Kelompok 1 - Filsafat Dan Sejarah Perkembangan Ilmu
Kelompok 1 - Filsafat Dan Sejarah Perkembangan Ilmu
PROGRAM PASCASARJANA
2023
KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas segala limpahan rahmat, taufik dan
hidayah-Nya sehingga kami dapat menyelesaikan penyusunan materi “Filsafat dan Sejarah
Perkembangan Ilmu” ini dalam bentuk dan isi yang sederhana. Semoga materi ini dapat
digunakan sebagai acuan, petunjuk maupun pedoman pembaca dalam memahami hal-hal yang
berkaitan dengan filsafat dan sejarah ilmu.
Ucapan terima kasih kami peruntukkan kepada Dr. Abdullah Sinring, M.Pd selaku dosen
pengampu mata kuliah filsafat ilmu yang membimbing kami dalam mata kuliah ini. Apabila
dalam penyusunan materi ini masih terdapat kekurangan, kami mohon kritik dan saran dari dosen
maupun teman-teman sekalian.
Penyusun
ii
DAFTAR ISI
iii
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Filsafat merupakan suatu ilmu pengetahuan yang bersifat ekstensial artinya sangat
erat berhubungan dengan kehidupan kita sehari-hari. Bahkan, dapat dikatakan filsafatlah
yang menjadi motor penggerak kehidupan kita sehari-hari sebagai manusia pribadi maupun
sebagai manusia kolektif dalam bentuk suatu masyarakat atau bangsa. Filsafat ilmu
merupakan refleksi secara filsafati akan hakikat ilmu yang tidak akan mengenal titik henti
dalam menuju sasaran yang akan dicapai, yaitu kebenaran dan kenyataan. Memahami filsafat
ilmu berarti memahami seluk-beluk ilmu pengetahuan sehingga segi-segi dan sendi-sendinya
yang paling mendasar, untuk dipahami pula perspektif ilmu, kemungkinan
pengembangannya, serta keterjalinannya antar cabang ilmu yang satu dengan yang lainnya
(Maryah dkk, 2021).
Wibisono (dalam Maryah dkk, 2021) menjelaskan bahwa filsafat ilmu berfungsi
menyelidiki dan mengkaji berbagai macam sumber pengetahuan. Didalam filsafat
pengetahuan disebutkan sumber-sumber pengetahuan manusia, yaitu akal, panca indera, akal
budi, dan intuisi. Manusia melalui sumber-sumber ini mengenal tiga model pengetahuan.
Pertama, dengan secara sadar dan berkelanjutan orang menempuh cara untuk menguasai serta
mengubah objek melalui upaya-upaya konkret dan secara langsung menuju ke arah kemajuan
atau pembaruan. Kedua, dengan cara mengasingkan diri secara fisik maupun rohani, orang
bertapa disuatu tempat untuk mendapatkan wangsit yang dianggap sebagai petunjuk untuk
mencapai tujuannya. Ketiga, dengan membungkus objek yang dijadikan sasaran, yaitu
dengan memperindahnya ke sesuatu yang ideal sehingga terwujud apa yang disebut nilai-
nilai seni, sastra, mitologi yang bermuatan etik atau moral.
1
2
B. Rumusan Masalah
1. Apa itu filsafat?
2. Bagaimana sejarah perkembangan ilmu?
3. Bagaimana kaitan antara filsafat dan ilmu?
C. Tujuan Penulisan
1. Mengetahui apa itu filsafat
2. Memahami sejarah perkembangan ilmu
3. Bagaimana kaitan antara filsafat dan ilmu
BAB II
PEMBAHASAN
A. FILSAFAT
Kata filsafat, dalam bahasa arab dikenal dengan istilah “falsafah” dan dalam
bahasa Inggris dikenal dengan istilah Phylosophy adalah berasal dari bahasa Yunani
Philosophia. Kata Philosophia terdiri atas kata philein yang berarti cinta (love) dan
Sophia yang berarti kebijaksanaan (wisdom). Dalam arti yang sedalam-dalamnya istilah
filsafat bermakna cinta kebijaksanaan atau love of wisdom. Para filsuf dan ahli filsafat itu
mendefinisikan tentang filsafat sebagai berikut. Plato berpendapat bahwa filsafat adalah
pengetahuan yang mencoba untuk mencapai pengetahuan tentang kebenaran yang asli.
Menurut Aristotheles, filsafat adalah ilmu (pengetahuan) yang meliputi kebenaran yang
di dalamnya terkandung ilmu-ilmu metafisika, logika, retorika, etika, ekonomi, politik,
dan estetika (Adib dalam Latif, 2014).
Filsafat yang berakar kata dari bahasa Yunani “ Phillen” yang berarti cinta dan
“Sophia” yang berarti kebijaksanaan. Dapat dimaknai bahwa filsafat berarti cinta
kebijaksanaan. Arti secara etimologi ini mempunyai latar belakang yang muncul dari
pendirian Socrates, beberapa abad sebelum masehi. Socrates berkata bahwa manusia
tidak berhak atas kebijaksanaan, karena keterbatasan kemampuan yang dimilikinya.
Terhadap kebijaksanaan, manusia hanya berhak untuk mencintainya. Pendirian Socrates
tersebut sekaligus menunjukkan sikap kritiknya terhadap kaum Sophis yang mengaku
memiliki kebijaksanaan (Suhartono dalam Latif, 2014).
Semakin mendalam pengetahuan subjek, semakin kuat penyatuannya dengan
objek. Sedangkan istilah „kebijaksanaan‟ yang kata dasarnya „bijaksana‟ dan mendapat
awalan „ke‟ dan akhiran „an‟ menggambarkan pengetahuan haikiki tentang bijaksana.
Jadi, kebijaksanaan dikenal sebagai bersifat benar, baik dan adil. Perbuatan demikian
dilahirkan dari dorongan kemauan yang kuat, menurut keputusan perenungan akal
pikiran, dan atas pertimbangan perasaan yang dalam. Kemudian, dari pendekatan
etimologis dapat disimpulkan bahwa filsafat berarti pengetahuan mengenai pengetahuan.
Dapat pula diartikan sebagai akar dari pengetahuan atau pengetahuan terdalam
(Suhartono dalam Latif, 2014).
3
4
5. Marcus Tullius Cicero (106-43 SM) mengatakan bahwa filsafat adalah pengetahuan
tentang sesuatu yang maha agung dan usaha untuk mencapainya.
6. Al-Farabi yang wafat pada 950 M, dia ialah filsuf muslimin besar sebelumIbn Sina
yang menyatakan filsafat merupakan ilmu penegtahuan tentang alam yang maujud
dan bertujuan menyelidiki hakikat yang sebenasrnya.
7. Harun Nasution filsafat adalah berfikir menurut tata tertib (logika) dengan bebas (tak
terikat tradisi, dogma, atau agama) dan dengan sedalam-dalamnya sehingga sampai
ke dasar persoalan.
8. Harold H.Titus mengemukakan ada empat pengertian filsafa, yakni: (1) satu sikap
tentang hidup dan tentang alam semesta. (2) filsafat yaitu satu metode pemikiran
reflektif dan penyelidikan akilah. (3) filsafat yaitu satu perangkat masalah. (4) filsafat
adalah satu perangkat teori atau isi fikiran.
9. Kesembilan, Fuad Hasan menyatakan, bahwa filsafat adalah suatu ikhtiar untuk
berfikir radikal dalam arti mulai dari radic suatu gejala dari akar suatu hal yang
hendak dimasalahkan.
10. Rosenberg menyatakan, bahwa filsafat berkenan dengan dua pertanyaan, yaitu
pertanyaan pertama tentang ilmu, yakni fisika, biologi, dan sosial. Pertanyaan kedua
tentang ilmu yang tidak terjawab pada persoalan yang pertama.
Filsafat ilmu tidak lepas dari sejarah perkembangan ilmu karena landasan utama
perkembangan ilmu adalah filsafat yang terdiri atas ontologi, epistemologi, dan aksiologi.
Jika proses rasa tahu manusia merupakan pengetahuan secara umum yang tidak
6
mempersoalkan seluk beluk pengetahuan tersebut, ilmu dengan cara khusus dan sistematis
dalam hal ini mencoba untuk menguji kebenaran pengetahuan tersebut secara lebih luas dan
mendalam. Ilmu tidak hanya berbicara tentang hakikat (ontologis) pengetahuan itu sendiri,
tetapi juga mempersoalkan tentang bagaimana (epistemologis) pengetahuan tersebut dapat
diproses menjadi sebuah pengetahuan yang benar-benar memiliki nilai guna (aksiologis)
untuk kehidupan manusia. Ketiga landasan tersebut sangat memengaruhi sikap dan pendirian
para ilmuwan dalam pengembangan ilmu. Oleh karena itu, perkembangan ilmu pada
dasarnya bersifat dinamis (Suaedi 2016).
Perkembangan ilmu merupakan kajian yang melihat visi dan pergeseran paradigma
yang menandai revolusi ilmu pengetahuan. Rentang waktu revolusi ini berada pada ruang
zaman Yunani hingga zaman Kontemporer. Perkembangan ilmu dapat ditelusuri berdasarkan
rentang sejarahnya. Perjalanan ilmu mulai dari zaman pra-Yunani Kuno, zaman Yunani,
zaman Pertengahan, zaman Renaissance, zaman Modern, dan zaman Kontemporer (Suaedi
2016).
Zaman ini menurut Mustansyir dan Munir (dalam Suaedi 2016) memiliki ciri-ciri
sebagai berikut.
Pada abad ke-7 SM, di Yunani muncul kebudayaan baru yang disebut polis. Polis
berarti negara-kota yang secara administratif dan konstitusional mempunyai otonomi dan
bisa mengatur kehidupan warganya sendiri. Hal terpenting dari Polis ialah keterbukaan
warganya untuk menerima unsur-unsur baru dari luar. Oleh karena itu, mulai tercipta
kesempatan berdiskusi di pusat Polis yang disebut agora. Kondisi ini menjadikan
mitologi-mitologi tradisional mulai hilang kewibawaannya. Mempelajari peristiwa alam,
masyarakat mulai munculkeingintahuannya. Mulai mencari apa yang ada di balik
fenomena.
2. Zaman Yunani
Ciri-ciri zaman ini ditandai oleh:
a. setiap orang memiliki kebebasan mengungkapkan ide,
b. masyarakat tidak lagi mempercayai mitos-mitos, dan
c. masyarakat tidak menerima pengalaman yang didasarkan pada sikap menerima begitu
saja, tetapi pada sikap yang menyelidiki secara kritis.
Zaman ini banyak melahirkan filsuf yang abadi seperti Thales pada abad ke-6 SM
dengan pandangannya air sebagai asas pertama segala sesuatu. Ia digelar sebagai filsuf
pertama oleh Aristoteles. Filsuf Anaximandaros (610−540 SM) dengan konsepnya arkhe,
yakni asal segala sesuatu adalah yang tak terbatas (to apeiron) yang bersifat abadi.
Selanjutnya, Anaximenes (ia lebih muda dari Anaximandaros) berpandangan bahwa asas
pertama segala sesuatu dari udara karena udara melingkupi segala yang ada. Banyak
filsuf yang muncul pada masa ini, namun ketiga filsuf ini penting dicatat sebagai
pembuka tabir ilmu yang mendasarkan pandangannya tidak pada mitos, tetapi pada logos
(Mustansyir dan munir dalam Suaedi 2016).
3. Zaman Pertengahan
Era pertengahan ditandai dengan tampilnya para theolog dalam dunia ilmu
pengetahuan di belahan bumi Eropa. Aktivitas ilmiah terkait dengan aktivitas keagamaan.
Aktivitas ilmuwan di belahan bumi Eropa, pada umumnya kegiatanilmiah didasarkan
untuk mendukung kebenaran keagamaan (Suaedi 2016).
Di kesempatan lain, belahan bumi Timur, Islam pada abad ke-7 M telah
mengalami kemajuan pesat. Pada abad ke-8 M yakni 7 abad sebelum Galileo Galilei dan
Copernicus berjaya, telah didirikan sekolah Kedokteran dan Astronomi di Jundishapur.
Pada masa ini, sumbangan Islam untuk ilmu pengetahuan meliputi (1) menerjemahkan
peninggalan bangsa Yunani dan menyebarluaskan seni rupa sehingga dapat dikenal di
dunia Barat; (2) memperluas pengamatan dalam ilmu kedokteran, obat-obatan, astronomi,
ilmu kimia, ilmu kimia, ilmu bumi, dan ilmu tumbuh-tumbuhan; serta (3) menegaskan
sistem desimal dan dasar-dasar aljabar.
Pada masa ini, kemajuan ilmu matematika yang membangun mode matematika
dan memperkenalkan sistem desimal. Filsuf Muslim Al-Khawarizmi yang
mengembangkan trigonometri dengan memperkenalkan teori sinus dan cosines, tangent,
dan cotangent. Ilmu fisika menampilkan Fisikawan asal Bagdad Musa Ibn Sakir yang
mengarang Kitab Al-Hiyal yang menggambarkan hukum- hukum mekanika dan problem
stabilitas. Ibn Al-Haytun dengan kitab Al-Munadhir yang membuktikan hukum refleksi
cahaya. Bidang Kedokteran, Ibnu Sina mengarang buku teks dalam bidang medis
berjudul Al-Qanun yang menjadi buku standar selama 500 tahun di dunia Islam dan
Eropa. Ia juga meneliti masalah astronomi, kesehatan anak, Ginaecology. Dalam dunia
9
4. Zaman Renaissance
Era renaissance ditandai dengan kebangkitan kembali pemikiran yang bebas dari
dogma-dogma agama. Zaman peralihan ketika budaya tengah mulai berubah menjadi
suatu kebudayaan modern. Penemuan ilmu pengetahuan modern mulai dirintis pada masa
renaissance. Ilmu pengetahuan yang maju pesat pada masa ini ialah astronomi. Tokohnya
yang terkenal antara lain Copernicus, Kepler, dan Galileo Galilei. Kegiatan ilmiah
didasarkan pada beberapa hal: (1) observation, pengamatan; (2) elimination,
penyingkiran; (3) prediction, peramalan; (4) measurement, pengukuran; dan (5)
experiment, percobaan untuk menguji teori yang didasarkan pada ramalan matematik
(Mutansyir dan Munir dalam Suaedi 2016).
Renaisans merupakan era sejarah yang penuh dengan kemajuan dan perubahan
yang mengandung arti bagi perkembangan ilmu. Zaman yang menyaksikan
dilancarkannya tantangan gerakan reformasi terhadap keesaan dan supremasi gereja
katolik Roma, bersamaan dengan berkembangnya Humanisme. Zaman ini juga
merupakan penyempurnaan kesenian, keahlian, dan ilmu yang diwujudkan dalam diri
jenius serba bisa, Leonardo da Vinci. Penemuan percetakan (kira-kira 1440 M) dan
ditemukannya benua baru (1492 M) oleh Colombus memberikan dorongan lebih keras
untuk meraih kemajuan ilmu. Kelahiran kembali sastra di Inggris, Prancis, dan Spanyol
diwakili Shakespeare, spencer, Rabelais, dan Ronsard. Saat itu, seni musik juga
mengalami perkembangan. Adanya penemuan para ahli perbintangan seperti Copernicus
dan Galileo menjadi dasar bagi munculnya astronomi modern yang merupakan titik balik
dalam pemikiran ilmu dan filsafat (Hasan dalam Suaedi 2016).
10
5. Zaman Modern
Zaman modern ditandai dengan penemuan dalam bidang ilmiah. Benua Eropa
dipandang sebagai basis perkembangan ilmu pengetahuan. Slamet dan Imam (dalam
Suaedi 2016) mengemukakan tiga sumber kemajuan, yaitu (1) hubungan Islam dan
Semenanjung Iberia dengan negara-negara Perancis. Para pendeta Perancis banyak
belajar di Spanyol dan kembali menyebarkan ilmu pengetahuan yang diperolehnya, (2)
Perang Salib (1100−1300) yang terulang sebanyak enam kali menjadikan tentara Eropa
menyadari kemajuan negara- negara Islam, dan (3) jatuhnya Istambul ke tangan bangsa
Turki pada tahun 1453 sehingga para pendeta dan sarjana mengungsi ke Italia dan
negara-negara di Eropa. Mereka menjadi pionir perkembangan ilmu di Eropa.
Tokoh yang terkenal dalam masa ini adalah Rene Descartes. Ia mewariskan suatu
metode berpikir yang menjadi landasan berpikir dalam ilmu pengetahuan modern.
Langkah berpikir menurutnya ialah (1) tidak menerima apa pun sebagai hal yang benar,
kecuali kalau diyakini sendiri bahwa itu memang benar, (2) memilah-milah masalah
menjadi bagian yang terkecil untuk mempermudah penyelesaiannya, (3) berpikir runtut
dengan mulai dari suatu hal yang sederhana ke hal paling rumit, serta (4) perincian yang
lengkap dan pemeriksaan menyeluruh supaya tidak ada yang terlupakan (Mutansyir dan
Munir dalam Suaedi 2016).
Secara singkat dapat ditarik sebuah sejarah lengkap ilmu-ilmu yang lahir pada
saat itu. Perkembangan ilmu pada abad ke-18 telah melahirkan ilmu seperti taksonomi,
ekonomi, kalkulus, dan statistika. Di abad ke-9 lahir pharmakologi, geofisika,
geormophologi, palaentologi, arkeologi, dan sosiologi. Abad ke-20 mengenal ilmu teori
informasi, logika matematika, mekanika kwantum, fisika nuklir, kimia nuklir,
radiobiologi, oceanografi, antropologi budaya, psikologi, dan sebagainya (Wibisono dkk.
dalam Suaedi 2016).
Perlu diketahui pula bahwa pada zaman modern ini terjadi revolusi industry di
Inggris sebagai akibat peralihan masyarakat agraris dan perdagangan abad pertengahan
ke masyarakat industri modern dan perdagangan maju. Pada abad inilah James Watt
menemukan mesin uap (abad ke-18), alat tenun, serta Inggris menjadi penghasil tekstil
terbesar, kemudian diikuti Amerika Serikat dan Jepang menjadi negara industri (Shadily,
dalam Suaedi 2016).
11
6. Zaman Kontemporer
Pada masa ini, ilmu fisika menempati kedudukan yang penting. Menurut Trout
(Mutansyir dan Munir dalam Suaedi 2016) fisika dipandang sebagai dasar ilmu
pengetahuan yang subjek materinya mengandung unsur-unsur fundamental yang
membentuk alam semesta. Fisikawan termasyhur adalah Albert Einstein. Ia menyatakan
bahwa alam itu tak terhingga besarnya, tak terbatas, tetapi juga tak berubah status
totalitasnya atau bersifat statis dari waktu ke waktu. Einstein percaya akan kekekalan
materi. Artinya, alam semesta itu kekal adanya.
Pada tahun 1929 fisikawan Hubble dengan teropong bintang terbesar di dunia
melihat galaksi-galaksi di sekeliling kita tampak menjauh dengan kelajuan yang
sebanding dengan jaraknya dari bumi. Ini menunjukkan bahwa alam semesta itu tidak
statis, melainkan dinamis. Ia membantah pandangan Einstein.
Fisikawan kontemporer Gamow, Alpher, dan Herman menarik kesimpulan bahwa
semua galaksi di jagad raya kita Bimasakti, kira-kira 15 miliar tahun yang lalu. Pada saat
itu, terjadi ledakan yang maha dahsyat yang melemparkan materi ke seluruh jagat raya ke
semua arah, yang kemudian membentuk bintang-bintang dan galaksi. Dentuman besar itu
terjadi ketika seluruh materi kosmos terlempar dengan kecepatan sangat tinggi keluar dari
keberadaannya dalam volume yang sangat kecil (Mutansyir dan Munir dalam Suaedi
2016).
Dalam masa ini perkembangan dalam berbagai ilmu teknologi komunikasi dan
informasi melaju sangat pesat. Ilmu lebih berkembang ke arah spesifik yang beragam.
Ilmu yang berkembang lebih bersifat sintesis antara bidang ilmu satu dan bidang ilmu
lain. Akibatnya, perkembangan ilmu menjadi lebih bermanfaat dalam kehidupan
manusia.
logosentris, maka benar saja istilah bahwa filsafat adalah mother of knowledge, memang
tidak semudah proses yang dilalui filsafat untuk dapat menghasilkan berbagai macam
disiplin ilmu yang terus berkembang hingga saat ini karena melihat kondisi pada saat itu
dibawah otonom gereja atau biasa dikenal dengan zaman kegelapan akal dibatasi, bahkan
orang-orang yang mengeluarkan redaksi bahasa atau suatu pernyataan yang bertentangan
akan dipenjarakan (Nurdin dan Hasriadi, 2020).
Usaha yang terus dilakukan kemudian perubahan besar pun mulai bermunculan
dimana mulai ditemukannya hukum- hukum alam, teori-teori yang ilmiah yang mampu
menjelaskan perubahan-perubahan yang terjadi sehingga hampir segala yang dilihat,
didengar dan dirasakan mampu dijelaskan dengan akal dan tentunya mendatangkan
manfaat bagi kehidupan manusia, mulai dari kejadian alam seperti gerhana tidak lagi
dianggap sebagai suatu kegiatan dewa, tetapi merupakan kejadian alam yang disebabkan
oleh matahari, bulan, dan bumi berada pada garis yang sejajar, sehingga bayang-bayang
bulan menimpa sebagian permukaan bumi yang diatur dalam disiplin ilmu asrtonomi,
bahkan menemukan penyebab penyakit kusta dan cara mengobatinya yang diatur dalam
disiplin ilmu biologi, sampai bagaimana seseorang harus bersikap dengan orang lain yang
diatur dalam disiplin ilmu sosiologi dan masih banyak lagi ilmu-ilmu lain yang terus
berkembang pesat hingga membawa manusia pada zaman yang dikenal dengan istilah
milenial atau zaman 4.0 dimana kejadian yang terjadi dibelahan bumi bagian utara dapat
diketahui oleh orang-orang yang berada di bumi bagian selatan hanya dalam hitungan
menit bahkan detik saja (Nurdin dan Hasriadi, 2020).
Nurdin dan Hasriadi (2020) menjelaskan bahwa melalui teknologi informasi yang
pada mulanya semua itu berasal dari filsafat sebagai induk pengetahuan dimana filsafat
yang sebagai induk pengetahuan atau mother of knowledge mengkaji segala yang
Nampak maupun yang tidak Nampak atau dikenal dengan istilah alam metafisika. Begitu
pun sebaliknya kehadiran perkembangan ilmu yang terus terjadi dapat memperkuat
keberadaan filsafat.
BAB III
KESIMPULAN
1. Kata filsafat, dalam bahasa arab dikenal dengan istilah “falsafah” dan dalam bahasa Inggris
dikenal dengan istilah Phylosophy adalah berasal dari bahasa Yunani Philosophia. Kata
Philosophia terdiri atas kata philein yang berarti cinta (love) dan Sophia yang berarti
kebijaksanaan (wisdom). Menurut Aristotheles, filsafat adalah ilmu (pengetahuan) yang
meliputi kebenaran yang di dalamnya terkandung ilmu-ilmu metafisika, logika, retorika,
etika, ekonomi, politik, dan estetika (Adib dalam Latif, 2014).
2. Filsafat ilmu tidak lepas dari sejarah perkembangan ilmu karena landasan utama
perkembangan ilmu adalah filsafat yang terdiri atas ontologi, epistemologi, dan aksiologi.
Jika proses rasa tahu manusia merupakan pengetahuan secara umum yang tidak
mempersoalkan seluk beluk pengetahuan tersebut, ilmu dengan cara khusus dan sistematis
dalam hal ini mencoba untuk menguji kebenaran pengetahuan tersebut secara lebih luas dan
mendalam. Ilmu tidak hanya berbicara tentang hakikat (ontologis) pengetahuan itu sendiri,
tetapi juga mempersoalkan tentang bagaimana (epistemologis) pengetahuan tersebut dapat
diproses menjadi sebuah pengetahuan yang benar-benar memiliki nilai guna (aksiologis)
untuk kehidupan manusia. Ketiga landasan tersebut sangat memengaruhi sikap dan pendirian
para ilmuwan dalam pengembangan ilmu (Suaedi 2016).
3. Pada dasarnya, filsafat dan ilmu adalah dua kata yangtidak bisa dipisahkan baik secara
historis maupun secara substansial sebab, kelahiran ilmu tidak terlepas dari peranan filsafat
karena filsafat pada mulanya adalah sumber dari segala ilmu pengetahuan bila kita kembali
pada sejarah filsafat yang mampu mengubah pola fikir mitosentris ke logosentris, maka benar
saja istilah bahwa filsafat adalah mother of knowledge, memang tidak semudah proses yang
dilalui filsafat untuk dapat menghasilkan berbagai macam disiplin ilmu yang terus
berkembang hingga saat ini karena melihat kondisi pada saat itu dibawah otonom gereja atau
biasa dikenal dengan zaman kegelapan akal dibatasi, bahkan orang-orang yang mengeluarkan
redaksi bahasa atau suatu pernyataan yang bertentangan akan dipenjarakan (Nurdin dan
Hasriadi, 20
13
DAFTAR PUSTAKA
Maryam Siti, dkk. 2021. Filsafat dan Sejarah Perkembangan Ilmu. Jurnal Filsafat Indonesia. Vol
4 No3 (Halaman 242-246)
Mukhtar Latif. 2014. Orientasi Ke Arah Pemahaman Filsafat Ilmu. Jakarta. Prenadamedia
Group
Nurdin & Hasriadi. 2020. Filsafat Ilmu. Palopo. Penerbit Kampus IAIN Palopo
Suaedi. 2016. Pengantar Filsafat Ilmu. Bogor. Penerbit IPB Press
14