kriteria terduga TB-RO,
mulai regimen TB-MDR. Namun jika tidak termasuk 10 kriteria terduga TB-RO,
ulangi pemeriksaan GeneXpert dengan spesimen yang berkualitas, hasil yang
diterima adalah hasil pemeriksaan terbaru. 25
Pemeriksaan molekular ini tidak
dianjurkan untuk evaluasi terapi TB karena DNA MTB yang sudah mati tetap
terdeteksi dalam jangka waktu 18 bulan sehingga menghasilkan hasil positif palsu
(false positive). Evaluasi terapi pada pasien TB-MDR yaitu dari hasil kultur MTB.
26
Algortime pemeriksaan molekuler TB dapat dilihat pada gambar nomer 6.
20
RESISTENSI MTB TERHADAP RIFAMPISIN
GeneXpert selain mendeteksi MTB kompleks, juga mendeteksi mutasi pada gen
rpoB yang menyebabkan resistensi terhadap rifampisin. Rifampisin merupakan
Obat Anti Tuberkulosis (OAT) yang bersifat time dependent killing,
dimetabolisme di hati dan dieksresi di kantung empedu. Rifampisin memiliki
mekanisme kerja yaitu menghambat proses transkripsi DNA yang menkode gen
MTB, sehingga proses ekspresi gen MTB tidak berjalan. Senyawa rifampisin
mengikat subunit pada RNA Polimerase yang berfungsi untuk transkripsi DNA
sehingga terjadi gangguan proses transkripsi dan elongasi pada RNA. 27,28
22
Gen rpoB yang terdiri dari 81bp (base pair) hotspot region dapat diamplifikasi
dan dideteksi oleh motherboard pada setiap modul GeneXpert MTB/RIF. Reaksi
amplifikasi yang terjadi didalam katrid menghasilkan sejumlah sekuens DNA
MTB yang akan dibawakan ke tabung reaksi terintegrasi yang ada dibagian
belakang katrid dan akan dibaca oleh 5 probe (probe A,B,C,D,E) dan 1 probe SPC
(Sample Processing Control) sebagai pengontrol proses reaksi PCR. 30
Probe
hanya dapat berikatan dengan sekuens DNA yang wild type, tidak dapat berikatan
dengan DNA yang termutasi. Sehingga pada grafik hasil terdapat jarak antara SPC
dan probe A,B,C,D,E. 31
Gambar gen rpoB dibaca oleh probe dapat dilihat pada
gambar 8.
Gambar 8. Gen rpoB dibaca oleh kelima probe dan grafik amplifikasi gen yang
terbaca pada software GeneXpert MTB/RIF
23
Dikutip dari (20)
24
INTERPRETASI HASIL
Dalam menyelesaikan algoritma diagnostik apa pun, hasil tes harus ditafsirkan
dengan tepat. Hasil interpretasi yang akurat memungkinkan petugas layanan
kesehatan dan dokter untuk membuat keputusan yang benar tentang intervensi
yang diperlukan dalam kaitannya dengan manajemen pasien. Apabila terjadi hasil
Indeterminate / Invalid / Error / No Result maka hanya diperbolehkan untuk
mengulang proses pemeriksaan sebanyak 1 kali. 32
Semua pasien yang
diidentifikasi memiliki TB oleh Xpert MTB / RIF harus memulai rejimen
pengobatan yang direkomendasikan sesegera mungkin. Inisiasi pengobatan yang
segera akan memiliki efek positif pada hasil pasien. 33.
Interpretasi hasil GenXpert
MTB / RIF dapat dijelaskan pada tabel 3.
Pembimbing
26
DAFTAR PUSTAKA
1. Jacques HG, Richard EC. Handbook of Tuberculosis. Aidis Springer
International Publishing AG. Switzerland; 2017.8.
2. World Health Organization. Global Tuberculosis Report 2019.
Geneva, Switzerland: World Health Organization; 2017.
3. Vandesompele J. qPCR Guide. Eurogentec. Belgium. 2018; 11-12.
4. Yusuf ZK. Polymerase Chain Reaction (PCR). Saintek. Indonesia;
2019:1-5.
5. Menteri Kesehatan Republik Indonesia. Petunjuk Teknis Pemeriksaan TB
Menggunakan Tes Cepat Molekuler. Jakarta. 2017; 2.
6. World Health Organization. Xpert MTB/RIF Implementation Manual.
France. 2014; 14-16.
7. Scientific Affairs Guideline. Xpert® MTB/RIF Alternate Specimen
Testing Procedurs. Cepheid. USA. 2018; 5-12.
8. Lumb R. Bastian I. Yamin G. Buku Pedoman Pemeriksaan Mikroskopis
Tuberkulosis. Departemen Kesehatan RI. Indonesia. 2019; 1-2.
9. Chaiprasert A. Current Laboratory diagnosis of TB; Madihol Research
Affairs. Thailand, 2018; 31.
10. Menteri Kesehatan Republik Indonesia. Permenkes RI no. 67 tahun 2016.
Jakarta: Kementerian Kesehatan Republik Indonesia; 2016(12):1-86.
11. Munir MK, Rehman S. Aasim M. Iqbal R. Saeed S. Comparison of Ziehl
Neelsen Microbiology with GeneXpert for Detection of Mycobacterium
Tuberculosis. IOSR Jour Med Sci. 2019; 57.
12. Freeman J. Robert S. Approach to Gram stain and culture results in the
microbiology laboratory. American Society of Microbiology. 2018; 29
13. Evans CA. GeneXpert – A Game Changer for Tuberculosis Control?.Plos
Meds. 2018;(21);279-86.
14. Rasmin M, Jusuf A, Amin M, Taufik, Nawas MA, Rai IBN, dkk. Buku
Ajar Pulmonologi dan Kedokteran Respirasi. PDPI. Jakarta; 2017(1): 154-
57.
27
15. Pratomo IP. Setyanto DB. Penggunaan Kompleks Antigen ESAT-6 dan
CFP-10 untuk Diagnosis Tuberkulosis. J Respir Indo. 2013; 33:66-71.
16. Dorman SE. Schumacher SG. Alland D. Nabeta P. Armstrong DT. King B.
Xpert MTB/RIF Ultra for detection of Mycobacterium tuberculosis and
rifampicin resistance: a prospective multicentre diagnostic accuracy study.
Lancet Infect Dis. 2017. (27);17.
17. Chakravorty S. Simmons AM. Rowneki M. Parmar H. Cao Y. Ryan J. The
New Xpert MTB/RIF Ultra: Improving Detection of Mycobacterium
tuberculosis and Resistance to Rifampin in an Assay Suitable for Point-of-
Care Testing. American Soc Micr. 2017; 12-17.
18. Opota O. Stadler JM. Greub G. Jaton J. The rapid molecular test Xpert
MTB/RIF ultra: towards improved tuberculosis diagnosis and rifampicin
resistance detection. Clin Mic and Inf Jour. 2019. (12): 17.
19. Menteri Kesehatan Republik Indonesia. Petunjuk Teknis Pemeriksaan
Biakan, Identifikasi, Dan Uji Kepekaan Mycobacterium tuberculosis pada
Media Padat. Jakarta: 2016(12):1-86.
20. Soundiram I. Xpert MTB/RIF Training. Cepheid. USA. 2017;(8);2284.
21. Nathavitharana RR. Patrick GT. Cudahy, Schumacher SG. Accuracy of line
probe assays for the diagnosis of pulmonary and multidrug-resistant
tuberculosis: a systematic review and meta-analysis. Euro Resp Jour. 2019:
69:405–23.
22. Agrawal U, Savaj P, Davda K. Rodriges C. Soman Rajeev. Correlation of
Specific Mutations in Line Probe Assay (LPA) and Drug Susceptibility
Test (DST) with respect to Fluoroquinolone Resistance in Drug
Resistant Mycobacterium tuberculosis. OFI Dis. 2017; (21)5.
23. Rufai SB. Kumar P. Singh A. Prajapati S. Balooni V. Singh S. F.
Comparison of Xpert MTB/RIF with Line Probe Assay for Detection of
Rifampin-Monoresistant. J Clin Microbiol. 2014:1-8.
28
24. Kazemian H. Kardan J. Bahador A. Khonsari S. Nasehi M. Efficacy Of
Line Probe Assay In Detection Of Drug-Resistant Pulmonary Tuberculosis
In Comparison With GeneXpert And Phenotypic Methods In Iran.
Dovepress Jour. 2016. (12)10.
25. World Health Organization. WHO Treatment Guideline for drug-resistant
tuberculosis. WHO. Geneva; 2017.
26. Cayci YT. Bilgin K. Coban AY. Birinci A. Durupinar B. An evaluation of
false-positive rifampicin resistance on the Xpert MTB/RIF. Mem Inst
Oswaldo Cruz. 2017;(9)12.
27. Rendon A. Tiberi S. Scardigli A. Centis R. Classification of drugs to treat
multidrug-resistant tuberculosis (MDR-TB): evidence and perspectives. J
Thorac Dis. 2016; (8)12.
28. Campbell E. Korzeva A. Mustaev A. Murakami K. Nair S. Murakami K.
et all. Structural Mechanism for Rifampicin Inhibition of Bacterial RNA
Polymerase. Els. 2001; 3.
29. Goldstein BP. Resistance to Rifampicin: A Review. The Jour of Antibiotic
2014; (3)12.
30. Reddy R. Alvarez G. Molecular Epidemiology of Rifampicin Resistance
in Mycobacterium tuberculosis Using the GeneXpert MTB/RIF Assay
from a Rural Setting in India. Hidawi. 2017; (5)25.
31. Kaufmann SHE. How Can Immunology Contribute to the Control of
Tuberculosis?. Macmillan Publishers Limited. 2011;(1);20-28.
32. Almutairi N. Suhail A. Mokaddas E. Eldeen H. Joseep S. Occurrence of
disputed rpoB mutations among Mycobacterium tuberculosis isolates
phenotypically susceptible to rifampicin in a country with a low incidence
of multidrug-resistant tuberculosis. BMC Inf Dis. Els. 201;3-9.
33. Gurbanova E. Mehdiev R. Blondai K. Interpretation of indeterminate RIF-
susceptibility results obtained by rapid molecular diagnostics test. Eur Resp
Jour. 2016; (4) 18.
29