Kelompok 3 - Akmen Bab 4
Kelompok 3 - Akmen Bab 4
Disusun Oleh:
Ricky A. Wijaya (2113013)
Dosen Pengampu:
Dr. Paulus Tangke, SE., M.Si., Ak., CA., CSRS., CSRA., CSP
Akuntansi A
Fakultas Ekonomi dan Bisnis
Jurusan Akuntansi
Universitas Atmajaya Makassar
Tahun 2023
Kata Pengantar
Puji dan syukur kami panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa karena berkat
limpahan rahmat dan karunia-Nya sehingga kami dapat menyelesaikan makalah yang
berjudul Tax Planning Pasal 21/26 ini dengan tepat pada waktunya dan tanpa adanya
halangan.
Penyusunan makalah ini didasarkan atas pemenuhan tanggung jawab tugas
dan usaha maksimal yang kami buat dan juga bimbingan Dosen Mata Kuliah
Perpajakan yaitu, Bpk. Lukman, S.E., M.Si., Ak., CA., CPA . Oleh karena itu, penulis
menyampaikan terima kasih kepada pihak-pihak yang telah berperan dalam proses
pembuatan makalah ini. Penulis juga berharap makalah ini dapat menambah wawasan
dan pengetahuan semua orang yang membaca makalah ini.
Terlepas dari hal tersebut, kami menyadari bahwa penyusunan makalah ini
masih jauh dari kata sempurna, oleh karena itu kami mengharapkan kritik dan saran
yang bersifat membangun dari semua pihak guna perbaikan di masa yang akan
datang.
Penulis
2
Daftar Isi
3
BAB I
Pendahuluan
1.1 Latar Belakang
PPh 21 adalah pajak atas penghasilan berupa gaji, upah,
honorarium,tunjangan dan pembayaran lain, dengan nama dan dalam bentuk apapun
sehubungandengan pekerjaan atau jabatan, jasa dan kegiatan yang dilakukan oleh
orang pribadisubjek pajak dalam negeri, sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21 UU
PPh.Bila penerima penghasilan tersebut adalah WPOP sebagai Subjek Pajak
DalamNegeri (SPDN), maka akan dikenai PPh Pasal 21, sedangkan bila
penerimapenghasilan adalah orang pribadi dengan status sebagai Subjek Pajak Luar
Negeri(SPLN) selain Bentuk Usaha Tetap akan dikenai PPh Pasal 26.
Adapun dasar hukum pengenaan PPh Pasal 21 yang mulai berlaku tahun 2009
adalah
1. UU No. 28 tahun 2007 tentang Perubahan Ketiga atas UU No. 6 tahun1983
tentang KUP
2. UU No. 36 tahun 2008 tentang Perubahan keempat atas UU No. 7 tahun1983
tentang PPh
3. PMK No. 250/PMK.03/2008 tentang Besarnya Biaya Jabatan atas BiayaPensiun
yang Dapat Dikurangkan dari Penghasilan Bruto Pegawai Tetapatau Pensiun
4. PMK No. 252/PMK.03/2008 tentang Petunjuk Pelaksanaan PemotonganPajak
atas Penghasilan Sehubungan Dengan Pekerjaan, Jasa dan KegiatanOrang Pribadi
5. PMK No. 254/PMK.03/2008 tentang Penetapan Bagian
PenghasilanSehubungan dengan Pekerjaan Dari Pegawai Harian dan Mingguan
sertaPegawai Tidak Tetap Lainnya yang Tidak Dikenakan Pemotongan
PajakPenghasilan.
6. PER-DJP Nomor : 31/PJ/2009 tentang Pedoman Teknis Tata
CaraPemotongan, Penyetoran dan Pelaporan Pajak Penghasilan Pasal
21Dan/Atau Pajak Penghasilan Pasal 26 Sehubugan dengan Pekerjaan, Jasa,dan
4
Kegiatan Orang Pribadi, yang kemudian direvisi dengan PER-DJPNomor :
57/PJ/2009
7. PER-DJP Nomor : 31/PJ./2012 tentang Pedoman teknis Tata Cara
Pemotongan, Penyetoran dan Pelaporan Pajak Penghasilan Pasal 21Dan/Atau
Pajak Penghasilan Pasal 26 Sehubungan Dengan Pekerjaan, Jasadan Kegiatan Orang
Pribadi.
5
1.2 Tujuan Pembelajaran
1. Apa objek pemotongan PPh Pasal 21
2. Apa saja subjek pemotongan PPh Pasal 21/26
3. Apa saja Objek PPh Pasal 21
4. Apa saja yang termasuk Non objek PPh Pasal 21
5. Bagaimana kebijakan/metode pemotongan PPh Pasal 21
6. Apa tata cara perhitungan PPh Pasal 21
7. Apa saja rekonsiliasi objek PPh Pasal 21
8. Apa saja Taxability dan Deductibility Objek PPh Pasal 21
9. Bagaimana contoh penerapan tax planning terkait dengan PPh Pasal 21
10. Alur perencanaan pajak PPh Pasal 21
11. Strategi perencanaan pajak untuk mengefisiensikan beban pajak
6
BAB II
ISI
2.1 Pemotong PPh Pasal 21
Pemotong PPh Pasal 21 dan/atau PPh Pasal 26, meliputi:
1. pemberi kerja yang terdiri dari:
orang pribadi;
badan; atau
cabang, perwakilan, atau unit, dalam hal yang melakukan sebagian atau
seluruh administrasi yang terkait dengan pembayaran gaji, upah, honorarium,
tunjangan, dan pembayaran lain adalah cabang, perwakilan, atau unit tersebut.
2. bendahara atau pemegang kas pemerintah, termasuk bendahara atau
pemegang kas pada Pemerintah Pusat termasuk institusi TNI/POLRI,
Pemerintah Daerah, instansi atau lembaga pemerintah, lembaga-lembaga
negara lainnya, dan Kedutaan Besar Republik Indonesia di luar negeri, yang
membayarkan gaji, upah, honorarium, tunjangan, dan pembayaran lain dengan
nama dan dalam bentuk apapun sehubungan dengan pekerjaan atau jabatan,
jasa, dan kegiatan;
3. dana pensiun, badan penyelenggara jaminan sosial tenaga kerja, dan badan-
badan lain yang membayar uang pensiun secara berkala dan tunjangan hari tua
atau jaminan hari tua;
4. orang pribadi yang melakukan kegiatan usaha atau pekerjaan bebas serta
badan yang membayar:
honorarium, komisi, fee, atau pembayaran lain sebagai imbalan sehubungan
dengan jasa yang dilakukan oleh orang pribadi dengan status Subjek Pajak
dalam negeri, termasuk jasa tenaga ahli yang melakukan pekerjaan bebas dan
bertindak untuk dan atas namanya sendiri, bukan untuk dan atas nama
persekutuannya;
honorarium, komisi, fee, atau pembayaran lain sebagai imbalan sehubungan
dengan jasa yang dilakukan oleh orang pribadi dengan status Subjek Pajak
luar negeri;
honorarium, komisi, fee, atau imbalan lain kepada peserta pendidikan dan
pelatihan, serta pegawai magang;
5. penyelenggara kegiatan, termasuk badan pemerintah, organisasi yang bersifat
nasional dan internasional, perkumpulan, orang pribadi serta lembaga lainnya
yang menyelenggarakan kegiatan, yang membayar honorarium, hadiah, atau
penghargaan dalam bentuk apapun kepada Wajib Pajak orang pribadi
berkenaan dengan suatu kegiatan.
7
2.2 Subjek Pemotongan PPh Pasal 21/26
Penerima penghasilan yang dipotong PPh Pasal 21 dan atau PPh 26 sesuai Per-DirjenPajak
No. PER-31/PJ./2012 adalah orang pribadi yang merupakan :
- Pengawai
- Penerima uang pesangan pensiun, jaminan dan tunjangan hari tua, termasuk ahli
warisnya
- Bukan pegawai meliputi:
a. Tenaga ahli yang melakukan pekerjaan bebas, yang terdiri dari
pengacara,akuntan, arsitek, dokter, konsultan, notaris, penilai dan aktuaris
b. Seniman
c. Olahragawan
d. Penasihat, pengajar, pelatih, penceramah, penyuluh, dan moderator
e. Pengarang, peneliti dan penerjemah
f. Pemberi jasa dalam segala bidang
g. Agen iklan
h. Pengawas atau pengelola proyek
i. Pembawa pesanan atau yang menemukan langganan atau yang menjadi perantara
j. Petugas penjaja barang dagangan
k. Petugas dinas luar asuransi
l. Distributor perusahaan multilevel marketing atau direct selling dan kegiatansejenis
lainnya
- Anggota dewan komisaris atau dewan pengawas yang tidak merangkap
sebagaipegawai tetap pada perusahaan yang sama
- Mantan pegawai
- Peserta kegiatan yang menerima/memperoleh penghasilan sehubungan
dengankeikutsertaannya dalam suatu kegiatan, antara lain :
a. Peserta perlombaan dalam segala bidang
b. Pesera rapat konferensi, sidang, pertemuan atau kunjungan kerja
c. Peserta atau anggota dalam suatu kepanitiaan sebagai penyelenggara
kegiatantertentu
d. Peserta pendidikan dan pelatihan
e. Peserta kegiatan lainnya
8
2.3 Objek PPh Pasal 21
Penghasilan yang dipotong PPh Pasal 21 dan/atau PPh Pasal 26 adalah sebagai
berikut:
1. Penghasilan yang dipotong PPh Pasal 21 dan atau PPh Pasal 26 sesuai Per-
Dirjen Pajak No. PER-31/PJ./2012
penghasilan yang diterima atau diperoleh Pegawai Tetap, baik berupa
Penghasilan yang Bersifat Teratur maupun Tidak Teratur;
penghasilan yang diterima atau diperoleh penerima pensiun secara teratur
berupa uang pensiun atau penghasilan sejenisnya;
penghasilan berupa uang pesangon, uang manfaat pensiun, tunjangan hari tua,
atau jaminan hari tua yang dibayarkan sekaligus, yang pembayarannya
melewati jangka waktu 2 (dua) tahun sejak pegawai berhenti bekerja;
penghasilan Pegawai Tidak Tetap atau Tenaga Kerja Lepas, berupa upah
harian, upah mingguan, upah satuan, upah borongan atau upah yang
dibayarkan secara bulanan;
imbalan kepada Bukan Pegawai, antara lain berupa honorarium, komisi, fee,
dan imbalan sejenisnya dengan nama dan dalam bentuk apapun sebagai
imbalan sehubungan jasa yang dilakukan;
imbalan kepada peserta kegiatan, antara lain berupa uang saku, uang
representasi, uang rapat, honorarium, hadiah atau penghargaan dengan nama
dan dalam bentuk apapun, dan imbalan sejenis dengan nama apapun;
penghasilan berupa honorarium atau imbalan yang bersifat tidak teratur yang
diterima atau diperoleh anggota dewan komisaris atau dewan pengawas yang
tidak merangkap sebagai Pegawai Tetap pada perusahaan yang sama;
penghasilan berupa jasa produksi, tantiem, gratifikasi, bonus atau imbalan lain
yang bersifat tidak teratur yang diterima atau diperoleh mantan pegawai; atau
penghasilan berupa penarikan dana pensiun oleh peserta program pensiun
yang masih berstatus sebagai pegawai, dari dana pensiun yang pendiriannya
telah disahkan oleh Menteri Keuangan.
2. Penghasilan yang dipotong PPh Pasal 21 dan/atau PPh Pasal 26 sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) termasuk pula penerimaan dalam bentuk natura
dan/atau kenikmatan lainnya dengan nama dan dalam bentuk apapun yang
diberikan oleh:
Wajib Pajak yang dikenakan Pajak Penghasilan yang bersifat final; atau
Wajib Pajak yang dikenakan Pajak Penghasilan berdasarkan norma
penghitungan khusus (deemed profit).
3. Dalam hal penghasilan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (1) diterima
atau diperoleh dalam mata uang asing, penghitungan PPh Pasal 21 dan/atau
PPh Pasal 26 didasarkan pada nilai tukar (kurs) yang ditetapkan oleh Menteri
Keuangan yang berlaku pada saat pembayaran penghasilan tersebut atau pada
saat dibebankan sebagai biaya.
9
4. Penghasilan berupa penerimaan dalam bentuk natura dan/atau kenikmatan
lainnya didasarkan pada harga pasar atas barang yang diberikan atau nilai
wajarnya.
10
analisa komprehensif karena selain menjadi beban, pengeluaran perusahaan untuk
menanggung PPh Pasal 21 karyawan tidak dapat dibebankan secara fiskal dalam
menghitung PPh Badan.
3. PPh Pasal 21 ditanggung perusahaan dengan cara memberikan tunjangan
pajak (ditunjang)
Perusahaan menanggung beban pajak karyawan baik sebagian maupun seluruhnya
dengan cara memberikan tunjangan pajak. Pemberian tunjangan pajak sifatnya sama
dengan tunjangan lainnya. Penghasilan karyawan yang bersangkutan akan bertambah
dengan diberikannya tunjangan pajak.
Pemilihan metode ini membutuhkan analisa komprehensif meskipun
pengeluaran perusahaan untuk menanggung PPh Pasal 21 karyawan secara fiskal
dapat dibebankan sebagai biaya dalam menghitung PPh Badan. Jika perusahan
sedang mengalami kerugian, tentu saja pilihan ini tidak menguntungkan karena
beban yang harus dipikul oleh perusahaan menjadi semakin besar mengingat
tunjangan pajak akan menambah penghasilan karyawan yang tentunya akan
menambah besarnya PPh Pasal 21.
Tunjangan Pajak dapat diberikan secara Flat (tetap) maupun dengan
melakukan Gross Up (Jumlahnya tidak tetap melainkan disesuaikan dengan besarnya
pajak yang harus dipotong dari penghasilan karyawan atau proporsional). Besarnya
tunjangan pajak yang diberikan secara Flat (Flat Method) biasanya akan berbeda
dengan PPh Pasal 21 yang sesungguhnya harus dipotong.
Besarnya tunjangan pajak yang diberikan secara Gross up atau dikenal dengan Metode Gross
up (Gross up Method) akan sama dengan PPh Pasal 21 yang sesungguhnya. Metode gross up
memberikan tunjangan pajak sebesar 100% dari PPh yang harus dipotong. Dalam praktek,
tunjangan pajak biasanya diberikan dengan metode gross up. Istilah gross up sendiri
sebenarnya tidak dikenal dan tidak disebutkan secara eksplisit diberbagai peraturan
perpajakan secara formal. Gross up pada dasarnya hanya berkaitan dengan logika
perhitungan yang dibuat sedemikian rupa sehingga tidak bertentangan dengan ketentuan
perpajakan.
11
Perhitungan PPh 21 tenaga lepas atau pegawai tidak tetap sebagai berikut.
Tidak ada PPh 21 yang dipotong jika upah harian atau rata-rata upah harian kurang dari
Rp450.000 dan jumlah kumulatif dalam satu bulan belum melebihi Rp4.500.000.
PPh 21 harus dipotong sebesar upah harian atau rata-rata upah harian dikurangi Rp450.000,
lalu dikalikan 5% jika, Upah harian atau rata-rata upah harian sudah lebih dari Rp450.000
tetapi jumlah kumulatif dalam satu bulan kalender belum melebihi Rp4.500.000.
PPh 21 harus dipotong sebesar upah harian atau rata-rata upah dikurangi PTKP sehari lalu
dikalikan 5%, jika, jumlah kumulatif dalam satu bulan kalender sudah lebih dari
Rp4.500.000, tetapi kurang dari Rp10.200.000.
Berlaku Tarif pada Undang-Undang Pajak Penghasilan Pasal 17 ayat (1) huruf (a), jika,
jumlah kumulatif dalam satu bulan kalender sudah lebih dari Rp10.200.000.
Tarif PPh 21 tenaga lepas di atas hanya diterapkan berdasarkan jumlah penghasilan bruto
sehari yang melebihi Rp450.000 atau jumlah penghasilan bruto dikurangi PTKP yang
sebenarnya, dalam hal jumlah penghasilan kumulatif dalam 1 bulan kalender telah melebihi
Rp4.500.000.
Bagi pegawai tidak tetap dengan penghasilan kumulatif yang telah melebihi Rp8.200.000,
PPh Pasal 21 pekerja lepas atau pegawai tidak tetap dihitung dengan menerapkan Pasal 17
ayat 1 huruf (a) Undang-Undang Pajak Penghasilan atas jumlah Penghasilan Kena Pajak
yang disetahunkan.
-Bukan Pegawai, meliputi:
Diatur pada Pasal 3C PER-16/PJ/2016, ruang lingkup bukan pegawai diantaranya adalah:
a.Tenaga ahli yang melakukan pekerjaan bebas, yakni pengacara, akuntan, arsitek, dokter,
konsultan, notaris, penilai, dan aktuaris;
b.Pemain musik, pembawa acara, penyanyi, pelawak, bintang film, bintang sinetron, bintang
iklan, sutradara, kru film, foto model, peragawan/peragawati, pemain drama, penari,
pemahat, pelukis, dan seniman lainnya;
c.Olahragawan;
d.Penasihat, pengajar, pelatih, penceramah, penyuluh, dan moderator;
e.Pengarang, peneliti, dan penerjemah;
f.Pemberi jasa dalam segala bidang, termasuk teknik, komputer dan sistem aplikasinya,
telekomunikasi, elektronika, fotografi, ekonomi dan sosial serta pemberi jasa kepada suatu
kepanitiaan;
g.Agen iklan;
12
h.Pengawas atau pengelola proyek;
i.Pembawa pesanan atau yang menemukan langganan atau yang menjadi perantara;
j.Petugas penjaja barang dagangan;
k.Petugas dinas luar asuransi; dan/atau
l.Distributor perusahaan MLM atau direct selling dan kegiatan sejenis lainnya.
a. Cara menghitung:
PKP = Tarif pajak x 50% x Penghasilan bruto
b. Jumlah penghasilan yang melebihi Rp450.000,00 (empat ratus lima puluh ribu
rupiah) sehari, yang berlaku bagi Pegawai Tidak Tetap atau Tenaga Kerja Lepas yang
menerima upah harian, upah mingguan, upah satuan atau upah borongan, sepanjang
penghasilan kumulatif yang diterima dalam 1 (satu) bulan kalender belum melebihi
Rp4.500.000,00 (empat juta lima ratus ribu rupiah)
c. 50% (lima puluh persen) dari jumlah penghasilan bruto, yang berlaku bagi Bukan
Pegawai sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 huruf c yang menerima imbalan yang tidak
bersifat berkesinambungan;
d. Jumlah penghasilan bruto, yang berlaku bagi penerima penghasilan selain
penerima penghasilan sebagaimana dimaksud pada huruf a, b, dan huruf c
2.Pengurangan yang diperbolehkan
a. Biaya jabatan
Berdasarkan Per-Menkeu No 252/PMK/2009, besarnya biaya jabatan yang dapat
dikurangkan dari penghasilan bruto utnuk perhitungan pemotongan PPh bagi pegawai tetap
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21 ayat (3) UU PPh No. 7 Tahun 1983, sebagaimana
telah beberapa kali diubah terakhir dengan UU No. 36 Tahun 2008, ditetapkan sebesar 5%
dari penghasilan bruto, dan setinggi-tingginya Rp 6.000.000 setahun atau Rp 500.000 sebulan
b.biaya pensiun
Berdasarkan Per-Menkeu No 252/PMK/2009, besarnya biaya jabatan yang dapat
dikurangkan dari penghasilan bruto utnuk perhitungan pemotongan PPh bagi pegawai tetap
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21 ayat (3) UU PPh No. 7 Tahun 1983, sebagaimana
telah diubah berkali-kali dan terakhir dengan UU No. 36 Tahun 2008 ditetapkan sebesar 5%
dari penghasilan bruto, setinggi-tingginya Rp 2.400.000 setahun dan Rp 200.000 sebulan
c.iuran yang terkait dengan gaji
13
Pengurangan penghasilan bruto berupa iuran pensiun dan iuran JHT yang ditanggung atau
dibayar sendiri oleh karyawan biasanya hanya diperuntukkan bagi pegawai tetap, dengan
ketentuan:
-iuran pensiun yang terikat gaji dan dibayarkan kepada dana pensiun yang pendiriannya telah
disahkan oleh Menkeu.
-iuran THT kepada badan penyelenggara Taspen dan Jamsostek
d.penghasilan tidak kena pajak (ptkp)
Penghasilan tidak kena pajak (ptkp) dalam perhitungan PPh 21 merupakan Batasan
penghasilan yang tidak dikenai pajak bagi orang pribadi yang berstatus sebagai pegawai, baik
pegawai tetap, termasuk pensiunan, pengawai tidak tetap, pemagang, dan calon pegawai,
termasuk juga pegawai harian lepas, dan distributor multi level marketing atau direct selling
maupun kegiatan sejenisnya, dengan ketentuan yang berbeda-beda.
Golongan Kode Tarif PTKP
Tidak Kawin (TK) TK/0 (tanpa tanggungan) Rp 54.000.000
TK/1 (1 tanggungan) Rp 58.500.000
TK/2 (2 tanggungan) Rp 63.000.000
TK/3 (3 tanggungan) Rp 67.500.000
Kawin (K) K/0 (tanpa tanggungan) Rp 58.500.000
K/1 (1 tanggungan) Rp 63.000.000
K/2 (2 tanggungan) Rp 67.500.000
K/3 (3 tanggungan) Rp 72.000.000
Kawin + Istri (K/I) KI/0 (tanpa tanggungan) Rp 112.500.000
Penghasilan suami dan istri KI/1 (1 tanggungan) Rp 117.000.000
digabung KI/2 (2 tanggungan) Rp 121.500.000
KI/3 (3 tanggungan) Rp 126.000.000
Penghasilan yang diterima oleh orang pribadi WP Luar negeri
Dikenai PPh pasal 26 dengan tarif 20% x penghasilan bruto, kecuali bila ada tax treaty dari
negara yang bersangkutan, maka tarif berdasarkan tax treaty itulah yang jadi pedoman.
14
dilakukan oleh sebagian SDM, maka rekonsiliasi juga harus dilakukan untuk data
SDM dengan data yang ada di bagian akuntansi/keuangan. Rekonsiliasi ini sangat
berguna dalam rangka pelaksanaan pengendalian dan pembuktian bahwa seluruh
objek PPh Pasal 21 telah dipotong PPh-nya. Hal semacam ini akan memudahkan
wajib pajak Ketika diperiksa oleh petugas pajak nantinya
Hubungan kerja antara karyawan dengan perusahaan berlaku prinsip umum,
yaitu taxability-deductibility. Jika bagi karyawan merupakan taxable income, di
perusahaan menjadi deductible expense, dan sebaliknya jika bagi karyawan
merupakan non taxable income maka di perusahaan menjadi non deductible expense.
Perlakuan ini bergantung pada kebijakan yang ditempuh oleh perusahaan. Dengan
prinsip tersebut, senantiasa akan terdapat pihak yang dikenai pajak
Namun demikian, terdapat beberapa penyimpangan dari prinsip umum
tersebut yang diatur secara khusus oleh ketentuan perpajakan. Misalnya, terdapat
pembayaran kepada karyawan yang bersifat non taxable, tetapi bagi perusahaan tetap
merupakan deductible expense, atau terdapat pembayaran kepada karyawan yang
bersifat taxable, tetapi di perusahaan bersifat non deductible expense
15
alternatif yang direkomendasikan adalah mengkaji mana yang lebih menguntungkan antara
memberikan kesejahteraan kepada karyawan dalam bentuk tunjangan (uang) atau dalam
bentuk (benefit in kind).
Prinsip Taxability dan Deductibility Mengenai Imbalan (Natura/ Uang)
Perlakuan Biaya Bagi Perusahaan/ Perlakuan PPh Pasal 21
Jenis Imbalan
Pemberi Kerja Bagi Penerima
Imbalan dalam
Deductible Taxable
bentuk uang
Imbalan dalam
Non Deductible Non Taxable
bentuk natura
16
2.10 Latihan Soal
Head First Company berencana untuk menjual 5,000 helm sepeda pada
harga $75/unitnya di tahun depan. Biaya produk terdiri atas:
18
Head First Company berencana untuk menjual 5,000 helm sepeda pada
harga $75/unitnya di tahun depan. Biaya produk terdiri atas:
Jawaban :
1. Margin of safety dalam jumlah unit
= 5,000-1,650 = 3,350 unit
2. Margin of safety dalam pendapatan penjualan
= $75(5,000) - $75(1,650) = $251,250
3. Degree of operating leverage
ሺͷ െͶͷሻ ൈ ͷǡͲͲͲ
ൌ
̈́ ͳͲͲǡͷͲͲ
ൌ ͳǡͷ
4. Perubahan persentase pada laba operasi = 1,5 × 10% = 15%
5. Laba operasi yang diharapkan = $100,500 + (1,5 × $100,500) = $251,250
19
Head-First Company sekarang menjual helm sepeda dan helm sepeda motor. Helm sepeda dijual dengan harga $75 dan
biaya variabelnya per unitnya sebesar $45. Helm sepeda motor dijual pada harga $220 per unit dan biaya variabelnya
sebesar $140 per unit. Total biaya tetap untuk Head-First secara keseluruhan adalah $58,900. Tahun depan, Head-First
memperkirakan dapat menjual 5,000 helm sepeda dan 2,000 helm sepeda motor
Diminta :
1. Tentukan sebuah paket yang terdiri atas helm sepeda dan helm sepeda motor berdasarkan besaran penjualan
2. Hitunglah titik impas dalam unit untuk helm sepeda dan helm sepeda motor
Jawaban :
1 Produk Harga Biaya variabel per unit Margin Kontribusi per unit Bauran penjualan Margin kontribusi per paket
Helm sepeda $75 $45 $30 9 $270
Helm sepeda motor $220 $140 $80 28 $2,240
2. Titik impas dalam unit untuk helm sepeda dan helm sepeda motor
ݏ ܽ݉ܫUݐ ̈́ ͷͺ ǡͻ ͲͲ
ܶ݅ ݇݅ݐ ൌ ൌʹ ͵ ǡͶ
̈́ ʹ ǡͷͳͲ
Titik impas per unit untuk helm sepeda = 9 × 23,46 = 211,23
Titik impas per unit untuk helm sepeda motor = 28 × 23,46 = 657,16
Head-first Company sekarang menjual helm sepeda dan helm sepeda motor. Tahun depan, Head-first memperkirakan dapat
menghasilkan total pendapatan sebesar $570,000 dan mengeluarkan biaya variabel sebesar $388,000. Total biaya tetap yang
diharapkan sebesar $58,900
1. Hitunglah titik impas dalam nilai penjualan untuk Head-First
2. Periksa jawaban anda dengan menyusun laporan laba rugi margin kontribusi
Jawaban :
1. Titik impas dalam nilai penjualan
̈́ ͳͺ ʹ ǡͲͲͲ
ܴܽ ܽܯ ݊݅݃ݎ ݇ ݑ ܾ݅ݎ ݐ ݅ݏ ൌ
̈́ ͷͲ ǡͲͲͲ
ൌͲǤ͵ ͻ ͳʹ
20
BAB III
Penutup
3.1 Kesimpulan
Analisis biaya volume laba menghasilkan informasi dampak perubahan harga
jual, biaya dan/atau volume penjualan terhadap laba bersih. Dalam
penyusunan anggaran, berbagai kemungkinan pilihan harga jual, volume
penjualan, dan biaya selalu dihadapi oleh manajemen. Dalam proses
penyusunan anggaran, manajemen memerlukan berbagai parameter. Berbagai
parameter tersebut memberikan bantuan yang penting bagi manajemen, dalam
mempertimbangkan berbagai usulan kegiatan dalam proses penyusunan
anggaran perusahaan. Kiranya makalah yang telah disusun oleh kelompok kami
bisa bermanfaat bagi para pembaca.
3.2 Saran
Demikianlah serangkaian bentuk makalah yang penulis buat, penulis menyadari
bahwa dalam makalah ini tak kuasa dengan kesalahan – kesalahan yang
ada, baik itu dari segi penulisan, gaya bahasa yang ditampilkan atau juga
sistematika pengambilan referensi. Untuk itu penulis meminta kritik yang bersifat
membangun, dan saran guna untuk memperbaiki serta mengevaluasi makalah ini.
Semoga Makalah yang dibuat ini bisa mendatangkan kemanfaatan bagi penulis
khususnya, serta pembaca pada umumnya.
21
Daftar Pustaka
22
23