(Markus 15 : 20b-32)
Saudara-saudara yang dikasihi Tuhan Yesus.
Bahwa melalui peristiwa penderitaan, kematian Yesus di kayu salib, memberi keselamatan bagi umat manusia,
sehingga setiap orang yang percaya dan menerima Yesus sebagai Tuhan dan Juruselamat diselamatkan dan menerima
anugerah hidup baru dalam Yesus, juga kehidupan kekal, sebagai orang yang beriman kepada Yesus. Saudara-saudara
berada dalam posisi mana? Sebagai pengikut Yesus yang bersedia memikul salib atau sebagai penghujat yang tidak percaya
kuasa ke-AllahanNya atau sebagai orang yang mengakui bahwa “Ia ini sungguh Anak Allah”?
Firman Tuhan dalam Markus 15 : 20b-32 menjelaskan tentang Yesus yang disalib dan mati. Disaksikan bahwa dalam
perjalanan keluar kota, rombongan itu bertemu dengan Simon dan mereka memaksa Simon untuk memikul salib, hingga tiba di
Golgota. Kemudian mereka memberi Yesus minum anggur dicampur empedu, setelah itu Yesus mengecap tetapi Ia tidak
meminumnya. Sesudah itu Yesus disalibkan dan mereka membagi-bagikan pakaianNya dan membuang undi. Diatas kayu salib
tertulis mengapa Yesus dihukum, “INILAH RAJA ORANG YAHUDI” (INRI). Yesus disalibkan bersama dua orang penyamun.
Ketika orang lewat mereka menghujat Yesus tetapi Ia hanya diam. Pada jam 3, Ia menyerahkan nyawaNya dan mati; tabir Bait
Suci terbelah dua dan orang-orang mati bangkit. Dan orang menyaksikannya mengakui bahwa Ia ini Anak Allah.
Melalui peristiwa penderitaan, memikul Salib sampai pada kematian Yesus, penulis Injil Markus hendak memberikan
suatu gambaran kepada kita bagaimana cara hidup yang tidak hanya mementingkan diri sendiri. Melainkan harus solider
terhadap sesama apalagi hidup dalam penderitaan. Tindakan solider menurut kesaksian penulis Injil Markus, yaitu ketika Yesus
jatuh bangun dalam kelelahan dan sangat menderita saat memikul salib menuju bukit Golgota yang juga dinamakan tengkorak
beratnya tekanan salib yang dipukul Yesus mengundang solidaritas dari Simon orang Kirene. Meskipun pada mulanya, ia
dipaksa untuk memikul salib Yesus, namun bagaimanapun juga adalah tanda rasa solidaritasnya yang kemudian rela
menggatikan Yeuss berjalan di jalan penyaliban, menuju bukit Golgota.
Penulis Injil Markus memberi bimbingan, juga mengarahkan jemaat dalam hal etika bahwa kehidupan bersama selaku
persekutuan yang saling mengasihi dan bersolidaritas sebagaimana keberadaan mereka sebagai orang Kristen dengan latar
belakang yang berbeda, kesemuanya ini membutuhkan penyesuaian diri, saling memahami dan saling menerima satu dengan
yang lain, saling berbagi dan menolong. Kitapun menyadari bahwa sebagai keluarga Kristen tidak jarang kita menghancurkan
dan mengecewakan hai Tuhan, melebihi tindakan para serdadu romawi yang bergembira mencabik-cabik pakaian keagungan
Yesus. Oleh karena itu, kita masing-masing memohon pengampunan dan pembaharuan dari Tuhan. Dengan demikian,
masing-masing kitab oleh dilayakkan dengan kesetiaan, kerendahan hati, Yesus rela menderita demi keselamatan manusia.
MEISY SUMIGAR
Kelas : IX A SMP Negeri 2 Langowan