Anda di halaman 1dari 16

PRINSIP DAN METODOLOGI EKONOMI ISLAM

Disusun Guna Memenuhi Tugas

Mata Kuliah: Lembaga Keuangan Syariah Non Bank

Dosen Pengampu : Muhamat Nur Maarif, Lc., M.H

Disusun Oleh Kelompok 1 :


1. Hadi Sidqi Alfi M (2120210069)
2. Muhammad izun al-ahbab (1820710093)

INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI KUDUS


FAKULTAS SYARIAH
PROGRAM STUDI HUKUM EKONOMI SYARIAH
TAHUN 2023
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR.............................................................................................2
BAB I.......................................................................................................................3
PENDAHULUAN................................................................................................3
A. Latar Belakang..........................................................................................3
B. Rumusan Masalah.....................................................................................3
C. Tujuan Permasalahan................................................................................4
BAB II......................................................................................................................5
PEMBAHASAN..................................................................................................5
A. DEFINISI EKONOMI ISLAM.................................................................5
B. HAKEKAT EKONOMI SYARIAH.........................................................7
C. PRINSIP EKONOMI SYARIAH.............................................................8
D. METODOLOGI EKONOMI ISLAM.....................................................11
BAB III..................................................................................................................14
KESIMPULAN..................................................................................................14
DAFTAR PUSTAKA............................................................................................16
KATA PENGANTAR

Assalamu’alaikum warahmatullahi wabarakatuh

Segala puji bagi Allah SWT yang telah memberikan kami kemudahan
sehingga kami dapat menyelesaikan makalah ini dengan tepat waktu. Tanpa
pertolonganNya tentunya kami tidak akan sanggup untuk menyelesaikan makalah
ini dengan baik. Shalawat serta salam semoga terlimpah curahkan kepada baginda
tercinta kita yaitu Nabi Muhammad SAW yang kita nanti-nantikan syafa’atnya di
akhirat nanti.

Pemakalah mengucapkan syukur kepada Allah SWT atas limpahan nikmat


sehat-Nya, baik itu berupa sehat fisik maupun akal pikiran, sehinggan penulis
mampu untuk menyelesaikan pembuatan makalah sebagai tugas dari mata kuliah
Lembaga Keuangan Syariah Non Bank dengan judul “Prinsip Dan Metodologi
Ekonomi Islam”. Pemakalah tentu menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari
kata sempurna dan masih banyak terdapat kesalahan serta kekurangan di
dalamnya. Untuk itu, pemakalah mengharapkan kritik serta saran dari pembaca
untuk makalah ini, supaya makalah ini nantinya dapat menjadi makalah yang
lebih baik lagi. Demikian, dan apabila terdapat banyak kesalahan pada makalah
ini penulis mohon maaf yang sebesar-besarnya.

Demikian, semoga makalah ini dapat bermanfaat. Terima kasih.

Kudus, 10 September 2023


BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Islam memberikan pedoman pada semua hal namun hanya untuk hal-hal
konsep dasarnya saja. Untuk yang sifatnya rincian diserahkan pada pola pikir
pada umatnya yang juga sudah harus mengikuti filosofi Islam yang terbentuk
dari keyakinan dan keimanan. Ekonomi dalam Islam mempunyai basic feature
yang menjadi landasan setiap kebijakan ekonomi. Kebijakan yang akan
mengatur bagaimana nikmat Allah, yang menurut teori kapitalisme terbatas,
ini didistribusikan kepada manusia yang kebutuhannya tidak terbatas.

Seiring perkembangan dan perjalanan sejarah manusia, aspek ekonomi


juga turut berkembang dan semakin komplit. Kebutuhan manusia yang
semakin menjadi-jadi dan tidak dapat dipenuhi sendiri menyebabkan mereka
melakukan kegiatan tukar menukar dalam berbagai bentuk. Alam yang tadinya
menyediakan banyak komoditas tidak bisa lagi diandalkan. Akhirnya
muncullah aneka transaksi, mulai dari barter hingga yang paling modern,
seperti yang dirasakan sekarang ini.

Ekonomi Islam dibangun diatas dasar agama Islam, karenanya ia


merupakan bagian tak terpisahkan (integral) dari agama Islam. Sebagai
derivasidari agama Islam, ekonomi Islam akan mengikuti agama Islam dalam
berbagai aspeknya. Islam adalah sistem kehidupan (way of life), di mana
Islam telah menyediakan berbagai perangkat aturan yang lengkap bagi
kehidupan manusia, termasuk dalam bidang ekonomi. Beberapa aturan ini
bersifat pasti dan berlaku permanen, sementara yang lainnya bersifat
kontekstual sesuai dengan situasi dan kondisi.1

Ekonomi Islam adalah ilmu yang mempelajari usaha manusia untuk


mengalokasikan dan mengelola sumber daya untuk mencapai falah harus
berdasarkan pada prinsip-prinsip dan nilai-nilai Al-quran dan Sunnah.

B. Rumusan Masalah
1. Apa Definisi ekonomi Islam,
2. Apa Hakekat ekonomi syariah,
3. Apa prinsip ekonomi syariah,
4. Apa metodologi ekonomi Islam.

1
Akhmad Mujahidin , Ekonomi islam 1, (Jakarta: PT RajaGrafindo persada, 2007), h. 2
C. Tujuan Permasalahan
1. Mengetahui Definisi ekonomi Islam
2. Mengetahui Hakekat ekonomi syariah
3. Mengetahui prinsip ekonomi syariah
4. Mengetahui metodologi ekonomi Islam.
BAB II

PEMBAHASAN

A. DEFINISI EKONOMI ISLAM


Ekonomi adalah ilmu sosial yang mempelajari aktifitas manusia yang
berhubungan dengan produksi, distribusi, dan konsumsi terhadap barang dan jasa.
Istilah “ekonomi” sendiri berasal dari bahasa Yunani, yaitu oikos yang berarti
“keluarga, rumah tangga” dan nomos yang berarti “peraturan, aturan, hukum”.
Secara garis besar, ekonomi diartikan sebagai “aturan rumah tangga” atau
“manajemen rumah tangga”. Ekonomi mencakup suatu pemikiran dalam rangka
berkreasi dan berinovasi untuk menentukan solusi dalam memenuhi kebutuhan
hidup. Solusi ini yang menjadi jawaban tentang hal yang berkaitan dengan
produksi, distribusi dan konsumsi.

Ekonomi Islam dalam bahasa Arab diistilahkan dengan al-iqtishad al-


Islami. Iqtishad (ekonomi) didefinisikan sebagai pengetahuan tentang aturan yang
berkaitan dengan produksi kekayaan, mendistribusikan dan mengonsumsinya. 2
Ekonomi Islam merupakan ilmu yang mempelajari suatu perilaku ekonomi
manusia yang penerapannya diatur berdasarkan aturan agama Islam dan dilandasi
dengan tauhid sebagaimana dirangkum dalam rukun iman dan rukun Islam.

Terdapat beberapa perbedaan dalam penafsiran, pendekatan, dan metodologi


yang digunakan oleh para ekonom muslim dalam membentuk konsep ekonomi
Islam. Hal ini dikarenakan adanya perbedaan latar belakang pendidikan, keahlian,
dan pengalaman yang dimiliki. Merujuk pendapat Aslem Haneef, pemikir
ekonomi Islam Malaysia, para pemikir muslim bidang ekonomi dikelompokkan
dalam tiga kategori3, yakni:

1. Kelompok jurist atau pakar bidang fikih atau hukum Islam yang
pendekatannya dilakukan secara legalistik dan normatif.
2. Kelompok modernis yang lebih berani memberikan penafsiran terhadap
ajaran Islam untuk menjawab persoalan-persoalan yang dihadapi
masyarakat terkini.
3. Kelompok western-trained moslem economist, yaitu para praktisi atau
ekonom muslim yang berlatar belakang pendidikan Barat. Yang mencoba
menggabungkan pendekatan fikih dan ekonomi sehingga ekonomi Islam
terkonseptualisasi secara integrated.
2
Al-Mishri. (1993). Ushul al-Iqtishad al-Islami. Damsyiq: Dar al-Qalam.
3
Haneef, M. A. (1995). Contemporary Islamic economic thought: A selected comparative
analysis. Alhoda UK.
Dengan kata lain, mereka berusaha membangun ekonomi Islam seperti
ekonomi konvensional, tetapi dengan mereduksi nilai-nilai yang tidak sejalan
dengan Islam dan memberikan nilai Islam pada analisis ekonominya.
Pendefinisian tentang apakah ekonomi Islam berbeda antara ekonom yang satu
dengan ekonom lainnya.

M.M Metwally (1993)4 mendefinisikan, “Islamic economics may be defined


as the study of the economic behavior of the true Muslim in a society which
adheres to the Islamic doctrine from the Holy Qur’an, the Sunna of The Holy
Prophet Muhammad (or the Hadith, or tradition), the consensus (ijma’) and the
analogy (qiyas)”. Menurut Metwally, yang membedakan antara Islam dengan
agama lain ialah ajaran yang terdapat dalam Islam tidak hanya berkaitan dengan
masalah ibadah, tetapi turut pula mengatur permasalahan kehidupan dunia yang
dapat dilakukan oleh seorang muslim dalam kehidupan kesehariannya.

Monzer Kahf5 dalam bukunya The Islamic Economy6 menjelaskan bahwa


ekonomi Islam adalah bagian dari ilmu ekonomi yang bersifat interdisipliner
dalam arti kajian ekonomi syariah tidak dapat berdiri sendiri, tetapi perlu
penguasaan yang baik dan mendalam terhadap ilmu-ilmu syariah dan ilmu-ilmu
pendukungnya juga terhadap ilmu-ilmu yang berfungsi sebagai tool of analysis
seperti matematika, statistik, logika, dan ushul fiqih.

Muhammad Abdullah al-Arabi,6 ekonomi syariah merupakan sekumpulan


dasar umum ekonomi yang kita simpulkan dari Alquran dan sunah, dan
merupakan bangunan perekonomian yang kita dirikan di atas landasan dasar-dasar
tersebut sesuai dengan tiap lingkungan dan masa.

Choudhury memberikan definisi ekonomi Islam sebagai, “Jumlah total dari


studi historis dan teoritis yang menganalisis kebutuhan manusia dan masyarakat
dalam sistem nilai Islam yang terintegrasi. Dua elemen bidang ini, pertama,
barang dan jasa yang murni dapat dipasarkan beserta harganya dan, kedua,
peningkatan manfaat yang diperoleh dari konsumsi barang dan jasa tersebut..”

Muhammad Abdul Manan7 berpendapat bahwa ilmu ekonomi Islam dapat


dikatakan sebagai ilmu pengetahuan sosial yang mempelajari masalah ekonomi
masyarakat yang diilhami oleh nilai-nilai Islam. Ia mengatakan bahwa ekonomi

4
Metwally, M.M. (1993), Essays on Islamic Economics, Academic Publishers, Calcutta, 182
pages
5
Kahf, M. (2014). Islamic Economics. Al Manhal.
6
Muhammad A. Al ‘Arabi. Sistem Ekonomi Islam Prinsip-Prinsip dan Tujuannya. Terjemahan
oleh Ahmad, Abu dan Umar S. Anshori. Semarang: PT Bina Ilmu
7
Muhammad Abdul Mannan (1985). Ekonomi Islam: Teori dan Praktis, Jilid. 1, terj. Radiah
Abdul Kader. Kuala Lumpur: A.S. Noordeen
Islam merupakan bagian dari tata kehidupan lengkap berdasarkan sumber hukum
Islam, yaitu: Alquran, sunah, ijmak, dan qiyas. Dalam pengambilan hukum
tersebut minimal berbasis pada keempat hal tersebut agar hukum yang diambil
sesuai dengan prinsip dan filosofi yang terdapat pada ekonomi Islam.

Definisi ekonomi Islam juga dikemukakan oleh Umer Chapra8 bahwa ilmu
ekonomi Islam diartikan sebagai cabang pengetahuan yang membantu
merealisasikan kesejahteraan manusia melalui alokasi dan distribusi sumber daya
alam yang langka yang sesuai dengan maqashid, tanpa mengekang kebebasan
individu untuk menciptakan keseimbangan makroekonomi dan ekologi yang
berkesinambungan, membentuk solidaritas keluarga, sosial, dan jaringan moral
masyarakat.

Dari beberapa definisi di atas dapat disimpulkan bahwa ekonomi Islam


merupakan ilmu yang mempelajari tata kehidupan masyarakat dalam melakukan
kegiatan ekonomi yang meliputi alokasi dan distribusi sumber daya alam yang
diimplementasikan berdasarkan Alquran, hadis, ijmak, dan qiyas sesuai prinsip
syariat Islam dalam mewujudkan kesejahteraan umat.

B. HAKEKAT EKONOMI SYARIAH


Sebagai ekonomi ilahiyah, ekonomi Islam memiliki aspek transendensi
yang sangat tinggi suci yang memadukannya dengan aspek materi, dunia. Titik
tolaknya adalah Allah dan tujuannya untuk mencari fadl Allah melalui jalan
(thariq) yang tidak bertentangan dengan apa yang telah digariskan oleh Allah.

Ilmu Ekonomi Islam merupakan teori atau hukum-hukum dasar yang


menjelaskan perilaku-perilaku antar variabel ekonomi dengan memasukkan unsur
norma ataupun tata aturan tertentu (unsur Ilahiyah). Oleh karena itu, Ekonomi
Islam tidak hanya menjelaskan fakta-fakta secara riil, tetapi juga harus
menerangkan idealitas yang seyogyanya dapat dilakukan, dan apa yang
seharusnya terjadi dan dikesampingkan atau dihindari, idealita ini dilandasi atas
dasar nilai (value) dan norma (norm) tertentu, baik secara eksplisit maupun
implisit, kemudian inilah yang disebut dengan ekonomi normatif.

Sedangkan ekonomi positif bahasannya lebih terfokus kepada realitas


relasi ekonomi atau mengenai fenomena yang nyatanya terjadi. Menurut
Adiwarman Azhar Karim, ekonom muslim, perlu mengembangkan suatu ilmu
ekonomi yang khas, yang dilandasi oleh nilai-nilai Iman dan Islam yang tidak
hanya dihayati tetapi juga diamalkannya, yaitu ilmu ekonomi Islam. Sebuah
sistem ekonomi yang juga menjelaskan segala fenomena tentang perilaku pilihan
dan pengambilan keputusan dalam setiap unit ekonomi dengan memasukkan tata
8
Chapra, M. U. (2001). Masa depan ilmu ekonomi: sebuah tinjauan Islam. Gema Insani.
aturan syariah sebagai variabel independent (ikut mempengaruhi segala
pengambilan keputusan ekonomi), yang berasal dari Allah SWT. meliputi
batasan-batasan dalam melakukan kegiatan ekonomi. Semuanya harus seimbang
karena dunia adalah sawah atau ladang akhirat. Keuntungan (return) yang kelak
diperoleh seseorang di akhirat, bergantung pada apa yang ia telah investasikan di
dunia.9

Ilmu ekonomi Islam merupakan ilmu sosial sekaligus ilmu agama yang
tentu saja tidak bebas dari norma dan nilai-nilai moral. Karena nilai moral
merupakan aspek normatif yang integral dan harus dimasukkan dalam analisis
fenomena ekonomi serta dalam teknik pengambilan keputusan yang berdasarkan
syariah. Sehingga dapat menghasilkan konsep yang kompetibel dan universal
serta menjunjung tinggi asas manfaat dan maslahah sebagai Rahmatan lil a’lamiin.

C. PRINSIP EKONOMI SYARIAH


Prinsip-prinsip ekonomi Islam yang merupakan bangunan ekonomi Islam
didasarkan atas lima nilai universal yakni : tauhid (keimanan), ‘adl (keadilan),
nubuwwah (kenabian), khilafah (pemerintah) dan ma’ad (hasil). Kelima nilai ini
menjadi dasar inspirasi untuk menyusun teori-teori ekonomi Islam. Namun teori
yang kuat dan baik tanpa diterapkan menjadi sistem, akan menjadikan ekonomi
Islam hanya sebagai kajian ilmu saja tanpa memberi dampak pada kehidupan
ekonomi. Karena itu, dari kelima nilai-nilai universal tersebut, dibangunlah tiga
prinsip derivatif yang menjadi ciri-ciri dan cikal bakal sistem ekonomi Islami.
Ketiga prinsip derivatif itu adalah multitype ownership, freedom to act, dan social
justice.

Di atas semua nilai dan prinsip yang telah diuraikan di atas, dibangunlah
konsep yang memayungi kesemuanya, yakni konsep Akhlak. Akhlak menempati
posisi puncak, karena inilah yang menjadi tujuan Islam dan dakwah para Nabi,
yakni untuk menyempurnakan akhlak manusia. Akhlak inilah yang menjadi
panduan para pelaku ekonomi dan bisnis dalam melakukan aktivitasnya. Nilai-
nilai Tauhid (keEsaan Tuhan), ‘adl (keadilan), nubuwwah (kenabian), khilafah
menjadi inspirasi untuk membangun teori-teori ekonomi Islam :

1. Prinsip Tauhid

Tauhid merupakan pondasi ajaran Islam. Dengan tauhid, manusia


menyaksikan bahwa “Tiada sesuatupun yang layak disembah selain Allah dan
“tidak ada pemilik langit, bumi dan isinya, selain daripada Allah” karena
Allah adalah pencipta alam semesta dan isinya dan sekaligus pemiliknya,

9
A. Karim, Adiwarman. 2001. Sejarah Pemikiran Ekonomi Islam. Jakarta: International Institute
of Islamic Thought Indonesia (IIIT).
termasuk pemilik manusia dan seluruh sumber daya yang ada. Karena itu,
Allah adalah pemilik hakiki. Manusia hanya diberi amanah untuk memiliki
untuk sementara waktu, sebagai ujian bagi mereka. Dalam Islam, segala
sesuatu yang ada tidak diciptakan dengan sia-sia, tetapi memiliki tujuan.
Tujuan diciptakannya manusia adalah untuk beribadah kepada-Nya. Karena
itu segala aktivitas manusia dalam hubungannya dengan alam dan sumber
daya serta manusia (mu’amalah) dibingkai dengan kerangka hubungan dengan
Allah. Karena kepada-Nya manusia akan mempertanggungjawabkan segala
perbuatan, termasuk aktivitas ekonomi dan bisnis.210

2. ‘Adl

Allah adalah pencipta segala sesuatu, dan salah satu sifat-Nya adalah adil.
Dia tidak membeda-bedakan perlakuan terhadap makhluk-Nya secara dzalim.
Manusia sebagai khalifah di muka bumi harus memelihara hukum Allah di
bumi dan menjamin bahwa pemakaian segala sumber daya diarahkan untuk
kesejahteraan manusia, supaya semua mendapat manfaat daripadanya secara
adail dan baik. Dalam banyak ayat, Allah memerintahkan manusia untuk
berbuat adil. Islam mendefinisikan adil sebagai tidak menzalimi dan tidak
dizalimi. Implikasi ekonomi dari nilai ini adalah bahwa pelaku ekonomi tidak
dibolehkan untuk mengejar keuntungan pribadi bila hal itu merugikan orang
lain atau merusak alam. Tanpa keadilan, manusia akan terkotak-kotak dalam
berbagai golongan. Golongan yang satu akan menzalimi golongan yang lain,
sehingga terjadi eksploitasi manusia atas manusia. Masing-masing beruasaha
mendapatkan hasil yang lebih besar daripada usaha yang dikeluarkannya
karena kerakusannya. Keadilan dalam hukum Islam berarti pula keseimbangan
antara kewajiban yang harus dipenuhi oleh manusia (mukallaf) dengan
kemampuan manusia untuk menunaikan kewajiban itu. Di bidang usaha untuk
meningkatkan ekonomi, keadilan merupakan “nafas” dalam menciptakan
pemerataan dan kesejahteraan, karena itu harta jangan hanya saja beredar pada
orang kaya, tetapi juga pada mereka yang membutuhkan.11

3. Nubuwwah

Karena sifat rahim dan kebijaksanaan Allah, manusia tidak dibiarkan


begitu saja di dunia tanpa mendapat bimbingan. Karena itu diutuslah para
Nabi dan Rasul untuk menyampaikan petunjuk dari Allah kepada manusia
tentang bagaimana hidup yang baik dan benar di dunia, dan mengajarkan jalan
untuk kembali (taubat) keasal-muasal segala sesuatu yaitu Allah. Fungsi Rasul
adalah untuk menjadi model terbaik yang harus diteladani manusia agar
10
Akhmad Mujahidin, Ekonomi Islam (Jakarta: Raja Wali Pers, 2007),h.14-15
11
Ibid, h.16
mendapat keselamatan di dunia dan akhirat. Untuk umat Muslim,Allah telah
mengirimkan manusia model yang terakhir dan sempurna untuk diteladani
sampai akhir zaman, Nabi Muhammad Saw. Sifat-sifat utama sang model
yang harus diteladani oleh manusia pada umumnya dan pelaku ekonomi serta
bisnis pada khususnya adalah Sidiq (benar, jujur), amanah ( tanggung jawab,
dapat dipercaya, kredibilitas), fathonah (kecerdikan, kebijaksanaan,
intelektualitas) dan tabligh (komunikasi keterbukaan dan pemasaran).

4. Khilafah

Dalam Al-Qur’an Allah berfirman bahwa manusia diciptakan untuk


menjadi khalifah dibumi artinya untuk menjadi pemimpin dan pemakmur
bumi. Karena itu pada dasarnya setiap manusia adalah pemimpin. Nabi
bersabda: “setiap dari kalian adalah pemimpin, dan akan dimintai
pertanggungjawaban terhadap yang dipimpinnya”. Ini berlaku bagi semua
manusia, baik dia sebagai individu, kepala keluarga, pemimpin masyarakat
atau kepala Negara. Nilai ini mendasari prinsip kehidupan kolektif manusia
dalam Islam (siapa memimpin siapa). Fungsi utamanya adalah untuk menjaga
keteraturan interaksi antar kelompok termasuk dalam bidang ekonomi agar
kekacauan dan keributan dapat dihilangkan, atau dikurangi.12

Dalam Islam pemerintah memainkan peranan yang kecil tetapi sangat


penting dalam perekonomian. Peran utamanya adalah untuk menjamin
perekonomian agar berjalan sesuai dengan syari’ah, dan untuk memastikan
tidak terjadi pelanggaran terhadap hak-hak manusia. Semua ini dalam
kerangka mencapai tujuan-tujuan syari’ah untuk memajukan kesejahteraan
manusia. Hal ini dicapai dengan melindungi keimanan, jiwa, akal,
kehormatan, dan kekayaan manusia.

Status khalifah atau pengemban amanat Allah itu berlaku umum bagi
semua manusia, tidak ada hak istimewa bagi individu atau bangsa tertentu
sejauh berkaitan dengan tugas kekhalifahan itu. Namun tidak berarti bahwa
umat manusia selalu atau harus memiliki hak yang sama untuk mendapatkan
keuntungan dari alam semesta itu. Mereka memiliki kesamaan hanya dalam
hal kesempatan, dan setiap individu bisa mendapatkan keuntungan itu sesuai
dengan kemampuannya. Individu-individu diciptakan oleh Allah dengan
kemampuan yang berbeda-beda sehingga mereka secara instinktif diperintahh
untuk hidup bersama, bekerja bersama, dan saling memaafkan keterampilan
mereka masing-masing. Namun demikian, ini tidak berarti bahwa Islam
memberikan superioritas (kelebihan) kepada majikan terhadap pekerjaannya
dalam kaitannya dengan harga dirinya sebagai manusia atau dengan statusnya
12
Ibid, h.20-21
dalam hukum. Hanya saja pada saat tertentu seseorang menjadi majikan dan
pada saat lain menjadi pekerja.13 Pada saat lain situasinya bisa berbalik,
mantan majikan bisa menjadi pekerja dan sebagainya dan hal serupa juga bisa
diterapkan terhadap budak dan majikan.

5. Ma’ad

Secara harfiah ma’ad berarti kembali. Dan kita semua akan kembali
kepada Allah. Hidup manusia bukan hanya di dunia, tetapi terus berlanjut
hingga alam akhirat. Pandangan yang khas dari seorang Muslim tentang dunia
dan akhirat dapat dirumuskan sebagai: Dunia adalah ladang akhirat”. Artinya
dunia adalah wahana bagi manusia untuk bekerja dan beraktivitas (beramal
shaleh), namun demikian akhirat lebih baik daripada dunia. Karena itu Allah
melarang manusia hanya untuk terikat pada dunia.

Setiap individu memiliki kesamaan dalam hal harga diri sebagai manusia.
Pembedaan tidak bisa diterapkan berdasarkan warna kulit, ras, kebangsaan,
agama, jenis kelamin atau umur. Hak-hak dan kewajiban- kewajiban
ekonomik setiap individu disesuaikan dengan kemampuan yang dimilikinya
dan dengan peranan-peranan normatif masing-masing dalam struktur sosial.
Maka hak-hak dan kewajiban-kewajiban mereka harus diatur sedemikian rupa,
sehingga tercipta keseimbangan.

Islam tidak mengakui adanya kelas-kelas sosio-ekonomik sebagai sesuatu


yang bertentangan dengan prinsip persamaan maupun dengan prinsip
persaudaraan (ukhuwah). Kekuatan ekonomi berbeda dengan kekuatan sosio-
politik, karena adanya fakta bahwa tujuan-tujuan besar dan banyak rinciannya
ditekankan dalam Al-Qur’an dan Sunnah, dank arena dilestarikannya metode-
metode yang digunakan oleh umat Muslim untuk menetapkan hukum
mengenai hal-hal rinci yang tidak ditentukan sebelumnya dinilai sebagai
kebaikan dan kemalasan dinilai sebagai kejahatan

D. METODOLOGI EKONOMI ISLAM


Dalam membangun ekonomi Islam, para ilmuwan bukan saja mengkritik
‘subtansi’ ilmu ekonomi yang dibangun oleh Barat dalam bingkai sekularisme dan
materialisme, tetapi juga mengkritik ‘metodologi’ yang digunakan dalam
membangun ilmu ekonomi. Ekonomi Islam ditargetkan menjadi sebuah disiplin
ilmu ekonomi yang didirikan di atas prinsip dan nilai Islam yang lebih universal
dan komprehensif dalam melihat fenomena ekonomi. Namun, untuk mencapai
tujuan di atas perlu adanya usaha serius dan elegan dari para ilmuwan Islam untuk
memberikan kritikan terhadap ekonomi kapitalisme atau sosialisme sehingga tidak
13
Ibid, h.22
terkesan apologetic. Ini merupakan salah satu pendekatan agar ekonomi Islam
tidak dipandang sebagai sebuah alternatif. Membangun metodologi keilmuan
yang solid sangat diperlukan. Ini karena, metodologi di samping menjelaskan
mekanisme dan proses ilmiah melahirkan teori ekonomi dalam Islam, juga
menguraikan kriteria ilmiah bagaimana sebuah teori diterima atau ditolak dan
bagaimana bangunan disiplin ilmu ekonomi Islam dapat didirikan.

Metodologi, berbeda dengan metode. Metodologi tidak bertujuan untuk


menguraikan cara, teknik investigasi, atau proses dan prosedur dalam sebuah
kegiatan ilmiah. Metodologi sebaliknya adalah “ilmu yang mengkaji alasan dan
justifikasi bagaimana sebuah proposisi, asumsi dan teori diterima atau ditolak
dalam kerangka ilmu ekonomi”.14 Untuk itu, metodologi menyelidiki kriteria,
rasionalisasi, argumen, dan pembenaran yang digunakan. Berikut akan dipaparkan
beberapa metodologi yang dilakukan oleh para cendekiawan Muslim terhadap
ekonomi dalam perspektif Islam

1. Ismail Raji al- Faruqi sebagai penggagas istilah “Islamic economic”


mengatakan bahwa Islamisasi pengetahuan adalah sebuah proses untuk
menuang kembali pengetahuan modern dan cabang- cabang keilmuannya
ke dalam tata nilai Islam. Istilah ini di antaranya untuk menjembatani
dikotomi yang ada antara sistem pendidikan modern sekuler dengan sistem
pendidikan tradisional Islam. Selanjutnya, hasil dari proses ini harus
diikuti oleh proses integrasi pengetahuan yang baru ke dengan pandangan
dunia (worldview) dan tata nilai Islam.15 Berdasarkan pemikiran Al-Faruqi
di atas, dapat dikatakan bahwa metodologi yang digunakannya adalah
islamisasi ilmu dan kembali kepada falsafah ilmu Islam.
2. Yasmansyah dalam penelitiannya menyimpulkan, “metodologi ekonomi
Islam harus dibangun berdasarkan prinsip epistemologi Islam yang
mengakui wahyu Tuhan (al-wahy) dalam bentuk al- Qur‟an dan Al-Hadits
sebagai sumber ilmu pengetahuan, di samping fakta empiris dan akumulasi
pengalaman manusia (facts) dan penalaran akal (intellectual reasoning).
Metodologi ekonomi Islam bertujuan melahirkan kriteria ilmiah, prinsip,
dan standar, atau rasionalisi, argument dan justifikasi untuk melahirkan
sebuah teori (yang menjelaskan doktrin dan realitas ekonomi) dan
membuktikan kebenarannya mana yang valid dan tidak valid, benar dan
salah; dan serangkaian metode, teknik, prosedur ilmiah yang perlu
ditempuh dalam melahirkan teori dan membuktikan kebenaran teori

14
Fritz Machlup, Methodology of Economics and Other Social Sciences, (New York: Academic
PressInc, 1978), hal. 55.
15
Syafa’atun, N. (2018). Metodologi dalam Ekonomi Islam. Jurnal Ekonomi Syariah Dan Bisnis2,
hal. 12–24.
tersebut. Biasanya ini dihasilkan setelah jelas kriteria ilmiah dan
kebenaran.16
3. Mehmet Asutay menulis; “untuk memahami metodologi ekonomi Islam,
maka perlu mengingat kembali; kerangka metodologis sistem ekonomi
neoklasik/konvensional yang membedakan metodologi ekonomi Islam,
yaitu sebagai berikut:
(ⅰ) Titik tolaknya adalah individualisme metodologis.
(ⅱ) Postulat perilaku: individu yang berorientasi pada kepentingan diri
sendiri yang
a) mencari kepentingannya sendiri,
b) dengan cara yang rasional, dan
c) berusaha memaksimalkan utilitasnya sendiri;
(ⅲ) Pertukaran pasar. Oleh karena itu, sistem ekonomi konvensional
didasarkan pada fungsi utilitas satu dimensi, yang mengarah ke homo-
economicus̶individu ekonomi dalam sistem pasar. Postulat metodologi
ekonomi Islam, di sisi lain, dapat diringkas sebagai berikut:
a) Individu sosio-tropis, yang tidak hanya mementingkan
individualisme tetapi kepedulian sosial
b) Postulat perilaku: individu yang sadar akan Tuhan yang peduli
secara sosial dalam mencari kepentingan mereka berkaitan dengan
kebaikan sosial, melakukan kegiatan ekonomi secara rasional
sesuai dengan batasan Islam mengenai lingkungan individu dan
sosial serta akhirat; dan dalam berusaha memaksimumkan
utilitasnya berusaha memaksimumkan kesejahteraan sosial juga
dengan memperhatikan akhirat.
c) Pertukaran pasar adalah ciri utama operasi ekonomi dalam sistem
Islam; Namun, sistem ini disaring melalui proses Islami yang
menghasilkan sistem ramah lingkungan yang berwawasan sosial.17
4. M. A. Mannan : Proses penciptaan teori ekonomi islam yaitu:
1) Identifikasi masalah;
2) Mencari prinsip-prinsip pedoman syariah eksplisit dan implisit;
3) Konseptualisasi dan perumusan teoritis masalah ekonomi berdasarkan
prisnip tersebut ditemukan dalam AlQuran dan Sunnah;
4) resep kebijakan ekonomi yang tepat;
5) implementasi kebijakan yang dibuat dari formual teoritis;

16
Yasmansyah, Y., & Sesmiarni, Z. (2021). Metodologi Ekonomi Islam. IQTISHADUNA: Jurnal
Ilmiah Ekonomi Kita. Hal. 225–237.
17
ASUTAY, M. (2007). A Political Economy Approach to Islamic Economics: Systemic
Understanding for an Alternative Economic System. Kyoto Bulletin of Islamic Area Studies, 1(2),
3–18.
6) Teori dan kebijakan dievaluasi untuk emngantisipasi kesenjangan antara
pencapaian dan tujuan yang dirasakan; dan
7) Pemaparan hasil evaluasi.18
5. Hayat Khan : Aliran pemikiran paralel memulai dialog intelektual yang
menggantikan agen ekonomi yang egois dengan agen ekonomi yang
diilhami oleh motif agama dengan nama ekonomi islam. Ekonomi islam
sebagai suatu disiplin ilmu diperoleh dengan cara menulis ulang teori
ekonomi dengan menonjolkan nilai tambah dari afiliasi keagamaan.19

BAB III
PENUTUP

KESIMPULAN

ekonomi Islam merupakan ilmu yang mempelajari tata kehidupan masyarakat


dalam melakukan kegiatan ekonomi yang meliputi alokasi dan distribusi sumber
daya alam yang diimplementasikan berdasarkan Alquran, hadis, ijmak, dan qiyas
sesuai prinsip syariat Islam dalam mewujudkan kesejahteraan umat. Dan Sebuah
sistem ekonomi yang juga menjelaskan segala fenomena tentang perilaku pilihan
dan pengambilan keputusan dalam setiap unit ekonomi dengan memasukkan tata
aturan syariah sebagai variabel independent (ikut mempengaruhi segala
pengambilan keputusan ekonomi), yang berasal dari Allah SWT. meliputi
batasan-batasan dalam melakukan kegiatan ekonomi.

Dalam prinsip ekonomi Islam yang merupakan bangunan ekonomi Islam


didasarkan atas lima nilai dasar yakni : tauhid (keimanan), ‘adl (keadilan),
nubuwwah (kenabian), khilafah (pemerintah) dan ma’ad (hasil). Kelima nilai ini
menjadi dasar inspirasi untuk menyusun teori-teori ekonomi Islam. Dalam
pengembangan para ekonom islam juga Membangun metodologi keilmuan yang
solid. Ini karena, metodologi di samping menjelaskan mekanisme dan proses
ilmiah melahirkan teori ekonomi dalam Islam, juga menguraikan kriteria ilmiah
bagaimana sebuah teori diterima atau ditolak dan bagaimana bangunan disiplin
ilmu ekonomi Islam dapat didirikan.

DAFTAR PUSTAKA

18
Mannan, M. A. (1983). “Islamic Economics as a Social Science: Some Methodological Issues.”
Journal of Research in Islamic Economics, hal. 6.
19
Khan, H. (2018). Islamic economics and a third fundamental theorem of welfare economics.
World Economy. Hal. 723–737.
Akhmad Mujahidin , Ekonomi islam 1, (Jakarta: PT RajaGrafindo persada,
2007).
Al-Mishri. (1993). Ushul al-Iqtishad al-Islami. Damsyiq: Dar al-Qalam.
Haneef, M. A. (1995). Contemporary Islamic economic thought: A
selected comparative analysis. Alhoda UK.
Metwally, M.M. (1993), Essays on Islamic Economics, Academic
Publishers, Calcutta.
Kahf, M. (2014). Islamic Economics. Al Manhal.
Muhammad A. Al ‘Arabi. Sistem Ekonomi Islam Prinsip-Prinsip dan
Tujuannya. Terjemahan oleh Ahmad, Abu dan Umar S. Anshori. Semarang: PT
Bina Ilmu
Muhammad Abdul Mannan (1985). Ekonomi Islam: Teori dan Praktis,
Jilid. 1, terj. Radiah Abdul Kader. Kuala Lumpur: A.S. Noordeen
Chapra, M. U. (2001). Masa depan ilmu ekonomi: sebuah tinjauan Islam.
Gema Insani.
A. Karim, Adiwarman. 2001. Sejarah Pemikiran Ekonomi Islam. Jakarta:
International Institute of Islamic Thought Indonesia (IIIT).
Akhmad Mujahidin, Ekonomi Islam (Jakarta: Raja Wali Pers, 2007).
Fritz Machlup, Methodology of Economics and Other Social Sciences, (New
York: Academic PressInc, 1978).
Syafa’atun, N. (2018). Metodologi dalam Ekonomi Islam. Jurnal Ekonomi
Syariah Dan Bisnis2.
Yasmansyah, Y., & Sesmiarni, Z. (2021). Metodologi Ekonomi Islam.
IQTISHADUNA: Jurnal Ilmiah Ekonomi Kita.
ASUTAY, M. (2007). A Political Economy Approach to Islamic
Economics: Systemic Understanding for an Alternative Economic System. Kyoto
Bulletin of Islamic Area Studies.
Mannan, M. A. (1983). “Islamic Economics as a Social Science: Some
Methodological Issues.” Journal of Research in Islamic Economics.
Khan, H. (2018). Islamic economics and a third fundamental theorem of
welfare economics. World Economy.

Anda mungkin juga menyukai