Anda di halaman 1dari 13

Hakikat Ontologi dan Perbedaan Ilmu dengan Pengetahuan Lain

(Makalah ini disusun guna memenuhi tugas individu


mata kuliah Manajemen dan Supervisi BK dalam Lingkungan Pendidikan)

Dosen Pengampu:
Dr. Hartini, M.Pd.,Kons
Dr. Beni Azwar, M.Pd.,Kons

Disusun Oleh:

Apriyanti, S.Pd.I
NIM. 23811001

PROGRAM STUDI BIMBINGAN KONSELING PENDIDIKAN ISLAM


INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI (IAIN) CURUP
2023
KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT, karena berkat rahmat, taufik dan
hidayahnya penulis dapat menyelesaikan makalah “Manajemen dan Supervisi BK”.

Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terimakasih kepada Ibu Dr. Hartini,
M.Pd.,Kons selaku dosen pengampu mata kuliah Manajemen dan Supervisi BK dalam
Lingkungan Pendidikan, serta tidak lupa kepada semua pihak yang telah membantu dalam
pembuatan makalah ini yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu.

Makalah ini disusun untuk menambah pengetahuan studi Manajemen dan Supervisi BK
dalam Lingkungan Pendidikan. Penulis berharap makalah ini dapat bermanfaat untuk penulis
khususnya dan pembaca pada umumnya. Penulis menyadari makalah ini jauh dari kata
sempurna, untuk itu kritik dan saran yang membangun dari pembaca sangat penulis butuhkan
untuk perbaikan kedepannya.

Akhir kata penulis mengucapkan terima kasih.

Muara Enim, 2023

Apriyanti, S.Pd.I

II
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR.................................................................................................................II

DAFTAR ISI................................................................................................................................III

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang..................................................................................................................1
B. Rumusan Masalah.............................................................................................................2
C. Tujuan................................................................................................................................2

BAB II PEMBAHASAN

A. Kesadaran Budaya dan Identitas Konselor........................................................................3


B. Teori-teori Manajemen dan Supervisi...............................................................................9

BAB III PENUTUP

A. Kesimpulan........................................................................................................................14
B. Saran..................................................................................................................................14

DAFTAR PUSTAKA..................................................................................................................15

III
A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN

1
Manusia hidup di dunia ini sangat tergantung oleh budaya. Budaya sangat mempengaruhi
setiap aspek kehidupan manusia yang terjadi secara menyeluruh sesuai tuntutan dan kebutuhan.
Aktivitas manusia mulai dari bangun tidur sampai tidur lagi tidak lepas dari pengaruh budaya.
Budaya memang bersifat long life karena setiap peristiwa yang dialami manusia erat kaitannya
dengan budaya. Misalnya seperti bersosialisasi dengan orang lain sangat berhubungan dengan
budaya karena setiap insan memiliki kesadaran budaya masing. Seperti halnya seorang konselor
jika menghadapi konseli saat memberikan layanan bimbingan dan konseling. Konselor harus
memiliki kesadaran budaya dalam menghadapi konseli karena membawa esensi budaya masing-
masing. Dalam memberikan layanan bimbingan dan konseling, konselor perlu memperhatikan
kesadaran budaya karena mampu membawa konseli memahami karakteristik psikologis seperti
kecerdasan (intelegensi, emosional, dan spiritual), bakat, sikap, motivasi, dan lain-lain. Konselor
di Indonesia masih belum memperhatikan kesadaran budaya karena dalam pemberian layanan
bimbingan dan konseling ikut membentuk tingkah laku baru serta menentukan keberhasilan
proses konseling. Zaman sekarang, perubahan zaman menuntut setiap individu selalu
berkembang. Perkembangan tersebut ditandai dengan tuntutan peningkatan kualitas Sumber Daya
Manusia (SDM) dalam berbagai aspek.

Pola perpindahan dan perkembangan penduduk karena kelahiran, karena pekerjaan orang
tua atau karena perpindahan untuk mendapatkan sekolah/ pendidikan telah terjadi diberbagai
tempat. Perubahan komunitas juga terjadi pada latar pendidikan, siswa yang berbeda budaya, latar
belakang keluarga, agama, dan etnis berinteraksi dalam layanan di lembaga sekolah. Saat ini
semakin disadari adanya keberagaman konseli.

Keberagaman karena karakteristik sosial ekonomi, etnis, agama, demografi dan sikap
sosial, keberagaman karena karakteristik pribadi seperti tampilan fisik, kemampuan sosial,
perilaku dan kebiasaan dan kemampuan intelektual serta keberagaman aspek agama, etnis, gender,
latar belakang budaya, geografi, ras, abilitas/ disabilitas, usia.

Interaksi sosial yang terbentuk dalam keberagaman ini memerlukan suatu pemahaman
lintas budaya dalam bidang Bimbingan dan Konseling, keberagaman budaya menyadarkan
pentingnya pelayanan Bimbingan dan Konseling yang berbasis multi budaya dan kompetensi
multi budaya bagi konselor profesional. Konselor sekolah dalam menghadapi beragam perbedaan
konseli, perlu mengubah persepsi mereka, belajar tentang konseling dan konsultasi, mencukupkan

2
diri dengan pengetahuan tentang budaya lain, bentuk rasisme dan berperan sebagai agen
perubahan sosial. Namun yang terjadi di lapangan justru konselor sekolah kurang memiliki
kesadaran budaya dalam menghadapi beragam perbedaan konseli. Berangkat dari masalah-
masalah yang muncul dan ekspektasi yang tinggi terhadap profesi konselor, Maka dari itu, penulis
tertarik untuk membahas Kesadaran Budaya dan Identitas Konselor.

B. Rumusan Masalah
1. Apa yang dimaksud dengan Kesadaran Budaya dan Identitas Konselor?
2. Apa Pengaruh Identitas Konselor dalam Hubungan Konseling?
3. Apa definisi dari Identitas Klien dan Pengaruhnya terhadap Perasaan, Pemikiran dan
Tindakan?

C. Tujuan
1. Untuk Mengetahui Mengenai Kesadaran Budaya dan Identitas Konselor?
2. Untuk Mengetahui Pengaruh Identitas Konselor dalam Hubungan Konseling?
3. Untuk Mengetahui definisi dari Identitas Klien dan Pengaruhnya terhadap Perasaan,
Pemikiran dan Tindakan?

3
BAB II
PEMBAHASAN

A. Kesadaran Budaya dan Identitas Konselor

Kesadaran Budaya
Kesadaran budaya merupakan sikap positif manusia dalam menyiapi perbedaan-
perbedaan yang ada didalam masyarakat. Kesadaran budaya juga merupakan sikap dimana
seseorang menghargai, memahami, dan mengerti akan adanya perbedaan-perbedaan yang ada
dalam budaya tersebut. Konselor harus memiliki kesadaran multi budaya agar bisa mengenali
konseli yang berlatar belakang budaya yang berbeda-beda. Menurut Sue, dkk (1992),
Konselor harus memiliki asumsi, nilai-nilai budaya, dan kecondongan, keyakinan dan sikap
antara lain yaitu:
1. Konselor budaya tidak menyadari akan pentingnya kepekaan budayanya.
2. Konselor budaya yang terampil menyadari bagaimana latar belakang budaya dan
pengalamannya, sikap, dan nilai-nilai serta bias pengaruh dari psikologi.
3. Konselor budaya yang terampil harus mengenali batas-batas kompetensi dan
keahlian mereka.
4. Konselor berbudaya juga mampu menciptakan rasa nyaman serta tidak membeda-
bedakan ras, etnis, budaya, serta keyakinan.
Konselor harus memiliki keempat kriteria tersebut. Konselor yang bermartabat ialah konselor
yang memiliki culture respect yang baik serta mampu membuat nyaman konseli yang
memiliki latar belakang budaya.
Wolfgang, dkk (2011) menjelaskan sebagai konselor, mampu mengalihkan perhatian
mereka untuk melakukan konseling serta memasukkan isu-isu lintas budaya yaitu metode
klinis. Selain itu, mereka juga menggunakan pendekatan konvensional untuk mengintervensi
metode klinis untuk anak-anak usia 0-5 tahun. Mereka juga mengartikulasikan peran baru
bagi konselor dan menyediakan kerangka kerja baru. Daya (2001) mengatakan bahwa
konselor yang profesional itu mampu mempraktekkan pendekatan konseling yang efesien
sesuai dengan standart profesional konselor yang ada. Selain itu, juga memiliki
responsibilitas budaya yang bagus untuk menangani konseli yang multi budaya.
Konselor yang profesional harus memiliki keterampilan dan teknik konseling yang
memadai serta bagaimana menghadapai masalah dari konseli yang berbeda budaya. Selain
4
itu, konselor juga perlu mempelajari karakteristik multibudaya dari suku/bangsa lain untuk
merespon dengan konseli yang multi budaya.
Identitas Konselor
Identitas Konselor berfungsi untuk memberikan layanan secara menyeluruh desain
program untuk pendidikan, karir, pribadi dan pengembangan sosial untuk seluruh peserta
didik. Profesi dalam dunia konseling untuk menjelaskan identitas dan peran dari seorang
konselor disekolah. Untuk memahami lebih baik dari peran konselor yang profesional
disekolah, suatu bangsa yang konsisten harus menggambarkan apa itu konseling,
mengidentifikasi siapa koselor, dan menggambarkan apa yang mereka lakukan.
Konselor sekolah dan konseling sekolah dapat diganti dengan istilah yang digunakan
oleh asosiasi profesi secara nasional, American School Counselor Association (ASCA) dan
jurnal, profesional school counseling. Banyak faktor penyebab terjadinya kesalahan persepsi
tentang konselor sekolah tersebut. Salah satunya kinerja konselor sekolah yang belum
maksimal atau belum bisa menunjukan tugas dan peran yang seharusnya dikerjakan sebagai
seorang konselor (Sofian, 2008). Pengembangan Bimbingan dan Konseling menggambarkan
kegiatan dan layanan yang dirancang untuk membantu para siswa untuk memusatkan
pengetahuan dan keterampilan untuk mengembangkan tujuan hidup yang sehat dan
memperoleh perilaku untuk mencapai tujuan. Suatu profesi akan dapat membantu dan
mendukung mengembangkan seluruh kemampuan peserta didik sesuai dengan potensinya
melalui layanan bimbingan dan konseling yang bersifat psiko-pedagogis. Dengan demikian
layanan bimbingan dan konseling disekolah merupakan salah satu bentuk kegiatan
pendidikan untuk percapaian tujuan Pendidikan.

B. Pengaruh Identitas Konselor dalam Hubungan Konseling

Burks dan Steffler dalam Mochamad Nursalim memberikan gambaran yang cukup
memadai, menyatakan bahwa konseling merupakan suatu hubungan profesional antara klien
dengan konselor yang terlatih. Hubungan tersebut selalu bersifat antar pribadi, meskipun
kadang-kadang dapat melibatkan lebih dari dua orang. Hubungan tersebut dirancang untuk
membantu klien memperoleh pemahaman dan memperjelas pandangan tentang diri dan
kehidupannya dan untuk belajar mencapai tujuan-tujuan yang mereka tetapkan sendiri. Ini
dilakukan dengan cara memilih atau memanfaatkan informasi yang valid, bermakna dan
melalui pemecahan masalah-masalah atau masalah interpersonal. Definisi ini menegaskan
5
bahwa konseling merupakan suatu hubungan yang bersifat profesional dan mempribadi
antara konselor dan klien dengan maksud mendorong perkembangan pribadi klien dan
membantu memecahkan masalah yang sedang dihadapinya. (Nursalim, 2013)
Ada tiga ciri atau sikap pribadi konselor yang membentuk hubungan konseling dan
proses konseling, yaitu keselarasan atau kesejatian, perhatian positif tak bersyarat dan
pengertian empatik yang akurat.
Keselarasan merupakan ciri yang paling penting. Keselarasan menyiratkan bahwa
konselor tampil nyata, yang berarti sejati, terintegrasi dan otentik selama pertemuan
konseling. Konselor tampil tanpa kepalsuan, pengalaman batin dan ekspresinya bersesuaian,
dan bisa secara terbuka mengungkapkan perasaan-perasaan dan sikap-sikap yang muncul
dalam hubungan dengan kliennya.
Perhatian positif tak bersyarat merupakan perhatian yang mendalam dan tulus yang
perlu diberikan oleh konselor kepada klien. Perhatian tak bersyarat tidak dicampuri oleh
evaluasi atau penilaian terhadap perasaan-perasaan, pemikiran-pemikiran dan tingkah laku
klien yang baik ataupun buruk. Konselor menunjukkan bahwa ia menerima klien apa adanya
serta mengajari klien bahwa dia bebas untuk memiliki perasaan-perasaan dan pengalaman-
pengalamannya sendiri tanpa resiko kehilangan penerimaan konselor. Penerimaan merupakan
pengakuan terhadap hak klien untuk memiliki perasaan-perasaan, bukan persetujuan atas
semua tingkah laku. Semua tingkah laku yang tampak tidak perlu disetujui atau diterima.
Pengertian empatik yang akurat merupakan tugas utama konselor dalam memahami
pengalaman dan perasaan klien yang muncul selama proses konseling dari saat ke saat secara
peka dan akurat terutama pengalaman di sini dan sekarang. Tujuan pengertian yang empatik
yaitu untuk mendorong klien agar lebih erat dengan dirinya sendiri, mengalami perasaan-
perasaannya sendiri dengan lebih dalam dan intens serta mengenali dan mengatasi
ketidakselarasan yang ada pada klien.
Dari pernyataan diatas, dapat disimpulkan bahwa hubungan konseling merupakan
hubungan yang bersifat pribadi atau rahasia antara konselor dan klien. Keperibadian konselor
merupakan hal penting dalam membina hubungan konseling. Empati, keselarasan, perhatian,
menerima serta memahami klien merupakan kunci dari kesuksesan dalam membina
hubungan konseling yang baik dengan klien.

6
Apa pengaruh identitas konselor dalam hubungan konseling?
Ada beberapa cara untuk memahami apa yang terjadi pada identitas konselor dalam hubungan
dengan klien. Sebagian besar konselor dipengaruhi oleh tradisi kognitif-behavioral atau oleh ide
tentang hubungan profesional klien dalam pekerjaan seperti pengobatan medis, mengajar atau
pekerjaan sosial yang beranggapan bahwa membangun hubungan dekat merupakan langkah awal
dalam konseling, atau platform penting yang memungkinkan dibuatnya intervensi konseling yang
terstruktur. Sebaliknya, sebagian konselor yang bekerja berdasarkan tradisi psikoanalitik, melihat
hubungan tersebut sebagai arena pelepasan pola hubungan disfungsional klien, dan hal tersebut
memungkinkan konselor untuk mengamati perilaku klien dan mengatur penyembuhannya.
Akhirnya, ada konselor dalam tradisi humanistik yang menganggap kontak autentik antar-person
mengandung kekuatan penyembuhan. (John, 2010)

Berdasarkan pernyataan diatas dapat disimpulkan bahwa keberhasilan suatu identitas konselor
dalam layanan hubungan konseling sangat dipengaruhi oleh kualitas hubungan antara konselor
dengan klien. Baik buruknya kualitas hubungan konseling tidak pernah lepas dari kepribadian
konselor, menguasai teknik konseling serta memiliki wawasan yang luas sangatlah penting bagi
seorang konselor guna untuk mencapai tujuan dari sebuah hubungan konseling.

C. Identitas Klien dan Pengaruhnya terhadap Perasaan, Pemikiran dan Tindakan

Hal penting dalam sebuah konseling adalah dengan memahami Perasaan, Pemikiran dan
Tindakan baik itu dari konselor pada klien maupun sebaliknya. Memahami keunikan klien
mengandung pengertian bahwa klien sebagai individu yang selalu berkembang akan
membawa nilai-nilai sendiri sesuai dengan tugas perkembangannya. Klien selain
membawa budaya yang berasal dari lingkungannya, sebagai individu yang unik, maka klien
akan menentukan sendiri nilai-nilai yang akan dipergunakannya. Bahkan terjadi bias pada nilai-
nilai yang diyakini oleh klien ini, dan mungkin bertolak belakang dengan nilai-nilai atau budaya
yang selama ini dikembangkan di lingkungannya.

Hal ini perlu juga dipahami oleh konselor. Karena apapun yang dibicarakan dalam konseling,
tidak bisa dilepaskan dari individu itu sendiri. Maka harus dipertimbangkan apakah ada
alasan-alasan sosial politik, budaya atau biologis untuk gejalanya.

7
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan

Kesadaran budaya merupakan sikap positif manusia dalam menyiapi perbedaan-perbedaan


yang ada didalam masyarakat. Kesadaran budaya juga merupakan sikap dimana seseorang
menghargai, memahami, dan mengerti akan adanya perbedaan-perbedaan yang ada dalam budaya
tersebut. Sedangkan Identitas Konselor berfungsi untuk memberikan layanan secara menyeluruh
desain program untuk pendidikan, karir, pribadi dan pengembangan sosial untuk seluruh peserta
didik. Profesi dalam dunia konseling untuk menjelaskan identitas dan peran dari seorang konselor
disekolah. Untuk memahami lebih baik dari peran konselor yang profesional disekolah, suatu
bangsa yang konsisten harus menggambarkan apa itu konseling, mengidentifikasi siapa koselor,
dan menggambarkan apa yang mereka lakukan.

Kemudian pengaruh identitas konselor dalam hubungan konseling, terdapat beberapa cara
untuk memahami apa yang terjadi pada identitas konselor dalam hubungan dengan klien. Sebagian
besar konselor dipengaruhi oleh tradisi kognitif-behavioral atau oleh ide tentang hubungan
profesional klien dalam pekerjaan seperti pengobatan medis, mengajar atau pekerjaan sosial yang
beranggapan bahwa membangun hubungan dekat merupakan langkah awal dalam konseling, atau
platform penting yang memungkinkan dibuatnya intervensi konseling yang terstruktur. Sebaliknya,
sebagian konselor yang bekerja berdasarkan tradisi psikoanalitik, melihat hubungan tersebut
sebagai arena pelepasan pola hubungan disfungsional klien, dan hal tersebut memungkinkan
konselor untuk mengamati perilaku klien dan mengatur penyembuhannya.

Hal penting dalam sebuah konseling adalah dengan memahami Perasaan, Pemikiran dan
Tindakan baik itu dari konselor pada klien maupun sebaliknya. Memahami keunikan klien
mengandung pengertian bahwa klien sebagai individu yang selalu berkembang akan
membawa nilai-nilai sendiri sesuai dengan tugas perkembangannya. Klien selain
membawa budaya yang berasal dari lingkungannya, sebagai individu yang unik, maka klien
akan menentukan sendiri nilai-nilai yang akan dipergunakannya. Bahkan terjadi bias pada nilai-
nilai yang diyakini oleh klien ini, dan mungkin bertolak belakang dengan nilai-nilai atau budaya
yang selama ini dikembangkan di lingkungannya.

8
B. Saran
Demikianlah makalah yang dapat penulis susun. Penulis menyadari masih banyak
kekurangan, baik dalam sistematis pembuatan makalah maupun materi makalah yang
disajikan. Oleh karena itu, penulis mengharapkan kritik dan saran yang membangun dari
pembaca. Semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi kita semua. Aamiin.

9
DAFTAR PUSTAKA

Barruth, LG dan Robinson, E. H. (1987). An Introduction To The Counseling


Profession. New Jersey: Prentice-Hall Inc.
Brown, D., Pryzwansky, W.B. dan Schulte, A.C. (2001). Psychological Counsaltation:
Introduction to Theory and Practice. Boston: Allyn and Bacon.
Deperteman Pendidikan Nasional. (2007). Penataan Pendidikan Profesional Konselor
dan Layanan Bimbingan dan Konseling dalam jalur Pendidikan Formal.
Bandung:PPB FIP UPI.
Helms, J. E. (Ed.). (1990). Black and White racial identity: Theory, research, and
practice. Greenwood Press.
Gysbers, N.C & Henderson, P. (2006). Developing & Managing: Your School
Guidence and Counseling Program (Fourth Edition). USA: American
Counseling Association.
Nisa, Alfiatin. (2015). Pengaruh Perhatian Orangtua dan Minat Belajar Siswa
Terhadap Prestasi Belajar Ilmu Pengetahuan Sosial. Jurnal Ilmiah
Kependidikan. Bogor: Universitas PGRI (Vol. 2 No.1).
Schmidt, J.J. (2003). Counseling In School: Essential Services and Comprehensive
Programs (Fourth Edition). Jakarta: Rineka Cipta.
Sofyan S. Willis. (2009). Konseling Individual; Teori dan Praktek. Bandung: Alfabeta.
Van Dyne, L., Ang, S., & Koh, C. (2008). Development and validation of the CQS.
Handbook of cultural intelligence: Theory, measurement and applications. New
York: Routledge.

10

Anda mungkin juga menyukai