Anda di halaman 1dari 11

PENERAPAN MAKSIM SOPAN SANTUN DALAM BERKOMUNIKASI SISWA

KELAS XI A SMA NEGERI 3 KABUPATEN MUARO JAMBI

TAHUN AJARAN 2016 /2017

ARTIKEL

Oleh

RHENI FHARA SHENSA

NIM A1B113039

PROGRAM STUDI PEDIDIKAN BAHASA DAN SASTRA INDONESIA

JURUSAN PENDIDIKAN BAHASA DAN SENI

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN


UNIVERSITAS JAMBI
AGUSTUS, 2017
Tujuan penelitian yang berjudul Penerapan Maksim Sopan Santun Dalam

Berkomunikasi Siswa Kelas XI A SMA Negeri 3 Kabupaten Muaro Jambi 2017 ini adalah

untuk mendeskripsikan Sopan Santun siswa khususnya berkenaan dengan pemakaian Prinsip

Sopan Santun Leech yang meliputi maksim kearifan, maksim kedermawanan, maksim pujian,

maksim kerendahan hati, maksim kesepakatan dan maksim kesimpatisan di SMA Negeri 3

Kabupaten Muaro Jambi yang terjadi antara siswa dengan guru dan siswa dengan siswa

lainnya.

Metode yang digunakan dalam pengumpulan data adalah Metode simak bebas libat

cakap, atau penyimakan. Teknik dasar metode simak adalah teknik sadap serta menggunakan

catatan sebagai teknik lanjutannya. Selanjutnya, data yang diperoleh dalam penelitian ini

dianalisis dengan metode padan pragmatis dan menggunakan teori pragmatis dengan prinsip

Sopan Santun Leech.

Hasil dari penelitian ini menunjukkan bahwa terdapat pematuhan terhadap maksim

sopan santun Leech yang meliputi: 3 pematuhan maksim kearifan, 3 pematuhan maksim

kedermawanan, 2 pematuhan maksim pujian, 1 pematuhan maksim kesederhanaan, 2

pematuhan maksim kesepakatan, dan 3 pematuhan maksim kesimpatisan.Pelanggaran

terhadap prinsip Kesantunan Leech selama masa penelitian meliputi: 1 pelanggaran maksim

kearifan, 4 pelanggaran maksim kedermawanan, 4 pelanggaran maksim pujian, 1 pelanggaran

maksim kerendahan hati, 1 pelanggaran maksim kesepakatan, dan 2 pelanggaran maksim

kesimpatisan.

Disarankan agar sopan santun berbahasa di lingkungan sekolah harus tetap digunakan

dan ditingkatkan lagi pemakaiannya, karena sekolah merupakan lingkungan formal tempat

anak menuntut ilmu.Oleh karena itu diharapkan kepada para ahli bahasa dan pihak yang
berwenang untuk memberikan penyuluhan mengenai kesantunan berbahasa agar tata cara

berbahasa di lingkungan sekolah lebih baik lagi hingga terwujud opini masyarakat bahwa

sekolah adalah lingkungan yang baik untuk mendidik anak menjadi lebih berilmu dan

bermoral.

Bahasa merupakan alat untuk berkomunikasi antar manusia dalam masyarakat yang berupa

bunyi ujar yangdihasilkan oleh alat ucap manusia. Bahasa yang berfungsi sebagai alat

komunikasi keberadaannya sangat penting di masyarakat. Komunikasi melalui bahasa

memungkinkan setiap orang dapat menyesuaikan diri dengan lingkungan fisik dan sosialnya

serta untuk mempelajari kebiasaan, kebudayaan, adat istiadat, serta latar belakang masing-

masing. Namun dalam berkomunnikasi terkadang manusia tidak menggunakan kesantunan

dalam berbahasa, contohnya berbahasa yang digunakan dilingkungan sekolah.

Menurut Keraf ( Maryani 2013:1 ) bahasa memiliki fungsi-fungsi tertentu yang

digunakan berdasarkan kebutuhan seseorang, yakni sebagai alat untuk mengekspresikan diri,

sebagai alat untuk berkomunikasi, sebagai alat untuk mengadakan integrasi dan beradaptasi

sosial dalam lingkungan atau situasi tertentu, dan sebagai alat untuk melakukan kontrol

sosial. Artinya bahwa bahasa adalah suatu alat untuk mengungkapkan pikiran, perasaan, dan

kemauan yang murni manusiawi, dengan pertolongan sistem lambang-lambang yang

diciptakan dengan sengaja.

Ilmu pragmatik, Mengenal dengan istilah sopan santun berbahasa. Sopan

santun adalah tata cara, adat atau kebiasaan yang berlaku dalam masyarakat. Sopan santun

juga merupakan aturan prilaku yang ditetapkan dan disepakati bersama oleh suatu masyarakat

tertentu, sehingga sopan santun sekaligus menjadi prasyarat yang disepakati oleh masyarakat.

Oleh karena itu sopan santun biasa disebut “tatakrama”.

Sopan santun bahasa tercermin dalam tata cara berkomunikasi lewat tanda verbal.

Ketika berkomunikasi, pengguna bahasa tunduk pada norma-norma budaya, tidak hanya
menyampaikan ide dan pikirkan, tata cara berbahasa juga harus sesuai dengan unsur-unsur

budaya yang ada dalam masyarakat. “Pragmatik menelaah makna dalam hubungannya

dengan situasi ujar yang terdiri atas unsur-unsur penyapa dan yang disapa, konteks, tujuan,

tindak ilokusi dan tuturan; juga dapat ditambahkan unsur waktu dan tempat.

Dari uraian pragmatik di atas, dapat disimpulkan bahwa pragmatik adalah telaah

penggunaan bahasa nyata dan sesuai dengan konteks pemakaiaannya, sedangkan konteks

yang dimaksud adalah segala latar belakang pengetahuan yang dimiliki oleh penutur dan

mitra tutur yang menyertai dan mewadai sebuah tuturan. mengemukakan prinsip sopan

santun meliputi enam maksim. Keenam maksim tersebut adalah maksim sopan santun,

maksim kearifan, maksim kedermawanan, maksim kesepakatan, maksim pujian, dan maksim

kesederhanaan, maksim kerendahan hati. Maksim-maksim tersebut menganjurkan agar kita

mengungkapkan keyakinan-keyakinan dengan sopan dan menghindari ujaran yang tidak

sopan.

Maksim-maksim ini dimasukkan ke dalam kategori prinsip sopan santun. Dari

prinsip-pinsip tersebut, terdapat empat maksim yang melibatkan skala-skala berkutub dua,

yakni skala untung-rugi dan skala puji-kecaman. Keempat maksim tersebut adalah maksim

kearifan, maksim kedermawanan, maksim pujian, dan maksim kesepakatan dan maksim

kesimpatisan. Sedangkan satu maksim lainnya ( maksim kerendahan hati) melibatkan skala-

skala yang hanya satu kutubnya

Walaupun antara skala yang satu dengan yang lain ada kaitannya, setiap maksim

berbeda dengan jelas, karena setiap maksim mengacu pada sebuah skala penilaian yang

berbeda dengan skala penilaian maksim-maksim lainnya. Keenam maksim dan sub maksim

masing-masing sebagai berikut.

Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan kualitatif. kualitatif

adalah penelitian yang menghasilkan data yang berupa kata-kata tertulis atau lisan dari orang-
orang dan prilaku yang dapat diamati. Penelitian yang berjudul “Penerapan Maksim Sopan

Santun dalam Berkomunikasi Siswa Kelas XI A SMA Negeri 3 Kabupaten Muaro Jambi” ini

mengamati kata-kata yang digunakan dalam percakapan siswa dengan guru dan siswa dengan

siswa lainnya yang mengandung sopan santun berbahasa.

Jenis penelitian ini adalah penelitian deskriptif. deskriptif adalah jenis penelitian yang

menjelaskan data atau objek secara natural, objektif, dan faktual (apa adanya). Jenis

penelitian deskriptif ini digunakan untuk menggambarkan apa adanya hasil dari pengumpulan

data yang telah dilakukan peneliti. Jenis penelitian ini dipilih karena dapat memberikan

gambaran yang secermat mungkin mengenai individu. Dalam penelitian ini kehadiran peneliti

diperlukan selama pengumpulan data dan informasi. Kehadiran peneliti dalam aspek kerja

yakni sebagai perencana, pengumpulan data dan pelaporan hasil penelitian sehingga

keterlibatan peneliti sangat diperlukan. Hal ini sangat diperlukan dalam pengumpulan data

berlangsung hingga terkumpul dengan sempurna dan lengkap. Namun dalam setiap peristiwa

tutur tersebut peneliti selalu berusaha menciptakan suasana alamiah. Artinya peneliti

berusaha agar keberadaan peneliti sebisa mungkin tidak disadari sebagai orang yang sedang

menyimak perilaku partisipan yang terlibat dalam peristiwa tutur yang sedang diamati,

sehingga data yang diperoleh adalah data pemakaian bahasa yang sesungguhnya terjadi,

bukan yang diciptakan oleh para partisipan karena sadar bahwa peristiwa tutur yang

dilakukan sedang diamati oleh peneliti, yang memungkinkan mereka melakukan peristiwa itu

secara wajar atau tidak direkayasa.

Selama melakukan penelitian, peneliti dituntut kejeliannya mulai dari mengamati,

menyimak, merekam, serta berupa bentuk sopan santun berbahasa dan pelanggarannya.

Kehadiran peneliti secara berkesinambungan dan terus menerus dari menyimak, merekam,

mencatat, mengolah data sampai pada pengecekan keabsahan data. Pada bab ini akan

dikemukakan hasil peneleitian dan pembahasan mengenai Penerapan Maksim Sopan Santun
Dalam Berkomunikasi Siswa Kelas XI A SMA Negeri 3 Kabupaten Muaro Jambi. Hasil

penelitian dan pembahasan akan disajikan dalam satu pemaparan secara berturut-turut sesuai

prinsip Sopan santun Leech. Prinsip Sopan Santun Leech terdiri dari enam maksim, yakni

maksim kearifan, maksim kedermawanan, maksim pujian, maksim kesederhanaan, maksim

kesepakatan, dan maksim kesimpatisan.

Berikut penulis akan menganalisis tuturan langsung pemakaian dan penerapan maksim sopan

santun dalam berkomunikasih siswa kelas XI A SMA Negeri 3 Kabupaten Muaro Jambi oleh

siswa dengan guru dan siswa dengan siswa lainnya dan pelanggaran terhadap prinsip sopan

santun Leech. Maksim merupakan kaidah kebahasaan di dalam interaksi lingual, yaitu

kaidah-kaidah yang mengatur tindakannya, penggunaan bahasanya, dan interpretasi-

interpretasinya terhadap tindakan dan ucapan lawan tuturnya. Selain itu maksim juga disebut

sebagai bentuk pragmatik berdasarkan bentuk kerja sama dan prinsip sopan santun. Maksim-

maksim tersebut menganjurkan agar kita

Kearifan adalah suatu sifat atau karakter seseorang. Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia

(KBBI), kearifan diartikan sebagai sifat yang bijaksana; cerdik dan pandai. Leech

menyebutnya dalam prinsip sopan santun sebagai maksim kearifan yang mengharuskan

peserta tutur agar senantiasa berpegang teguh untuk selalu untuk selalu mengurangi

keuntungan dirinya sendiri dan memaksimalkan pihak lain. Untuk mengukur sopan santun

dalam maksim kebijaksanaan menggunakan skala untung rugi atau Cost benefit scale. Berikut

bentuk pematuhan maksim kearifan yang peneliti temukan di SMA Negeri 3 Kabupaten

Muaro Jambi. Tuturan pada data 1 bisa saja menjadi tidak santun dan melanggar maksim

kearifan misalnya jika Siswa 1 menambahi kerugian orang lain dan menambahi keuntungan

diri sendiri. Misalnya saja dengan tuturan ”pokoknyo agek aku bawa duluan yo buku yang di
Desi, kau tunggu aku selesai.” Atau bisa juga dengan tuturan “kalo kau mau nyatat jugo

ambil dewek yo di rumah aku, aku yang minjem dengan Desi duluan.”

Setiap prilaku transaksi dalam maksim ini diharuskan untuk mengurangi cacian pada orang

lain dan menambah pujian pada orang lain. Penutur yang selalu mematuhi maksim ini akan

dianggap sebagai orang yang tahu sopan santun, pintar mengahargai orang lain, dan

terhindar dari prasangka buruk mitra bicaranya. Jika pelaku transaksi komunikasi mempunyai

kecenderungan untuk selalu mematuhi maksim ini, maka jalannya komnkasi dan hubungan

interpersonal antar penutur dan petutur akan terjalin dengan sangat harmonis.karena masing-

masing pihak akan ada keinginan untuk saling menghargai satu samalain dan akan terjauh

dari tuturan mencaci dan menyakiti lawan tuturnya.Tuturan siswa diatas adalah santun.

Dalam tuturan diatas tampak bahwa pujian yang dilontarkan Siswa 1 terhadap siswa 2 di

tanggapi oleh Siswa 2 dengan bersikap rendah hati. Siswa 2 telah dengan cara mengurangi

pujian terhadap dirinya sendiri dan tidak menyombongkan dirinya atas kemampuan yang

dimilikinya. Maka dari itu, tuturan pada data 9 tersebut telah mematuhi prinsip sopan santun

Leech terutama maksim pujian.

Tuturan dalam data 9 tersebut bisa menjadi tidak santun, misalnya jika siswa 2

menanggapi tuturan Siswa 1 kepada gurunya tersebut dengan bertutur “io, Bu. Dak ado dak

yang biso sebagus kami meranin tokoh raja tu.” Atau bisa juga jika Siswa 2 bertutur “io lah,

aku kan multi talenta. Emangnyo kau dak biso apo-apo. Jelas tuturan tersebut telah

melanggar maksim kesederhanaan karena telah menambahi idan memaksimalkanpujian pada

diri sendiri. Tuturan siswa pada data 10 adalah santun. Dalam tuturan tersebut tampak Siswa

2 telah memaksimalkan kesepakatan dengan Siswa 1 dengan cara menyatakan kecocokan

atau kemufakatannya terhadap pendapat yang dituturkan oleh siswa 1 bahwa menurutnya

memang benar yang dikatan siswa 1, dan ia setuju, Ibu guru yang mengawas ketika mereka

ujian sangat tidak menyenangkan. Tuturan Siswa 2 dikatakan santun karena telah mengurangi
ketidaksepakatan antara diri sendiri dengan oang lain dan telah mematuhi prinsip sopan

santun Leech terutama maksim kesepakan.

Data11
Siswa 1 : “Itu bae balon yang waktu perpisahan hargonyo dinaiin, awalny
3500 jadi 5000. Gilo dak mamang tu. Mahal nian”
Siswa 2 : “Io, mau dak maulah harus bayar. karena udah tedesak.
Dalam percakapan data 11 diatas, tampak bahwa Siswa 2 telah mematuhi maksim

kesepakatan. Hal ini ditunjukkan dengan tuturannya yang bermaksud menyatakan setuju

dengan pendapat siswa 1 bahwa harga balon yang mereka beli ketika perpisahan terlalu

mahal tetapi mereka terpaksa membeli karena mereka membutuhkan balon tersebut dan tidak

ada lagi penjual balon yang lain di sekitar mereka. Dengan demikian tuturan siswa 2 tersebut

telah mematuhi prinsip sopan santun Leech terutama maksim kesepakan.

Tuturan Siswa 2 pada data 11 tersebut bisa berubah menjadi tidak santun, misalnya

jika ia bertutur “ah, segitu kok mahal, menurut aku normal-normal bae tuh.” Atau jika Siswa

2 bertutur “biaklah, mamang tukang balon itu kan mau nyari duit.

Maksim kesimpatisan adalah suatu model kesantunan dimana pelaku tutut diwajibkan untuk

memahami perasaan lawan tuturnya, terutama disaat lawan tuturnya sedang gundahh gulana

karena didera suatu masalah atau musibah. Dengan pemahaman rasa seperti itu diharaapkan

lawan tutur menjadi sedikit terhibur atau merasa nyaman melakukan transaksi komunikasi

sosial bersama pelaku tutur.

Penutur yang senantiasa selalu mentaati maksim ini akan dianggap sebagai seorang

yang santun karena pandai meahami perasaan orang lain dan menghargai pentingnya sebuah

hubungan antarpersonal dan sosial

Data 12

Siswa : “Buk kami tes seminggu lagi. Tapi takut dak lulus kami, Buk.”
Guru : “Insyaallah lulus lah tu, usaha dulu. Harus potimis!”
Tuturan Guru pada data 12 di atas adalah santun. Dalam tuturan tersebut tampak

bahwa Guru telah memaksimalkan sikap simpati kepada lawan bicaranya. Dalam hal ini,

Guru telah bersikap santun karena telah bersimpati terhadap Siswa dengan mendoakan dan

memberikan semangat.Dengan demikain, tuturan Guru dalam data 12 di atas telah mematuhi

prinsip sopan santun Leech terutama maksim kesimpatisan.

Tuturan tersebut akan menjadi tidak santun dan melanggar maksim kesimpatisan jika

guru menjawab dengan tuturan yang antipati terhadap pernyataan siswa. Misalnya dengan

berkata “ah, lantak situlah, ibu dak ada urusan jugo dengan kau”. Atau bisa juga dengan

tuturan “mati-mati lah situ, siapa suruh sekolah dua tahun bolos terus.” Hasil penelitian

analisis penerapan maksim sopan santun dalam berkomunikasi siswa kelas XI A SMA Negeri

3 Kabupaten Muaro Jambi sesuai dengan tujuan awal yakni untuk mendeskripsikan

penggunaan prinsip sopan santun Leech yang diucapkan oleh siswa dengan guru dan siswa

dengan siswa lainnya di SMA Negeri 3 Kabupaten Muaro Jambi. Dalam proses mendapat

data yang dibutuhkan penulis menggunakan metode simak, dilakukan penyimakan terhadap

percakapan siswa dengan guru dan siswa dengan siswa lainnya.

Untuk mendapatkan data selain dengan metode simak, peneliti menggunakan teknik

simak bebas libat cakap (TSLBC), teknik rekam dan teknik catat sebagai teknik lanjutan. Hal

ini dilakukan agar peneliti mendapatkan data penelitian yang dibutuhkan sebanyak dan

seabsah mungkin.

Penelitian yang telah dilakukan sejalan dengan prinsip sopan santun Leech (1993)

yang terdiri dari 6 maksim, yaitu maksim kearifan, maksim kedermawanan, maksim pujian,

maksim kesederhanaan, maksim kesepakatan dan maksim kesimpatisan.

Kenyataan di latar penelitian membuktikan tuturan yang ada di SMA Negeri 3

Kabupaten Muaro Jambi terhadap maksim-maksim prinsip sopan santun Leech hampir

merata pemakaiannya di setiap maksim, ditemukan pemakaian dan pelanggaran terhadap


keenam maksim, yaitu maksim kearifan, maksim kedermawanan, maksim pujian, maksim

kesederhanaan, maksim kesepakatan dan maksim kesimpatisan. Hanya saja, pada maksim

kesederhanaan yang sangat jarang ditemukan baik pematuhan maupun pelanggarannya.

Maksim ini jarang digunakan oleh Siswa dan guru SMA Negeri 3 Kabupaten Muaro Jambi.

Sedangkan maksim yang paling banyak digunkakan dalam tuturan siswa dan guru di SMA

Negeri 3 Kabupaten Muaro Jambi adalah maksim kedermawanan. Terdapat 3 Pemakaian

maksim kedermawanan, dan 3 pelanggaran terdapat maksim kedermawanan ini. Misalnya

pematuhan kedermawanan yang terdapat pada data (6) dalam tuturan “nanti biar Ibu

mintakan, kalian kerjakan yang itu dulu ya”. Terdapat 3 pematuhan maksim kearifan, 3

pematuhan maksim kedermawanan, 2 pematuhan maksim pujian, 1 pematuhan maksim

kesederhanaan,

2 pematuhan maksim kesepakatan, dan 3 pematuhan maksim kesimpatisan. Terdapat 1

pelanggaran maksim kearifan, 4 pelanggaran maksim kedermawanan, 4 pelanggaran maksim

pujian, 1 pelanggaran maksim kesederhanaan, 1 pelanggaran maksim kesepakatan, dan 2

pelanggaran maksim kesimpatisan. . Sopan santun berbahasa di lingkungan sekolah harus

tetap digunakan dan ditingkatkan lagi pemakaiannya, oleh karena itu diharapkan kepada

para ahli bahasa dan pihak yang berwenang untuk memberikan penyuluhan mengenai

sopan santu berbahasa agar tata cara berbahasa di lingkungan sekolah lebih baik lagi

hingga terwujud opini masyarakat bahwa sekolah adalah lingkungan yang baik untuk

mendidik anak menjadi lebih bermoral.

2. Penelitian tentang sopan santun dalam berkomunikasi ini masih perlu dikaji lebih

luas dan tidak hanya dilingkungan sekolah saja, bagi para peneliti yang berminat

melakukan penelitian lebih lanjut dapat menjadikan skripsi ini sebagi contoh analisis yang

akan memudahkan dalam penjelasan tentang sopan santun .


3. Hasil penelitian ini diharapkan bisa dijadikan salah satu tolak ukur sopan

santun dalam berkomunikasi di lingkungan sekolah maupun di tempat umum di

Indonesia sehingga kedepannya bisa ada usaha untuk lebih baik lagi.

Anda mungkin juga menyukai