Hukum Perdata
Hukum Perdata
LEMBAR JAWABAN
1. Kasus perdata tidak akan bisa menjadi kasus pidana apabila di dalam prosesnya terjadi
perubahan kasus perdata yang ditindaklanjuti di lembaga peradilan sebagai delik
pidana, hal ini tidak berarti kedudukan kasus tersebut berubah.
2. Cakupan Hukum harta kekayaan adalah peraturan-peraturan hukum yang mangatur
tentang hak dan kewajiban manusia yang bernilai uang.
Seseorang yang dianggap tidak cakap atas dasar hal itu, orang tersebut dengan keputusan
Hakim dimasukkan ke dalam golongan orang yang tidak cakap bertindak. Orang tersebut
diberi wakil menurut Undang-undang yang disebut Pengampu (curator).
3. Undang-undang No. 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan juga mengatur batas usia
dewasa cakap hukum. Disebutkan bahwa anak adalah setiap orang yang berumur di bawah
delapan belas tahun.
4. Secara perdata, keluarga korban bisa menuntut ganti rugi akibat kematian itu.
Secara perdata, pihak panitia dan keamanan telah melanggar pasal 1365 KUHperdata,
yang berbunyi: "Tiap perbuatan melawan hukum yang membawa kerugian kepada orang
lain, mewajibkan orang karena salahnya menerbitkan kerugian itu, mengganti kerugian
tersebut."
5. Berikut ini kami jelaskan satu per satu syarat perjanjian dapat dikatakan sah:
Syarat perjanjian dinyatakan sah yang pertama adalah adanya kesepakatan para pihak.
Artinya harus ada persetujuan atau kesepakatan para pihak yang membuat perjanjian. Tidak
boleh ada paksaan atau tekanan, melainkan perjanjian harus atas dasar kehendak sendiri.
Hal ini juga telah ditegaskan kembali dalam Pasal 1321 KUH Perdata:
Tiada suatu persetujuan pun mempunyai kekuatan jika diberikan karena kekhilafan atau
diperoleh dengan paksaan atau penipuan.
Mengenai cakap tidaknya seseorang, perlu diketahui siapa saja yang menurut hukum tidak
cakap atau tidak punya kedudukan hukum untuk membuat perjanjian, sebagaimana
disebutkan dalam Pasal 1330 KUH Perdata yaitu:
Akan tetapi dalam perkembangannya istri dapat melakukan perbuatan hukum sebagaimana
yang diatur dalam SEMA No. 3 Tahun 1963 jo. Pasal 31 UU Perkawinan.
Yang dimaksud suatu hal tertentu dalam syarat perjanjian agar dinyatakan sah adalah objek
perjanjian yaitu prestasi misalnya memberikan sesuatu, berbuat sesuatu, atau tidak berbuat
sesuatu seperti yang disebutkan dalam Pasal 1234 KUH Perdata.
KUH Perdata tidak menjelaskan lebih lanjut mengenai sebab yang halal. Adapun yang
diatur adalah suatu sebab terlarang jika dilarang oleh undang-undang, bertentangan dengan
kesusilaan atau ketertiban umum. Demikian yang disebutkan dalam Pasal 1337 KUH
Perdata.
Jadi secara singkat, perjanjian tidak serta merta batal demi hukum, melainkan harus
dimintakan pembatalan ke pengadilan.
Perjanjian dapat dibatalkan adalah akibat hukum dari tidak terpenuhinya syarat subjektif
(kesepakatan dan/atau kecakapan) sebagai syarat sah perjanjian.
Perjanjian batal demi hukum adalah akibat hukum dari tidak terpenuhinya syarat objektif
(suatu hal tertentu dan/atau sebab yang halal) sebagai syarat sah perjanjian
Dasar hukum fidusia tertuang dalam Undang-Undang No. 42 Tahun 1999. Dalam UU
tersebut telah ditetapkan siapa saja pihak yang termasuk dalam Pemberi dan Penerima
Fidusia.