Anda di halaman 1dari 4

PAPER

POST-POSITIVIS, KONSTRUKTIVIS, TRANSFORMATIF, DAN


PRAGMATIS

Disusun untuk memenuhi tugas Mata kuliah Metodologi Penelitian Pendidikan

Dosen Pengampu : Dr. Novia Fitri Istiawati, M.Pd.

Disusun Oleh:

Lian Nurhaliza 2113034003

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN GEOGRAFI

JURUSAN PENDIDIKAN ILMU PENGETAHUAN SOSIAL

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN

UNIVERSITAS LAMPUNG

2023
POST-POSITIVIS, KONSTRUKTIVIS, TRANSFORMATIF, DAN
PRAGMATIS

I. POST-POSITIVIS
Post-positivisme merupakan perbaikan positivisme yang dianggap
memiliki kelemahan-kelemahan, dan dianggap hanya mengandalkan
kemampuan pengamatan langsung terhadap objek yang diteliti. Secara
ontologis aliran post-positivisme bersifat critical realism dan menganggap
bahwa realitas memang ada dan sesuai dengan kenyataan dan hukum alam tapi
mustahil realitas tersebut dapat dilihat secara benar oleh peneliti. Secara
epistomologis: Modified dualist/objectivist, hubungan peneliti dengan realitas
yang diteliti tidak bisa dipisahkan tapi harus interaktif dengan subjektivitas
seminimal mungkin. Secara metodologis adalah modified experimental/
manipulatif.
Observasi yang didewakan positivisme dipertanyakan netralitasnya, karena
observasi dianggap bisa saja dipengaruhi oleh persepsi masing-masing orang.
Proses dari positivisme ke post-positivisme melalui kritikan dari tiga hal yaitu :
1) Observasi sebagai unsur utama metode penelitian,
2) Hubungan yang kaku antara teori dan bukti. Pengamat memiliki sudut
pandang yang berbeda dan teori harus mengalah pada perbedaan waktu,
3) Tradisi keilmuan yang terus berkembang dan dinamis (Salim, 2001).

Post positivisme merupakan sebuah aliran yang datang setelah


positivisme dan memang amat dekat dengan paradigma positivisme. Salah
satu indikator yang membedakan antara keduanya bahwa post positivisme
lebih mempercayai proses verifikasi terhadap suatu temuan hasil observasi
melalui berbagai macam metode. Dengan demikian suatu ilmu memang
betul mencapai objektivitas apabila telah diverifikasi oleh berbagai
kalangan dengan berbagai cara.
II. KONSTRUKTIVIS
Konstruktivisme adalah suatu pendekatan terhadap belajar yang
berkeyakinan bahwa orang secara aktif membangun atau membuat
pengetahuannya sendiri dan realitas ditentukan oleh pengalaman orang itu
sendiri pula (Abimanyu, 2008: 22).
Pembelajaran yang berciri konstruktivisme menekankan terbangunnya
pemahaman sendiri secara aktif, kreatif dan produktif berdasarkan pengetahuan
terdahulu dan pengalaman belajar yang bermakna (Muslich, 2007:44).
Konstruktivisme adalah sebuah teori yang memberikan kebebasan terhadap
manusia yang ingin belajar atau mencari kebutuhannya dengan kemampuan
untuk menemukan keinginan atau kebutuhannya tersebut dengan bantuan
fasilitas orang lain. Manusia untuk belajar menemukan sendiri kompetensi,
pengetahuan atau teknologi dan hal yang diperlukan guna mengembangkan
dirinya (Thobroni, 2015:91). Konstruktivisme (construktism) merupakan
landasan berfikir pendekatan kontekstual, pengetahuan dibangun sedikit demi
sedikit, hasilnya diperluas melalui konteks yang terbatas (sempit) dan tidak
dengan tiba-tiba (Sagala, 2007: 88).
Berdasarkan pengertian tersebut maka dapat dikatakan bahwa pengetahuan
bukanlah seperangkat fakta-fakta, konsep, atau kaidah yang siap untuk diambil
dan diingat. Tetapi manusia harus mengkonstruksi pengetahuan itu dan
memberi makna melalui pengalaman nyata.

III. TRANSFORMATIF
Menurut Haryadi, dalam (Kartyadi, 2022) berpendapat bahwa
Pembelajaran transformatif adalah metode pendidikan yang memungkinkan
siswa untuk mendidik diri mereka sendiri melalui pengalaman yang melibatkan
realitas. Banyak pemikir di dunia pendidikan berpendapat bahwa sistem
pendidikan tidak cukup hanya memberikan pengetahuan (apa yang diketahui
siswa), tetapi perlu memberikan kepercayaan diri dan kemampuan kepada
siswa untuk menjadi atau menjadi diri mereka sendiri.
Teori pembelajaran transformatif adalah proses mengubah kerangka acuan.
Orang dewasa memperoleh seperangkat pengalaman, asosiasi, konsep, nilai,
perasaan, dan konsep yang koheren yang membentuk kerangka kerja yang
mencirikan dunia yang hidup. Kerangka acuan adalah struktur hipotetis untuk
memahami pengalaman. Mereka secara khusus memodifikasi dan memecahkan
kode harapan, persepsi, kecenderungan, dan emosi. Mereka mendefinisikan
"cara melakukan sesuatu" kami. Setelah disejajarkan, secara otomatis beralih
dari satu aktivitas (mental atau perilaku) ke aktivitas lainnya. Kami memiliki
kecenderungan kuat untuk menolak ide-ide yang tidak sesuai dengan asumsi
kami dan mengatakan bahwa itu tidak layak dipertimbangkan. Ketika keadaan
memungkinkan, pembelajar transformatif bergerak ke pengaturan yang lebih
inklusif, diskriminatif, reflektif, dan integratif. (Mezirow, 1997).

IV.PRAGMATIS
Pragmatisme adalah aliran filsafat yg mengajarkan yg benar adalah segala
sesuatu yg membuktikan dirinya sebagai yg benar dengan melihat kepada
akibat-akibat atau hasilnya yg bermanfaat secara praktis. Menurut William
James, pragmatisme adalah realitas sebagaimana yang kita ketahui. Untuk
mengukur kebenaran suatu konsep seseorang harus mempertimbangkan apa
konsekuensi logis penerapan konsep tersebut. Sedangkan menurut KBBI
pragmatism adalah :
1) kepercayaan bahwa kebenaran atau nilai suatu ajaran (paham, doktrin,
gagasan, pernyataan, ucapan, dan sebagainya), bergantung pada
penerapannya bagi kepentingan manusia;
2) paham yang menyatakan bahwa segala sesuatu tidak tetap, melainkan
tumbuh dan berubah terus;
3) pandangan yang memberi penjelasan yang berguna tentang suatu
permasalahan dengan melihat sebab akibat berdasarkan kenyataan untuk
tujuan praktis

Anda mungkin juga menyukai