Anda di halaman 1dari 8

TUGAS

~ Bahasa Indonesia ~
Perbedaan Hikayat & Cerpen
Hikayat
Cerpen

Oleh :

Sydney T. N. Minggu
Kelas : X MIPA 1
SMA Negeri 1 Langowan

Guru Bidang Studi :


Ibu. SRY ASTUTIE TAJIB, S.Pd

CERPEN :
JURU MASAK
Makaji adalah seorang juru masak yang sangat terkenal dan patut diperhitungkan didesanya, yaitu desa
Lareh Panjang. Tanpa kehadiran dari Makaji, maka sebuah perhelatan kenduri tidak akan meriah dan
memuaskan para tamu undangan. walaupun demikian, Makaji tidak pernah pandang bulu dalam
melayani pesanan masyarakat desa Lareh Panjang.

Ketika usia Makaji mulai senja, anak Makaji yakni Azrial mengajaknya untuk tinggal bersama di Jakarta.
Akan tetapi, Makaji bimbang memikirkannya karena hanya terdapat satu juru masak didesanya.
Sehingga Makaji meminta pada Azrial untuk diberikan satu kesempatan
lagi untuk memasak pada kenduri milik anak Mangkudun. Disaat Azrial
mengetahui tentang hal ini, pikiran Azrial kembali ke kisah masa lalunya
yang kelam.

Masih segar di ingatan Azrial, bagaimana hubungannya dengan


Renggogeni, anak Mangkudun yang tidak disetujui oleh Mangkudun.
Azrial berusaha melupakan segalanya dan ia merantau hingga sukses
dan memiliki enam buah rumah makan dan 24 orang anak buah. Tepat
dua hari sebelum perhelatan kenduri Renggogeni diadakan, Azrial
mengajak Makaji untuk ke Jakarta. Kabar ini pun terdengar hingga
ketelinga Renggogeni. Renggogeni dapat membayangkan bagaiamana
rasanya terpiuhnya hati Azrial disaat mengetahui bahwa dirinya telah
dipinang oleh orang lain.

UNSUR INTRINSIK & EKSTRINSIK


I. Tema
Keahlian dan perjuangan mencapai keberhasilan

II. Alur
Campuran
a. Alur Mundur
Saat Azrial mengingat perjuangannya mendapatkan Renggogeni dan perjuangan saat awal
merantau ke Jakarta.
b. Alur Maju
Peristiwa-peristiwa selain yang disebutkan pada alur mundur.

III. Sudut Pandang


Orang ketiga serba tahu, karena penulis tidak menceritakan tentang dirinya, tetapi menceritakan
tentang kisah orang lain.

IV. Latar/Setting :
a. Waktu
Beberapa tahun lalu hari pertama perhelatan : (Beberapa tahun lalu, pesta perkawinan
Gentasari dengan Rustamadji yang digelar dengan menyembelih tigabelas ekor kambing
dan berlangsung selama tiga hari)
Ketika keluarga mempelai pria tiba : (di hari pertama perhelatan, ketika rombongan
keluarga mempelai pria tiba)
Kini : (Azrial kini sudah jadi juragan, punya enam Rumah Makan dan duapuluh empat
anak buah yang tiap hari sibuk melayani pelanggan.)
Sejak dulu : (Sejak dulu, orang-orang Lareh Panjang yang kesulitan uang selalu beres di
tangannya, mereka tinggal menyebutkan sawah, ladang atau tambak ikan sebagai
agunan, dengan senang hati Mangkudun akan memegang gadaian itu)
Sejak ibunya meninggal : (sejak ibunya meninggal, ayahnya itu sendirian saja di rumah,
tak ada yang merawat)
Setelah itu : (setelah itu mereka berbalik meninggalkan helat, bahkan ada yang belum
sempat mencicipi hidangan tapi sudah tergesa pulang.)
Dua hari sebelum kenduri berlangsung : (Dua hari sebelum kenduri berlangsung, Azrial,
anak laki-laki Makaji, datang dari Jakarta. Ia pulang untuk menjemput Makaji)

b. Tempat
Lareh panjang
Rumah Makaji
Jakarta
Rumah makan di Jakarta
Perkawinan Gentasari dan Rustamadji
c. Suasana
Kecewa : (Keluarga mempelai pria merasa dibohongi oleh keluarga mempelai wanita
yang semula sudah berjanji bahwa semua urusan masak-memasak selama kenduri
berlangsung akan dipercayakan pada Makaji,)
Bingung : (ketika rombongan keluarga mempelai pria tiba, Gulai Kambing, Gulai Nangka,
Gulai Kentang, Gulai Rebung dan aneka hidangan yang tersaji ternyata bukan masakan
Makaji)
Kesal : (“Kalau besok Gulai Nangka masih sehambar hari ini, kenduri tak usah
dilanjutkan!” ancam Sutan Basabatuah, penghulu tinggi dari keluarga Rustamadji.)
Sedih: (dengan berat hati Azrial melupakan Renggogeni. Ia hengkang dari kampung,
pergi membawa luka hati.)
Bangga : (Berkat kegigihan dan kerja keras selama bertahun-tahun, Azrial kini sudah jadi
juragan, punya enam Rumah Makan dan duapuluh empat anak buah yang tiap hari sibuk
melayani pelanggan)
Semarak : (Kenduri di rumah Mangkudun begitu semarak)
Menyesal : (“Ah, menyesal kami datang ke pesta ini!”)

V. Tokoh/Penokohan :
a. Makaji :
Baik hati : (Makaji tak pernah keberatan membantu keluarga mana saja yang hendak
menggelar pesta)
Pekerja keras : (Di usia senja, ia masih tangguh menahan kantuk, tangannya tetap gesit
meracik bumbu, masih kuat ia berjaga semalam suntuk.)
Bertanggung jawab : (“Belum! Akan Ayah pikul beban ini hingga tangan Ayah tak lincah
lagi meracik bumbu,” balas Makaji waktu itu.)
Tidak sombong : (tak peduli apakah tuan rumah hajatan itu orang terpandang yang
tamunya membludak atau orang biasa yang hanya sanggup menggelar syukuran
seadanya. Makaji tak pilih kasih, meski ia satu-satunya juru masak yang masih tersisa di
Lareh Panjang)
b. Azrial :
Baik
Jujur
Ulet : rela ia merantau ke negeri orang untuk memendam lukanya (lamarannya ditolak)
dan kemiskinan, namun karena keuletannya ia menjadi orang terkaya yang sukses di
negeri rantau. Ia sama-sama berlatar belakang budaya Minang, kampung Lerah Panjang.
c. Mangkudun:
Sombong : (“Bahkan bila ia jadi kepala desa pun, tak sudi saya punya menantu anak juru
masak!” bentak Mangkudun)
Keras kepala : (“Apa kau bilang? Jodoh? Saya tidak rela kau berjodoh dengan Azrial.
Akan saya carikan kau jodoh yang lebih bermartabat!”)
d. Ranggogeni:
Baik hati : (“Dia laki-laki taat, jujur, bertanggungjawab. Renggo yakin kami berjodoh.Apa
dia salah kalau ayahnya hanya juru masak?”)
Sabar : karena mau dijodohkan dengan pilihan ayahnya tanpa Ia mencintai orang itu.
Pandai : (Renggogeni hampir tamat dari akademi perawat di kota, tak banyak orang
Lareh Panjang yang bisa bersekolah tinggi seperti Renggogeni. Perempuan kuning
langsat pujaan Azrial itu benar-benar akan menjadi seorang juru rawat.)
e. Sutan Basabatuah
Angkuh : (“Kalau besok Gulai Nangka masih sehambar hari ini, kenduri tak usah
dilanjutkan!” ancam Sutan Basabatuah, penghulu tinggi dari keluarga Rustamadji.)
VI. Gaya Bahasa
Gaya Bahasa Contoh Dalam Kalimat
Sejak dulu, Makaji tidak pernah keberatan membantu keluarga mana
Saja yang hendak menggelar pesta, tak peduli apakah tuan rumah
Antitesis
Hajatan itu orang terpandang yang tamunya membludak atau orang
Biasa yang hanya sanggup menggelar syukuran seadanya.
Retorik Orang tua mana yang tak ingin berkumpul dengan anaknya di hari tua?
Metafora Karena bumbu bumbu tak diracik oleh tangan dingin lelaki itu
"Kuah gulai rebungnya encer seperti kuah sayur toge. Kembang perut kami
dibuatnya."
(Ironi) Sindiran
Di usia senja, ia masih tangguh menahan kantuk, tangannya tetap gesit
meracik bumbu, masih kuat berjaga semalam suntuk
Walau terasa semanis gula, tak bakal langsung direguknya, meski sepahit
Alegori empedu tidak pula buru-buru dimuntahkannya, meski matang ia
menimbang.
Hiperbola Merah padam muka azrial mendengarnya
Ibarat emas dan loyang perbedaan mereka.
Derajat keluarga azrial memang seumpama lurah tak berbatu, seperti
Perumpamaan
sawah tak berpembatang, tak ada yg bisa diandalkan
‘’Tak sudi saya punya menantu anak juru masak’’bentak mangkudun

I. Amanat
a. Jangan suka memandang orang lain dari status sosialnya. Jika kita suka menolong oranglain
tanpa memandang siapapun orang itu, maka oranglain juga akan senang dengan kita.
b. Pantang menyerah dalam menjalani hidup. Segala sesuatu yang kita alami pasti ada
hikmahnya, dengan bekerja keras kita akan menjadi sukses.
c. Kesombongan hanya akan membawa kita pada penderitaan.
d. Memaksakan keinginan tanpa memikirkan perasaan orang lain hanya akan menimbulkan
penyesalan.
e. Tepatilah janji, karena janji adalah hutang.
f. Sesuatu yang terjadi akan ada hikmahnya.

UNSUR EKSTRINSIK
a) Nilai Moral
 Baik : “Makaji tak pernah keberatan membantu keluarga mana saja yang hendak
menggelar pesta, tak peduli apakah tuan rumah hajatan itu orang terpandang
yang tamunya membludak atau orang biasa yang hanya sanggup menggelar
syukuran seadanya”
 Buruk : “Apa kau bilang? Jodoh? Saya tidak rela kau berjodoh dengan Azrial. Akan saya
carikan kau jodoh yang lebih bermartabat!”

b) Nilai sosial :
“Orang-orang Lareh Panjang hanya datang di hari pertama, sekedar menyaksikan benda-benda
pusaka adat yang dikeluarkan untuk menyemarakkan kenduri, setelah itu mereka berbalik
meninggalkan helat, bahkan ada yang belum sempat mencicipi hidangan tapi sudah tergesa
pulang.”

c) Nilai budaya :
”pesta perkawinan Gentasari dengan Rustamadji yang digelar dengan menyembelih tigabelas
ekor kambing dan berlangsung selama tiga hari”
“Dua kali meriam ditembakkan ke langit, pertanda dimulainya perhelatan agung. Tak biasanya
pusaka peninggalan sesepuh adat Lareh Panjang itu dikeluarkan. Bila yang menggelar kenduri
bukan orang berpengaruh seperti Mangkudun, tentu tak sembarang dipertontonkan.”

Kekurangan Cerpen Juru Masak :


1. Ada beberapa kata yang tidak dapat dimengerti. Contohnya : Perhelatan,Tabiat dan lain lain.

Kelebihan Cerpen Juru Masak :


1. Mengandung unsur ektrinstik yang sangat jelas.
2. Penggambaran watak tokoh menggunakan metode dramatik dan analitik sehingga mudah
dipahami.
3. Amanat yang ada pada cerita sangat mendidik.
4. Selain tema kewirausahaan cerpen juru masak juga mengandung tema percintaan.
HIKAYAT :

PATANI
Alkisah terdapat suatu kerajaan yang di kuasai oleh raja Paya Tu Kerub Mahajana. Setelah raja tersebut
meninggal, ia dikantikan anaknya, yaitu Paya Tu Naqpa. Paya Tu Naqpa adalah seseorang raja yang
suka berburu. Suatu hari ia mendengar berita bahwa daerah tepi laut
mempunyai banyak binatang untuk diburu. Lalu Paya Tu Naqpa pun pergi
kedaerah sana dengan beberapa hulubalangnya untuk berburu. Namun,
tak ada satupun binatang yang nampak oleh rombongan raja tersebut.

Kemudian dua jam lamanya, anjing rombongan tersebut menggonggong,


lalu raja bertanya tanya apa yang di gonggong oleh anjing itu. Ternyata
adalah rusa putih yang gilang gemilang warnanya. Tetapi rusa itu berlari
kesuatu arah dan hilanglah rusa tersebut. Rombongan raja pun berusaha
mengejar tetapi tak ada rusa yang dicari, namun raja bertemu dengan
sebuah rumah sepasang suami istri. Lalu si lelaki tersebut menceritakan
asal muasal tempat yang ada rusa putihnya tersebut. Setelah mendengar
cerita si lelaki, raja pun tertarik untuk memindahkan negrinya kesana,
Selama dua bulan, selesailah negeri tersebut, dan dinamakan, Patani
Darussalam. Yang berarti negeri yang sejahtera.

Beberapa tahun lamanya Paya Tu Naqpa bertahta, datang lah suatu


penyakit berat yang menyerangnya. Tak ada satu tabib pun yang dapat mengobatinya. Lalu raja pun
mengeluarkan pengumuman melalui anak buahnya, yaitu siapa yang bisa mengobati penyakit raja,
maka ia akan diambil sebagai menantu. Tak lama kemudian, datanglah Syekh Sa’id untuk
menyembuhkan raja, tetapi dengan syarat raja akan menganut agama Islam jika raja sembuh. Lalu raja
pun menerima perjanjian tersebut.

Tujuh hari lamanya raja di obati, maka penyakit rajapun hilang, tetapi ia melanggar janjinya kepada
Syekh Sa’id, raja enggan memeluk agama Islam. Setelah dua tahun lamanya, ternyata penyakit raja
datang lagi, lalu raja meminta Syekh Sa’id untuk mengobatinya, dan aja berkata akan sungguh sungguh
melaksanakan janji nya, lalu dengan kemuliaan hati Syekh Sa’id mengobati raja tersebut. Setelah dua
bulan, sembuhlah penyakit raja tersebut. Tetapi lagi lagi raja melanggar janjinya itu.

Setahun sesudah itu, raja didatangi sakit itu lagi, bahkan lebih parah, raja pun memanggil Syekh Sa’id
untuk mengobatinya, tetapi Syekh Sa’id ingin benar benar raja menepati janjinya itu, jikalau tidak, raja
tidak akan diobati lagi oleh Syekh Sa’id tersebut. Setelah duapuluh hari lamanya, maka sembuhlah
penyakit raja tersebut.

Lalu kemudian, raja pun memanggil Syekh Sa’id untuk mengajarkan untuk masuk Islam. Lalu raja
diajarkan membaca kalimat syahadat, lalu Syekh Sa’id mengganti nama raja dengan sultan Ismail Syah
Zilullah Fi I’alam. Lalu ketiga anaknya pun berganti nama pula agar makin terasa sempurna
keIslamannya. Kemudian raja menghadiahi Syekh Sa’id dengan harta yang banyak, namun Sy’ekh Sa’id
tak mau dan meminta untuk pulang ke negri pasai nya.

Tidak lama setelah itu, banyak pulalah rakyat yang masuk Islam. Mereka mendirikan shalat dan tidak
makan babi lagi. Walaupun begitu, raja tetap melakukan pekerjaan yang bertentangan dengan Islam.

Unsur Intrinsik Hikayat Patani


Tema
Tema Hikayat Patani adalah Penyebaran agama Islam di sebuah Kerajaan. Hal ini terlihat jelas dari
cerita ini, karena cerita ini mengisahkan tentang sebuah kerajaan. Dimulai ketika baginda raja di negeri
tersebut terkena penyakit parah yagn tidak bisa disembuhkan para dukun dan tabib di sana. Hingga
akhirnya seorang Syekh bernama Sa’id mampu menyembuhkan dia dengan syarat sang raja harus
masuk Islam.

Tokoh dan penokohan


 Phaya Tu Antara/Phaya Tu Naqpa: Gemar berburu, suka ingkar janji, patuh hanya pada
saat terdesak, raja yang baik.
 Syaikh Sa’id: Baik hati, suka menolong, sabar, tegas dan religius, dan tidak menginginkan
harta/tahta. Sebagai seorang syekh, Syekh Sa’id sangat religius menyebarkan agama yang
dianutnya yaitu agama islam, ia juga tidak sungkan untuk membantu orang, bahkan walaupun
dikhianati sampai 2 kali oleh sang raja yang dengan tulus ia bantu, ia tetap sabar dan tetap mau
membantu raja untuk ketiga kalinya, tapi ia tetap bertindak tegas untuk tidak akan memberikan
bantuan untuk keempat kalinya.
 Encik Tani dan istrinya: Watak tidak dijelaskan secara rinci
 Kerub Picai Paina: Watak tidak dijelaskan secara rinci
 Mahajai: Watak tidak dijelaskan secara rinci
 Mahacai Pailang: Watak tidak dijelaskan secara rinci

Alur:
Alur hikayat patani adalah alur maju, karena cerita ini terus menceritakan tentang kejadian kedepannya
dan bukan menceritakan tentang masa lalu.

Latar (Setting) :
 Latar tempat: Di Kerajaan, daerah tepi laut, dan di Negeri Patani Darussalam.
 Latar Waktu: Pada Masa Pemerintahan Paya Tu Naqpa
 Latar Suasana: -

Sudut pandang:
Penulis sebagai orang ke tiga (pengamat).
Cerita ini seperti dikisahkan oleh seseorang dan menggunakan diaan seperti “Inilah suatu kisah yang
diceterakan oleh orang tua-tua, asal raja yang berbuat negeri Patani Darussalam itu”

Gaya bahasa:
Melayu dan sulit dimengerti serta klise atau diulang-ulang.

Amanat:
 Bertindak tegaslah dalam sesuatu pendirian
 Patuhi dan taatlah kepada pemerintahan pemimpin/raja (yang adil)
 Berusahalah dengan gigih dalam suatu usaha dan tetap berikhtiar
 Dalam menjalankan tugas atau janji kita harus amanah
 Janganlah bersikap curang dan melanggar perintah/larangan pihak berkuasa
 Jika ingin membantu orang lain, tidak usah mengharapkan imbalan
 Kita tidak boleh mengiming-imingi seseorang dengan harta dan tahta
 Tuntutlah ilmu demi memiliki wawasan yang luas.

Unsur Ekstrinsik Hikayat Patani

Nilai Moral
 Seorang Syaikh Sa’id yang mengajak raja dan para keluarganya masuk Islam, dan bukan
menyembah berhala. Serta dia tidak mengharap imbalan ketika menyembuhkan raja.
 Perbuatan seorang Raja yang ingkar janji untuk masuk Islam, demi penyakitnya agar cepat
sembuh.
 Seorang yang berprilaku sombong dan angkuh karena menggap dirinya yang paling berkuasa.
 Perbuatan seorang raja yang menganggap semua perbuatan dengan imbalan yang berupa harta.

Nilai Sosial
 Seorang raja yang kurang membaur kepada rakyatnya, sehingga ketika ia sakit tak satupun
orang yang ada di daerah negeri itu mengacuhkannya.
 Perilaku yang tidak bertanggung jawab membawa agama Islam kepada rakyat dan para
mentrinya.

Nilai Agama
 Seorang Raja yang lebih menyembah berhala dibanding menyembah Tuhan.
 Perbuatan Raja ketika ia menepati janjinya kepada Syaikh Sa’id untuk membawa agama Islam,
maka dia pun masuk islam, tetapi perbuatan untuk menyembah berhala dan memakan babi pun
masih dilakukannya.
 Perilaku raja yang meremehkan janjinya untuk membawa agama Islam kekehidupannya.
PERBEDAAN HIKAYAT & CERPEN
Berikut ini beberapa perbedaan hikayat dan cerpen dalam unsur-unsur tersebut telah saya rangkum
dalam bentuk tabel.

1. Tema
Perbedaan pertama terletak pada unsur tema. Tema adalah gagasan atau ide utama yang
melatarbelakangi sebuah cerita. Pada hikayat, tema biasanya hanya berkaitan dengan perjuangan
seorang pahlawan hingga akhirnya menjadi raja, mendapatkan permaisuri, atau membawa kerajaannya
ke masa kejayaan. Sementara itu, pada cerpen, tema cenderung lebih variatif dan tidak terbatas pada
latar belakang tertentu saja. Kita bisa menemukan cerpen dengan tema-tema dengan pilihan yang
beragam, seperti tema persahabatan, percintaan, keluarga, agama, dan lain sebagainya.
2. Latar
Latar adalah keterangan waktu, tempat, dan suasana yang melatarbelakangi sebuah cerita. Pada
hikayat, latar tempat sangat menonjol, yaitu istana dan lingkungan sekitarnya. Sedangkan pada novel
dan cerpen, latar sangat bervariasi, baik tempat, waktu, maupun suasananya.
3. Tokoh
Tokoh adalah seseorang yang diciptakan oleh pengarang di dalam sebuah cerita yang kemudian
mengalami peristiwa dan atau melakuan sesuatu di dalam cerita tersebut. Pada hikayat, tokoh terbatas
hanya pada raja, ratu, permaisuri, atau rakyat jelata yang dikisahkan hidup di lingkungan kerajaan.
Sedangkan pada cerpen, tokoh yang diciptakan pengarang secara tidak terbatas.
4. Penokohan
Penokohan adalah penggambaran sifat tokoh dalam cerita, baik itu fisik maupun wataknya. Pada
hikayat, penokohan kerap bersifat mutlak, artinya yang baik akan selalu baik dari awal hingga akhir,
begitupun sebaliknya. Sementara itu, pada cerpen penokohan cenderung lebih realistis, artinya yang
baik tidak selalu baik dan yang jahat tidak selalu jahat. Para cerpen, penokohan lebih dinamis
tergantung pada jalan cerita yang disajikan.
5. Alur
Perbedaan hikayat dan cerpen selanjutnya terletak pada alur cerita. Alur adalah rangkaian dari penyajian
cerita. Untuk diketahui, berdasarkan jenis waktunya, alur terbagi atas alur maju (progresif), alur mundur
(flash back), atau alur campuran. Pada hikayat, alur yang digunakan biasanya alur maju, yaitu
menceritakan perjuangan seseorang melewati segala lika-liku hidup dengan rintangannya, kemudian dia
berhasil menjadi raja. Sementara pada cerpen, alur maju, alur mundur, dan alur campuran bisa
digunakan secara lebih fleksibel.
6. Sudut pandang
Sudut pandang adalah cara pandang pengarang menempatkan posisinya dalam sebuah cerita. Sudut
pandang dibagi menjadi tiga macam, yaitu : Sudut pandang orang pertama (akuan) adalah sudut
pandang pengarang sebagai seorang subjek atau tokoh yang ikut dalam cerita. Sudut pandang orang
ketiga terbatas (diaan-terbatas) adalah sudut pandang pengarang yang berperan sebagai pengamat saja
dalam cerita. Sudut pandang orang ketiga mahatahu (diaan-mahatahu) adalah sudut pandang
pengarang yang berperan sebagai pencerita yang maha tahu tentang semua yang sedang dan akan
terjadi dalam cerita. Pada hikayat, sudut pandang diaan-mahatahu lebih sering digunakan, terlebih
karena pengarangnya biasanya bersifat anonim. Sementara itu, pada cerpen ketiga sudut pandang di
atas bisa ditemukan.
7. Gaya Bahasa
Gaya bahasa adalah gaya pengarang dalam menggunakan bahasa saat mengungkapkan ide, gagasan,
dan perasaan dalam sebuah cerita. Pada hikayat, gaya bahasa bersifat statis dan mengandung
ungkapan klise sepert alkisah, syahdan, hatta, pada suatu hari, dan lain sebagainya. Sementara pada
cerpen, gaya bahasa cenderung dinamis dan mengikuti perkembangan zaman.
8. Amanat
Amanat adalah ajaran moral yang terkandung dari sebuah cerita. Hikayat biasanya memiliki amanat
yang mutlak dan biasanya ditulis secara eksplisit. Sedangkan pada cerpen, amanat tidak bersifat mutlak
dan tidak selalu ditulis secara eksplisit, bahkan cenderung implisit.

Anda mungkin juga menyukai