Anda di halaman 1dari 49

EFEKTIVITAS PENDEKATAN SOLUTION-FOCUSED BRIEF

COUNSELING UNTUK MENINGKATKAN SOCIAL AWARENESS PADA


SISWA DI SMP NEGERI 2 ENREKANG

PROPOSAL

OLEH:

MAWADDATUL MAYKAM
7319201023

PROGRAM STUDI BIMBINGAN DAN KONSELING


FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH ENREKANG
2022
LEMBAR PERSETUJUAN PERBAIKAN (REVISI) PROPOSAL
PENELITIAN

Proposal penilitian disusun oleh :

Nama : Mawaddatul Maykam

Nim : 7319201023

Judul Penelitian : Efektivitas Pendekatan Solution-Focused Brief


Counseling Untuk Meningkatkan Social Awareness Pada
Siswa Di SMP Negeri 2 Enrekang
Tanggal Ujian Proposal :8 November 2022

Telah dilakukan perbaikan sesuai dengan saran penguji dan pembimbing karena
itu penelitian proposal ini sudah dapat dilakukan sejak tanggal persetujuan ini
diberikan

Enrekang,.......................2022

Penguji

1. Fitriyanti Sulaiman, S.Pd., M.Pd.

2. M. Yunus Sudirman, S.Pd., M.Pd.

Pembimbing

1. Mutmainnah, S.Pd., M.Pd. .......................

2. Muhammad Junaedi Mahyuddin, S.Pd., M.Pd .............. ................

Mengetahui
Ketua Program Studi Bimbingan Dan Konseling

Muhammad Junaedi Mahyuddin, S.Pd., M.Pd.


NIDN.0915038701

i
DAFTAR ISI

PERSETUJUAN PERBAIKAN (REVISI) PROPOSAL....................................i

DAFTAR ISI...........................................................................................................ii

BAB I.......................................................................................................................1

PENDAHULUAN...................................................................................................1

A. Latar Belakang.............................................................................................1

B. Rumusan Masalah........................................................................................7

C. Tujuan Penelitian.........................................................................................8

D. Manfaat Penelitian.......................................................................................8

BAB II...................................................................................................................10

KAJIAN PUSTAKA............................................................................................10

A. Pendekatan Solution-Focused Brief Konseling (Konseling Singkat

Berfokus Solusi).............................................................................................10

B. Kesadaran Sosial (Sosial Awereness)........................................................25

C. Penelitian Relevan......................................................................................29

D. Kerangka Berpikir......................................................................................31

BAB III..................................................................................................................33

METODOLOGI PENELITIAN.........................................................................33

A. Metode Penelitian......................................................................................33

B. Populasi dan Sampel..................................................................................34

C. Instrumen Penelitian...................................................................................35

D. Teknik Pengumpulan Data.........................................................................38

ii
E. Teknik Analisis Data..................................................................................40

F. Jadwal Penelitian........................................................................................42

DAFTAR PUSTAKA............................................................................................44

iii
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Pendidikan lebih dari sekedar mendidik di bidang akademik, pelatihan

membawa banyak pengalaman untuk siswa. Pendidikan dapat didefinisikan

sebagai proses menggunakan metode untuk membantu orang memperoleh

pengetahuan, pemahaman, dan metode ini bekerja dengan baik. Manusia adalah

makhluk kompleks yang sulit dipahami karena keunikannya. Keunikan inilah

yang membedakan manusia dengan organisme lain dan satu sama lain. Ketika

bersosialisasi di depan umum, masyarakat tidak lepas dari kebutuhan akan

komunikasi baik secara lisan, tertulis ataupun lainnya.

Pendidikan adalah segala daya upaya dan semua usaha mengubah sikap

dan perilaku yang diinginkan untuk semua masyarakat untuk dapat

mengembangkan potensi manusia agar memiliki kekuatan spritual keagamaan,

pengendalian diri, berkepribadian, memiliki kecerdasan, berakhlak mulia, serta

memiliki keterampilan yang diperlukan sebagai anggota masyarakat dan warga

negara.

Manusia tidak bisa lepas dari pendidikan. Pendidikan merupakan salah

satu sektor penting dalam pembangunan disetiap Negara. Menurut Undang-

Undang No.20 Tahun 2003 tentang sisdiknas dalam pasal 1 disebut bahwa

pendidikan merupakan usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan potensi diri,

1
kepribadian, kecerdasan, akhalk mulia, serta keterampilan, yang diperlukan

dirinya, masyarakat, mengembangkan segala potensi yang dimiliki peserta didik

melalui proses pembelajaran. Dalam pasal 4 dijelaskan bahwa peserta didik adalah

anggota masyarakat yang berusaha mengembangkan potensi diri melalui proses

pembelajaran yang tersedia pada jalur, jenjang, dan jenis pendidikan tertentu.

Pendidikan di Indonesia saat ini cenderung lebih mengedepankan

penguasaan aspek keilmuan dan kecerdasan, namun mengabaikan pendidikan

Islam. Pembenahan kembali sistem pendidikan dipandang sangat penting untuk

mencetak generasi unggulan yang menjadi tumpuan harapan umat dimasa yang

akan datang, dan ini bisa dilakukan oleh orang-orang yang peduli dan punya

kesadaran sosial yang tinggi.

Kesadaran sosial adalah proses dimana seseorang memahami dan mengerti

akan suatu keadaaan yang menjadikan individu itu sendiri sadar dan paham betul

dengan apa yang terjadi, dan apa yang akan terjadi. Kesadaran sosial adalah

bentuk kesadaran diri mengenali kepribadian kita lalu menyadari pengaruh faktor-

faktor tersebut atas penilaian, keputusan dan interaksi kita dengan orang lain.

Kesadaran sosial diartikan sebagai dinamika psikologis yang membawa

gambaran atas kondisi mental diri sendiri maupun orang lain ke dalam diri

seseorang (Wegner & Giuliano, 1982). Kesadaran sosial diartikan sebagai

pemahaman terhadap situasi kontekstual pada masa sekarang yang berhubungan

dengan yang terjadi, siapa yang ada di sekitar, apa yang mereka lakukan, apa

keadaan emosi mereka dan perhatian mereka terhadap sekitar. Kontekstualisasi

kesadaran sosial yang terbangun dari konstruksi representasi mental seseorang

2
juga berkaitan dengan empati dan kepekaan sosial seseorang (Tassiello et al.,

2018). Kesadaran sosial juga terbangun dari empati kognitif dan emotif

(Nopembri et al., 2017).

Kesadaran sosial memegang peranan penting dalam menjalankannya

fungsi adaptasi dan sosialisasi seseorang dalam konteks multi-budaya dari usia

dini hingga dewasa (Jones et al., 2015). Kesadaran sosial adalah acuan dalam

mengambil perspektif dengan orang lain, menghargai orang lain dengan latar

belakang berbeda, serta memahami norma sosial dan daya dukung lingkungan

terhadap kesejahteraan yang ada (Dusenbury & Weissberg, 2017). Konstruksi

kesadaran sosial terbangun dari tiga dimensi utama yakni: Tacit Awareness, Focal

Awareness, dan content awareness. Tacit Awareness adalah kesadaran sudut

pandang dari diri sendiri atau orang lain. Focal Awareness adalah kesadaran objek

observasi baik diri sendiri atau orang lain. Sedangkan content awareness adalah

kesadaran bentuk observasi kesadaran baik penampilan atau pengalaman.

Kesadaran sosial akan tumbuh seiring dengan pembelajaran yang terjadi

kehidupan. Kesadaran sosial merujuk kepada kemampuan untuk mengenali,

berempati dengan orang lain dari berbagai latar belakang dan budaya. Pengakuan

dan evaluasi masalah yang sama dan berbeda secara individu dan kelompok

(Casel, 2015).

Pada konteks pendidikan, kesadaran sosial bertujuan untuk menyadarkan

manusia akan hak dan kewajiban seorang pribadi manusia untuk hidup berbangsa

dan bermasyarakat (Abute, 2019). Kesadaran sosial juga berpengaruh terhadap

kesejahteraan psikis seseorang. Senada dengan hal tersebut, Celik (2016)

3
menyebutkan bahwa siswa dengan kesadaran sosial yang tinggi menunjukkan

gejala depresi yang rendah. Siswa dengan pemahaman kesadaran sosial yang

cukup mampu mengenali, mengidentifikasi dan mengambil solusi atas masalah-

masalah sosialnya. Seseorang dengan kesadaran sosial yang tinggi mampu

memberikan kehangatan terhadap interaksi sosial sehingga terhindar dari gesekan

sosial kemasyarakatan (Stankov, 2016). Kesadaran sosial juga bergantung pada

perubahan aktivitas sosial dan lingkungan dari seseorang (Svalgaard, 2018).

Kesadaran sosial yang terbentuk melalui proses pendidikan yang matang akan

membawa kemampuan untuk membangun keharmonisan dalam berhubungan

sosial dengan seseorang. Namun disisi lain kesadaran sosial telah terkikis atau

hilang oleh pergeseran jaman.

Kesadaran sosial perlu dibangun pada diri tiap individu dalam kehidupan

masyarakat sehari- hari. Salah satunya dapat diupayakan dengan membangun

kesadaran sosial bisa melalui penumbuhkembangan rasa empati kepada orang

lain. Kesadaran sosial ini akan melahirkan keterampilan sosial sebagai

kemampuan untuk menciptakan hubungan sosial yang serasi dan memuaskan,

penyesuaian terhadap lingkungan sosial dan memecahkan masalah sosial yang

dihadapi serta mampu mengembangkan aspirasi dan menampilkan diri, dengan

ciri saling menghargai, mandiri, mengetahui tujuan hidup, disiplin dan mampu

membuat keputusan.

Melihat hal tersebut, dikatakan bahwa kesadaran sosial telah hilang

sehingga setiap anggota masyarakat memiliki kecenderungan untuk berbuat

sekehendak hatinya tanpa memperdulikan lagi kaidah sosial yang berlaku.

4
Apabila hal ini terus terjadi dan tidak ada usaha untuk mengubah situasi tersebut

menjadi lebih baik maka dapat dipastikan bahwa kehidupan bermasyarakat

menjadi tidak tentram, yang kuat akan berkuasa, yang pandai akan menguasai

yang bodoh dan yang kaya akan menguasai yang miskin.

Fakta di lapangan menunjukkan siswa di SMP Negeri 2 Enrekang

mengalami penurunan tentang kesadaran sosial. Di era milenial ini SMP Negeri 2

Enrekang memiliki banyak sekali perubahan. Terutama perubahan pada kualitas

peserta didik. Sedikit banyak siswa di SMP Negeri 2 Enrekang ini nilai sosialnya

masih kurang baik, beberapa dari mereka masih melakukan perbuatan yang belum

sesuai dengan nilai sosial pada semestinya, misalnya beberapa peserta didik masih

sibuk mengobrol dengan suara keras saat belajar atau saat guru sedang

menjelaskan di kelas, dan cara berkomunikasi dengan guru terkadang masih

menggunakan bahasa yang kurang tepat ataupun kurang baik. Serta hubungan

antar sesama temanpun masih dikatakan jauh dari sadar sosial, dibuktikan dengan

terjadi perkelahian antar siswa, terjadi bulying antar sesama teman bahkan

beberapa siswa merasa lebih senior dari adik kelasnya, dengan alasan rasa tinggi

hati seperti dalam proses berinteraksi ataupun dari pribadi siswa itu sendiri. Ini

semua akan berakibat buruk pada masa depan mereka jika dibiarkan tetap

sedemikian adanya. Sebab mereka akan kehilangan rasa hormat terhadap orang

yang lebih tua dan akan mencerminkan perilaku buruk dalam bermasyarakat

nantinya.

Hal inilah yang menyebabkan sehingga peneliti menawarkan solusi untuk

meningkatkan kepedulian sosial siswa dengan menggunakan konseling SFBC

5
(konseling singkat berfokus solusi) penggunaan pendekatan ini lebih menekankan

pada singkatnya waktu konseling dan mempunyai banyak riset yang membuktikan

keefektifannya. Selain itu pendekatan SFBC bersifat positif untuk digunakan

dengan konseli yang berbeda-beda dan memfokuskan pada perubahan dasar

pemikiran yang menekankan perubahan kecil pada tingkah laku. Dengan

demikian kesadaran sosial menjadi kunci penting modal untuk menjalani

kehidupan bermasyarakat, hal ini menunjukkan pentingnya kesadaran sosial yang

cukup dimiliki oleh siswa pelajar pada masa remaja akhir yang akan masuk ke

dalam tatanan masyarakat yang lebih luas

Pendekatan Solution-focused brief counseling (SFBC) bisa menjadi salah

satu alternatif untuk dilaksanakan pada setting sekolah sebagai wadah untuk

meningkatkan kesadaran sosial siswa karena pada seting pendidikan akan lebih

efektif dengan adanya suatu terapi yang digunakan dalam waktu yang singkat juga

adanya kolaborasi dengan berbagai pihak yang terkait.

Solution-Focused Brief Counseling (SFBC) konselor bisa berkolaborasi

dengan siswa untuk meningkatkan kesadaran sosialnya sehingga bisa terkontrol

oleh konselor. Pendekatan SFBC sangat sesuai untuk konselor sekolah dan setting

sekolah, karena pada pendekatan ini koselor sekolah bisa berkolaborasi dengan

siswa untuk menyelesaikan masalahnya yang berfokus pada pencarian solusi dan

dengan solusi tersebut mengarahkan siswa untuk melakukan perubahan hidup

yang lebih positif.

Adapun yang dimaksud dengan Solution-Focused Brief Counseling adalah

konseling yang dilakukan dengan efektif dan efisien karena waktu konseling

6
terbatas dan terfokus pada kompetensi, kekuatan, kemungkinan dan upaya solusi

(Sugara, 2019). Fokus konseling singkat berfokus solusi adalah cara siswa

mengatasi permasalahan yang dihadapinya pada saat ini dan apa yang mereka

lakukan untuk menyelesaikan masalahnya Pertama, membangun tujuan-tujuan

yang sangat fokus dalam perspektif klien. Kedua adalah menghasilkan solusi yang

berlandaskan pengecualian (exception). Perlakuan biasanya dimulai dengan

mengidentifikasikan masalah yang dialami oleh individu atau klien, kemudian

membangun tujuan-tujuan (goals) yang jelas dan konkrit. Bagian dari proses dan

solution focused adalah membantu individu berpikir mengenai tindakan-tindakan

yang dapat mereka lakukan daripada memikirkan bagaimana cara agar situasi

yang ada dapat berubah.

Berdasarkan beberapa penjelasan diatas tersebut maka peneliti bermaksud

untuk melakukan penelitian mengenai “Efektivitas Pendekatan Solution-

Focused Brief Counseling Untuk Meningkatkan Social Awareness Pada Siswa

di SMP Negeri 2 Enrekang)”

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian di atas, maka dapat dirumuskan masalah penelitian

sebagai berikut:

1. Apakah penerapan pendekatan solution-focused brief counseling

untuk meningkatkan social awereness pada siswa di SMP Negeri 2

Enrekang?

7
2. Bagaimana efektivitas pendekatan solution-focused brief counseling

untuk meningkatkan social awareness pada siswa di SMP Negeri 2

Enrekang?

C. Tujuan Penelitian

Berdasarkan uraian rumusan masalah di atas, maka tujuan dari penelitian

ini adalah:

1. Untuk mengetahui penerapan pendekatan solution-focused brief

counseling untuk meningkatkan social awereness pada siswa di SMP

Negeri 2 Enrekang.

2. Untuk mengetahui efektivitas pendekatan solution-focused brief

counseling untuk meningkatkan social awareness pada siswa di SMP

Negeri 2 Enrekang.

D. Manfaat Penelitian

Manfaat yang diperoleh dari penelitian ini meliputi manfaat teoritis dan

praktis. Manfaat teoritis yaitu manfaat dalam bentuk teori yang diperoleh dari

penelitian ini, sedangkan manfaat praktis adalah manfaat yang dapat diperoleh

secara praktik dari penelitian ini. Penjelasan mengenai manfaat teoritis dan praktis

dalam penelitian ini yaitu sebagai berikut:

1. Manfaat Teoritis

Penelitian ini diharapkan dapat dijadikan sebagai referensi ilmiah dan

pengembangan teori ilmu pengetahuan dalam bidang Bimbingan dan

8
Konseling khususnya yang berkaitan dengan pemberian layanan

informasi untuk meningkatkan kesadaran sosial siswa.

2. Manfaat Praktis

a. Bagi Guru Bimbingan dan Konseling

Penelitian ini diharapkan dapat dijadikan referensi dalam

memberikan bantuan kepada siswa khususnya dalam meningkatkan

kesadaran sosial siswa.

b. Bagi Penelitian Selanjutnya

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan gambaran

mengenai rangkaian penelitian yang dilakukan dan berguna untuk

membuat layanan selanjutnya yang dapat diuji coba program

Bimbingan dan Konseling serta satuan layanan yang telah

ditawarkan.

9
BAB II

KAJIAN PUSTAKA

A. Pendekatan Solution-Focused Brief Konseling (Konseling Singkat


Berfokus Solusi)

Solution-Focused Brief Counseling/Therapy (SFBC/SFBT) didasarkan

pada landasan-landasan filososfis tertentu yang pada akhirnya menjadi paradigm

dalam mengembangkan model dan teori SFBC yang ada pada saat ini. Secara

filososfis, pendekatan SFBC didasari oleh suatu pandangan bahwa sejatinya

kebenaran dan realitas bukanlah sesuatu yang bersifat absolut, namun realitas dan

kebenaran itu dapat dikonstruksikan. Pandangan tersebut secara filososfis masuk

pada paradigm post-modern atau konstruktivisme sosial.

Salah satu pendekatan konseling dan psikoterapi yang dipengaruhi oleh

pemikiran post-modern tersebut adalah pendekatan SFBC. Dalam beberapa

literatur, pendekatan SFBC juga disebut sebagai terapi konstruktivis

(constructivist therapy), ada pula yang menyebutnya dengan terapi berfokus solusi

selain itu juga disebut terapi singkat berfokus solusi . Dari semua sebutan untuk

SFBC, sejatinya semua merupakan pendekatan yang didasari oleh filososfi post-

modern sebagai landasan konseptual pendekatan-pendekatan tersebut.

Konseling singkat berfokus solusi merupakan konseling yang dilakukan

dengan efektif dan efisien karena waktu konseling terbatas dan terfokus pada

kompetensi, kekuatan, kemungkinan dan upaya solusi (Sugara, 2019). Fokus

konseling singkat berfokus solusi adalah cara siswa mengatasi permasalahan yang

10
dihadapinya pada saat ini dan apa yang mereka lakukan untuk menyelesaikan

masalahnya.

1. Pengertian SFBC

SFBC adalah konseling dengan pendekatan fokus pada tujuan dan

harapan di masa mendatang dengan proses singkat yang dikembangkan

oleh Steve De Shazer dan Insoo Kim Berg. Franklin (2015) menjelaskan

bahwa SFBC membantu klien untuk mengenali kapasitan dan keberhasilan

masa lampau, berpusat pada klien (clien-centered), kolaborasi klien-

konselor. Pendekatan SFBC ialah fokus solusi yang berbeda dengan

problem focused approach.

Konseling singkat berfokus solusi (Solution Focused Brief

Therapy/SFBT) adalah tentang konseling yang singkat dan berfokus pada

solusi, bukan pada masalah. Ketika ada masalah, banyak konselor

menghabiskan banyak waktu berpikir, berbicara, dan menganalisis

permasalahan, sementara penderitaan yang dialami konseli terus

berlangsung. Banyak waktu dan energi, serta sumber daya banyak,

dihabiskan untuk berbicara tentang masalah, daripada berpikir tentang apa

yang mungkin membantu konseli untuk mendapatkan solusi yang akan

membawa pada realistis, bantuan wajar secepat mungkin.

SFBC berbeda dengan terapi-terapi tradisional yang menjauhkan

perspektif individu terkait masa lalu atau masa depannya. SFBC

merupakan salah satu pendekatan konseling post-modern dengan

mengedepankan daya pada diri konseli untuk mencari jalan keluar atau

11
solusi, sehingga konseli akan memilih sendiri tujuan yang hendak ia capai

(Mulawarman dalam Capuzzi & Gross, 2019). SFBC mempunyai asumsi-

asumsi bahwa manusia itu sehat, mampu (kompeten), memiliki kapasitas

untuk membangun, merancang ataupun mengonstruksikan solusi-solusi,

sehingga individu tidak terus-menerus berkutat dalam masalah yang

sedang ia hadapi. Manusia tidak perlu terpaku pada masalah, namun ia

lebih berfokus pada solusi, bertindak, dan mewujudkan jalan keluar seperti

yang dikehendaki.

Dalam pendekatan terapi ini tidak terlalu menitikberatkan fokusnya

pada problem yang sedang dirasakan akibat masa lalunya melainkan

membahas mengenai hal apa yang ingin diubah dari apa yang sedang ia

rasakan akibat masa lalunya dan membahas mengenai hal apa yang ingin

diubah dari apa yang sedang ia rasakan. Jadi, terapi ini lebih memfokuskan

pada cara penyelesaian dari pada berpusat pada masalah atau problematika

dari klien.

Dalam Pendekatan SFBC, ada beberapa konsep utama yang

menjadi tujuan terapeutik (Mulawarman dalam Proschaska & Norcross,

2019). Adapun Kriteria tersebut sebagai berikut:

1. Bersifat Positif

Ungkapan tujuan terapeutik tidak berpusat pada pernyataan-pernyataan

diri yang sifatnya negatif, namun mengandung pernyataan “maka,

sebagai gantinya (instead)”. Sebagai contoh: ungkapan tujuan: “saya

akan meninggalkan kebiasaan minum minuman keras”.

12
2. Mengandung Proses

Pertanyaan berorientasi pada bagaimana mengisyaratkan dan

mengandung suatu proses suatu peristiwa yang dialami konseli.

3. Merangkum Gagasan tentang Kurun Waktu Kini

Perubahan terjadi kini, bukan kemarin, bukan pula esok. Pertanyaan

sederhana yang bisa membantu adalah “setelah anda meninggalkan hal

yang lama hari ini dan tetap berada pada jalur yang tepat, hal apa yang

akan anda lakukan dengan cara yang berbeda atau hal berbeda apa

yang akan anda katakan pada diri sendiri hari ini?”

4. Bersifat Praktis

Sifat praktis itu terwakili oleh jawaban yang memadai atas pertanyaan

“sejauh mana tujuan anda bisa dicapai?” kata kunci di sini adalah dapat

dicapai (attainable) atau dapat dilaksanakan.

5. Berusaha untuk Merumuskan Tujuan Serinci Mungkin

Hal tersebut terwakili oleh jawaban yang memadai atas pertanyaan

“serinci apa anda akan melakukan pekerjaan?”. Tujuan yang bersifat

global, abstrak, atau ambigu.

6. Adanya Kendali di Tangan Konseli

Hal tersebut terwakili oleh jawaban atas pertanyaan “apa yang akan

anda lakukan ketika alternative baru terwujud?” Kata kunci disini

adalah anda, konseli, karena anda memiliki kompetensi, tanggung

jawab, dan kendali (kontrol) untuk mewujudkan hal-hal yang lebih

baik.

13
7. Menggunakan Bahasa Konseli

Gunakan kata-kata konseli untuk membentuk tujuan, bukan bahasa

teoretis konselor atau konseli. “aku akan bercakap-cakap sebagai

sesame orang dewasa dengan ayahku lewat telepon seminggu sekali”

(bahasa konseli), ini lebih efektif daripada mengatakan “aku akan

menyelesaikan konflik oedipal dengan ayahku” (bahasa teoritis

konselor/konseli)

2. Tujuan SFBC

SFBC mencerminkan beberapa gagasan dasar tentang perubahan,

tentang interaksi, dan mencapai tujuan. Terapis berfokus solusi percaya

bahwa individu memiliki kemampuan untuk menentukan tujuan pribadi

yang berarti dan memiliki sumber yang diperlukan untuk memecahkan

masalah mereka.

Adapun tujuan dari pendekatan SFBC itu sendiri menurut

Bambang Dibyo Wiyono (2014) adalah sebagai berikut:

a. Mengubah situasi atau kerangka acuan; mengubah perbuatan dalam

situasi yang problematis, dan menekankan pada kekuatan konseli.

b. Membantu konseli untuk mengadopsi sebuah sikap dan mengukur

pergeseran dari membicarakan masalah-masalah pada membicarakan

solusi.

c. Mendorong konseli untuk terlibat dalam perubahan dan membicarakan

solusi daripada membicarakan masalah.

14
Tujuan lain dari solution focused brief counseling (SFBC) adalah

untuk memulihkan indera perasa pada satu keadaan yang terbuka dan

optimal, pemahaman diri sendiri (intropeksi), pengorganisasian cara

berfikir (kognitif) yang lebih logis dan rasional. Dan tujuan utama adalah

membantu klien memahamai potensi diri dan memperhatikan kelainan

pada saat mengalami distress, tujuan tersebut mengarahkan klien kearah

solusi atau pemecahan masalah yang dialami.

Selain tujuan terapi yang telah disebutkan di atas, ada beberapa

tujuan SFBC menurut Gerald Corey (2013: 381),diantaranya adalah:

a. Mengidentifikasi keunikan tujuan yang di pilih dan di bangun oleh

konseli dari pilihan-pilihan konseli untuk mencapai masa depannya.

b. Membantu dan mengarahkan konseli mengenai prioritas tujuan

danhasilyang diinginkan.

c. Memfasilitasi perubahan yang terjadi dan mendorong konseli

untukberpikir dalam berbagai kemungkinan perubahan yang akanterjadi.

d. Membantu konseli dalam menciptakan tujuan yang jelas

yang(1)dinyatakan secara positif dalam bahasa konseli, (2) berorientasi

padaproses atau tindakan, (3) terstruktur di sini dan sekarang, (4)

dapatdicapai, konkret, dan spesifik, dan (5) dikendalikan oleh konseli.

Dari beberapa tujuan diatas, dapat disimplkan bahwa pendekatan SFBC

dapat membantu konseli memahami kompetensi diri yang dimiliki,

mengarahkan konseli untuk lebih membicarakan solusi yang diinginkan

15
daripada membicarakan masalah, serta mengarahkan konseli untk mencapai

tujuan atau hasil yang diinginkan.

3. Teknik Konseling SFBC

Dalam aplikasinya, pendekatan konseling singkat berfokus solusi

(SFBC) memiliki beberapa teknik intervensi khusus. Teknik ini dirancang

dan dikembangkan dalam rangka membantu konseli untuk secara sadar

membuat solusi atas permasalahan yang ia hadapi. Beberapa teknik dari

SFBC (Mulawarman dalam Macdonald, 2019) yaitu:

a. Pertanyaan Pengecualian (Exception Question)

Exception merupakan pengalaman-pengalaman di masa lalu dalam

kehidupan konseli, di mana saat-saat tersebut merupakan saat-saat yang

ketika muncul masalah, tapi karena sesuatu hal, permasalahan itu tidak

muncul (Mulawarman dalam Corey, 2019). Situasi saat masalah tidak

muncul menjadi indikasi bahwa klien memiliki solusi dalam mengelola

atau menyelesaikan masalah. Konselor membantu klien untuk mengenali

beragam metode yang sudah dilakukan sehingga masalah dapat dikelola

atau diselesaikan dengan baik.

b. Pertanyaan Berskala (Scalling Question)

Pertanyaan berskala adalah pertanyaan yang dirancang untuk

memfasilitasi konseli dalam mengetahui seberapa besar perubahan atau

kemajuan yang telah dicapai dalam mencapai tujuan penyelasaian

masalahnya (Mulawarman dalam Sklare, 2019). Konselor SFBC selalu

menggunakan scaling question ketika perubahan dalam pengalaman

16
seseorang tidak dapat diamati dengan mudah, seperti perasaan, suasana

hati (mood), atau komunikasi.

c. Rumusan Tugas Sesi Pertama (Formula First Session Task/FFST)

FFST adalah suatu format tugas yang diberikan oleh konselor

kepada konseli untuk diselesaikan pada antara sesi pertama dan sesi kedua.

Konselor dapat berkata: “Di antara saat ini dan pertemuan kita

selanjutnya saya berharap anda dapat mengamati, sehingga anda dapat

menjelaskan pada saya pada pertemuan yang akan dating, tentang apa

yang terjadi pada (keluarga, hidup, pernikahan, hubungan) Anda yang

harapkan terus terjadi” (de Shazer, 1985, hlm. 137 dalam Corey, 2016).

Pada sesi kedua, konseli dapat ditanya tentang apa yang telah mereka

amati dan apa yang mereka inginkan dapat terjadi di masa mendatang.

d. Umpan Balik (Feedback)

Selama waktu ini konselor memformulasikan umpan balik yang

akan diberikan pada konseli. Dalam pemberian umpan balik ini memiliki

tiga dasar, yaitu sebagai pujian atau penghargaan (compliment), jembatan

penghubung dan pemberian tugas. Pujian merupakan suatu pernyataan

yang tulus (tidak dibuat-buat) tentang apa yang sudah dilakukan oleh

kliean yang mengarah pada solusi-solusi yang efektif. Kedua, suatu

jembatan penghubung dari pujian awal pada tugas yang akan diberikan.

Jembatan ini berisi tentang dasar pemikiran pemberian tugas. Aspek ketiga

dari umpan balik adalah pemberian tugas pada klien, yang dapat dianggap

sebagai pekerjaan rumah (PR).

17
4. Tahapan Pelaksanaan Pendekatan SFBC

Mulawarman dalam Betolino dan O’Hanlon (2019) menekankan

pentingnya menciptakan ciptakan hubungan-hubungan terapeutik yang

kolaboratif dar melihat hal tersebut sebagai hal dibutuhkan agar terapi

dapat berjangsung dengan sukses. Dengan mengakui bahwa terapis

memiliki keahlian dalam menciptakan suatu konteks bagi perubahan,

mereka menekankan bahwa para klien merupakan ahli di dalam kehidupan

mereka sendiri dan sering kali memiliki pemahaman yang baik tentang apa

saja yang bekerja dan tindakan apa saja yang tidak bekerja untuk dirinya di

masa lalu, dan tindakan-tindakan apa saja yang dapat bekerja untuk dirinya

di masa depan. Jika klien terlibat dalam proses terapi mulai dari awal

sampai akhir, kemungkinan terapi akan sukses jauh lebih besar.

Singkatnya, hubungan kolaboratif dan kooperatif cenderung lebih efektif

dibanding hubungan yang bersifat hierarki dalam terapi.

Mulawarman dalam Seligman & Reichenberg (2019) memberikan

panduan tahapan SFBC secara sistematik yang meliputi:

a. Pembinaan Hubungan (Extablishing Relationship)

1) Pembinaan hubungan diperlukan untuk menjalin hubungan baik

dan kolaboratif antara konselor dan konseli bagi pencapaian

perubahan yang diharapkan.

2) Dalam pembinaan hubungan baik tersebut, konselor menunjukkan

perhatian, penerimaan, penghargaan, dan pemahaman terhadap

konseli sebagai individu yang khas.

18
3) Salah satu cara untuk segera berinteraksi pada awal pertemuan

konseling ialah melakukan percakapan topik netral yang dapat

membangun kesadaran konseli atas kelebihan dan sumber-sumber

dirinya bagi pengembangan solusi masalah yang dihadapinya.

4) Perubahan merupakan proses interaksi karena itu hubungan

kolaboratif konselor dan konseli sangat penting. Melalui kolaborasi

tersebut, konselor dapat memahami dunia konseli, sehingga dapat

bersama-sama mengkonstruksi masalah yang dapat diselesaikan

sedari awal-awal

b. Identifikasi Masalah yang Dapat Dipecahkan (identifying a solvable

complaint)

1) Identifikasi masalah merupakan salah satu langkah yang sangat

esensial dalam konseling karena dapat memfasilitasi

pengembangan tujuan dan intervensi serta meningkatkan

perubahan.

2) Konselor dan konseli mengonstruksi citra masalah yang

menempatkan solusinya dalam kendali konseli; misalnya,

konstruksi masalah konseli berkaitan dengan “Menjadikan teman

sebangku menghentikan penghinaannya.”

3) Konselor menggunakan pertanyaan sedemikian rupa, sehingga

mengomunikasikan harapan untuk berubah dan memberdayakan

konseli. Masalah yang dialami konseli sebagai sesuatu yang

normal dan dapat diubah: misalnya, konselor bertanya kepada

19
konseli “Setelah kita berbincang tentang hobimu, apa yang

membuatmu menjumpai bapak/ibu di ruang konseling ini?”

daripada “Masalah apa yang mengganggumu?” atau konselor

bertanya “Apa yang akan kamu selesaikan/ubah?” daripada “Apa

yang dapat saya bantu bagimu?”

4) Konselor menggunakan teknik acceptance, summarization,

klarifikasi, pertanyaan terbuka dan teknik-teknik dasar komunikasi

konseling yang lain untuk memahami kondisi konseli secara jelas

dan spesifik.

5) Konselor SFBC acap kali menggunakan scaling questions untuk

menetapkan data dasar kondisi konseli dan memfasilitasi

identifikasi kemungkinan-kemungkinan dan kemajuan dalam

konseling.

c. Penetapan Tujuan (Estabilishing goals)

1) Konselor dan konseli berkolaborasi menentukan tujuan yang

spesifik, dapat diamati, terukur, dan konkret.

2) Tujuan pada dasarnya dapat berbentuk salah satu dari bentuk

tujuan berikut: (a) mengubah apa yang dilakukan dalam situasi

problematik, (b) mengubah pandangan atau kerangka pikir tentang

situasi masalah yang dihadapi; dan (c) mengases sember-sumber,

solusi, dan kelebihankelebihan yang dimiliki konseli.

3) Pertanyaan yang menyiratkan kesuksesan sangat penting seperti

dalam penetapan tujuan konseling.

20
4) Pembahasan perinci tentang perubahan positif dapat mendorong

untuk memperoleh pandangan yang jelas tentang solusi yang tepat

bagi konseli.

5) Konselor SFBC sering menggunakan miracle guestions untuk

menetapkan tujuan konseling. Pertanyaan-pertanyaan yang

menyertai miracle guestions memungkinkan konseli berimajinasi

bahwa masalahnya terpecahkan, menimbulkan harapan

memfasilitasi pembahasan bagaimana cara agar keajaiban tersebut

terjadi dalam kenyataan.

d. Merancang dan Melaksanakan Intervensi (Designing and

Implementing Intervention)

1) Intervensi dirancang untuk menghambat pola-pola perilaku

bermasalah dengan menunjukkan alternatif cara mereaksi masalah

tersebut.

2) Konselor memadukan pemahaman dan kreativitasnya dalam

menggunakan strategi konseling untuk mendorong terjadinya

perubahan meskipun sedikit.

3) Pertanyaan yang sering digunakan selama tahap ini adalah

“Perubahan apa yang telah terjadi?” “Apa yang telah berhasil di

masa lalu ketika kamu menyelesaikan masalah yang mirip dengan

masalah ini?” “Bagaimana kamu membuat hal tersebut menjadi

kenyataan?” “Apa yang ingin kamu lakukan agar hal tersebut

terjadi lagi?”

21
4) Alternatif intervensi yang telah dirancang melalui pertanyaan-

pertanyaan tersebut kemudian dilaksanakan dalam kehidupan

keseharian konseli sebagai bagian hidup mereka.

5) Konseli diberi kesempatan mengaplikasikan alternatif intervensi

dalam menyelesaikan masalah yang dihadapi antarsesi pertemuan

konseling.

e. Terminasi, Evaluasi, dan Tindak Lanjut

1) Konselor menggunakan teknik scaling questions untuk mengetahui

perubahan konseli dibandingkan dengan perubahan awal

konseling.

2) Setelah masalah konseli terselesaikan dengan memuaskan, maka

mereka dapat mengakhiri konseling

3) Konselor mendorong konseli untuk menjadi konselor bagi dirinya

sendiri dan mengaplikasikan keterampilan pemecahan masalahnya

terhadap masalah-masalah yang baru dihadapinya. Konselor

melakukan tindak lanjut pelayanan konseling dengan mengikuti

perkembangan perubahan konseli

5. Penerapan Teknik SFBC

Dalam pelaksanaan teknik SFBC, konselor harus tahu bahwa setiap

peserta didik yang datang untuk proses konseling, mereka memiliki latar

belakang perkembangan dankepribadian yang berbeda-beda. Sehingga,

konselor perlu untukmembahas dan menyesuaikan beberapa teknik,

negoisasikontrak, dan perubahan apa yang diinginkan peserta

22
didikkedepannya. Ada beberapa teknik yang dapat konselor atau peneliti

gunakan yaitu teknik Pertanyaan Pengecualian (Exception Question),

Pertanyaan Berskala (Scalling Question), Rumusan Tugas Sesi Pertama

(Formula First Session Task/FFST), Umpan Balik (Feedback). Pada

penerapan teknik ini konselor mempunyai peran sebagai pemandu konseli

untuk mengeksplorasi kekuatan-kekuatan yang dimilikinya dan

membangun solusi.

Dalam penerapan teknik SFBC ini konselor dapat menggunakan

teknik-teknik yang telah disebutkan sebelumnya. Adapun penerapan

teknik tersebut adalah sebagai berikut:

1. Membangun Solusi

Dalam membangun solusi dan mengajak konseli berimajinasi

sebagai upaya pemecahan masalahnya, konnselor dapat menggunakan

teknik bertanya dengan menggunakan teknik pertanyaan pengecualian

(exception question). Bentuk pertanyaan pengecualian ini misalnya:

“Kapan problem yang biasanya terjadi, tidak terjadi lagi?”

2. Mengevaluasi Pencapaian Perubahan Konseli

Konselor berupaya untuk mengevaluasi perubahan-perubahan yang

dilakukan oleh konseli selama proses terapeutik. Perubahan-perubahan ini

tidak terjadi secara langsung, namun perubahannya berangsur-angur dan

masing-masing memiliki makna. Untuk melaksanakan evaluasi terhadap

capaian perubahan yang konseli lakukan, maka konselor dapat

menggunakan teknik pertanyaan berskala (scalling guestion). Contoh

23
pertanyaan berskala yang digunakan konselor untuk mengukur sejauh

mana perubahan yang telah dirasakan oleh konseli sebagai berikut: “Pada

skala nol (0) sampai sepuluh (10), di mana nol adalah bagaimana

perasaan Andi ketika pertama kali datang untuk berkonseling dengan

bapak dan 10 adalah perasaan Andi ketika terjadi keajaiban dan masalah

Andi hilang, bagaimana Andi menilai kegelisahanmu saat ini?”

3. Rumusan Tugas Antar-Sesi Konseling

Untuk melaksanakan rumusan tugas pada akhir sesi konseling,

konselor bersama-sama dengan konseli merangkum beberapa hal yang

telah dibicarakan selama sesi konseling berlangsung. Dapat dimungkinkan

pada sesi awal ini konseli belum memahami hakikat solusi yang

dikehendaki dan masih berkutat untuk membicarakan masalah yang ia

alami. Hal tersebut dapat dipahami oleh konselor sebagai suatu kewajaran

di mana konseli sebagai individu menginginkan “melepaskan atau

mengekspresikan” keluh kesahnya kepada konselor.

Agar konseli lebih dapat memberikan penjelasan yang lebih nyata

dan akurat dalam sesi konseling berikutnya, maka konselor dapat

menggunakan teknik rumusan tugas sesi pertama (formula first session

task/FFST).

4. Pemeliharaan Terhadap Perubahan yang Konseli Lakukan

Untuk melaksanakan pemeliharaan terhadap perubahan-perubahan

yang telah dilakukan oleh konseli, konselor dapat menggunakan teknik

umpan balik (feedback) kepada konseli. Misainya: “Bagus, setelah Anda

24
berusaha menjelaskan dan meminta maaf atas kesalahan yang Anda

perbuat ternyata teman Anda sekarang dapat memaafkan dan bersikap

baik kepada Anda”,

B. Kesadaran Sosial (Sosial Awereness)

1. Pengertian Kesadaran Sosial

Kesadaran sosial (Social Awareness) merupakan kemampuan

siswa untuk mengenali orang lain atau kesadaaran untuk menumbuhkan

kepedulian yang kemudian dapat menunjukkan kemampuan untuk

berempati terhadap orang lain. Kesadaran sosial yang dimaksud juga

terkait dengan kesadaran akan masalah-masalah atau kesulitan yang

dihadapi masyarakat. Individu yang dimikili kemampuan empati lebih

mampu mengungkap sinyal-sinyal sosial yang tersembunyi yang

mengisyaratkan apa-apa yang dibutuhkan orang lain sehingga ia lebih

mampu menerima sudut pandang orang lain, peka terhadap prasaan orang

lain dan lebih mampu untuk mendengarkan pendapat orang lain dan

pembicaraan orang lain, (Utami, Noviyanti, Putra, & Prasetyawan, 2018).

Dengan kesadaran sosial, individu lebih mampu menerima sudut pandang

orang lain, peka terhadap apa yang sedang dirasakan orang lain dan lebih

mampu untuk mendengarkan serta menerima pendapat orang lain.

Kesadaran sosial dapat pula menumbuhkan suatu ketertiban di masyarakat

serta menjadikan kehidupan menjadi lebih harmonis dan selaras, dengan

berdasarkan pada nilai sosial dan norma sebagai pedoman di masyarakat.

25
Kesadaran sosial adalah kesadaran secara penuh dalam diri seseorang

terhadap hak dan kewajibannya sebagai bagian dari masyarakat.

Kesadaran sosial adalah kesadaran seseorang secara penuh akan

hak dan kewajiban sebagai anggota masyarakat. Berdasarkan pengertian

ini, konsep kesadaran sosial memiliki dua keutamaan hidup manusia yang

tidak dapat dipisahkan antara satu dengan yang lain, yakni hak dan

kewajiban seorang pribadi manusia sosial.

Kesadaran sosial adalah proses dimana seseorang memahami dan

mengerti akan suatu keadaaan yang menjadikan individu itu sendiri sadar

dan paham betul dengan apa yang terjadi, dan apa yang akan terjadi.

Kesadaran sosial adalah bentuk kesadaran diri mengenali kepribadian kita

lalu menyadari pengaruh faktor-faktor tersebut atas penilaian, keputusan

dan interaksi kita dengan orang lain. Ada 3 (tiga) indikator keberhasilan

seseorang dapat dikatakan mempunyai kesadaran sosial, yaitu : 1)

Menyesuaikan diri, 2) Berintegrasi, dan 3) Peningkatan Status.

2. Bentuk-Bentuk Kesadaran Sosial

Konstruksi kesadaran sosial terbangun dari tiga dimensi utama

yakni: Tacit Awareness, Focal Awareness, dan content awareness. Tacit

Awareness adalah kesadaran sudut pandang dari diri sendiri atau orang

lain. Focal Awareness adalah kesadaran objek observasi baik diri sendiri

atau orang lain. Sedangkan content awareness adalah kesadaran bentuk

observasi kesadaran baik penampilan atau pengalaman. Ketiga dimensi ini

kemudian diturunkan 8 bentuk kesadaran sosial (Abute, 2019).

26
Taksonomi kesadaran sosial yang merupakan persilangan matriks

dari ketiga dimensi yaitu Tacit Awareness, Focal Awareness, dan content

awareness diturunkan menjadi bentuk-bentuk kesadaran sosial

(Muhammad Hasbi Al Haikal dalam Sheldon, 2021) antara lain:

1) Pengalaman diri sendiri dilihat dari perspektif diri sendiri.

2) Pengalaman diri sendiri dilihat dari perspektif orang lain.

3) Penampilan diri sendiri dilihat dari perspektif diri sendiri.

4) Penampilan diri sendiri dilihat dari perspektif orang lain.

5) Pengalaman orang lain dilihat dari perspektif diri sendiri.

6) Penampilan orang lain dilihat dari perspektif diri sendiri.

7) Pengalaman orang lain dilihat dari perspektif orang lain

8) Penampilan orang lain dilihat dari perspektif orang lain.

3. Faktor yang Mempengaruhi Kesadaran Sosial

Bentuk kesadaran sosial yang digunakan oleh seseorang dapat dipengaruhi

oleh tiga hal yaitu kognisi, tujuan, dan motif.

a. Sheldon (1996) menjelaskan bahwa setiap individu memiliki kebiasaan

atau gaya tersendiri dalam memperhatikan informasi yang didapat dari

lingkungannya. Hal ini menunjukkan bahwa system kognitif yang

dimiliki setiap individu berbeda satu sama lain dan dapat

mempengaruhi kesadaran sosial mereka dalam berinteraksi sosial.

b. Franzoi, Davis, dan Markweise (1990) menambahkan bahwa

kesadaran sosial dapat dipengaruhi oleh tujuan dan motif. Tujuan dan

27
motif tersebut merefleksikan infromasi sosial yang dibutuhkan oleh

seseorang.

c. Sebagai tambahan, berdasarkan hal-hal yang mempengaruhi kesadaran

sosial, Sheldon (1996) mengatakan bahwa kesadaran terhadap

lingkungan sosial dapat membantu seseorang untuk mengumpulkan

informasi sosial yang dibutuhkan dalam membangun jembatan antara

diri sendiri dan orang lain dalam kehidupan bermasyarakat.

4. Cara Membangun Kesadaran Sosial

Adapun cara membangun kesadaran sosial menurut Dani Ramdani

(2021) salah satunya bisa dengan cara mengembangkan empati kepada

orang lain, misalnya dengan cara diantaranya:

a. Menempatkan diri sendiri diposisi orang lain

b. Mengenali emosi diri sendiri lebih dahulu agar dapat mengenali

perasaan orang lain

c. Menjadi pendengar yang aktif mendengarkan orang yang berbicara

dengan kita

d. Mencerminkan kembali ucapan lawan bicara, dengan cara

menunjukkan perasaan setelah mendengar cerita mereka

e. Mencari kesamaan diri sendiri dengan orang lain

f. Berbagi keluh dan kesah kepada orang lain

C. Penelitian Relevan

Adapun penelitian yang relevan dengan masalah yang penulis teliti, yaitu

sebagai berikut:

28
1. Dari hasil penelitian yang dilakukan oleh Muhammad Hasbi Al Haikal

dan kawan-kawan dengan Judul : Profil Kesadaran Sosial Siswa dan

Implikasi Terhadap Layanan Bimbingan Konseling di SMA. Hasil

penelitian menunjukkan hasil analisis data dan kajian pustaka mengenai

profil kesadaran sosial dan implikasinya terhadap bimbingan dan

konseling di SMA didapatkan kesimpulan penelitian sebagaimana

berikut: (a) Profil kesadaran sosial siswa di SMA Negeri lawang

mayoritas berada pada kategori sedang dengan presentase sebesar 76,1%

dengan 67 responden, rendah dengan presentasi sebesar 2,3%, dan tinggi

sebesar 13,6%; (b) Kesadaran sosial siswa dapat menjadi slah satu topik

layanan bimbingan dan konseling dengan menyesuaikan asesmen

kebutuhan dan Standar Kompetensi Kemandirian Peserta didik untuk

Siswa SMA; (c) Layanan Bimbingan dan Konseling dengan topik

kesadaran sosial dapat berfungsi sebagai pencegahan dan pengembangan

serta dapat diimplikasikan pada layanan informasi, layanan bimbingan

kelompok, dan bimbingan klasikal.

Perbedaan penelitian ini dengan penelitian yang dilakukan oleh

Muhammad Hasbi Al Haikal dan kawan-kawan adalah pada penelitian

ini membahas tentang bagaimana cara untuk meningkatkan kesadaran

sosial siswa , sedangkan pada penelitian Muhammad Hasbi Al Haikal

tidak membahas tentang bagaimana cara meningkatkan kesadaran sosial

tetapi hanya membahas bagaimana profil atau tingkat kesadaran sosial

siswa SMA.

29
2. Dari hasil penelitian yang dilakukan Erniwati La Abute dengan Judul :

Konsep Kesadaran Sosial dalam Pendidikan. Hasil penelitian

menunjukkan bahwa kesadaran sosial dalam pendidikan meliputi (a)

penampilan diri dilihat dari presfektif orang lain. (b) pengalaman orang

lain dilihat dari presfektif dirinya. (c) penampilan orang lain dilihat dari

presfektif diri sendiri. (d) Penampilan diri dilihat dari presfektif diri

sendiri. (e) pengalaman diri dilihat dari presfektif orang lain. (f)

pengalaman orang lain dilihat dari presfektif diri. (g) penampilan orang

lain dilihat dari presfektif dirinya

Perbedaan penelitian ini dengan penelitian yang diadakan oleh

Erniwati La Abute adalah pada penelitian ini menggunakan teknik

konseling dalam meningkatkan kesadaran sosial, sedangkan penelitian

yang dilakukan oleh Erniwati La Abute tidak menggunakan teknik

konseling karena hanya membahas bagaimana konsep kesadaran sosial

tersebut dalam dunia pendidikan.

D. Kerangka Berpikir

Berdasarkan kajian teoritik diatas, maka peneliti dapat merumuskan

kerangka berpikir tentang efektivitas pendekatan SFBC (Konseling Singkat

Berfokus Solusi) dalam meningkatkan kesadaran sosial pada peserta didik .

Kesadaran sosial perlu dibangun pada diri tiap individu dalam kehidupan

masyarakat sehari-hari. Salah satunya dapat diupayakan dengan membangun

kesadaran sosial bisa melalui penumbuh kembangan rasa empati kepada orang

lain. Kesadaran sosial merujuk kepada kemampuan untuk mengenali, berempati

30
dengan orang lain dari berbagai latar belakang dan budaya. Pada konteks

pendidikan, kesadaran sosial bertujuan untuk menyadarkan manusia akan hak dan

kewajiban seorang pribadi manusia untuk hidup berbangsa dan bermasyarakat

(Abute, 2019).

Dari tinjauan pustaka diatas dapat disimpulkan suatu kerangka berpikir

dengan permasalahan yang ada ke dalam sebuah bentuk model konsepsi sebagai

berikut:

Social Awareness Pada


Peserta Didik

Solution-Focused Brief
Conseling (SFBC)

Pertanyaan Pertanyaan Rumusan Tugas Umpan


Pengecualian Berskala Sesi Pertama Balik

Efektivitas
Pendekatan SFBC

Gambar 2.1 Kerangka Berpikir

31
BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

A. Metode Penelitian

Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode

penelitian kuantitatif. Penelitian kuantitatif menekankan pada pengujian teori

melalui pengukuran variabel penelitian dengan angka dan melakukan analisis data

dengan prosedur statistik. Penelitian kuantitatif juga menggunakan paradigma

tradisional, positivis, eksperimental atau empiris. Penelitian kuantitaif mencoba

untuk memecahkan dan membatasi fenomena menjadi terukur. Metode

penelitiannya menggunakan pengukuran yang terstandar atau menggunakan skala

pengukuran data. Sehingga secara esensial penelitian kuantitaif adalah penelitian

tentang pengumpulan data numerik untuk menjelaskan fenomena tertentu.

Metode penelitian yang digunakan adalah metode eksperimen karena

dalam hal ini peneliti menggunakan suatu perlakukan untuk mengetahui suatu

akibat dari perlakuan tersebut. Desain penelitian one group pretest-posttest yang

digunakan untuk mengetahui pengaruh treatment (perlakuan) tertentu yang

diberikan kepada peserta didik dalam satu kelompok.Dalam bentuk desain

one group pretest-posttest terdapat pre-test (evaluasi awal) sebelum diberikan

treatment (perlakuan) dan post-test (evaluasi hasil) setelah diberikan treatment

(perlakuan).

32
Tabel 3.1Desain PenelitianOne Group Pre Test-Post Test

Evaluasi Awal Perlakuan Evaluasi Hasil

O1 X O2

Keterangan :

O1 : Pemberian angket untuk mengukur tingkat kesadaran sosial pada peserta

didik sebelum diberikan treatment (perlakuan) dengan penerapan tehnik

solution focused brief counseling.

X : Memberikan treatment (perlakuan) berupa penerapan tehnik solution

focused brief counseling.

O2 : Pemberian angket untuk mengukur tingkat kesadaran sosial pada peserta

didik sesudah diberikan treatment (perlakuan) berupa penerapan tehnik

solution focused brief counseling.

B. Populasi dan Sampel

1. Populasi

Populasi adalah suatu wilayah generalisai yang terdiri atas objek atau

subjek yang mempunyai kualitas dan karakteristik tertentu yang ditetapkan

oleh peneliti untuk dipelajari dan kemudian ditarik kesimpulannya

(Sugiono, 2008:115). Dalam penelitian ini peserta didik kelas VIII B SMP

Negeri 2 Enrekang menjadi sasaran penelitian untuk meningkatkan

kesadaran sosial siswa. Untuk lebih mudah memahami populasi dalam

penelitian ini, maka peneliti menyajikan data peserta didik kelas VIII B di SMP

Negeri 2 Enrekang dalam bentuk tabel, sebagai berikut :

33
Tabel 3.2 Data Populasi Penelitian Peserta Didik Kelas VIII B di

SMP Negeri 2 Enrekang

No Kelas Jumlah Peserta Didik

1. VIII B 26 peserta didik

Total 26 peserta didik

2. Sampel

Menurut Sugiono (2008:116) “sampel adalah sebagian dari keseluruhan

dan karakteristik yang dimiliki oleh sebuah populasi”. Menurut Arikunto

(2017:174) “pengambilan sampel yang dilakukan dengan tehnik Purvosive

sampling yaitu cara mengambil sampel bukan didasarkan strata, random, atau

daerah tetapi didasarkan atas adanya tujuan tertentu”. Dalam menentukan

sampel penelitian, peneliti memilih peserta didik kelas VIII B berdasarkan

rekomendasi dari guru bimbingan dan konseling di SMP Negeri 2 Enrekang.

Berdasarkan hal tersebut, terdapat 6 peserta didik dengan kategori kesadaran

sosial yang sangat rendah dan 4 peserta didik dengan kategori kesadaran sosial

rendah sehingga peneliti akan mengambil 10 peserta didik tersebut menjadi

sampel dalam penelitian ini. Sampel dalam penelitian ini diambil karena

berdasarkan hasil pengamatan tentang kesadaran sosial yang kurang baik.

C. Instrumen Penelitian

Instrumen penelitian adalah alat atau fasilitas yang digunakan oleh peneliti

dalam mengumpulkan data penelitian agar pekerjaannya menjadi lebih mudah dan

34
baik, dalam arti lebih cermat, lengkap sistematis sehingga lebih mudah untuk

diolah. Instrumen penelitian menempati posisi teramat penting dalam hal

bagaimana dan apa yang harus dilakukan untuk memperoleh data di lapangan.

Instrumen penelitian yang dipergunakan dalam penelitian ini berupa angket atau

kuisioner yang dibuat sendiri oleh peneliti. Sugiyono (2015, hlm. 92) menyatakan

bahwa “Instrumen penelitian adalah suatu alat pengumpul data yang digunakan

untuk mengukur fenomena alam maupun sosial yang diamati”. Dengan demikian,

penggunaan instrumen penelitian yaitu untuk mencari informasi yang lengkap

mengenai suatu masalah, fenomena alam maupun sosial.

Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini dimaksudkan untuk

menghasilkan data yang akurat yaitu dengan menggunakan skala Likert. Sugiyono

(2015, hlm. 134) menyatakan bahwa “Skala Likert digunakan untuk mengukur

suatu sikap, pendapat dan persepsi seseorang atau sekelompok orang tentang suatu

fenomena sosial”. Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan jenis instrumen

angket atau kuesioner dengan pilihan sebagai berikut:

1. S : Selalu

2. SR : Sering

3. KK : Kadang-kadang

4. P : Pernah

5. TP : Tidak Pernah

Agar mendapatkan sebuah hasil penelitian yang memuaskan, peneliti

menyusun rancangan kisi-kisi instrumen penelitian. Arikunto menyatakan bahwa

“Kisi-kisi bertujuan untuk menunjukkan keterkaitan antara variabel yang diteliti

35
dengan sumber data atau teori yang diambil”. Kisi-kisi instrument penelitian

tersebut dapat peneliti dijadikan sebagai patokan dalam membuat angket.

Sebelum angket atau kuesioner digunakan untuk pemberian post-test

(evaluasi hasil) yang bertujuan agar peneliti mengetahui adanya peningkatan

kesadaran sosial peserta didik setelah pemberian perlakuan, angket ini

sebelumnya harus melalui tahap uji coba atau proses pengembangan instrumens

ehingga kualitas dari angket tersebut dapat diketahui. Proses pengembangan

instrumen penelitian terdiri dari dua bagian yaitu uji validitas dan uji reliabilitas

yang digunakan untuk menguji tiap item pernyataan yang terdapat pada angket

yang dibuat oleh peneliti. Apabila item pernyataan sudah valid dan reliabel maka

item pernyataan pada angket tersebut sudah bisa digunakan untuk mengumpulkan

data. Uji validitas dan reliabilitas angket kesadaran sosial pada peserta didik atau

peserta didik , sebagai berikut :

1. Uji Validitas

Menurut Sugiyono (2017: 125) menunjukkan derajat ketepatan

antara data yang sesungguhnya terjadi pada objek dengan data yang

dikumpulkan oleh peneliti. Uji validitas ini dilakukan untuk mengukur

apakah data yang telah didapat setelah penelitian merupakan data yang

valid atau tidak, dengan menggunakan alat ukur yang digunakan

(kuesioner). Maka untuk mengetahui hasil dari pengolahan data penelitian

menggunakan rumus kolerasi produk moment, sebagai berikut :

r N ∑ xy− (∑ x )(∑ y )
xy=¿ ¿
√ {( N ∑ X )−(∑ X )} {( N ∑ Y )−( ∑ Y )}
2 2 2 2

Keterangan :

36
: Keefisiensi korelasi antara variabel bebas dan terikat

Σ : jumlah total hasil perkalian antara variabel antara variabel bebas dan

terikat

Σ : jumlah skor variabel bebas

Σ : jumlah skor variabel terikat

Σ𝑥2 `: jumlah kuadrat skor variabel bebas

Σ𝑦2 : jumlah kuadrat skor variabel terikat

N : Jumlah responden yang diteliti

2. Uji Reliabilitas

Menurut Sugiyono (2017: 130) menyatakan bahwa uji reliabilitas

adalah sejauh mana hasil pengukuran dengan menggunakan objek yang

sama, akan menghasilkan data yang sama. Reliabilitas menunjuk pada

suatu pengertian bahwa suatu instrument cukup dapat dipercaya untuk

digunakan sebagai alat pengumpulan data karena instrument tersebut

sudah baik. Instrument yang baik tidak akan bersifat tendensius

mengarahkan responden untuk memilih jawaban-jawaban tertentu.

Instrument yang sudah dapat dipercaya yang reliable akan menghasilkan

data yang dapat dipercaya juga. Untuk menguji reliabilitas instrumen

dalam penelitian ini, menggunakan koefisien reliabilitas Alfa Cronbach

yaitu :

r
) )( σ t )
∑ σb 2

( ( k−1
11=
k
1− 2

Keterangan :

𝑟11 : reliabilitas instrument

37
k : banyaknya butir pertanyaan atau soal

Σ𝜎𝑏2 : jumlah varian butir

𝜎2 : varian total

Kaidah keputusan :

Jika 𝑟ℎ𝑖𝑡𝑢𝑛𝑔>𝑟𝑡𝑎𝑏𝑒𝑙 berarti reliable

Jika 𝑟ℎ𝑖𝑡𝑢𝑛𝑔<𝑟𝑡𝑎𝑏𝑒𝑙 berarti tidak reliable

Dalam melakukan uji validitas dan reliabilitas peneliti

menggunakan Cronbach Alpha pada program SPSS versi 22.

D. Teknik Pengumpulan Data

Sumber data utama merupakan kata-kata dan tindakan, sehingga teknik

yang digunakan dalam pengumpulan data dalam penelitian ini yaitu observasi,

angket, dan wawancara.

1. Observasi

Observasi memiliki kegunaan untuk menelusuri sebuah topik dan

tujuan penelitian, sehingga diperlukan pemahaman tentang sebuah kondisi

di lingkungan dengan menggunakan panduan pengamatan dan daftar

checklist. Dalam hal ini peneliti melakukan sebuah observasi di lapangan

yang berkaitan dengan Kesadaran Sosial di SMP Negeri 2 Enrekang yang

kemudian informasi yang didapatkan akan dikumpulkan untuk kegunaan

penelitian yang akan datang.

2. Angket

38
Angket merupakan sejumlah pertnayaan tertulis yang digunakan

untuk memperoleh informasi dari responden mengenai hal-hal yang

diketahui olehnya. Angket atau kuesioner adalah satu set tulisan tentang

pertanyaan yang diformulasi supaya responden mencatat jawabannya,

biasanya secara terbuka alternatif jawaban ditentukan. Teknik ini dapat

menggunakan kuesioner, daftar cocok (checklist), dan skala sebagai

instrument penelitiannya.

3. Wawancara

Wawancara adalah teknik pengumpulan data dengan

mempertemukan dua orang atau lebih untuk bertukar informasi dan

pikiran dengan sesi tanya jawab, baik dilakukan secara langsung maupun

tidak langsung. Dari hasil wawancara akan dikumpulkan beberapa topik

pembicaraan yang kemudian akan diketahui hal-hal yang lebih mendalam

tentang sebuah informasi dan kondisi lingkungan sekitar. Dalam

melakukan wawancara, peneliti tidak menggunakan pedoman wawancara

atau wawancara tidak terstruktur.

E. Teknik Analisis Data

Berdasarkan data yang diperoleh maka perlu untuk diolah dan dianalisis.

Analisis data dalam suatu penelitian ilmiah merupakan bagian yang sangat

penting karena dengan adanya analisis data, masalah dalam penelitian tersebut

dapat diketahui jawabannya.Dalam penelitian ini tujuan yang ingin dicapai ialah

untuk mengetahui apakah kesadaran sosial pada peserta didik atau peserta didik

39
dapat ditingkatkan ketika menerapkan tehnik Solution Focused Brief Counseling

(konseling singkat berfokus solusi).

Dalam sebuah metode analisis data merupakan suatu cara untuk mengolah

sebuah data yang diperlukan oleh peneliti. Sehingga data yang diperoleh tidak

langsung disimpulkan tetapi akan diolah terlebih dahulu, diatur dan dianalisis

supaya dapat diambil keputusan dari hasil peneliti ini. Tehnik analisis data yang

dilakukan dengan cara membandingkan dua nilai dari efek perlakuan yang

dibeikan dengan mengajukan pertanyaan apakah terdapat perbedaan antara nilai

secara signifikan.

Menurut Arikunto (2017:349) “metode analisis data dalam penelitian ini

menggunakan rumus uji-t (t-test), dengan cara mengikuti langkah-langkah analisis

data eksperimen dengan model pre-test, post-test design”, penulis memaparkan

sebagai berikut :

1. Mencari rata-rata nilai test awal (pre-test)

2. Mencari rata-rata nilai test akhir (post-test)

3. Menghitung perbadaan ratra-rata dengan menggunakan uji-t dengan rumus

sebagai berikut :

MD
t 0=
SEMD

4. Mencari mean dari difference

M D=
∑D
N

5. Mencari deviasi standart dari difference

40
SD D =
√ N ( )
∑ D2 ∑ D
N
2

6. Mencari standart error dari mean difference

SD D
SEMD =
√ N −1
7. Mean df

Df =N−1

Keterangan:

MD : Mean of difference nilai rata-rata hitung beda selisih antara skor pre-

test dan skor post-test

∑ D : Jumlah beda/selisih antara skor pre-test dan skor post-test


N : Number of cases = jumlah subjek yang akan diteliti

SEMD : Standart Error (standar kesesatan) dari mean of difference

SD : Deviasi standart dari perbedaan antara skor pre-test dan skor post-

test

Apabila t hitung (t0) besar nilainya dari t tabel (tt) dengan taraf signifikasi

5%, maka hipotesis nihil (h0) ditolak dan hipotesis alternatif (ha) diterima, artinya

penerapan pendekatan SFBC mengalami peningkatan yang signifikan terhadap

kesadaran sosial pada peserta didik, tetapi apabila kesadaran sosial pada peserta

didik t hitung (t0) lebih kecil dari t tabel (tt) maka penerapan pendekatan SFBC

tidak mengalami peningkatan yang signifikan terhadap kesadaran sosial siswa.

41
F. Jadwal Penelitian

Jadwal penelitian adalah waktu yang telah ditentukan oleh peneliti terlebih

dahulu sebelum melakukan penelitian di SMP Negeri 2 Enrekang dengan judul

“efektivitas pendekatan solution-focused brief conseling untuk meningkatkan

social awareness pada peserta didik di SMP Negeri 2 Enrekang”. Tujuan adanya

jadwal penelitian yang dibuat oleh peneliti adalah untuk memudahkan peneliti

melakukan penelitian lebih terarah sehingga penelitian dilakukan se-efisien

mungkin. Adapun jadwal penelitian, sebagai berikut :

Tabel 3.2 Jadwal Penelitian

Minggu/Bulan

No Kegiatan November

1 2 3 4

1. Observasi dan wawancara


dengan guru BK
2. Pembagian angket untuk pre
test
3. Pembagian angket untuk post-
test

42
DAFTAR PUSTAKA

Abute, E. La. (2019). Konsep Kesadaran Sosial Dalam Pendidikan. Jurnal

Pendidikan Glasser, 3(2). https://doi.org/10.32529/glasser.v3i2.338

Arikunto, S. (2016). Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik. Jakarta: Rineka

Cipta.

Arikunto, S. (2017). Pengembangan Instrumen Penelitian dan Penilaian

Program.Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Bambang, Dibyo Wiyono (2014). Konseling Singkat Berfokus Solusi (Solution

Focused Brief Counseling)

CASEL. (2015). CASEL Guide: Effective Social and Emotional Learning

Programs - Middle and High School Edition. Collaborative for Academic,

Social and Emotional Learning.

Çelik, E. (2016). Suppression Effect of Social Awareness in The Relationship

between Self-Concealment and Life Satisfaction. Cogent Social Sciences,

2(1). https://doi.org/10.1080/23311886.2016.1223391

Corey, G. (2016). Theory and Practice of Counseling & Psychotherapy 10th

Edition). Belmont, CA: Brooks/Cole

Dusenbury, L., & Weissberg, R. P. (2017). Social Emotional Learning in

Elementary School: Preparation for Success: OneSearch for Abilene

Christian University. Education Digest, Sept Vol 83 Iss 1, April

43
Jones, D. E., Greenberg, M., & Crowley, M. (2015). Early Social-Emotional

Functioning and Public Health: The Relationship between Kindergarten

Social Competence and Future Wellness. American Journal of Public

Health, 105(11). https://doi.org/10.2105/AJPH.2015.302630

Kim, J. S., Franklin, C., Zhang, Y., Liu, X., Qu, Y., & Chen, H. (2015). Solution

Focused Brief Therapy in China: A Meta-Analysis. Journal of Ethnic &

Cultural Diversity in Social Work, 24(3): 187-201

Mulawarman dalam Capuzzi,D.& Gross, D. R.(2019). Counseling and

Psychotherapy: Theoris and Interventions. New Jersey: Merrill Prentice

Hall

Seligman, L., & Reichenberg, L.W. (2015). Theories of Counseling and

Psychotherapy: System, Strategies, and Skills (4theds). New Jersey:

Pearson Education, Inc.

Stankov, L. (2016). Major Psychological Dimensions of Cross-Cultural

Differences: Nastiness, Social Awareness/Morality, Religiosity and Broad

Conservatism/Liberalism. Learning and Individual Differences, 49.

https://doi.org/10.1016/j.lindif.2016.06.003

Sugara, G. S. (2019). Konseling Singkat Berorientasi Solusi. Edupotensia.

Sugiyono. (2015). Metode Penelitian Kuantitatif Kualitatif R&B. Bandung: Aflabeta.

Sugiyono. (2017). Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif, dan R&D. Bandung :

44
Alfabeta, CV.

Svalgaard, L. (2018). The Critical Moment of Transition: Staying with and Acting

On Newly Gained Self- and Social Awareness. Management Learning,

49(3). https://doi.org/10.1177/1350507617748548

Tassiello, V., Lombardi, S., & Costabile, M. (2018). Are We Truly Wicked when

Gossiping at Work? The Role of Valence, Interpersonal Closeness and

Social Awareness. Journal of Business Research, 84.

https://doi.org/10.1016/j.jbusres.2017.11.013

Utami, D. A., Noviyanti, N., Putra, G. G., & Prasetyawan, A. (2018).

Sociopreneurship sebagai Alternatif Pemberdayaan Masyarakat dan

Pengentasan Kemiskinan. Jurnal Ilmu Administrasi Negara ASIAN

(Asosiasi Ilmuwan Administrasi Negara), 5(2), 31–46.

https://doi.org/10.47828/jianaasian.v5i2.4

Wegner, D. M., & Giuliano, T. The forms ofsociaJ awareness. InW. J. Ickes &E.

S. KnowJes (Eds.), Personality, roles, and social behavior. New York:

Springer-Verlag, 1982

45

Anda mungkin juga menyukai