Anda di halaman 1dari 29

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Konsep Keluarga


2.1.1 Definisi keluarga
Keluarga adalah dua orang atau lebih yang hidup bersama dengan
ikatan perkawinan dan memiliki kedekatan emosi yang masing-
masing mengidentifikasi diri sebagai bagian dari keluarga (Susanto,
2012).

Keluarga adalah kumpulan dari dua atau lebih individu yang diikat
oleh hubungan darah, perkawinan atau adopsi dan setiap anggota
keluarga selalu berinteraksi satu sama lain (Harmoko, 2012).

Menurut WHO (1969) keluarga merupakan anggota rumah tangga


yang saling berhubungan melalui pertalian darah , adopsi atau
perkawinan (Setiadi, 2008). Sedangkan menurut Depkes RI ( 1988)
keluarga adalah inti terkecil dari masyarakat yang terdiri atas kepala
keluarga dan beberapa orang yang berkumpul dan tinggal di suatu
tempat di bawah suatu atap dalam keadaan saling ketergantungan
(Setiadi, 2008).

Jadi dapat disimpulkan bahwa keluarga adalah inti terkecil dalam


masyarakat terdiri dari dua orang atau lebih yang hidup bersama di
bawah suatu atap dengan ikatan perkawianan, darah atau adopsi yang
memiliki kedekatan emosi dan saling ketergantungan.

Dari beberapa definisi di atas dapat disimpulkan bahwa karakteristik


keluarga adalah:
2.1.1.1 Terdiri dari dua atau lebih individu yang diikat oleh
hubungan darah, perkawinan atau adopsi
2.1.1.2 Anggota keluarga biasanya hidup bersama atau jika terpisah
mereka tetap memperhatikan satu sama lain
2.1.1.3 Anggota keluarga berinteraksi satu sama lain dan masing-
masing mempunyai peran sosial : suami, istri, anak, kakak
dan adik
2.1.1.4 Mempunyai tujuan : menciptakan dan mempertahankan
budaya, meningkatkan perkembangan fisik, psikologis, dan
sosial anggota.
2.1.2 Struktur keluarga
2.1.2.1 Patrilineal : keluarga sedarah yang terdiri dari sanak saudara
sedarah dalam beberapa generasi, dimana hubungan itu
disusun melalui jalur ayah
2.1.2.2 Matrilineal : keluarga sedarah yang terdiri dari sanak saudara
sedarah dalam beberapa generasi dimana hubungan itu
disusun melalui jalur garis ibu
2.1.2.3 Matrilokal : sepasang suami istri yang tinggal bersama
keluarga sedarah ibu
2.1.2.4 Patrilokal : sepasang suami istri yang tinggal bersama
keluarga sedarah suami
2.1.2.5 Keluarga kawinan : hubungan suami istri sebagai dasar bagi
pembinaan keluarga, dan beberapa sanak saudara yang
menjadi bagian keluarga karena adanya hubungan dengan
suami atau istri.
2.1.3 Ciri-Ciri Struktur Keluarga
2.1.3.1 Terorganisasi : saling berhubungan, saling ketergantungan
antara anggota keluarga
2.1.3.2 Ada keterbatasan : setiap anggota memiliki kebebasan, tetapi
mereka juga mempunyai keterbatasan dalam mejalankan
fungsi dan tugasnya masing-masing
2.1.3.3 Ada perbedaan dan kekhususan : setiap anggota keluarga
mempunyai peranan dan fungsinya masing-masing.
2.1.4 Macam-Macam Struktur / Tipe / Bentuk Keluarga
2.1.4.1 Tradisional :
a. The nuclear family (keluarga inti): Keluarga yang terdiri
dari suami, istri dan anak.
b. The dyad family: Keluarga yang terdiri dari suami dan
istri (tanpa anak) yang hidup bersama dalam satu rumah
c. Keluarga usila: Keluarga yang terdiri dari suami istri
yang sudah tua dengan anak sudah memisahkan diri
d. The childless family:Keluarga tanpa anak karena
terlambat menikah dan untuk mendapatkan anak
terlambat waktunya, yang disebabkan karena mengejar
karir/pendidikan yang terjadi pada wanita
e. The extended family (keluarga luas/besar): Keluarga yang
terdiri dari tiga generasi yang hidup bersama dalam satu
rumah seperti nuclear family disertai : paman, tante,
orang tua (kakak-nenek), keponakan, dll)
f. The single-parent family (keluarga duda/janda): Keluarga
yang terdiri dari satu orang tua (ayah dan ibu) dengan
anak, hal ini terjadi biasanya melalui proses perceraian,
kematian dan ditinggalkan (menyalahi hukum
pernikahan)
g. Commuter family: Kedua orang tua bekerja di kota yang
berbeda, tetapi salah satu kota tersebut sebagai tempat
tinggal dan orang tua yang bekerja diluar kota bisa
berkumpul pada anggota keluarga pada saat akhir pekan
(week-end)
h. Multigenerational family:Keluarga dengan beberapa
generasi atau kelompok umur yang tinggal bersama
dalam satu rumah
i. Kin-network family:Beberapa keluarga inti yang tinggal
dalam satu rumah atau saling berdekatan dan saling
menggunakan barang-barang dan pelayanan yang sama.
Misalnya : dapur, kamar mandi, televisi, telpon, dll)
j. Blended family:Keluarga yang dibentuk oleh duda atau
janda yang menikah kembali dan membesarkan anak dari
perkawinan sebelumnya
k. The single adult living alone / single-adult
family:Keluarga yang terdiri dari orang dewasa yang
hidup sendiri karena pilihannya atau perpisahan
(separasi), seperti : perceraian atau ditinggal mati
2.1.4.2 Non-Tradisional
a. The unmarried teenage mother: Keluarga yang terdiri dari
orang tua (terutama ibu) dengan anak dari hubungan tanpa
nikah
b. The stepparent family:Keluarga dengan orangtua tiri
c. Commune family
d. Beberapa pasangan keluarga (dengan anaknya) yang tidak
ada hubungan saudara, yang hidup bersama dalam satu
rumah, sumber dan fasilitas yang sama, pengalaman yang
sama, sosialisasi anak dengan melalui aktivitas
kelompok/membesarkan anak bersama
e. The nonmarital heterosexual cohabiting family: Keluarga
yang hidup bersama berganti-ganti pasangan tanpa melalui
pernikahan
f. Gay and lesbian families:Seseorang yang mempunyai
persamaan sex hidup bersama sebagaimana pasangan
suami-istri (marital partners)
g. Cohabitating couple:Orang dewasa yang hidup bersama
diluar ikatan perkawinan karena beberapa alasan tertentu
h. Group-marriage family:Beberapa orang dewasa yang
menggunakan alat-alat rumah tangga bersama, yang
merasa telah saling menikah satu dengan yang lainnya,
berbagi sesuatu, termasuk sexual dan membesarkan
anaknya
i. Group network family: Keluarga inti yang dibatasi oleh set
aturan/nilai-nilai, hidup berdekatan satu sama lain dan
saling menggunakan barang-barang rumah tangga
bersama, pelayanan dan bertanggung jawab membesarkan
anaknya
j. Foster family:Keluarga menerima anak yang tidak ada
hubungan keluarga/saudara dalam waktu sementara, pada
saat orangtua anak tersebut perlu mendapatkan bantuan
untuk menyatukan kembali keluarga yang aslinya
k. Homeless family: Keluarga yang terbentuk dan tidak
mempunyai perlindungan yang permanen karena krisis
personal yang dihubungkan dengan keadaan ekonomi dan
atau problem kesehatan mental
l. Gang:Sebuah bentuk keluarga yang destruktif, dari orang-
orang muda yang mencari ikatan emosional dan keluarga
yang mempunyai perhatian, tetapi berkembang dalam
kekerasan dan kriminal dalam kehidupannya.

2.1.5 Tahap-Tahap Kehidupan/Perkembangan Keluarga


Meskipun setiap keluarga melalui tahapan perkembangannya secara
unik, namun secara umum seluruh keluarga mengikuti pola yang sama
(Rodgers cit Friedman, 1999)
2.1.5.1 Pasangan baru (keluarga baru)Keluarga baru dimulai saat
masing-masing individu laki-laki dan perempuan membentuk
keluarga melalui perkawinan yang sah dan meninggalkan
(psikologis) keluarga masing-masing:
a. Membina hubungan intim yang memuaskan
b. Membina hubungan dengan keluarga lain, teman,
kelompok sosial
c. Mendiskusikan rencana memiliki anak
2.1.5.2 Keluarga child-bearing (kelahiran anak pertama)
Keluarga yang menantikan kelahiran, dimulai dari kehamilan
samapi kelahiran anak pertama dan berlanjut damapi anak
pertama berusia 30 bulan:
a. Persiapan menjadi orang tua
b. Adaptasi dengan perubahan anggota keluarga, peran,
interaksi, hubungan sexual dan kegiatan keluarga
c. Mempertahankan hubungan yang memuaskan dengan
pasangan
2.1.5.3 Keluarga dengan anak pra-sekolah
Tahap ini dimulai saat kelahiran anak pertama (2,5 bulan)
dan berakhir saat anak berusia 5 tahun:
a. Memenuhi kebutuhan anggota keluarga, seperti kebutuhan
tempat tinggal, privasi dan rasa aman
b. Membantu anak untuk bersosialisasi
c. Beradaptasi dengan anak yang baru lahir, sementara
kebutuhan anak yang lain juga harus terpenuhi
d. Mempertahankan hubungan yang sehat, baik di dalam
maupun di luar keluarga (keluarga lain dan lingkungan
sekitar)
e. Pembagian waktu untuk individu, pasangan dan anak
(tahap yang paling repot)
f. Pembagian tanggung jawab anggota keluarga
g. Kegiatan dan waktu untuk stimulasi tumbuh dan kembang
anak
2.1.5.4 Keluarga dengan anak sekolah
Tahap ini dimulai saat anak masuk sekolah pada usia enam
tahun dan berakhir pada usia 12 tahun. Umumnya keluarga
sudah mencapai jumlah anggota keluarga maksimal, sehingga
keluarga sangat sibuk:
a. Membantu sosialisasi anak : tetangga, sekolah dan
lingkungan
b. Mempertahankan keintiman pasangan
c. Memenuhi kebutuhan dan biaya kehidupan yang semakin
meningkat, termasuk kebutuhan untuk meningkatkan
kesehatan anggota keluarga
2.1.5.5 Keluarga dengan anak remaja
Dimulai pada saat anak pertama berusia 13 tahun dan
biasanya berakhir sampai 6-7 tahun kemudian, yaitu pada
saat anak meninggalkan rumah orangtuanya. Tujuan keluarga
ini adalah melepas anak remaja dan memberi tanggung jawab
serta kebebasan yang lebih besar untuk mempersiapkan diri
menjadi lebih dewasa:
a. Memberikan kebebasan yang seimbang dengan tanggung
jawab, mengingat remaja sudah bertambah dewasa dan
meningkat otonominya
b. Mempertahankan hubungan yang intim dalam keluarga
c. Mempertahankan komunikasi terbuka antara anak dan
orangtua. Hindari perdebatan, kecurigaan dan permusuhan
d. Perubahan sistem peran dan peraturan untuk tumbuh
kembang keluarga
2.1.5.6 Keluarga dengan anak dewasa (pelepasan)
Tahap ini dimulai pada saat anak pertama meninggalkan
rumah dan berakhir pada saat anak terakhir meninggalkan
rumah. Lamanya tahap ini tergantung dari jumlah anak dalam
keluarga, atau jika ada anak yang belum berkeluarga dan
tetap tinggal bersama orang tua:
a. Memperluas keluarga inti menjadi keluarga besar
b. Mempertahankan keintiman pasangan
c. Membantu orangtua suami/istri yang sedang sakit dan
memasuki masa tua
d. Membantu anak untuk mandiri di masyarakat
e. Penataan kembali peran dan kegiatan rumah tangga
2.1.5.7 Keluarga usia pertengahan
Tahap ini dimulai pada saat anak yang terakhir meninggalkan
rumah dan berakhir saat pensiun atau salah satu pasangan
meninggal:
a. Mempertahankan kesehatan
b. Mempertahankan hubungan yang memuaskan dengan
teman sebaya dan anak-anak
c. Meningkatkan keakraban pasangan
2.1.5.8 Keluarga usia lanjut
Tahap terakhir perkembangan keluarga ini dimulai pada saat
salah satu pasangan pensiun, berlanjut saat salah satu
pasangan meninggal damapi keduanya meninggal:
a. Mempertahankan suasana rumah yang menyenangkan
b. Adaptasi dengan peruabahan kehilangan pasangan, teman,
kekuatan fisik dan pendapatan
c. Mempertahankan keakraban suami istri dan saling
merawat
d. Mempertahankan hubungan dengan anak dan sosial
masyarakat
e. Melakukan life review (merenungkan hidupnya).

2.1.6 Tugas Keluarga di Bidang Kesehatan


Menurut Setiadi (2008), Keluarga mempunyai tugas di bidang

kesehatan yang perlu dipahami dan dilakukan, meliputi :

1. Mengenal masalah kesehatan keluarga. Orang tua perlu


mengenal keadaan kesehatan dan perubahan -perubahan yang
dialami anggota keluarga. Perubahan sekecil apapun yang
dialami anggota keluarga secara tidak langsung menjadi perhatian
orang tua atau keluarga.
2. Memutuskan tindakan kesehatan yang tepat bagi keluarga. Tugas
ini merupakan upaya keluarga yang utama untuk mencari pertolongan
yang tepat sesuai dengan keadaan keluarga, dengan pertimbangan
siapa diantara keluarga yang mempunyai kemampuan memutuskan
untuk menentukan tindakan keluarga. Tindakan kesehatan yang
dilakukan oleh keluarga diharapkan tepat agar masalah kesehatan
dapat dikurangi atau bahkan teratasi.
3. Merawat keluarga yang mengalami gangguan kesehatan. Seringkali
keluarga telah mengambil tindakan yang tepat dan benar, tetapi
keluarga memiliki keterbatasan yang telah diketahui keluarga
sendiri. Anggota keluarga yang mengalami gangguan kesehatan
perlu mendapatkan tindak lanjut atau perawatan agar masalah yang
lebih parah tidak terjadi. Perawatan dapat dilakukan di institusi
pelayanan kesehatan atau di rumah apabila keluarga telah
memiliki kemampuan melakukan tindakan untuk pertolongan
pertama. Memodifikasi lingkungan keluarga untuk menjamin
kesehatan keluarga.
4. Memanfaatkan fasilitas pelayanan kesehatan di sekitarnya bagi
keluarga.
5. Mempertahankan hubungan timbal-balik antara keluarga dan lembaga
kesehatan (pemanfaatan kesehatan yang ada).

2.1.7 Teori Asuhan Keperawatan Keluarga


1. Pengkajian
Pengumpulan data dalam pengkajian dilakukan dengan wawancara,
observasi, dan pemeriksaan fisik dan studi dokumentasi.
Pengkajian asuhan keperawatan keluarga menurut teori/model
Family Centre Nursing Friedman (1988), meliputi 7 komponen
pengkajian yaitu :
a. Data Umum
1) Identitas kepala keluarga
2) Komposisi anggota keluarga
3) Genogram
4) Tipe keluarga
5) Suku bangsa
6) Agama
7) Status sosial ekonomi keluarga
b. Aktifitas rekreasi keluarga
1) Riwayat dan tahap perkembangan keluarga
2) Tahap perkembangan keluarga saat ini
3) Tahap perkembangan keluarga yang belum terpenuhi
4) Riwayat keluarga inti
5) Riwayat keluarga sebelumnya
c. Lingkungan
1) Karakteristik rumah
2) Karakteristik tetangga dan komunitas tempat tinggal
3) Mobilitas geografis keluarga
4) Perkumpulan keluarga dan interaksi dengan masyarakat
5) System pendukung keluarga
d. Struktur keluarga
1) Pola komunikasi keluarga
2) Struktur kekuatan keluarga
3) Struktur peran (formal dan informal)
4) Nilai dan norma keluarga
e. Fungsi keluarga
1) Fungsi afektif
2) Fungsi sosialisasi
3) Fungsi perawatan kesehatan
f. Stress dan koping keluarga
1) Stressor jangka panjang dan stressor jangka pendek serta
kekuatan keluarga
2) Respon keluarga terhadap stress
3) Strategi koping yang digunakan
4) Strategi adaptasi yang disfungsional
g. Pemeriksaan fisik
1) Tanggal pemeriksaan fisik dilakukan
2) Pemeriksaan kesehatan dilakukan pada seluruh anggota
keluarga
3) Aspek pemeriksaan fisik mulai dari vital sign, rambut,
kepala, mata, mulut, THT, leher, thoraks, abdomen,
ekstremitas atas dan bawah, system genetalia
4) Kesimpulan dari hasil pemeriksaan fisik
h. Harapan keluarga
1) Terhadap masalah kesehatan keluarga
2) Terhadap petugas kesehatan yang ada

Ada beberapa tahap yang perlu dilakukan saat pengkajian menurut Supraji
(2004) yaitu:
a. Membina hubungan baik
Dalam membina hubungan yang baik, hal yang perlu dilakukan
antara lain, perawat memperkenalkan diri dengan sopan dan ramah
tamah, menjelaskan tujuan kunjungan, meyakinkan keluarga bahwa
kehadiran perawat adalah menyelesaikan masalah kesehatan yang
ada di keluarga, menjelaskan luas kesanggupan bantuan perawat
yang dapat dilakukan, menjelaskan kepada keluarga siapa tim
kesehatan lain yang ada di keluarga.
b. Pengkajian awal
Pengkajian ini terfokus sesuai data yang diperoleh dari unit
pelayanan kesehatan yang dilakukan.
c. Pengkajian lanjutan (tahap kedua)
Pengkajian lanjutan adalah tahap pengkajian untuk memperoleh data
y6ang lebih lengkap sesuai masalah kesehatan keluarga yang
berorientasi pada pengkajian awal. Disini perawat perlu
mengungkapkan keadaan keluarga hingga penyebab dari masalah
kesehatan yang penting dan paling dasar.

2 Diagnosa Keperawatan
Diagnosa keperawatan adalah pernyataan yang menggunakan dan
menggambarkan respons manuasia. Dimana keadaan sehat atau
perubahan pola interaksi potensial/actual dari individu atau kelompok
dimana perawat dapat menyusun intervensi-intervensi definitive untuk
mempertahankan status kesehatan atau untuk mencegah perubahan
(Carpenito, 2000).
Untuk menegakkan diagnosa dilakukan 2 hal, yaitu:
a. Anallisa data
Mengelompokkan data subjektif dan objektif, kemudian
dibandingkan dengan standar normal sehingga didapatkan masalah
keperawatan.
b. Perumusan diagnosa keperawatan
Komponen rumusan diagnosa keperawatan meliputi:
1) Masalah (problem) adalah suatu pernyataan tidak terpenuhinya
kebutuhan dasar manusia yang dialami oleh keluarga atau
anggota keluarga.
2) Penyebab (etiologi) adalah kumpulan data subjektif dan objektif.
3) Tanda (sign) adalah sekumpulan data subjektif dan objektif yang
diperoleh perawat dari keluarga secara langsung atau tidak
langsung atau tidak yang emndukung masalah dan penyebab.
Dalam penyusunan masalah kesehatan dalam perawatan keluarga
mengacu pada tipologi diagnosis keperawatan keluarga yang dibedakan
menjadi 3 kelompok, yaitu:
1) Diagnosa sehat/Wellness/potensial
Yaitu keadaan sejahtera dari keluarga ketika telah mampu memenuhi
kebutuhan kesehatannya dan mempunyai sumber penunjang
kesehatan yang memungkinkan dapat digunakan. Perumusan
diagnosa potensial ini hanya terdiri dari komponen Problem (P) saja
dan sign /symptom (S) tanpa etiologi (E).
2) Diagnosa ancaman/risiko
Yaitu masalah keperawatan yang belum terjadi. Diagnosa ini dapat
menjadi masalah actual bila tidak segera ditanggulangi. Perumusan
diagnosa risiko ini terdiri dari komponen problem (P), etiologi (E),
sign/symptom (S).
3) Diagnosa nyata/actual/gangguan
Yaitu masalah keperawatan yang sedang dijalani oleh keluarga dan
memerlukn bantuan dengan cepat. Perumusan diagnosa actual terdiri
dari problem (P), etiologi (E), dan sign/symptom (S). Perumusan
problem (P) merupakan respons terhadap gangguan pemenuhan
kebutuhan dasar. Sedangkan etiologi mengacu pada 5 tugas
keluarga.

Dalam Friedman (!998) diagnosa-diagnosa keperawatan pilihan NANDA


yang cocok untuk praktek keperawatan keluarga seperti tabel dibawah
ini:
Kategori Diagnosa NANDA Diagnosa Keperawatan
Persepsi kesehatan-pola Manajemen kesehatan yang dapat di ubah
manajemen kesehatan Perilaku mencari sehat
Kognitif-pola latihan Kerusakan penatalaksanaan lingkungan rumah
Peran-pola persepsi Kurang pengetahuan
Konflik keputusan
Peran-pola hubungan Berduka antisipasi
Berduka disfungsional
Konflik peran orang tua isolasi social
Perubahan dalam proses keluarga
Perubahan penampilan peran
Risiko perubahan dalam menjadi orang tua
Perubahan menjadi orang tua
Risiko terhadap kekerasan
Koping pola – pola toleransi Koping keluarga potensial terhadap
terhadap stress pertumbuhan
Koping keluarga tidak efektif : menurun
Koping keluarga tidak efektif : kecacatan

1. Perencanaan
Perencanaan adalah sekumpulan tindakan yang ditentukan perawat
untuk dilaporkan dalam memecahkan masalah kesehatan dan
keperawatan yang telah diidentifikasi. Penyusunan rencana perawatan
dilakukan dalam 2 tahap yaitu pemenuhan skala prioritas dan rencana
perawatan (Supraji, 2004).
a. Skala prioritas
Prioritas didasarkan pada diagnosis keperawatan yang mempunyai
skor tinggi dan disusun berurutan sampai yang mempunyai skor
terendah. Dalam menyusun prioritas masalah kesehatan dan
keperawatan keluarga harus didasarkan beberapa criteria sebagai
berikut :
1) Sifat masalah (actual, risiko, potensial)
2) Kemungkinan masalah dapat diubah
3) Potensi masalah untuk dicegah
4) Menonjolnya masalah
Skoring dilakukan bila perawat merumuskan diagnosa keperawatan
telah dari satu proses skoring menggunakan skala yang telah
dirumuskan oleh Bailon dan Maglay (1978) dalam Effendy (1998).

Kriteria Bobot Skor


Sifat masalah 1 Aktual =3
Risiko =2
Potensial =1
Kemungkinan masalah 2 Mudah =2
untuk dipecahkan Sebagian =1
Tidak dapat = 0
Potensi masalah untuk 1 Tinggi =3
dicegah Cukup =2
Rendah =1
Menonjolnya masalah 1 Segera diatasi = 2
Tidak segera diatasi = 1
Tidak dirasakan adanya masalah
=0

Proses scoring dilakukan untuk setiap diagnosa keperawatan :


 Tentukan skornya sesuai dengan kriteria yang dibuat perawat
 Skor dibagi dengan angka tertinggi dan dikaitkan dengan bobot
 Jumlahkan skor untuk semua criteria
 Skor tertinggi berarti prioritas (skor tertinggi 5)

b. Rencana
Langkah pertama yang dilakukan adalah merumuskan tujuan
keperawatan. Tujuan dirumuskan untuk mengetahui atau mengatasi
serta meminimalkan stressor dan intervensi dirancang berdasarkan
tiga tingkat pencegahan. Pencegahan primer untuk memperkuat garis
pertahanan fleksibel, pencegahan sekunder untuk memperkuat garis
pertahanan sekunder, dan pencegahan tersier untuk memperkuat
garis pertahanan tersier (Padila, 2012).
Tujuan terdiri dari tujuan jangka panjang dan tujuan jangka pendek.
Tujuan jangka panjang mengacu pada bagaimana mengatasi
problem/masalah (P) di keluarga. Sedangkan penetapan tujuan
jangka pendek mengacu pada bagaimana mengatasi etiologi yang
berorientasi pada lima tugas keluarga.
Adapun bentuk tindakan yang akan dilakukan dalam intervensi
nantinya adalah sebagai berikut :
1) Menggali tingkat pengetahuan atau pemahaman keluarga
mengenai masalah
2) Mendiskusikan dengan keluarga mengenai hal-hal yang belum
diketahui dan meluruskan mengenai intervensi/interpretasi yang
salah.
3) Memberikan penyuluhan atau menjelaskan dengan keluarga
tentang faktor-faktor penyebab, tanda dan gejala, cara menangani,
cara perawatan, cara mendapatkan pelayanan kesehatan dan
pentingnya pengobatan secara teratur.
4) Memotivasi keluarga untuk melakukan hal-hal positif untuk
kesehatan.
5) Memberikan pujian dan penguatan kepada keluarga atas apa yang
telah diketahui dan apa yang telah dilaksanakan.

2. Pelaksanaan
Pelaksanaan dilaksanakan berdasarkan pada rencana yang telah disusun.
Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam pelaksanaan tindakan
keperawatan terhadap keluarga yaitu :
a. Sumber daya keluarga
b. Tingkat pendidikan keluarga
c. Adat istiadat yang berlaku
d. Respon dan penerimaan keluarga
e. Sarana dan prasarana yang ada pada keluarga.

5. Evaluasi
Evaluasi merupakan kegiatan membandingkan antara hasil implementasi
dengan criteria dan standar yang telah ditetapkan untuk melihat
keberhasilannya. Kerangka kerja valuasi sudah terkandung dalam
rencana perawatan jika secara jelas telah digambarkan tujuan perilaku
yang spesifik maka hal ini dapat berfungsi sebagai criteria evaluasi bagi
tingkat aktivitas yang telah dicapai (Friedman,1998)
Evaluasi disusun mnggunakan SOAP dimana :
S : Ungkapan perasaan atau keluhan yang dikeluhkan secara subyektif
oleh
keluarga setelah diberikan implementasi keperawatan.
O : Keadaan obyektif yang dapat diidentifikasi oleh perawat
menggunakan
pengamatan yang obyektif.
A : Merupakan analisis perawat setelah mengetahui respon subyektif dan
obyektif.
P : Perencanaan selanjutnya setelah perawat melakukan analisis
(Suprajitno,2004)

2.2 KONSEP DASAR HIPERTENSI


2.2.1 Definisi Hipertensi
Suatu keadaan dimana tekanan systole dan diastole mengalami
kenaikan yang melebihi batas normal ( tekanan systole diatas 140
mmHg dan tekanan diastole diatas 90 mmHg) (Murwani, 2009).

Kondisi abnormal dari hemodinamik, dimana menurut WHO tekanan


sistolik ≥140 mmHg dan atau tekanan diastolic >90 mmHg (untuk
usia <60 tahun) dan tekanan sistolik ≥160 mmHg dan atau tekanan
diastolic >95 mmHg (untuk usia >60 tahun) (Nugroho, 2011).

Hipertensi adalah suatu keadaan dimana seseorang mengalami


peningkatan tekanan darah diatas normal yang ditunjukan oleh angka
systolic (bagian atas) dan bawah (diastolic) (Pudiastuti, 2011).

2.2.2 Etiologi Hipertensi


2.2.2.1 Berdasarkan penyebabnya, Hipertensi dapat digolongkan
menjadi 2 yaitu:
a. Hipertensi esensial atau primer
Penyebab pasti dari hipertensi esensial sampai saat ini
masih belum dapat diketahui.Namun, berbagai faktor
diduga turut berperan sebagai penyebab hipertensi primer,
seperti bertambahnya umur, stres psikologis, dan hereditas
(keturunan).Kurang lebih 90% penderita hipertensi
tergolong Hipertensi primer sedangkan 10% nya tergolong
hipertensi sekunder.
b. Hipertensisekunder
Hipertensi sekunder adalah hipertensi yang penyebabnya
dapat diketahui, antara lain kelainan pembuluh darah
ginjal, gangguan kelenjar tiroid (hipertiroid), penyakit
kelenjar adrenal (hiperaldosteronisme), dan lain lain.
Karena golongan terbesar dari penderita hipertensi adalah
hipertensia esensial, maka penyelidikan dan pengobatan
lebih banyak ditujukan ke penderita hipertensi esensial.
2.2.2.2 Berdasarkan faktor akibat Hipertensi terjadi peningkatan
tekanan darah di dalam arteri bisa terjadi melalui beberapa
cara:
a. Jantung memompa lebih kuat sehingga mengalirkan lebih
banyak cairan pada setiap detiknya
b. Terjadi penebalan dan kekakuan pada dinding arteri akibat
usia lanjut. Arteri besar kehilangan kelenturannya dan
menjadi kaku, sehingga mereka tidak dapat mengembang
pada saat jantung memompa darah melalui arteri tersebut.
Karena itu darah pada setiap denyut jantung dipaksa untuk
melalui pembuluh yang sempit daripada biasanya dan
menyebabkan naiknya tekanan.
c. Bertambahnya cairan dalam sirkulasi bisa menyebabkan
meningkatnya tekanan darah. Hal ini terjadi jika terdapat
kelainan fungsi ginjal sehingga tidak mampu membuang
sejumlah garam dan air dari dalam tubuh.Volume darah
dalam tubuh meningkat, sehingga tekanan darah juga
meningkat.
Oleh sebab itu, jika aktivitas memompa jantung
berkurang, arteri mengalami pelebaran, dan banyak cairan
keluar dari sirkulasi. Maka tekanan darah akan menurun
atau menjadi lebih kecil.
2.2.2.3 Berdasarkan faktor pemicu, Hipertensi dibedakan atas yang
tidak dapat dikontrol seperti umur, jenis kelamin, dan
keturunan. Pada 70-80% kasus Hipertensi primer, didapatkan
riwayat hipertensi di dalam keluarga.Apabila riwayat
hipertensi didapatkan pada kedua orang tua, maka dugaan
Hipertensi primer lebih besar.Hipertensi juga banyak
dijumpai pada penderita kembar monozigot (satu telur),
apabila salah satunya menderita Hipertensi.Dugaan ini
menyokong bahwa faktor genetik mempunyai peran didalam
terjadinya Hipertensi.
Sedangkan yang dapat dikontrol seperti kegemukan/obesitas,
stress, kurang olahraga, merokok, serta konsumsi alkohol dan
garam.Faktor lingkungan ini juga berpengaruh terhadap
timbulnya hipertensi esensial. Hubungan antara stress dengan
Hipertensi, diduga melalui aktivasi saraf simpatis. Saraf
simpatis adalah saraf yang bekerja pada saat kita beraktivitas,
saraf parasimpatis adalah saraf yang bekerja pada saat kita
tidak beraktivitas.

Peningkatan aktivitas saraf simpatis dapat meningkatkan


tekanan darah secara intermitten (tidak menentu). Apabila
stress berkepanjangan, dapat mengakibatkan tekanan darah
menetap tinggi. Walaupun hal ini belum terbukti, akan tetapi
angka kejadian di masyarakat perkotaan lebih tinggi
dibandingkan dengan di pedesaan. Hal ini dapat dihubungkan
dengan pengaruh stress yang dialami kelompok masyarakat
yang tinggal di kota.

Berdasarkan penyelidikan, kegemukan merupakan ciri khas


dari populasi Hipertensi dan dibuktikan bahwa faktor ini
mempunyai kaitan yang erat dengan terjadinya Hipertensi
dikemudian hari.Walaupun belum dapat dijelaskan hubungan
antara obesitas dan hipertensi esensial, tetapi penyelidikan
membuktikan bahwa daya pompa jantung dan sirkulasi
volume darah penderita obesitas dengan hipertensi lebih
tinggi dibandingan dengan penderita yang mempunyai berat
badan normal.

2.2.3 Manifestasi Klinis Hipertensi


Mekanisme Terjadinya Hipertensi Gejala-gejala hipertensi antara
lain pusing, muka merah, sakit kepala, keluar darah dari hidung secara
tiba-tiba, tengkuk terasa pegal,dan lain-lain. Dampak yang dapat
ditimbulkan oleh hipertensi adalah kerusakan ginjal, pendarahan pada
selaput bening (retina mata), pecahnya pembuluh darah di otak, serta
kelumpuhan.

Manifestasi klinis pada klien dengan hipertensi adalah :


1. Tekanan darah >140 mmHg sistol
2. Sakit kepala dan pusing
3. Epistaksis
4. Sesak napas
5. Emosi meningkat (tidak labil)
6. Susah tidur
7. Pandangan menjadi kabur kabur
8. Tegang pada leher.
(Mansjoer, 2010)

2.2.4 Patofisiologi
Tekanan akan sangat mempengaruhi terhadap tingginya desakan
darah. Tekanan ini terjadi pada pembuluh darah perifer. Tahanan
terbesar di alami oleh arteriolae sehingga perbedaan desakan besar
bila arteriolae menyempit akan menaikkan desakan darah. Stadium
pertama dari hipertensi sensiil adalah kenaikan tonus dari arteriolae.
(Arita Murwani, 2009).

Hipertensi disebabkan oleh banyak faktor penyebab seperti


penyempitan arteri renalis atau penyakit parenkim ginjal, berbagai
obat, disfungsi organ, tumor dan kehamilan. Gangguan emosi,
obesitas, konsumsi alkohol yang berlebihan, rangsangan kopi yang
berlebihan, tembakau dan obat-obatan dan faktor keturunan, faktor
umur. Faktor penyebab diatas dapat berpengaruh pada sistem saraf
simpatis.
Mekanisme yang mengontrol konstriksi dan relaksasi pembuluh darah
terletak dipusat vasomotor pada medula diotak. Dari pusat vasomotor
ini bermula jaras saraf simpatis, yang berlanjut ke korda spinalis dan
keluar dari kolumna medula spinalis ke ganglia simpatis ditoraks dan
abdomen. Rangsangan pusat vasomotor dihantarkan dalam bentuk
impuls yang bergerak ke bawah melalui sistem jarak simpatis ke
ganglia simpatis. Pada titik ini, neuron preganglion melepaskan
asetilkolin yang merangsang serabut saraf pasca ganglion ke
pembuluh darah dengan dilepaskannya norepinefrin mengakibatkan
kontriksi pembuluh darah. Pada saat bersamaan sistem saraf simpatis
merangsang pembuluh darah sebagai respon rangsang emosi kelenjar
adrenal terangsang, vasokonstriksi bertambah. Medula adrenal
mensekresi epinofrin menyebabkan vasokontriksi. Korteks adrenal
mensekresi kortisol dan steroid yang memperkuat respons
vasokontriksi dan mengakibatkan penurunan aliran darah ke ginjal
merangsang pelepasan renin. Renin merangsang pembentukan
angiptensin I dan diubah menjadi angiotensin II yang mengakibatkan
retensi natrium dan air yang menimbulkan odema.

Vasokontriksi pembuluh darah juga mengakibatkan peningkatan


tahanan perifer, meningkatnya tekanan arteri juga meningkatkan aliran
balik darah vena ke jantung dalam keadaan ini tubuh akan
berkompensasi untuk meningkatkan curah jantung mengalami
penurunan. Hal ini mempengaruhi suplai O2 miokardium berkurang
yang menimbulkan manifestasi klinis cianosis, nyeri dada/ angina,
sesak dan juga mempengaruhi suplai O2 ke otak sehingga timbul
spasme otot sehingga timbul keluhan nyeri kepala/pusing, sakit pada
leher. Tingginya tekanan darah yang terlalu lama akan merusak
pembuluh darah diseluruh tubuh seperti pada mata menimbulkan
gangguan pada penglihatan, jantung, ginjal dan otak karena jantung
dipaksa meningkatkan beban kerja saat memompa melawan tingginya
tekanan darah. Diotak tekanan darah tinggi akan meningkatkan
tekanan intra kranial yang menimbulkan manifestasi klinis penurunan
kesadaran, pusing, mual/muntah dan gangguan pada penglihatan
kadang-kadang sampai menimbulkan kelumpuhan. (Smeltzer, 2012).

Pertimbangan gerontologist, perubahan stuktural dan fungsional pada


sistem pembuluh perifer bertanggungjawab pada perubahan tekanan
darah yang terjadi pada usia lanjut. Perubahan tersebut meliputi
aterosklerosis, hilangnya elastisitas jaringan ikat, ddan penurunan
dalam relaksasi otot polos pembuluh darah, yang pada giliranya
menurunkan kemampuan distensi dan daya regang pembuluh darah.
Konsekuensinya, aorta dan arteri besar berkurang kemampuannya
dalam mengakomodasi volume darah yang dipompa oleh jantung
( volume sekuncup), mengakibatkan penurunan curah jantung dan
peningkatan tahan perifer (Brunner & Suddarth, 2012).

2.2.5 Pemeriksaan Penunjang Hipertensi


2.2.5.1 Hemoglobin / hematokrit : mengkaji hubungan dari sel-sel
terhadap volume cairan (viskositas) dan dapat
mengindikasikan faktor-faktor resiko seperti
hipokoagulabilitas, anemia
2.2.5.2 BUN/kreatinin : memberikan informasi tentang perfusi/fungsi
ginjal
2.2.5.3 Glukosa : Hiperglikemia (diabetes melitus adalah pencetus
hipertensi) dapat diakibatkan oleh peningkatan kadar
katekolamin (meningkatkan hipertensi)
2.2.5.4 Kalium serum : hipokalemia dapat mengindikasikan adanya
aldosteron utama (penyebab) atau menjadi efek samping
terapi diuretic
2.2.5.5 Kalsium serum : peningkatan kadar kalsium serum dapat
meningkatkan hipertensi
2.2.5.6 Kolesterol dan trigeliserida serum : peningkatan kadar dapat
mengindikasikan pencetus untuk/adanya pembentukan plak
ateromatosa (efek kardiofaskuler)
2.2.5.7 Pemeriksaan tiroid : hipertiroidisme dapat mengakibatkan
vasikonstriksi dan hipertensi
2.2.5.8 Kadar aldosteronurin dan serum : untuk menguji
aldosteronisme primer (penyebab)
2.2.5.9 Urinalisa : darah, protein dan glukosa mengisyaratkan
disfungsi ginjal dan atau adanya diabetes
2.2.5.10 VMA urin (metabolitkatekolamin) : kenaikan dapat
mengindikasikan adanya feokomositoma (penyebab); VMA
urin 24 jam dapat digunakan untuk pengkajian
feokromositoma bila hipertensi hilang timbul
2.2.5.11 Asam urat: hiperurisemia telah menjadi implikasi sebagai
faktor resiko terjadinya hipertensi
2.2.5.12 Steroid urin: kenaikan dapat mengindikasikan
hiperadrenalisme, feokromositomaatau disfungsi ptuitari,
sindrom Cushing’s, kadar renin dapat juga meningkat
2.2.5.13 IVP : dapat mengidentifikasi penyebab hipertensi, seperti
penyakit parenkim ginjal, batu ginjal dan ureter
2.2.5.14 Foto dada : dapat menunjukkan obstruksi kalsifikasi pada
area katub; deposit pada dan/ EKG atau takik aorta;
perbesaran jantung
2.2.5.15 CT scan : mengkaji tumor serebral, CSV, ensevalopati, atau
feokromositoma
2.2.5.16 EKG: dapat menunjukkan perbesaran jantung, pola regangan,
gangguan konduksi. Catatan : Luas, peninggian gelombang P
adalah salah satu tanda dini penyakit jantung hipertensi.
2.2.5 Penatalaksanaan
2.2.5.1 Penatalaksanaan Non Farmakologis
a. Diet
Pembatasan atau pengurangan konsumsi garam.
Penurunan BB dapat menurunkan tekanan darah dibarengi
dengan penurunan aktivitas rennin dalam plasma dan
kadaradosterondalam plasma
b. Aktivitas
Klien disarankan untuk berpartisipasi pada kegiatan dan
disesuaikan dengan batasan medis dan sesuai dengan
kemampuan seperti berjalan, jogging, bersepeda atau
berenang.
2.2.5.2 Penatalaksanaan Farmakologis
Secara garis besar terdapat bebrapa hal yang perlu
diperhatikan dalam pemberian atau pemilihan obat anti
hipertensi yaitu:
a. Mempunyai efektivitas yang tinggi
b. Mempunyai toksitas dan efek samping yang ringan atau
minimal
c. Memungkinkan penggunaan obat secara oral
d. Tidak menimbulakn intoleransi
e. Harga obat relative murah sehingga terjangkau oleh klien
f. Memungkinkan penggunaan jangka panjang
Golongan obat - obatan yang diberikan pada klien dengan
hipertensi seperti golongan diuretic, golongan betabloker,
golongan antagonis kalsium,golongan penghambat
konversi rennin angitensin.
2.2.5.3 Medis
a. Pengobatan hipertensi sekunder lebih mengutamakan
pengobatan causal
b. Pengobatan hipertensi primer ditujukan untuk enurunkan
tekanan darah dengan harapan meprpanjang umur dan
mengurangi timbulnya komplikasi.
c. Upaya menurnkan tekanan darah ilakukan dengan
mengunakan obat anti hipertensi selain dengan perubaha
gaya hidup.
d. Pengobatan hipertensi primer adalah pengobatan jangka
panjang dengan memunkginakn besat untuk seumur hidup.
e. Terapi :
1) Diet rendah garam
2) Penurunan berat badan, olahraga, latihan jiwa ( yoga,
dll.)
3) Diuretic
4) Penghambat adrenergic
5) Penyekat alfa 1
6) Penyekat beta
7) Vasodilator
8) Penghambat ACE
9) Penghambat kalsium
f. Penyulit :
1) Perdarahan otak, perdarahan retina, dekompensasi
cordis.
2) Stroke, penyakit jantung, gagal ginjal.
g. Lama Perawatan : 1 minggu.
2.2.5.4 Keperawatan
a. Diet
Diet yang dianjurkan untuk penderita hipertensi adalah :
1) Restriksi garam secara moderat dari 10 gr/hr menjadi
5 gr/hr
2) Diet rendah kolesterol dan rendah asam lemak jenuh
3) Penurunan berat badan
4) Penurunan asupan etanol
5) Menghentikan merokok
b. Latihan Fisik
Latihan fisik atau olah raga yang teratur dan terarah yang
dianjurkan untuk penderita hipertensi adalah olah raga
yang mempunyai empat prinsip yaitu :
1) Macam olah raga yaitu isotonis dan dinamis seperti lari,
jogging, bersepeda, berenang dan lain-lain
2) Intensitas olah raga yang baik antara 60-80 % dari
kapasitas aerobik atau 72-87 % dari denyut nadi
maksimal yang disebut zona latihan.
3) Lamanya latihan berkisar antara 20 – 25 menit berada
dalam zona latihan
4) Frekuensi latihan sebaiknya 3 x perminggu dan paling
baik 5 x perminggu
c. Edukasi Psikologis
Pemberian edukasi psikologis untuk penderita hipertensi
meliputi :
1) Tehnik Biofeedback --> Biofeedback adalah suatu
tehnik yang dipakai untuk menunjukkan pada subyek
tanda-tanda mengenai keadaan tubuh yang secara sadar
oleh subyek dianggap tidak normal. Penerapan
biofeedback terutama dipakai untuk mengatasi
gangguan somatik seperti nyeri kepala dan migrain,
juga untuk gangguan psikologis seperti kecemasan dan
ketegangan.
2) Tehnik relaksasi --> Relaksasi adalah suatu prosedur
atau tehnik yang bertujuan untuk mengurangi
ketegangan atau kecemasan, dengan cara melatih
penderita untuk dapat belajar membuat otot-otot dalam
tubuh menjadi rileks
d. Pendidikan Kesehatan ( Penyuluhan )
Tujuan pendidikan kesehatan yaitu untuk meningkatkan
pengetahuan pasien tentang penyakit hipertensi dan
pengelolaannya sehingga pasien dapat mempertahankan
hidupnya dan mencegah komplikasi lebih lanjut.
e. Kolaborasi dengan dokter mengenai terapi obat dan
fisioterapi (Pudiastuti, 2011).

2.2.6 Komplikasi
Organ organ tubuh sering terserang akibat hipertensi anatara lain mata
berupa perdarahan retina bahkan gangguan penglihatan sampai
kebutaan,gagal jantung, gagal ginjal, pecahnya pembuluh darah otak
DAFTAR PUSTAKA

Bulechek, G.M., Butcher, H.K, Dochterman, J.M, & Wagner, C.M. (2016).
Nursing Interventions Classification (NIC) Edisi Keenam.
Mocomedia: Yogyakarta.

Harmoko. (2012 ). Asuhan Keperawatan Keluarga. Yogjakarta: Pustaka


Pelajar.

Herdman, T. Heather. (2015). Nanda International Inc. Diagnosis


Keperawatan: Definisi & Klasifikasi 2015-2017. EGC: Jakarta.

Moorhead, S., Johnson, M., Maas, M.L., Swanson, E. (2016). Nursing


Outcomes Classification (NOC) Edisi Kelima. Mocomedia:
Yogyakarta.

Nurarif, Amin Huda & Hardhi Kusuma. (2015). Asuhan Keperawatan


Praktis, Berdasarkan Penerapan Diagnosa Nanda, Nic, Noc dalam
Berbagai Kasus, Edisi Revisi Jilid 2. Mediaction: Yogyakarta.

Padila.(2012). Buku Ajar KeperawatanKeluarga. Yogyakarta: NuhaMedika.

Setiadi.(2008). Konsep& Proses KeperawatanKeluarga.Yogyakarta : Graha


Ilmu.

Supraji, (2004).Asuhan Keperawatan Keluarga. Jakarta : EGC

Susanto,T. (2012). Buku Ajar Keperawatan Keluarga: Aplikasi Teori Pada


Praktik Asuhan Keperawatan Keluarga. Jakarta: Trans Info Media.

Syaifuddin. (2014). Anatomi Tubuh Manusia untuk Mahasiswa Keperawatan.


Salemba Medika : Jakarta

Anda mungkin juga menyukai