Anda di halaman 1dari 7

Fungsi bahasa menurut buku Widjono Hs.

(2007) BAHASA INDONESIA : Mata Kuliah


Pengembangan Kepribadian di Perguruan Tinggi

1. Bahasa Sebagai Sarana Komunikasi

Bahasa Indonesia berfungsi sebagai alat komunikasi antaranggota masyarakat. Fungsi


tersebut digunakan dalam berbagai lingkungan, tingkatan, dan kepentingan yang berneka
ragam, misalnya, komunikasi ilmiah, komunikasi bisnis, komunikasi kerja, komunikasi
sosial, dan komunikasi budaya. Untuk itu, diperlukan pengetahuan dan keterampilan
menggunakan berbagai ragam bahasa yang dapat mendukung pengembangan
pengetahuan, keterampilan, dan sikap ilmiahnya.

Manusia tidak dapat hidup seorang diri. Dalam memenuhi kebutuhannya setiap orang
memerlukan kerja sama dengan orang lain. Kebutuhan manusia sangat banyak dan
beraneka ragam. Mereka perlu berkomunikasi dalam berbagai ling kungan di tempat
mereka berada : antaranggota keluarga - komunikasi keluarga, antaranggota masyarakat -
komunikasi sosial, antarlembaga dalam lingkungan kerja - komunikasi kerja,
antarpengusaha dalam lingkungan bisnis - komunikasi bisnis, antarilmuwan - komunikasi
ilmiah, dan sebagainya.

2. Bahasa Sebagai Sarana Integrasi dan Adaptasi

Dengan bahasa orang dapat menyatakan hidup bersama dalam suatu ikatan. Misalnya :
integritas kerja dalam sebuah institusi, integritas karyawan dalam sebuah departemen,
integritas keluarga, integritas kerja sama dalam bidang bisnis, integritas berbangsa dan
bernegara, dan lain-lain. Integritas tersebut menimbulkan berbagai konsekuensi, misalnya
harus beradaptasi dalam integritas tersebut sehingga tidak menimbulkan konflik,
perpecahan, atau permusuhan.

Bahkan, bahasa menimbulkan suatu kekuatan yang merupakan sinergi dengan


kekuatan orang lain dalam integritas tersebut. Kemampuan berintegritas dan beradaptasi
ini dibangun melalui aturan verbal (dan nonverbal dalam bentuk simbol-simbol), yaitu
bahasa. Misalnya, seseorang tidak akan menggunakan bahasa ilmiah ketika berbelanja di
warung karena menyadari bahwa bahasa ilmiah hanya digunakan untuk berkomunikasi
ilmiah dengan sesama ilmuwan; seorang kondektur bus tidak akan menggunakan bahasa
baku pada saat mempersilakan penumpang memasuki busnya; seorang ibu tidak akan
menggunakan bahasa bisnis pada waktu menasihati anaknya; seorang anak tidak akan
menggunakan bahasa resmi pada waktu minta uang transpor untuk kuliahnya.

3. Bahasa Sebagai Sarana Kontrol Sosial

Bahasa sebagai kontrol sosial berfungsi untuk mengendalikan komunikasi agar orang
yang terlibat dalam komunikasi dapat saling memahami. Masing-masing mengamati
ucapan, perilaku, dan simbol-simbol lain yang menunjukkan arah komunikasi. Bahasa
kontrol ini dapat diwujudkan dalam bentuk: aturan, anggaran dasar, undang-undang, dan
lain-lain. Dalam kegiatan harian dapat berbentuk komunikasi timbal balik, baik secara
lisan maupun tulisan. Dengan demikian, masing-masing dapat mengendalikan
komunikasi yang hendak dituju. Mereka dapat saling memberi saran, kritik, nasihat,
petunjuk, tegur-sapa, dan sebagainya. Kritik tajam dapat diterima dengan hati yang
lapang jika kalimat yang dikemukakan memberikan kesan yang tulus tanpa prasangka.
Misalnya: Laporan Anda akan lebih sempurna jika dilengkapi deskripsi data secara
akurat. Laporan Anda akan lebih baik jika pengendalian variabel dilakukan secara
konsisten. Laporan Anda terlambat kami terima sehingga tidak dapat diproses lebih
lanjut. Sudah saatnya lembaga pendidikan ini menggunakan multimedia dalam proses
pembelajaran.

4. Bahasa Sebagai Sarana Memahami Diri

Dalam membangun karakter seseorang harus dapat memahami dan mengidentifikasi


kondisi dirinya terlebih dahulu. Ia harus dapat menyebutkan potensi dirinya, kelemahan
dirinya, kekuatan dirinya, bakat kecerdasannya, kemampuan intelektualnya, kemauannya,
temperamennya, dan sebagainya. Pemahaman ini mencakup kemampuan fisik, emosi,
inteligensi, kecerdasan, psikis, karakternya, psikososial, dan lain-lain. Dari pemahaman
yang cermat atas dirinya, seseorang akan mampu membangun karakternya dan
mengorbitkannya ke arah pengembangan potensi dan kemampuannya menciptakan
kreativitas baru.

5. Bahasa Sebagai Sarana Ekspresi Diri

Bahasa sebagai ekspresi diri dapat dilakukan dari tingkat yang paling sederhana
sampai dengan tingkat yang kompleks atau tingkat kesulitan yang amat tinggi. Ekspresi
sederhana, misalnya, untuk menyatakan cinta (Saya akan senantiasa setia, bangga, dan
prihatin kepadamu), lapar (Sudah saatnya kita makan siang), kecewa (Saya prihatin atas
keputusan itu), dan sedih. Tingkat ekspresi diri yang kompleks dapat berupa pernyataan
kemampuan mengerjakan proyek-proyek besar dalam bentuk proposal yang sulit dan
rumit, menulis laporan (formal, artikel, teknis), menulis publikasi atas kemampuannya
dalam berbagai media elektronik (website, diskusi melalui internet), dan menulis desain
produk.

6. Bahasa Sebagai Sarana Memahami Orang Lain

Untuk menjamin efektivitas komunikasi, seseorang perlu memahami orang lain,


seperti dalam memahami dirinya. Dengan pemahaman terhadap seseorang, pemakai
bahasa dapat mengenali berbagai hal mencakup kondisi pribadinya: potensi biologis,
intelektual, emosional, kecerdasan, karakter, paradigma yang melandasi pemikirannya,
tipologi dasar temperamennya (sanguines, melankolis, kholeris, flagmatis), bakatnya,
kemampuan kreativitasnya, kemampuan inovasinya, motivasi pengembangan dirinya, dan
lain-lain. Melalui pemahaman orang lain yang dihadapinya secara cermat dan mendalam,
seseorang akan memperoleh wawasan yang luas yang sangat bermanfaat dalam berbagai
tingkat pergaulan, dalam penulisan sebuah cerita, drama, dan film. Selain itu, juga dapat
diperoleh kemampuan berpikir sinergis dengan memadukan pengalaman orang lain
bersamaan dengan potensi dirinya sehingga menghasilkan kreativitas baru yang khas.
Pemahaman ini juga memungkinkan tercapainya keunggulan dalam berkompetisi.

7. Bahasa Sebagai Sarana Mengamati Lingkungan Sekitar

Bahasa sebagai sarana mengamati lingkungan sekitar maupu. bagian dari lingkungan
sekitar, baik lingkungan sosial maupun lingkungan alamnya. Keberhasilan seseorang
menggunakan kecerdasannya ditentukan oleh kemampuannya memanfaatkan situasi
lingkungannya sehingga memperoleh berbagai kreativitas baru yang dapat memberikan
berbagai keuntungan bagi dirinya dan masyarakat. Untuk mencapai kreativitas tersebut,
seseorang harus mengamati secara cermat dengan sasaran dan target yang jelas sehingga
dapat mengukur tingkat keberhasilannya. Bahasa sebagai alat untuk mengamati masalah
tersebut harus diupayakan kepastian konsep, kepastian makna, dan kepastian proses
berpikir sehingga dapat mengekpresikan hasil pengamatan tersebut secara pasti (eksak).
Misalnya: apa yang melatarbelakangi pengamatan, bagaimana masalahnya,
mengidentifikasi objek apa yang diamati, menjelaskan bagaimana cara (metode)
mengamati, apa tujuan mengamati, bagaimana hasil pengamatan, dan apa simpulannya.

8. Bahasa Sebagai Sarana Berpikir Logis

Untuk mengembangkan profesi, keahlian akademis, dan kemampuan intelektual


seseorang harus mampu berpikir logis. Kemampuan berpikir logis memungkinkan
seseorang dapat berpikir induktif, deduktif, sebab-akibat, atau kronologis sehingga dapat
menyusun konsep atau pemikiran secara jelas, utuh, runtut dan konseptual. Melalui
proses berpikir logis, seseorang dapat menentukan tindakan tepat yang harus dilakukan.
Proses berpikir logis merupakan hal yang abstrak. Untuk itu, diperlukan bahasa yang
efektif, sistematis, dengan ketepatan makna sehingga mampu melambangkan konsep
yang abstrak tersebut menjadi konkret.

9. Bahasa Membangun Kecerdasan

Kecerdasan adalah kemampuan memanfaatkan potensi, pengalaman, pengetahuan,


dan situasi sehingga menghasilkan kreativitas baru yang menguntungkan dirinya maupun
masyarakatnya. Kreativitas baru dapat berupa situasi yang diciptakan, berbagai bentuk
benda, kinerja usaha, karya seni, teknologi, paduan unsur tradisi, paduan tradisi dan
modern, paduan tradisi dan produk asing. Misalnya: cerita petualangan Bima dalam
VCD, mengolah cerita tradiri menjadi cerita modern, propsal kegiatan ilmiah yang sesuai
dengan bidang keahlian, dan usulan kegiatan pengolahan kekayaan alam kepada lembaga
donasi.

Howard Gardner, peneliti kecerdasan, menyimpulkan bahwa kecerdasan sekurang-


kurangnya ada tujuh macam, yaitu (1) kecerdasan linguistik yaitu kecerdasan
menggunakan bahasa. (2) kecerdasan logis-matematis terkait dengan angka dan logika
seperti akuntansi, programer komputer, teknik , dan lain-lain. (3) kecerdasan spasial
(terkait dengan tata ruang: arsitektur, fotografer, pelukis, dan lain-lain) , (4) kecerdasan
musical terkait dengan pengolahan nada dan irama menjadi karya musik yang dapat
berfungsi untuk berbagai kepentingan, misalnya terapi, membangkitkan semangat juang,
menghibur, dan lain-lain.), (5) kecerdasan kinestetik-jasmani terkait dengan kreativitas
dan prestasi keolahragaan, (6) kecerdasan antarpribadi (terkait dengan kemampuan
untuk bekerja sama dengan orang lain, memimpin, bernegosiasi, dan lain-lain), dan (7)
kecerdasan intrapribadi terkait dengan kemampuannya mengendalikan daya pikir dan
emosinya dalam mengakses berbagai informasi dan potensi yang bermanfaat bagi
pengembangan dirinya. Jenis kecerdasan ini berkembang lebih banyak lagi, misalnya:
kecerdasan emosional, kecerdasan spiritual, dan kecerdasan sosial.

Kecerdasan berbahasa terkait dengan kemampuan menggunakan sistem dan fungsi


bahasa dalam mengolah kata, kalimat, paragraf, wacana argumentasi, narasi, persuasi,
deskripsi, analisis atau pemaparan, dan kemampuan menggunakan ragam bahasa secara
tepat sehingga menghasilkan kreativitas baru dalam berbagai bentuk dan fungsi
kebahasaan. Orang yang memiliki kecerdasan bahasa dapat memiliki berbagai profesi:
penulis cerita (roman, novel, skenario), penulis berita, jurnalis, negosiator, komunikator,
penerjemah, dan penyiar.

Indikator kecerdasan berbahasa dapat diamati melalui proses peningkatan kemapuan


berbahasa yang tiada henti. Indikator tersebut, antara lain, sebagai berikut (1)
Peningkatan kecerdasan berbahasa, yang ditandai dengan upaya mencapai puncak
kemampuan (adversity Quotient), dari Quiters menuju Campers, meningkat ke Campers
lanjutan memuncak ke Climbers, menuju puncak kesadaran bahwa kesulitan adalah
bagian dari hidup dan menghindari kesulitan berarti menghindari kehidupan - Climbers
lanjutan). Indikator ini dapat diamati pada peningkatan kemampuan menyusun berbagai
deskripsi, analisis, argumentasi, persuasi, dan narasi yang berlangsung secara konsisten
dan maju berkelanjutan. (2) Peningkatan kemampuan menggunakan kata, frasa, dan
klausa dalam menyusun kalimat. (3) Peningkatan kemampuan menggunakan unsur-unsur
kalimat. (4) Peningkatan kemampuan membuat kalimat efektif. (5) Peningkatan
kemampuan membuat paragraf. (6) Peningkatan kemampuan menyusun karangan ilmiah
secara logis dan sistematis. (7) Peningkatan kemampuan membaca secara kritis, analisis,
sintesis, dan sinergis sehingga dapat menciptakan kreativitas baru. (8) Peningkatan
kemampuan menulis naskah yang dapat diterima oleh orang lain berdasarkan kaidah yang
baku. Semakin banyak orang yang dapat menikmati naskah tersebut semakin baik.
10. Bahasa Mengembangkan Kecerdasan Ganda

Selain kecerdasan berbahasa, seeorang dimungkinkan memiliki beberapa kecerdasan


sekaligus. Kecerdasan-kecerdasan tersebut dapat berkembang secara bersamaan. Selain
memiliki kecerdasan berbahasa, orang yang tekun dan mendalami bidang studinya secara
serius dimungkinkan memiliki kecerdasan yang produktif. Ini berarti, bahwa orang itu
memiliki kecerdasan ganda. Sebaliknya, beberapa kecerdasan yang dimiliki itu dapat
terkonsentrasi secara sinergis ke dalam satu keahlian. Misalnya, seorang ahli
pemrograman yang mendalami bahasa, ia dapat membuat kamus elektronik, membuat
alat bantu pembelajaran bahasa yang dapat interaktif, atau membuat mesin penerjemahan
yang lebih akurat dibandingkan dengan yang sudah ada.

11. Bahasa Membangun Karakter

Kecerdasan merupakan bagian dari karakter manusia. Kemampuan berbahasa yang


efektif, logis, sistematis, lugas, jelas, dan mudah dipahami merupakan refleksi
kecerdasan. Sebaliknya, kekurangmampuan berbahasa dapat mencerminkan tingkat
kecerdasannya. Kemampuan kebahasaan ini berakibat pada ketidakjelasan dan
kelambanan berekspresi dan (atau) dalam memahami konsep informasi dari orang lain.
Lebih lanjut, kemampuan ini berdampak pada penilaian karakter seseorang. Karakter
tercermin dalam sebutan: bodoh, lamban berpikir, cerdas, cermat, dan lain - lain

Kecerdasan berbahasa memungkinkan seseorang dapat mengembangkan karakternya


lebih baik. Dengan kecerdasan bahasanya, orang dapat mengidentifikasi kemampuan diri
dan potensi diri. Kecerdasan personal ini dalam bentuk sederhana dapat dicontohkan
kemampuannya menyatakan rasa lapar, cinta kepada orang lain, atau minta pertolongan
kepada orang lain. Pada tingkat yang lebih kompleks, misalnya, menulis proposal yang
menyatakan kemampuan dirinya untuk mengerjakan suatu proyek, kemampuan menulis
suatu laporan penelitian, dan kemampuan mengerjakan tugas-tugas bisnis.

Kecerdasan berbahasa yang terkait dengan kemampuannya memahami orang lain,


dalam bentuk sederhana, misalnya, menyatakan simpatik, mengucapkan rasa terima
kasih, atau menyatakan kecewa terhadap orang lain. Kecerdasan yang lebih tinggi,
misalnya, kemampuan memenangkan negosiasi, menyerap konsep yang ditulis oleh
orang lain dan menjadikannya potensi baru dalam mengembangkan karakter dan
kecerdasannya. Kecerdasan linguistik yang didukung kecerdasan lain memungkinkan
seseorang menjadi lebih potensial dalam memilih dan mengembangkan profesinya.
Kecerdasan bahasa yang dikembangkan dan didukung kecerdasan lain secara sinergis
memungkinkan seseorang memiliki kecerdasan ganda. Dampaknya, orang tersebut dapat
memiliki beberapa profesi sekaligus. Hal ini merupakan indikator bahwa kecerdasan
berbahasa berpengaruh terhadap karakter dan kepribadian seseorang.

12. Bahasa Mengembangkan Profesi


Profesi seseorang tidak akan berkembang tanpa menunjukkan kemampuannya kepada
orang lain. Proses pengembangan profesi diawali dengan pembelajaran dilanjutkan
dengan pengembangan diri (kecerdasan) yang tidak diperoleh selama proses belajar,
tetapi berakumulasi dengan pengalaman barunya. Proses berlanjut menuju pendakian
puncak karier atau profesi. Puncak pendakian karier tidak akan tercapai tanpa komunikasi
atau interaksi dengan mitra, pesaing, dan sumber pengembangan ilmunya. Untuk itu,
kaum profesional memerlukan ketajaman, kecermatan, dan keefektifan dalam berbahasa
Indonesia sehingga mampu menciptakan kreativitas baru dalam profesinya.

13. Bahasa Sarana Menciptakan Kreativitas Baru

Setiap orang memiliki bakat alam yang dibawanya sejak lahir. Bakat itu berupa
dorongan untuk berekspresi dan berkomunikasi dengan orang lain. Bahasa sebagai sarana
berekspresi dan komunikasi berkembang menjadi sarana berpikir logis yang
memungkinkan pemakainya untuk mengembangkan segala potensinya. Perkembangan itu
sejalan dengan potensi akademik yang dikembangkannya melalui pendidikan yang
kemudian berkembang menjadi bakat intelektual. Bakat alam dan bakat intelektual ini
dapat berkembang secara sinergis untuk menghasilkan kreativitas baru.

Jika didukung wawasan yang luas dan pemikiran yang kritis, seseorang akan mampu
menciptakan kreativitas baru berdasarkan potensi alam, potensi akademis, potensi, sosial,
potensi ekonomi, dan potensi lain yang dikuasainya. Untuk menciptakan kreativitas baru
ini, setiap pembelajaran materi, setiap mahasiswa harus mengkaji konsep dasar secara
menyeluruh dan tuntas; dilanjutkan dengan aplikasi konsep, studi kasus baik yang positif
maupun yang negatif dan dilanjutkan dengan memikirikan solusinya; dan menciptakan
kreativitas baru bagi kasus positif sebagai pengembangan dan kreativitas baru sebagai
solusi terhadap kasus negatif.

Kekayaan alam yang melimpah ruah dan rakyat yang tetap miskin (Kompas, 12
Oktober 2004) merupakan indikator betapa miskinnya kreativitas baru. Selain itu,
pencurian ikan laut yang mencapai empat sampai dengan lima miliyar USD per tahun
yang telah berlangsung bertahun-tahun merupakan indikator belum adanya kecerdasan
untuk mengatasinya. Demikian pula pencuriaan kayu hutan yang berlangsung selama
bertahun-tahun dapat pula dijadikan indikator betapa miskinnya kreativitas baru yang
dapat mengatasi berbagai masalah bangsa.

Selain itu, kita menyadari betapa banyaknya potensi budaya yang berupa makanan
tradisional, cerita rakyat, hiburan tradisional (karapan sapi, hiburan panggung, dan lain-
lain) yang dapat dijadikan sumber kreativitas baru bagi pemenuhan kebutuhan
masyarakat modern yang dapat dinikmati oleh masyarakat dunia. Misalnya, makanan
tradisional yang dinilai kurang gizi dapat diolah kembali dengan menambahkan berbagai
nutrisi yang mencerdaskan otak yang sangat diminati oleh masyarakat modern di seluruh
dunia. Setelah itu, produk dikemas secara modern dengan menyebutkan kandungan
(ingredient) yang sangat diperlukan oleh konsumen dunia.

Tidak ada pelestarian tanpa kreativitas baru. Seluruh bangsa bertanggung jawab atas
masalah ini. Para cerdik pandai, pemikir, praktisi, ilmuwan, pejabat, atau siapapun warga
bangsa selayaknya memikirkannya, bagaimana melestarikan potensi bangsa dengan
kreativitas baru.

Anda mungkin juga menyukai