Laporan Pkpa Apotek-Bella Shafira
Laporan Pkpa Apotek-Bella Shafira
FARMASI KOMUNITAS/APOTEK
di
Disusun Oleh:
DI
APOTEK VARIA MEDAN
Laporan ini disusun untuk melengkapi salah satu syarat memperoleh gelar
Apoteker pada Fakultas dan Ilmu Kesehatan
Universitas Sari Mutiara Indonesia Medan
Disusun Oleh:
Bella Shafira, S.Farm.
212133057
Pembimbing,
apt. Arta Yuliana Sianipar, S.Si.,M.Si apt. Mandike Ginting, S.Si, M.Si
NIDN 0112078104 SIPA:1870/SIP/DPMPTSP/MDN/3.1/IV/2021
Staf Pengajar Fakultas FIKes Apoteker Penanggung Jawab
Universitas Sari Mutiara Indonesia Apotek Varia
Medan Medan
Taruli Rohana Sinaga, SP., M.KM. apt. Dra. Modesta Harmoni Tarigan, M.Si.
NIDN. 0116107103 NIDN. 0119036801
ii
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, yang telah memberi
berkat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan Praktik Kerja
Pendidikan Profesi Apoteker di Apotek Varia Medan.
Praktik Kerja Pendidikan Profesi Apoteker ini merupakan salah satu syarat
dalam mengikuti Program Studi Pendidikan Profesi Apoteker di Fakultas Farmasi
dan Ilmu Kesehatan Universitas Sari Mutiara Indonesia untuk memperoleh gelar
apoteker. Terlaksananya Praktik Kerja Pendidikan Profesi Apoteker ini tidak
terlepas dari bantuan berbagai pihak.
Pada kesempatan ini penulis ingin menyampaikan rasa hormat dan terima
kasih yang sebesar-besarnya kepada:
1. Bapak Dr. Parlindungan Purba, S.H., M.M., selaku Ketua Yayasan Sari
Mutiara Indonesia Medan.
2. Ibu Dr. Ivan Elisabeth Purba, M.Kes., selaku Rektor Universitas Sari
Mutiara Indonesia Medan.
3. Ibu Taruli Rohana Sinaga, S.P., M.KM., selaku Dekan Fakultas Farmasi dan
Ilmu Kesehatan Universitas Sari Mutiara Indonesia Medan.
4. Ibu apt. Dra. Modesta Harmoni Tarigan, M.Si., sebagai Ketua Program
Studi Pendidikan Profesi Apoteker Fakultas Farmasi dan Ilmu Kesehatan
Universitas Sari Mutiara Indonesia Medan.
5. Ibu apt. Mandike Ginting, S.Si., M. Si., selaku preseptor dan Apoteker
Penanggung Jawab Apotek Varia Medan yang sudah berkenan memberikan
banyak sekali ilmu, arahan, dan bimbingan selama menjalani praktik kerja
profesi.
6. Ibu apt. Arta Yuliana Sianipar, S.Si., M.Si., selaku Dosen Pembimbing yang
telah berkenan memberikan arahan, bimbingan dan berbagi pengalamannya
kepada penulis selama melaksanakan praktik kerja profesi apoteker hingga
selesainya penulisan laporan ini.
7. Dosen-dosen dan seluruh staf pengajar Program Studi Profesi Apoteker
iii
Fakultas Farmasi dan Ilmu Kesehatan Universitas Sari Mutiara Indonesia
Medan yang telah banyak membimbing penulis selama melakukan
perkuliahan.
8. Seluruh karyawan di Apotek Varia atas kerja sama dan bantuan yang telah
diberikan selama penulis melaksanakan praktik kerja profesi apoteker ini.
9. Tidak lupa pula, rasa terimakasih tidak terhingga dan apresiasi setinggi-
tingginya penulis ucapkan kepada orang tua yang selalu memberikan doa
dan cinta tak terbatas.
Penulis menyadari bahwa laporan ini masih jauh dari kesempurnaan. Untuk
itu penulis mengharapkan kritik dan saran yang membangun dari semua pihak
demi kesempurnaan laporan ini. Akhir kata penulis berharap semoga laporan ini
dapat bermanfaat bagi semua pihak.
iv
RINGKASAN
v
DAFTAR ISI
JUDUL ....................................................................................................... i
HALAMAN PENGESAHAN ..................................................................... ii
KATA PENGANTAR..........................................................................................iii
RINGKASAN.............................................................................................. v
DAFTAR ISI ............................................................................................... vi
DAFTAR GAMBAR.............................................................................................ix
DAFTAR LAMPIRAN……………………………………. ........................ x
BAB I PENDAHULUAN ....................................................................... 1
1.1 Latar Belakang....................................................................... 1
1.2 Tujuan .................................................................................. 2
1.3 Pelaksanaan Kegiatan ............................................................ 2
1.4 Manfaat……………………................................................... 2
BAB II TINJAUAN UMUM APOTEK ................................................... 3
2.1 Apotek …………................................................................... 3
2.2 Persyaratan Pendirian Apotek .............................................. 4
2.3 Perizinan Apotek .................................................................. 6
2.4 Penyelenggaraan Kegiatan Apotek ........................................ 9
2.5 Pembinaan dan Pengawasan..........................................................10
2.6 Peranan Apoteker di Apotek..........................................................11
2.7 Manajemen Operasional Apotek....................................................12
2.7.1 Perencanaan (Planning)........................................................14
2.7.2 Pengorganisasian (Organizing).............................................15
2.7.3 Kepemimpinan (Leadership).................................................15
2.7.4 Pengawasan (Controlling).....................................................16
2.8 Pengelolaan Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan
Medis Habis Pakai (BMHP)...........................................................16
2.9 Pelayanan Farmasi Klinik di Apotek.............................................18
2.9.1 Pengkajian Resep..................................................................18
2.9.2 Dispensing.............................................................................19
2.9.3 Pelayanan Informasi Obat (PIO)...........................................20
vi
2.9.4 Konseling..............................................................................20
2.9.5 Pelayanan Kefarmasian di Rumah (Home Care)..................20
2.9.6 Pemantauan Terapi Obat (PTO)............................................21
2.9.7 Monitoring Efek Samping Obat (MESO).............................21
vii
LAMPIRAN.........................................................................................................xii
viii
DAFTAR GAMBAR
ix
DAFTAR LAMPIRAN
x
1.1 Latar Belakang BAB I
PENDAHULUAN
1
Kecamatan Medan Petisah, Kota Medan. Praktek Kerja Profesi Apoteker di
Apotek dilaksanakan mulai tanggal 14 Maret 2022 sampai dengan tanggal 12 Mei
2
2022. Laporan ini disusun berdasarkan hasil pengamatan dan kegiatan yang
dilakukan selama melakukan Praktek Kerja Profesi.
1.2 Tujuan
Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA) di Apotek Varia bertujuan agar
calon Apoteker:
a. Mampu memahami tugas dan tanggung jawab Apoteker dalam pengelolaan
Apotek serta melakukan praktek pelayanan kefarmasian sesuai dengan
ketentuan perundang-undangan dan etika yang berlaku.
b. Memiliki wawasan, pengetahuan, keterampilan dan pengalaman praktis untuk
melakukan praktek kefarmasian di Apotek.
1.4 Manfaat
Melalui kegiatan yang diperoleh selama Praktek Kerja Profesi Apoteker di
Apotek Varia, mahasiswa calon apoteker diharapkan menjadi apoteker yang
mampu dalam melaksanakan peran dan tugas apoteker khususnya di apotek
sesuai dengan peraturan perundang-undangan dan etika yang berlaku serta mampu
memahami permasalahan praktis yang terjadi dalam praktek kefarmasian di
apotek.
3
BAB II
2.1. Apotek
Apotek adalah sarana pelayanan kefarmasian tempat dilakukan praktik
kefarmasian oleh apoteker (Menkes RI, 2017). Apotek mempunyai fungsi utama
dalam pelayanan obat atas dasar resep dan yang berhubungan dengan itu, serta
pelayanan obat tanpa resep yang umumnya digunakan di rumah (Anief, 2005).
a. Standar pengelolaan sediaan farmasi, alat kesehatan dan bahan medis habis
pakai meliputi perencanaan, pengadaan, penerimaan, penyimpanan,
pemusnahan, pengendalian, pencatatan dan pelaporan.
b. Standar pelayanan farmasi klinik meliputi pengkajian resep, dispensing,
pelayanan informasi obat (PIO), konseling, pelayanan kefarmasian di rumah
(home pharmacy care), pemantauan terapi obat (PTO), monitoring efek
samping obat (MESO) (Menkes RI, 2016).
4
2.2. Persyaratan Pendirian Apotek
Apoteker dapat mendirikan apotek dengan modal sendiri dan/atau dari
pemilik modal baik perorangan maupun perusahaan. Apoteker yang mendirikan
apotek dengan bersama dengan pemilik modal maka pekerjaan kefarmasian harus
tetap dilakukan sepenuhnya oleh apoteker yang bersangkutan (Menkes RI, 2017).
1. Lokasi
Lokasi apotek sangat berpengaruh terhadap maju mundurnya usaha,
sehingga lokasi apotek sebaiknya berada di daerah yang ; Ramai, terjamin
keamanannya, dekat dengan rumah sakit/klinik di, sekitar apotek ada beberapa
dokter praktek, mudah terjangkau dan cukup padat penduduknya.
Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota juga dapat mengatur persebaran
Apotek diwilayahnya dengan memperhatikan akses masyarakat dalam
mendapatkan pelayanan kefarmasian.
2. Bangunan
Bangunan Apotek harus memiliki fungsi keamanan, kenyamanan, dan
kemudahan dalam pemberian pelayanan kepada pasien serta perlindungan dan
keselamatan bagi semua orang termasuk penyandang cacat, anak-anak, dan orang
lanjut usia. Bangunan Apotek harus bersifat permanen dan dapat merupakan
bagian dan/atau terpisah dari pusat perbelanjaan, apartemen, rumah toko, rumah
kantor, rumah susun, dan bangunan yang sejenis (Menkes RI, 2017).
a) Dinding harus kuat dan tahan air, permukaan sebelah harus rata , tidak mudah
mengelupas dan mudah di bersihkan.
b) Langit-langit harus terbuat dari bahan yang tidak mudah rusak dan permukaan
sebelah dalam berwarna terang.
c) Atap tidak boleh lembab, terbuat dari ubin, semen, atau bahan lain yang
memadai.
5
d) Setiap apotik harus memasang papan nama pada bagian muka apotek, yang
terbuat dari papan dan seng atau bahan lain yang memadai, sekurang-
kurangnya berukuran Panjang 80 cm, lebar 60 cm dan tinggi huruf 5 cm dan
tebal 5 mm (PP.005/PP.IAI/1418/VII/2014).
6
penyimpanan khusus narkotika dan psikotropika, lemari penyimpanan
obat khusus, pengukur suhu dan kartu suhu.
f. Ruang arsip; dibutuhkan untuk menyimpan dokumen yang berkaitan
dengan pengelolaan sediaan farmasi, alat kesehatan, dan bahan medis
habis pakai serta pelayanan kefarmasian dalam jangka waktu tertentu
(Menkes RI, 2017; Menkes RI, 2016).
4. Tenaga SDM
Apoteker pemegang Surat Izin Apotek (SIA) dalam menyelenggarakan
apotek dapat dibantu oleh apoteker lain, tenaga teknis kefarmasian dan/atau
tenaga administrasi. Apoteker dan Tenaga Teknis Kefarmasian wajib memiliki
surat izin praktik sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan
(Menkes RI, 2017).
8
3) Self assessment penyelenggaraan Apotek; dan
4) Pelaporan terakhir
9
6. Apabila hasil pemeriksaan masih belum memenuhi persyaratan, pemerintah
daerah kabupaten/kota harus mengeluarkan surat penundaan paling lama dalam
waktu dua belas hari kerja. Pemohon yang dinyatakan belum memenuhi
persyaratan dapat melengkapi persyaratan paling lambat dalam waktu satu
bulan sejak surat penundaan diterima.
7. Apabila pemohon tidak dapat memenuhi kelengkapan persyaratan, maka
pemerintah daerah kabupaten/kota mengeluarkan surat penolakan. Apabila
pemerintah daerah kabupaten/kota dalam menerbitkan SIA melebihi jangka
waktu dua belas hari kerja, Apoteker pemohon dapat menyelenggarakan
Apotek dengan menggunakan BAP sebagai pengganti SIA.
8. Dalam hal pemerintah daerah menerbitkan SIA, maka penerbitannya bersama
dengan penerbitan SIPA (Surat Izin Praktek Apoteker) untuk Apoteker
pemegang SIA. Masa berlaku SIA mengikuti masa berlaku SIPA (Menkes RI,
2017).
10
merek dagang dengan obat generik yang sama komponen aktifnya atau obat
merek dagang lain atas persetujuan dokter dan/atau pasien. Bila obat yang
diresepkan tidak tersedia di apotek atau pasien tidak mampu menebus obat yang
tertulis di dalam resep, apoteker dapat mengganti obat setelah berkonsultasi
dengan dokter penulis resep untuk pemilihan obat lain (Menkes RI, 2017).
Resep bersifat rahasia dan harus disimpan di apotek dengan baik paling
singkat lima tahun. Resep atau salinan resep hanya dapat diperlihatkan kepada
dokter penulis resep, pasien yang bersangkutan atau yang merawat pasien, petugas
kesehatan atau petugas lain yang berwenang sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan (Menkes RI, 2017).
12
d. Manager : Apoteker merupakan seorang manager dalam aspek kefarmasian
non klinis, kemampuan ini harus ditunjang dengan kemampuan manajemen
yang baik.
e. Leader : Apoteker diharapkan mampu untuk menjadi pemimpin.
Kepemimpinan yang diharapkan meliputi keberanian mengambil keputusan
yang empati dan efektif, serta kemampuan mengkomunikasikan dan
mengelola hasil keputusan.
f. Life-Long Learner : Apoteker harus memiliki semangat belajar sepanjang
waktu, karena informasi terkait obat terus berkembang pesat dari waktu ke
waktu, sehingga kita perlu meng-update pengetahuan kita agar tidak
ketinggalan.
g. Teacher : Apoteker dituntut dapat menjadi pendidik bagi pasien, masyarakat,
maupun tenaga kesehatan lainnya terkait ilmu farmasi dan kesehatan.
h. Researcher : Apoteker merupakan seorang peneliti terutama dalam
penemuan dan pengembangan obat-obatan yang lebih baik.
i. Entrepreneur : Apoteker diharapkan terjun menjadi wirausaha dalam
mengembangkan kemandirian serta membantu mensejahterakan masyarakat.
13
c. Fungsi pelayanan (servicing), untuk dapat memberikan kepuasan kepada
konsumen dan memperoleh keuntungan yang optimal.
d. Fungsi keuangan (financing), untuk mencegah resiko kerugian sekecil mungkin
dari kehilangan, kerusakan dan adanya uang palsu serta menjaga aliran kas
(cash flow) tidak defisit.
e. Fungsi pembukuan (accounting), untuk dapat menyajikan laporan khususnya
keuangan yang tepat isi dan tepat waktu.
Manajemen adalah suatu usaha atau kegiatan yang dilaksanakan secara
efektif dan efisien untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan. Dalam mengelola
sebuah apotek berlaku cara mengelola fungsi-fungsi manajemen dalam menyusun
rencana kerja (planning) untuk mencapai suatu tujuan. Pelaksanaan rencana kerja
tidak mungkin dilakukan oleh satu fungsi, maka organisasi (apotek) membagi-
bagi pekerjaan (organizing) dengan tugas, wewenang dan tanggung jawab pada
setiap fungsi. Masing-masing fungsi melaksanakan rencana kerja (actuating)
sesuai dengan fungsi pekerjaan dan sasaran yang akan dicapainya. Kemudian
dilakukanlah pengawasan (controlling) terhadap kinerja di apotek (Umar, 2004).
14
kedaluwarsa (ED) sesuai KepMenkes No. 1027 tahun 2004 tentang Standar
Pelayanan Kefarmasian di Apotek maka dalam membuat perencanaan pengadaan
sediaan farmasi perlu memperhatikan:
Pola penyakit : Perlu memperhatikan dan mencermati pola penyakit yang
timbul disekitar masyarakat sehingga apotek dapat memenuhi kebutuhan
masyarakat tentang obat obat untuk penyakit tersebut.
Tingkat perekonomian masyarakat : Tingkat ekonomi masyarakat di sekitar
apotek juga akan mempengaruhi daya beli terhadap obat-obatan. Jika
masyarakat sekitar memiliki tingkat perekonomian menengah ke bawah,
maka apotek perlu menyediakan obat-obatan yang harganya terjangkau
seperti obat generik berlogo. Demikan pula sebaliknya, jika masyarakat
sekitar memiliki tingkat perekonomian menengah ke atas yang cenderung
memilih membeli obat-obat paten, maka apotek juga harus menyediakan
obat-obat paten yang sering di resepkan.
Budaya masyarakat : Pandangan demikian juga dengan budaya masyarakat
yang lebih senang berobat ke dokter, maka apotek perlu memperhatikan
obat-obatan yang sering di resepkan oleh dokter tersebut.
Dalam perencanaan pengadaan ini ada 4 metode yang sering dipakai yaitu;
Metode epidemiologi : Perencanaan dengan metode ini dibuat berdasarkan
pola penyebaran penyakit dan pola pengobatan penyakit yang terjadi dalam
masyarakat sekitar.
Metode konsumsi : Perencanaan dengan metode ini dibuat berdasarkan data
pengeluaran barang periode lalu. Selanjutnya data tersebut di kelompokkan
dalam fast moving (cepat beredar) maupun yang slow moving (lambat
beredar)
Metode kombinasi : Metode ini merupakan gabungan dari metode
epidemiologi dan metode komsumsi. Perencanaan pengadaan barang dibuat
berdasarkan pola sebelumnya.
Metode just in time : Perencanaan dilakukan saat obat dibutuhkan dan obat
yang ada di apotek dalam jumlah terbatas. Perencanaan ini untuk obattobat
15
yang jarang di pakai atau di resepkan dan harganya mahal serta memiliki
waktu kedalwuarsa yang pendek.
2.8 Pengelolaan Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan Medis Habis
Pakai (BMHP)
Pengelolaan Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan Medis Habis
Pakai dilakukan sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku
meliputi perencanaan, pengadaan, penerimaan, penyimpanan, pemusnahan,
pengendalian, pencatatan dan pelaporan (Menkes RI, 2016).
16
a. Perencanaan : Dalam membuat perencanaan pengadaan sediaan farmasi, alat
kesehatan, dan bahan medis habis pakai perlu diperhatikan pola penyakit, pola
konsumsi, budaya dan kemampuan masyarakat.
b. Pengadaan : Untuk menjamin kualitas pelayanan kefarmasian maka pengadaan
Sediaan Farmasi harus melalui jalur resmi sesuai ketentuan peraturan
perundang-undangan.
c. Penerimaan : Penerimaan merupakan kegiatan untuk menjamin kesesuaian jenis
spesifikasi, jumlah, mutu, waktu penyerahan dan harga yang tertera dalam surat
pesanan dengan kondisi fisik yang diterima.
d. Penyimpanan
- Obat/bahan obat harus disimpan dalam wadah asli dari pabrik. Dalam hal
pengecualian atau darurat dimana isi dipindahkan pada wadah lain, maka
harus dicegah terjadinya kontaminasi dan harus ditulis informasi yang jelas
pada wadah baru. Wadah sekurang-kurangnya memuat nama obat, nomor
batch dan tanggal kadaluwarsa.
- Semua obat/bahan obat harus disimpan pada kondisi yang sesuai sehingga
terjamin keamanan dan stabilitasnya.
- Tempat penyimpanan obat tidak dipergunakan untuk penyimpanan barang
lainnya yang menyebabkan kontaminasi
- Sistem penyimpanan dilakukan dengan memperhatikan bentuk sediaan dan
kelas terapi obat serta disusun secara alfabetis.
- Pengeluaran obat memakai sistem FEFO (First Expire First Out) dan FIFO
(First In First Out).
e. Pemusnahan dan penarikan
- Obat kedaluwarsa atau rusak harus dimusnahkan sesuai dengan jenis dan
bentuk sediaan. Pemusnahan obat kedaluwarsa atau rusak yang mengandung
narkotika atau psikotropika dilakukan oleh apoteker dan disaksikan oleh
Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota. Pemusnahan obat selain narkotika dan
psikotropika dilakukan oleh Apoteker dan disaksikan oleh tenaga kefarmasian
lain yang memiliki surat izin praktik atau surat izin kerja.
- Resep yang telah disimpan melebihi jangka waktu 5 (lima) tahun dapat
dimusnahkan. Pemusnahan resep dilakukan oleh apoteker disaksikan oleh
17
sekurang-kurangnya petugas lain di apotek dengan cara dibakar atau cara
pemusnahan lain yang dibuktikan dengan Berita Acara Pemusnahan Resep
dan selanjutnya dilaporkan kepada dinas kesehatan kabupaten/kota.
- Pemusnahan dan penarikan sediaan farmasi dan bahan medis habis pakai
yang tidak dapat digunakan harus dilaksanakan dengan cara yang sesuai
dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
- Penarikan sediaan farmasi yang tidak memenuhi standar/ketentuan peraturan
perundang-undangan dilakukan oleh pemilik izin edar berdasarkan perintah
penarikan oleh BPOM (mandatory recall) atau berdasarkan inisiasi sukarela
oleh pemilik izin edar (voluntary recall) dengan tetap memberikan laporan
kepada Kepala BPOM.
- Penarikan alat kesehatan dan bahan medis habis pakai dilakukan terhadap
produk yang izin edarnya dicabut oleh Menteri.
f. Pengendalian : Pengendalian dilakukan untuk mempertahankan jenis dan
jumlah persediaan sesuai kebutuhan pelayanan, melalui pengaturan sistem
pesanan atau pengadaan, penyimpanan dan pengeluaran. Hal ini bertujuan
untuk menghindari terjadinya kelebihan, kekurangan, kekosongan, kerusakan,
kedaluwarsa, kehilangan serta pengembalian pesanan. Pengendalian
persediaan dilakukan menggunakan kartu stok baik dengan cara manual atau
elektronik. Kartu stok sekurang-kurangnya memuat nama obat, tanggal
kedaluwarsa, jumlah pemasukan, jumlah pengeluaran dan sisa persediaan.
g. Pencatatan dan Pelaporan : Pencatatan dilakukan pada setiap proses
pengelolaan sediaan farmasi, alat kesehatan, dan bahan medis habis pakai
meliputi pengadaan (surat pesanan dan faktur), penyimpanan (kartu stok),
penyerahan (nota atau struk penjualan) dan pencatatan lainnya disesuaikan
dengan kebutuhan. Pelaporan terdiri dari pelaporan internal dan eksternal.
Pelaporan internal merupakan pelaporan yang digunakan untuk kebutuhan
manajemen apotek, meliputi keuangan, barang dan laporan lainnya. Pelaporan
eksternal merupakan pelaporan yang dibuat untuk memenuhi kewajiban sesuai
dengan ketentuan peraturan perundang-undangan, meliputi pelaporan
narkotika, psikotropika dan pelaporan lainnya.
18
2.9 Pelayanan Farmasi Klinik di Apotek
Pelayanan farmasi klinik di apotek merupakan bagian dari pelayanan
kefarmasian yang langsung dan bertanggung jawab kepada pasien berkaitan
dengan sediaan farmasi, alat kesehatan, dan bahan medis habis pakai dengan
maksud mencapai hasil yang pasti untuk meningkatkan kualitas hidup pasien
(Menkes RI, 2016).
2.9.2. Dispensing
Dispensing terdiri dari penyiapan, penyerahan dan pemberian informasi
obat. Setelah melakukan pengkajian resep dilakukan hal sebagai berikut:
2.9.4. Konseling
Konseling merupakan proses interaktif antara apoteker dengan
pasien/keluarga untuk meningkatkan pengetahuan, pemahaman, kesadaran dan
kepatuhan sehingga terjadi perubahan perilaku dalam penggunaan obat dan
meyelesaikan masalah yang dihadapi pasien (Menkes RI, 2016).
20
Kriteria pasien/ keluarga pasien yang perlu dikonseling:
1. Pasien kondisi khusus (pediatri, geriatri, gangguan fungsi hati/ginjal, ibu hamil
dan menyusui).
2. Pasien dengan terapi jangka panjang/ penyakit kronis (TB, DM, AIDS,
epilepsi).
3. Pasien yang menggunakan obat dengan instruksi khusus
4. Pasien yang menggunakan obat dengan indeks terapi sempit (digoksin,
fenitoin, teofilin).
5. Pasien dengan polifarmasi.
6. Pasien dengan tingkat kepatuhan rendah.
21
BAB III
3.1 Sejarah
Apotek yang didirikan pada tahun 1968 dengan nomor Surat Izin Apotek
(SIA) 0065/SK-APT/DPMPTSP/MDN/3.3/VI/2021, dikelola oleh ibu apt.
Mandike Ginting, S.Si., M.Si. sebagai Apoteker Penanggung jawab Apotek
(APA) dan sebagai Pemilik Sarana Apotek (PSA) dengan nomor Surat Izin
Praktik Apoteker (SIPA) 1870/SIP/DPMPTSP/MDN/3.1/IV/2021, dan Ibu
Theodora Ginting Munthe, S.E., M.M. sebagai Direktur. Apotek kebanyakan
menerima Resep Rujuk Balik dari BPJS dan menerima resep dari praktik dokter
bersama yang praktiknya berada disebelah gedung apotek.
22
STRUKTUR
ORGANISASI
APOTEK VARIA
DIREKTUR
APOTEKER
• PENJUALAN • PEMBELIAN
• KASIR • GUDANG
3.4.1. Perencanaan
Perencanaan dilakukan dengan mempertimbangkan pola penyakit di
sekitar apotek. Dilakukan pemeriksaan stok ketersediaan barang atau perbekalan
farmasi di ruang peracikan dan ruang penyimpanan. Jumlah barang yang habis
atau stoknya tinggal sedikit dicatat dalam buku defekta. Pencatatan dalam buku
defekta dilakukan setiap hari yang meliputi nama barang, dosis, satuan, dan
jumlah yang dibutuhkan. Selanjutnya, dilakukan penetapan barang yang akan
23
dibeli dengan melihat kebutuhan penjualan resep dan penjualan bebas dan sifat
barang, apakah slow moving (lama terjual) atau fast moving (cepat terjual). Selain
itu, berbagai faktor seperti pemasok obat yang harus diperhatikan legalitasnya,
kecepatan pengiriman barang, kondisi pembelian, dan pembayaran yang diberikan
juga harus diperhatikan.
3.4.2 Pengadaan
Setelah dilakukan perencanaan, maka pengadaan dapat dilaksanakan
dengan cara sebagai berikut :
24
3.4.3. Penerimaan
Prosedur penerimaan dan pemeriksaan barang yang dipesan sebagai
berikut :
a. Tenaga teknis kefarmasian menerima barang dari pemasok disertai dengan
surat pengantar barang dan faktur rangkap dua.
b. Menyesuaikan faktur barang dengan barang yang diterima meliputi jumlah
barang, jenis barang, harga barang, kondisi barang dan tanggal kedaluwarsa
barang.
c. Meminta penjelasan pemasok apabila keadaan barang tidak sesuai dengan
yang diinginkan sebagaimana tertulis dalam faktur agar segera dikoreksi.
d. Petugas apotek menandatangani faktur dan membubuhi stempel apotek. Satu
lembar fotokopi faktur sebagai pertinggal untuk apotek dan sisanya
dikembalikan kepada petugas pengantar barang.
e. Membukukan pembelian yang telah dilakukan.
3.4.4. Penyimpanan
Penyimpanan dan penataan barang dilakukan berdasarkan stabilitas,
bentuk sediaan, abjad yang menggunakan prinsip FIFO (First In First Out) yaitu
obat yang masuk lebih dahulu dikeluarkan terlebih dahulu dan prinsip FEFO
(First Expired First Out) yaitu obat yang tanggal kedaluwarsanya lebih dekat
dikeluarkan terlebih dahulu.
25
3.4.5. Pemusnahan
Pemusnahan di Apotek Varia belum pernah dilakukan karena obat-obat
yang diadakan di Apotek Varia umumnya habis sebelum tanggal kedaluwarsa.
3.4.6. Pengendalian
Pengendalian biasanya dilakukan untuk mempertahankan jenis dan jumlah
persediaan barang sesuai dengan kebutuhan pelayanan. Pengendalian biasanya
dilakukan dengan pengisian kartu stok secara manual dan elektronik.
Pengendalian di Apotek Varia masih dilakukan dengan pengisian kartu stok.
26
3.5. Pelayanan Pembelian di Apotek
Pelayanan di Apotek Varia meliputi pelayanan resep tunai dan pelayanan
swamedikasi.
27
3.6. Pelayanan Farmasi Klinis
3.6.2. Dispensing
Setelah melakukan kegiatan pengkajian resep, selanjutnya kita melakukan
tahap dispensing. Dispensing meliputi penyiapan, penyerahan, dan pelayanan
informasi obat. Penyiapan obat di Apotek Varia dilakukan dengan menyiapkan
obat sesuai dengan permintaan resep, melakukan peracikan obat jika diperlukan,
memberikan etiket, dan memasukkan obat ke dalam wadah yang tepat untuk
menjaga mutu obat. Sebelum obat diserahkan ke pasien, dilakukan pemeriksaan
kembali untuk memastikan tidak ada kesalahan dalam pemberian obat ke pasien.
28
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
Apotek Varia merupakan salah satu apotek di Kota Medan. Apotek ini
beralamat di Jalan Jendral Gatot Subroto No 184-C, Sei Putih Tengah, Kec.
Medan Petisah, Kota Medan, Sumatera Utara 20118. Letak apotek berada di
kawasan yang strategis, dekat dengan daerah pertokoan dan pemukiman padat
penduduk, mudah dijangkau, terdapat tempat parkir yang memadai, serta dekat
dengan tempat pelayanan kesehatan lain seperti rumah sakit dan klinik. Sebagian
besar resep yang dilayani oleh apotek ini berasal dari praktek dokter bersama yang
berada di sebelah gedung apotek.
Apotek Varia dilengkapi dengan ruang tunggu yang nyaman, ruang
penjualan bebas dan kasir, ruang penyimpanan obat yang merangkap sebagai
ruang peracikan, gudang, tempat pencucian, keranjang untuk pembuangan sampah
serta kamar mandi. Jika terjadi pemadaman listrik, apotek memiliki genset sebagai
suplai listrik dan menjaga mutu sediaan dan kenyamanan operasional apotek.
Maka, berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan No. 73 tahun 2016, Apotek
Varia telah memenuhi sebagian besar syarat sarana maupun prasarana yang harus
dimiliki apotek.
Beberapa masalah juga sering dialami Apotek Varia. Masalah yang sering
kali dihadapi berhubungan dengan kegiatan perencanaan dan pengadaan barang di
apotek yaitu terlalu banyak barang dalam berbagai nama dagang sehingga apotek
tidak sanggup melayani permintaan resep dokter dengan lengkap. Hal ini
disebabkan begitu pesatnya pertambahan dan perkembangan nama dagang obat
setiap tahun yang tidak sanggup disediakan seluruhnya oleh pihak apotek.
30
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan
Melalui pelaksanaan praktik kerja profesi di Apotek Varia, maka
kesimpulan yang dapat diambil penulis selama pelaksanaan praktik kerja profesi
(PKP) di apotek adalah sebagai berikut :
5.2. Saran
Adapun saran yang diberikan terkait masalah yang dihadapi Apotek Varia
adalah sebagai berikut:
a. Sebaiknya perlu diperhatikan kelengkapan stock dan ketersediaan obat agar
mampu melayani permintaan resep dokter secara efektif guna mendapatkan
kepuasan terhadap pasien.
b. Sebaiknya dilakukan pembaharuan terhadap komputer agar proses administrasi
berjalan dengan lancar.
c. Sebaiknya, kartu stok harus tetap digunakan untuk mencegah kehilangan
barang di Apotek Varia.
31
DAFTAR PUSTAKA
xi
LAMPIRAN
xii
Lampiran 2. Kwitansi Apotek Varia
xiii
Lampiran 3. Kartu Stock Apotek Varia
xiv
Lampiran 4. Salinan Resep Apotek Varia
xv
Lampiran 5. Etiket Apotek Varia
xvi
2. Etiket Obat Sediaan Sirup
xvii
3. Etiket Obat Sedian Topikal
xviii
LAPORAN KIE (KOMUNIKASI, INFORMASI, DAN EDUKASI)
di
APOTEK VARIA
MEDAN
Disusun Oleh:
ii
2.2.1 Kasus ………………………………………………… 34
2.2.2 Tahap Compounding dan Dispensing ........................... 34
2.2.3 Pelayanan Informasi Obat (PIO) .................................. 34
2.3 Swamedikasi 3 ....................................................................... 35
2.3.1 Kasus ………………………………………………… 35
2.3.2 Tahap Compounding dan Dispensing ........................... 35
2.3.3 Pelayanan Informasi Obat (PIO) .................................. 35
2.4 Swamedikasi 4 ....................................................................... 36
2.4.1 Kasus ………………………………………………… 36
2.4.2 Tahap Compounding dan Dispensing ........................... 36
2.4.3 Pelayanan Informasi Obat (PIO) .................................. 36
2.5 Swamedikasi 5 ....................................................................... 37
2.5.1 Kasus ………………………………………………… 37
2.5.2 Tahap Compounding dan Dispensing ........................... 37
2.5.3 Pelayanan Informasi Obat (PIO) .................................. 37
DAFTAR PUSTAKA...........................................................................................iii
iii
BAB I
PELAYANAN RESEP
1.1 Resep 1
1.1.1 Kasus
Berdasarkan komposisi obat yang ada pada resep, Valsartan 80 mg
merupakan obat antihipertensi golongan Angiotensin Receptor Blocker (ARB)
yang bekerja dengan cara menghambat angiotensin II berikatan dengan
reseptornya yang secara langsung menyebabkan vasodilatasi, penurunan produksi
vasopresin, dan mengurangi sekresi aldosteron sehingga tekanan darah akan
menurun; sedangkan Amlodipin 10 mg merupakan obat antihipertensi golongan
Calcium Channel Blocker (CCB) yang bekerja dengan cara menghambat influx
1
kalsium sepanjang membran sel dan melemaskan otot pembuluh darah sehingga
memperlancar aliran darah menuju jantung dan menurunkan tekanan darah.
Berdasarkan obat-obat tersebut, pasien diketahui menderita hipertensi sehingga
diberikan terapi 2 macam obat yaitu obat antihipertensi golongan ARB + CCB.
C. Perhitungan Dosis
i. Valsartan 80 mg
Dosis Lazim : 80 mg/hari
Dosis Dalam Resep : 1 kali sehari 1 tablet
Keterangan : Dosis di dalam resep sesuai dengan dosis lazim
ii. Amlodipin 10 mg
Dosis Lazim : 10 mg
Dosis Dalam Resep : 1 kali sehari 1 tablet
Keterangan : Dosis di dalam resep sesuai dengan dosis lazim
2
Interaksi Obat:
Tidak ada interaksi yang terjadi pada penggunaan obat-obat di atas.
3
E. Melakukan Pemeriksaan Akhir
Pemeriksaan akhir dilakukan oleh staff lain.
Parameter Sesuai Tidak Sesuai
I. Identitas Pasien
- Nama Pasien : D.G
II. Identitas Obat
a. Valsartan 80 mg
- Bentuk Sediaan : Tablet
- Aturan pakai : 1 x sehari 1 tablet
b. Amlodipin 10 mg
- Bentuk Sediaan : Tablet
- Aturan pakai : 1 x sehari 1 tablet
4
3. Penjelasan dokter tentang hasil yang
diharapkan setelah meminum obat : Ada
1. Valsartan 80 mg
Kegunaan : Antihipertensi
Bentuk Sediaan : Tablet
Aturan Pakai : 1 x sehari 1
tablet PIO :
- Obat dikonsumsi sesudah makan di pagi hari
- Obat harus diminum secara teratur dan tepat waktu agar mendapatkan hasil
terapi yang maksimal
- Obat disimpan di suhu ruangan, di tempat yang kering terhindar dari sinar
matahari dan jangkauan anak-anak.
2. Amlodipin 10 mg
Kegunaan : Antihipertensi
Bentuk Sediaan : Tablet
Aturan Pakai : 1 x sehari 1
tablet PIO :
- Obat dikonsumsi sesudah makan di malam hari.
5
- Obat harus diminum secara teratur dan tepat waktu agar mendapatkan hasil
terapi yang maksimal.
- Obat disimpan di suhu ruangan, di tempat yang kering terhindar dari sinar
matahari dan jangkauan anak-anak.
6
1.2 Resep 2
Lantus
1.2.1 Kasus
Berdasarkan komposisi obat yang ada pada resep, Glimepirid 4 mg
merupakan obat antidiabetes tipe 2 golongan sulfonilurea generasi kedua yang
bekerja dengan cara meningkatkan sekresi insulin; sedangkan Analog Insulin
Long Acting inj 100 IU/ml, flexpem 3 ml / Lantus merupakan insulin glargine
yang termasuk insulin basal dengan cara kerja panjang (Long Acting) yang dapat
diberikan dengan obat antidiabetes tipe 2. Berdasarkan obat-obat tersebut, pasien
diketahui menderita diabetes tipe 2 dengan kombinasi 2 macam obat dengan
7
mekanisme yang berbeda, salah satunya obat golongan sulfonilurea dan insulin
basal.
C. Perhitungan Dosis
i. Glimepirid 4 mg
Dosis Lazim : 4 mg/hari
Dosis Dalam Resep : 1 kali sehari 1 tablet
Keterangan : Dosis di dalam resep sesuai dengan dosis lazim
ii. Analog Insulin Long Acting inj 100 IU/ml, flexpem 3 ml / Lantus
Dosis Lazim : 2-100 IU/hari
Dosis Dalam Resep : 3 kali sehari 20 IU
Keterangan : Dosis di dalam resep sesuai dengan dosis lazim
8
Interaksi Obat:
Tidak ada interaksi yang terjadi pada penggunaan obat-obat di atas.
- Diambil 6 pen @ 3 ml insulin Lantus 100 IU/ml dan diberi etiket biru.
9
E. Melakukan Pemeriksaan Akhir
Pemeriksaan akhir dilakukan oleh staff lain.
Parameter Sesuai Tidak Sesuai
I. Identitas Pasien
- Nama Pasien : L.S
II. Identitas Obat
a. Glimepirid 4 mg
- Bentuk Sediaan : Tablet
- Aturan pakai : 1 x sehari 1 tablet
b. Lantus Insulin Flexpen 3 ml
- Bentuk Sediaan : Injeksi
- Aturan pakai : 3 x sehari 20 IU
(60 IU/hari)
1. Glimepirid 4 mg
Kegunaan : Antidiabetes
Bentuk Sediaan : Tablet
Aturan Pakai : 1 x sehari 1
tablet PIO :
- Obat dikonsumsi sebelum makan di pagi hari
- Obat harus diminum secara teratur dan tepat waktu agar mendapatkan hasil
terapi yang maksimal
- Obat disimpan di suhu ruangan, di tempat yang kering terhindar dari sinar
matahari dan jangkauan anak-anak.
11
- Insulin diinjeksikan secara subkutan yaitu ke lapisan lemak yang berada tepat
di bawah kulit, seperti pada bagian lengan, paha, dan perut.
- Insulin harus digunakan secara teratur dan tepat waktu sehingga akan
memaksimalkan efek terapi.
- Cara penyuntikan yaitu dengan cara melepaskan kertas penutup dan
memasang jarum, dan pastikan dosis yang akan diberikan tepat, selanjutnya
posisikan ibu jari tangan di ujung atas tombol pena, lalu bersihkan area yang
akan disuntik dengan kapas beralkohol, lalu cubit kulit di daerah yang akan
disuntik dengan tangan yang bebeas, masukkan jarum pada sudut 90°,
gunakan ibu jari untuk menekan tombol dosis sampai berhenti, biarkan jarum
selama 5-10 detik untuk membantu mencegah insulin bocor keluar, lalu tarik
jarum keluar dari kulit, lap dengan tisu atau kapas beralkohol, dan tutup
kembali pen insulin.
- Simpan insulin sesuai petunjuk, insulin yang sudah dibuka dapat bertahan 30
hari.
12
1.3 Resep 3
1.3.1 Kasus
Berdasarkan komposisi obat yang ada pada resep, Kombinasi: Budesonide
Formoterol inhaler 120 dosis / Symbicort 120 doses merupakan obat untuk terapi
asma dan PPOK (Penyakit Paru Obstruktif Kronik) seperti bronkitis kronis,
emfisema, serta riwayat ekserbasi (kekambuhan parah) asma berulang; sedangkan
Salbutamol merupakan obat asma dan PPOK (Penyakit Paru Obstruktif Kronik)
golongan SABA (Short Acting Beta-2 Agonist) yang bekerja dengan cara
merilekskan otot-otot polos di bronkus sehingga pernapasan menjadi lancar.
13
Berdasarkan obat-obat tersebut, pasien diketahui menderita PPOK (Penyakit Paru
Obstruktif Kronik.
C. Perhitungan Dosis
i. Symbicort 120 doses
Dosis Lazim : 4 mg/hari
Dosis Dalam Resep : 1 kali sehari 1 tablet
Keterangan : Dosis di dalam resep sesuai dengan dosis lazim
ii. Salbutamol 2 mg
Dosis Lazim : 2-4 mg/hari
Dosis Dalam Resep : 1 kali sehari 1 tablet
Keterangan : Dosis di dalam resep sesuai dengan dosis lazim
14
Interaksi Obat:
Tidak ada interaksi yang terjadi pada penggunaan obat-obat di atas.
15
E. Melakukan Pemeriksaan Akhir
Pemeriksaan akhir dilakukan oleh staff lain.
Parameter Sesuai Tidak Sesuai
I. Identitas Pasien
- Nama Pasien : M.S
II. Identitas Obat
a. Symbicort 120 doses
- Bentuk Sediaan : Inhaler
- Aturan pakai : 2 x sehari 1 puff
b. Salbutamol 2 mg
- Bentuk Sediaan : Tablet
- Aturan pakai : 1 x sehari 1 tablet
17
2. Salbutamol 2 mg
Kegunaan : PPOK
Bentuk Sediaan : Tablet
Aturan Pakai : 1 x sehari 1
tablet PIO :
- Obat dikonsumsi sesudah makan di pagi hari.
- Obat harus diminum secara teratur dan tepat waktu agar mendapatkan hasil
terapi yang maksimal.
- Obat disimpan di suhu ruangan, di tempat yang kering terhindar dari sinar
matahari dan jangkauan anak-anak.
18
1.4 Resep 4
0008/SK-OPK/DPMPTSP/MDN/3.3/IX/2010
04202208572
25 tahun
1.4.1 Kasus
Berdasarkan komposisi obat yang ada pada resep, Thrombophob gel 20 g
merupakan obat antikoagulan yang mengandung Heparin Sodium yang bekerja
dengan cara menghambat kerja protein yang berperan dalam proses pembekuan
darah sehingga dapat memecah pembekuan darah yang telah terbentuk pada
19
flebitis superfisial, penyempitan pembuluh darah vena, atau cedera karena
olahraga; Amoxicillin 500 mg merupakan antibiotik golongan Penicillin yang
bekerja dengan cara menghambat protein dinding sel bakteri sehingga bakteri
menjadi lisis sehingga tidak terjadi infeksi akibat bakteri; sedangkan Asam
Mefenamat 500 mg merupakan obat golongan NSAID (Non-Steroid Anti-
Inflammatory Drug) sebagai zat antiinflamasi dan analgetik. Berdasarkan obat-
obatan tersebut, pasien diketahui menderita nyeri akibat memar/cedera.
C. Perhitungan Dosis
i. Thrombophob gel 20 g
Dosis Lazim : 2-3 kali sehari
Dosis Dalam Resep : 2-3 kali sehari
Keterangan : Dosis di dalam resep sesuai dengan dosis lazim
20
ii. Amoxicillin 500 mg
Dosis Lazim : 250 – 500 mg tiap 8 jam
Dosis Dalam Resep : 3 kali sehari 1 tablet
Keterangan : Dosis di dalam resep sesuai dengan dosis lazim
Interaksi Obat:
Tidak ada interaksi yang terjadi pada penggunaan obat-obat di atas.
21
- Diambil 10 tablet Amoxicillin 500 mg dan diberi etiket putih
22
E. Melakukan Pemeriksaan Akhir
Pemeriksaan akhir dilakukan oleh staff lain.
Parameter Sesuai Tidak Sesuai
I. Identitas Pasien
- Nama Pasien : D.P
II. Identitas Obat
a. Thrombophob gel 20 g
- Bentuk Sediaan : Gel
- Aturan pakai : Oleskan pada bagian
luar tubuh
b. Amoxicillin 500 mg
- Bentuk Sediaan : Tablet
- Aturan pakai : 3 x sehari 1 tab
c. Asam Mefenamat 500 mg
- Bentuk Sediaan : Tablet
- Aturan pakai : 2 x sehari 1 tablet
1. Thrombophob Gel 20 g
Kegunaan : Memar/bengkak akibat cedera
Bentuk Sediaan : Gel
Aturan Pakai : Untuk pemakaian luar tubuh
PIO :
- Cuci bersih tangan sebelum menggunakan gel.
- Obat dioleskan tipis-tipis secara merata 2-3 kali sehari di bagian luar tubuh
yang sakit.
24
- Ulangi pemakaian secara teratur agar hasil terapi maksimal.
25
- Tutup rapat tube gel dan simpan di tempat kering terhindar dari sinar
matahari dan jangkauan anak-anak.
2. Amoxicillin 500 mg
Kegunaan : Infeksi bakteri
Bentuk Sediaan : Tablet
Aturan Pakai : 3 x sehari 1
tablet PIO :
- Obat dikonsumsi sesudah makan setiap 3 kali sehari.
- Obat harus diminum secara teratur dan tepat waktu agar mendapatkan hasil
terapi yang maksimal.
- Antibiotik harus dihabiskan agar tidak terjadi resistensi antibiotik.
- Obat disimpan di suhu ruangan, di tempat yang kering terhindar dari sinar
matahari dan jangkauan anak-anak.
26
1.5 Resep 5
DkkMedan445/4821/XII/2016
1.5.1 Kasus
Berdasarkan komposisi obat yang ada pada resep, Stelazine 1 mg
merupakan obat antipsikotik golongan Phenothiazine yang mengandung
Trifluoperazine HCl yang digunakan untuk membantu mengatasi gangguan
mental, seperti skizofrenia dan kecemasan, bekerja dengan cara menghambat
reseptor dopamin (mengatur emosi, mood, dan perilaku) di otak sehingga
jumlahnya seimbang; sedangkan Clobazam 5 mg merupakan obat golongan
Benzodiazepine yang dapat memberikan efek tenang (sedatif) sehingga dapat
27
digunakan untuk mengatasi gangguan kecemasan, insomnia, dan kejang.
Berdasarkan obat-obat tersebut, pasien diketahui menderita skizofrenia dan
gangguan kecemasan.
C. Perhitungan Dosis
i. Stelazine
Dosis Lazim : 4 mg – 10 mg/hari
Dosis Dalam Resep : 1 kali sehari 1 kapsul (1 mg)
Keterangan : Dosis di dalam resep tidak sesuai dengan dosis lazim
28
ii. Clobazam
Dosis Lazim : 10 - 20 mg/hari (dosis untuk lansia)
Dosis Dalam Resep : 1 kali sehari 1 kapsul (5 mg)
Keterangan : Dosis di dalam resep tidak sesuai dengan dosis lazim
Interaksi Obat:
Tidak ada interaksi yang terjadi pada penggunaan obat-obat di atas.
1 𝑚𝑔 𝑥 30
= 5 𝑚𝑔
= 6 tablet
Clobazam 5 mg
Tersedia : 10
mg
𝑑𝑜𝑠𝑖𝑠 𝑦𝑎𝑛𝑔 𝑑𝑖𝑚𝑖𝑛𝑡𝑎 𝑥 𝑗𝑢𝑚𝑙𝑎ℎ 𝑜𝑏𝑎𝑡 𝑦𝑎𝑛𝑔 𝑑𝑖𝑚𝑖𝑛𝑡𝑎
Maka, Jumlah tablet = 𝑑𝑜𝑠𝑖𝑠 𝑦𝑎𝑛𝑔 𝑡𝑒𝑟𝑠𝑒𝑑𝑖𝑎
5 𝑚𝑔 𝑥 30
= 10 𝑚𝑔
= 15 tablet
- Obat digerus hingga homogen lalu dimasukkan ke dalam
kapsul Cara Pembuatan :
Bersihkan lumpang dan alu, masukkan sebanyak 6 tablet Stelosi 5 mg,
gerus hingga halus, lalu tambahkan sebanyak 15 tablet Clobazam 10
mg, kemudian gerus hingga homogen. Selanjutnya, masukkan ke dalam
20 kapsul yang telah disusun pada papan kapsul, kemudian dikemas ke
29
dalam plastik klip.
30
- Diambil kapsul racikan dan diberi etiket putih
I. Identitas Pasien
- Nama Pasien : C
II. Identitas Obat Racikan
Stelazine 1 mg dan Clobazam 5 mg
- Bentuk Sediaan : Kapsul
- Aturan pakai : 1 x sehari 1 tablet
1. Stelazine
Kegunaan : Antipsikotik
Bentuk Sediaan : Tablet
2. Clobazam
Kegunaan : Sedatif, gangguan kecemasan
Bentuk Sediaan : Tablet
32
Bentuk Sediaan Racikan : Kapsul
PIO :
- Obat dikonsumsi 1 kali sehari 1 kapsul bila perlu.
- Obat diminum sesuai dosis dan tidak boleh diganti tanpa sepengetahuan
dokter.
- Obat disimpan di tempat sejuk yang terhindar dari sinar matahari dan jauh
dari jangkauan anak-anak.
33
BAB II
PELAYANAN SWAMEDIKASI
2.1 Swamedikasi 1
2.1.1 Keluhan
Seorang pemuda datang ke apotek mengeluhkan mata merah dan iritasi
akibat terkena debu. Pemuda tersebut mencari obat tetes mata untuk mengatasi
keluhannya. Obat yang disarankan ialah Rohto V-Extra dan Insto. Pemuda
tersebut memilih Rohto V-Extra.
34
agar terhindar dari kontaminasi.
35
- Jangan menggunakan obat tetes mata selama lebih dari 30 hari.
- Simpan obat di tempat sejuk terhindar dari sinar matahari dan
jangkauan anak-anak.
36
2.2 Swamedikasi 2
2.2.1 Keluhan
Seorang bapak-bapak datang ke apotek mengeluhkan kakinya yang
kapalan dan kutilan sehingga mencari obat untuk mengatasi keluhannya. Obat
yang diberikan adalah Callusol.
37
2.3 Swamedikasi 3
2.3.1 Keluhan
Seorang wanita datang ke apotik mengeluhkan gejala alergi seperti mata
gatal dan berair, bersin-bersin, serta gatal pada hidung. Pasien meminta diberikan
obat antialergi. Obat yang disarankan ialah CTM dan Ceterizine. Wanita tersebut
memilih CTM.
38
2.4 Swamedikasi 4
2.4.1 Keluhan
Seorang bapak-bapak datang ke apotek dengan keluhan masalah
pencernaan yaitu susah buang air besar (BAB) atau konstipasi. Pasien mencari
obat untuk mengatasi keluhannya. Obat yang disarankan adalah tablet Dulcolax
dan Laxana. Pasien memilih Dulcolax.
39
2.5 Swamedikasi 5
2.5.1 Keluhan
Seorang wanita datang ke apotik dengan keluhan tidak nafsu makan
sehingga mencari obat untuk membantu memperbaiki nafsu makannya. Obat yang
disarankan ialah Curcuma Force.
40
DAFTAR PUSTAKA
Anief, M. 1997. Ilmu Meracik Obat. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press.
Ikatan Apoteker Indonesia. 2015. ISO : Informasi Spesialite Obat Indonesia.
Jakarta: PT ISFI Penerbitan.
Sukandar, Prof. Dr. Elin Yulinah, dkk. 2008. ISO Farmakoterapi. PT.ISFI,
Jakarta.
Syarif, dr.Amir., dkk. 2009. Farmakologi dan Terapi, Edisi Kelima. Jakarta:
Departemen Farmakologi dan Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.
Tjay, T. H., & Rahardja, K. 2007. Obat-Obat Penting, Khasiat, Penggunaan dan
Efek-Efek Sampingnya, Edisi Keenam. Jakarta: PT Elex Media
Komputindo Kelompok Gramedia.
iii