Anda di halaman 1dari 17

Arc. Com.

Health • April 2021


ISSN: 2527-3620 Vol. 8 No. 1: 55 - 71

HUBUNGAN SAFETY CULTURE DENGAN PERILAKU KESEHATAN DAN


KESELAMATAN KERJA PADA PUSAT TEKNOLOGI DAN KESELAMATAN
REAKTOR NUKLIR BATAN TAHUN 2020

Carolyna Mairing1, I Made Ady Wirawan*1, Deswandri2


1 Program Studi Sarjana Kesehatan Masyarakat Fakultas Kedokteran Universitas Udayana, 2Pusat Teknologi dan
Keselamatan Reaktor Nuklir (PTKRN) BATAN
*Email: ady.wirawan@unud.ac.id

ABSTRAK
Safety culture merupakan budaya organisasi yang mengutamakan pada nilai–nilai dan sikap keselamatan.
Walaupun instansi telah menghimbau tenaga kerja untuk mengutamakan keselamatan, namun tenaga kerja belum
memahami bahwa perilaku K3 bagi tenaga kerja merupakan hal penting untuk menghindari PAK maupun KAK.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan safety culture dan faktor individu dengan perilaku K3 di Pusat
Teknologi dan Keselamatan Reaktor Nuklir (PTKRN) BATAN. Penelitian ini menggunakan desain kuantitatif
analitik dengan rancangan cross-sectional study. Responden pada penelitian ini berjumlah 51 orang dengan teknik
pengambilan sampel purposive sampling. Hasil menunjukan proporsi responden berperilaku K3 baik sebesar
49,02%. Tingkat pendidikan yang lebih tinggi mempunyai proporsi perilaku K3 lebih tinggi secara bermakna
(p=0,023), sedangkan pada variabel umur, jenis kelamin, masa kerja dan safety culture tidak berhubungan secara
bermakna dengan perilaku K3 (p>0,05). Oleh karena itu perlu dicermati faktor penyebab lebih luas yang
mempengaruhi perilaku K3. Selain itu pihak manajemen hendaknya melakukan upaya untuk meningkatkan
perilaku K3.
Kata Kunci: Safety culture, Perilaku K3, Tenaga Kerja

ABSTRACT
Safety culture is an organizational culture that prioritizes safety values and attitudes. Although the company has
called on workers to prioritize safety, workers do not yet understand that safety behavior for workers is important
to avoid both occupational illness and work accident. This study aims to determine the relationship between safety
culture and individual factors with safety behavior at the Nuclear Reactor Technology and Safety Center BATAN.
This study uses quantitative analytic research with a cross-sectional study design. Respondents in this study
amounted to 51 people with a purposive sampling technique. The results show the proportion of respondents have
nice safety behavior at 49.02%. A higher level of education has a significantly higher proportion of safety behavior
(p = 0.023), while the age, sex, years of service and safety culture variables are not significantly related to safety
behavior (p> 0.05). Therefore it is necessary to look at the wider factors that influence safety behavior. Besides,
improvement of occupational health and safety should be targeted.
Keywords: Safety culture, Safety behavior, Workers

PENDAHULUAN dengan merugikan perusahaan baik


Salah satu faktor penting yang secara langsung maupun tidak langsung.
perlu diperhatikan oleh perusahaan Secara umum jumlah kecelakaan kerja
untuk menjamin kesejahteraan pekerja yang terjadi sebanyak 80–85%
yaitu keselamatan dan kesehatan kerja diakibatkan oleh unsafe action, sedangkan
(K3). Hal tersebut karena dampak sebanyak 15–20% disebabkan oleh unsafe
kecelakaan akibat kerja maupun penyakit condition (Kusumarini, 2017).
akibat kerja tidak hanya merugikan Keberhasilan suatu perusahaan dalam
tenaga kerja, namun demikian juga mencapai tujuannya sangat ditentukan

55
Mairing, Wirawan & Deswandri Vol. 8 No. 1: 55 - 71

oleh kemampuan, kualitas pekerja dan Reaktor Nuklir (PTKRN) yang memiliki
kinerja kerja. Salah satu faktor yang proses kerja melakukan konsultasi dan
berpengaruh terhadap kinerja kerja yaitu bimbingan penelitian teknologi dan
safety culture. Safety culture yaitu sikap keselamatan reaktor nuklir, kemudian
dalam suatu organisasi maupun individu melakukan dan memfasilitasi pengujian
yang mengutamakan keselamatan dan analisis penelitian teknologi dan
(Kharismasari, 2018). Morrow et al. (2014) keselamatan reaktor nuklir (Tim
dalam penelitiannya menyatakan bahwa Reformasi Birokrasi BATAN, 2011).
safety culture merupakan perhatian dalam Penerapan Safety culture pada industri
industri–industri, diantaranya yaitu besar seperti BATAN terkhusus pada
operasi tenaga nuklir. divisi PTKRN perlu diperhatikan untuk
Berdasarkan hasil penelitiannya menciptakan lingkungan kerja yang
pada United States Nuclear Industry nyaman, aman dan sehat bagi para
menunjukkan bahwa terdapat hubungan pekerjanya sehingga dapat
antara safety culture dengan perilaku K3 meningkatkan produktivitas tenaga kerja
pada tenaga kerja. Kurangnya perilaku dalam instansi serta terhindar dari
K3 merupakan akibat dari sebab kecelakaan kerja.
terjadinya kecelakaan kerja. Perilaku K3 Heinrich dkk (1980) merumuskan
tenaga kerja merupakan suatu timbal faktor-faktor yang berpengaruh terhadap
balik dari tenaga kerja terhadap perilaku K3, yaitu faktor manajemen,
manajemen atas usaha keselamatan yang faktor individu dan faktor lingkungan.
dilakukan oleh perusahaan (Zhou & Faktor individu terdiri dari (1) umur, (2)
Jiang, 2015). tingkat pendidikan, (3) masa kerja, (4)
Badan Tenaga Nuklir Nasional jenis kelamin. Umur berpengaruh
(BATAN) merupakan salah satu terhadap daya tangkap serta pola pikir
Lembaga Pemerintah Non Kementrian seseorang. Semakin bertambah usia maka
Indonesia yang bertugas melaksanakan daya tangkap dan pola pikir akan
tugas pemerintahan pada bidang semakin berkembang, sehingga
penelitian, pengembangan dan pengetahuan yang diperoleh semakin
pemanfaatan tenaga nuklir. Sejalan baik. Berdasarkan penelitian Septiani
dengan perkembangan ilmu (2018) terdapat hubungan antara umur
pengetahuan dan teknologi yang telah dengan perubahan perilaku pekerja
diterapkan di Badan Tenaga Nuklir dalam penerapan safe behavior.
Nasional (BATAN) maka potensi bahaya Menurut Badan Pusat Statistik
semakin kompleks dan beragam (Andika, (2016) klasifikasi kelompok umur pada
2015) karena semakin banyak pekerja tenaga kerja terbagi menjadi 4 kelompok
yang harus berhadapan dengan yaitu 20–29 tahun, 30–39 tahun, 40–49
pekerjaan yang berpotensi terhadap tahun, kemudian ≥50 tahun.
kejadian KAK maupun PAK. Tingkat pendidikan seseorang
Salah satu bagian dari BATAN berpengaruh terhadap wawasan serta
yaitu Pusat Teknologi dan Keselamatan cara pandang dalam menghadapi suatu

56
Arc. Com. Health • April 2021
ISSN: 2527-3620 Vol. 8 No. 1: 55 - 71

masalah. Pendidikan sangat erat patuh terhadap standar operasional


kaitannya dengan pengetahuan, prosedur, (2) berhati-hati dalam bekerja,
seseorang dengan tingkat pendidikan (3) tidak melanggar peraturan institusi,
yang tinggi diharapkan memiliki (4) mengikuti pelatihan K3, (5)
pengetahuan yang semakin luas. menghindari kecelakaan kerja, (6)
Berdasarkan hasil penelitian Rismayani melaporkan kerusakan keralatan kerja,
(2017) terdapat hubungan antara tingkat (7) pemeriksaan kesehatan pada klinik,
pengetahuan tentang keselamatan kerja (8) tidak bergurau saat bekerja, (9)
dengan safety behavior (nilai p 0,021 penggunaan alat pelindung diri, (10)
dengan OR=4,675). penyelamatan diri pada kondisi darurat.
Pengalaman setiap individu Safety culture dapat didefinisikan
berkembang menjadi pengetahuan serta sebagai proses berinteraksi dari setiap
keterampilan, hal tersebut berpengaruh individu yang terlibat dalam
terhadap kemampuan seseorang dalam memberikan kontribusi untuk mencapai
mengambil keputusan. Semakin lama kinerja keselamatan yang tinggi. Safety
masa kerja seseorang maka pengalaman culture memiliki lima karakteristik, yaitu:
yang diperoleh lebih banyak sehingga (1) keselamatan sebagai nilai yang diakui
memungkinkan tenaga kerja dapat dan dihapami, (2) kepemimpinan
bekerja lebih aman. Rinanda & Paskarini keselamatan, (3) akuntabilitas
(2014) dalam penelitiannya pada keselamatan, (4) keselamatan
pengemudi pengangkut bahan kimia terintegrasi, (5) keselamatan sebagai
berbahaya menyatakan bahwa terdapat penggerak pembelajaran. International
hubungan antara masa kerja terhadap Atomic Energy Agency (IAEA) (1991)
perilaku selamat (safe behavior) dengan merumuskan suatu penilaian mandiri
C=0,441. terhadap safety culture yaitu ‘Safety culture
Jenis kelamin merupakan Assesment Review Team’ (SCART).
perbedaan organ biologis laki–laki dan
perempuan khususnya pada bagian alat METODE PENELITIAN
reproduksi, laki–laki dan perempuan Penelitian ini merupakan penelitian
memiliki kecenderungan yang berbeda analitik dengan pendekatan kuantitatif.
dalam hal pengalaman pekerjaan. Rancangan penelitian menggunakan
Masyarakat Indonesia memiliki persepsi metode cross-sectional untuk menganalisis
bahwa peran ideal perempuan adalah hubungan safety culture dengan perilaku
dirumah sedangkan peran ideal laki–laki K3 pada PTKRN BATAN. Populasi
adalah untuk bekerja, dengan demikian terjangkau pada penelitian ini adalah
perempuan yang bekerja di luar rumah tenaga kerja pada PTKRN BATAN.
lebih rentan dalam mengalami konflik Jumlah sampel minimum pada penelitian
pekerjaan (Kismono et al, 2014). ini 50 responden. Teknik pengambilan
Kemudian indikator perilaku K3 sampel menggunakan teknik purposive
menurut Kristiana (2018) meliputi: (1) sampling.

57
Mairing, Wirawan & Deswandri Vol. 8 No. 1: 55 - 71

Instrumen yang digunakan pada berisikan informed consent serta


penelitian ini adalah kuesioner yang pertanyaan mengenai safety culture dan
dikirim secara online untuk mengukur perilaku K3 yang terhubung langsung
perilaku K3 responden sebagai variabel dengan google form peneliti.
tergantung dan Safety culture Assesment Tenaga kerja yang bersedia menjadi
Review Team (SCART) untuk mengukur responden pada penelitian ini berjumlah
persepsi safety culture responden sebagai 52 tenaga kerja, setelah itu peneliti
variabel bebas. Selain itu juga terdapat menemukan salah satu data responden
faktor individu responden yaitu usia, yang salah dalam pengisian kuesioner.
jenis kelamin, masa kerja dan Kemudian data tersebut dihapus dan
pendidikan. didapatkan hasil akhir yaitu 51
Pengambilan data diawali dengan responden. Response rate dalam penelitian
mengajukan formulir persetujuan kepada ini yaitu sebesar 56%.
Komite Etik Penelitian Litbang Fakultas Berdasarkan Tabel 1, ditemukan
Kedokteran Universitas Udayana/RSUP bahwa bahwa mayoritas tingkat
Sanglah. Tahap selanjutnya dimulai dari pendidikan responden dengan
persiapan dengan meminta izin kepada pendidikan terakhir tingkat perguruan
pihak PTKRN BATAN dengan tinggi yaitu sebanyal 94,12%.
menjelaskan mengenai maksud dan Umur responden pada penelitian
tujuan kegiatan selama penelitian, setelah ini paling banyak berada pada umur ≥50
mendapat persetujuan dari pihak PTKRN tahun (60,78%). Sebagian besar
BATAN maka penelitian dilaksanakan. responden berjenis kelamin laki-laki
Kuesioner akan disebarkan kepada (78,43%). Ditinjau dari masa kerjanya,
responden di PTKRN BATAN secara responden yang bekerja selama >3 tahun
online yang didahului dengan pengisian (lama) merupakan proporsi yang lebih
informed consent. Analisis kuantitatif banyak (94,12).
menggunakan tiga analisis yaitu
deskriptif, bivariabel dengan uji chi-
square dan multivariabel dengan uji
multiple logistic regression. Penelitian ini
telah diperiksa sesuai ethical clearance dari
Komisi Etik Penelitian Litbang FK
Unud/RSUP Sanglah dengan nomor
2020.01.1.0319 tertanggal 17 April 2020.

HASIL
Pengisisan kuesioner online ini
diawali dengan perkenalan peneliti serta
penjelasan mengenai tujuan penelitian
serta kesediaan untuk menjadi responden
lewat broadcast message. Kuesioner online

58
Arc. Com. Health • April 2021
ISSN: 2527-3620 Vol. 8 No. 1: 55 - 71

Tabel 1. Gambaran Faktor Individu Keselamatan 56,86 43,14


Responden sebagai penggerak
pembelajaran
Persepsi safety culture pada Berdasarkan Tabel 2, karakteristik
penelitian ini diukur menggunakan pada safety culture seluruhnya memiliki
Safety culture Assesment Review Team proporsi cukup yang lebih tinggi
(SCART) yang diadopsi dari International daripada proporsi baik, walaupun kedua
Atomic Energy Agency (IAEA) (1991). karakteristik tersebut tidak jauh berbeda.
Terdapat 5 karakteristik Safety culture. Sebagai upaya dalam mengetahui
Setiap karakteristik safety culture kebutuhan tempat kerja dalam
dikategorikan menjadi dua, yaitu cukup memperbaiki maupun meningkatkan
jika skor <median dan baik jika skor tiap karakteristik safety culture, maka
≥median karena berdasarkan analisis peneliti menggambarkan kondisi
data tidak berdistribusi normal. berdasarkan skor rata-rata (mean) pada
Berdasarkan hasil penelitian, responden setiap karakteristik safety culture.
memiliki persepsi cukup terhadap safety Gambar 1. Kondisi Safety culture
culture yaitu sebanyak 50,98% dan 49,02%
pekerja yang memiliki persepsi safety
culture baik.
Distribusi proporsi safety culture
berdasarkan karakteristik dapat dilihat
pada Tabel 2.
Tabel 2. Distribusi Frekuensi Responden
Menurut Karakteristik dan Kategori
Safety Culture
Faktor Frekuensi Proporsi
Individu (n) (%)
Karakteristik Kategori Pendidikan
Safety culture Safety culture Pendidikan 3 5,88
Cukup Baik rendah
(%) (%) Pendidikan 48 94,12
Keselamatan 50,98 49,02 tinggi
sebagai nilai yang Umur
diakui dan 20-29 tahun 3 5,88
dipahami 30-39 tahun 5 9.80
Kepemimpinan 50,98 49,02 40-49 tahun 12 23,53
dalam ≥50 tahun 31 60,78
keselamatan Jenis Kelamin
Akuntabilitas 54,90 45,10 Laki-laki 40 78,43
keselamatan Perempuan 11 21,57
Keselamatan 56,86 43,14 Masa Kerja
terintegrasi ≤3 tahun 3 5,88
>3 tahun 48 94,12

59
Mairing, Wirawan & Deswandri Vol. 8 No. 1: 55 - 71

Berdasarkan Gambar 1, didapatkan kelamin, usia, masa kerja, pendidikan)


hasil bahwa skor tertinggi terdapat pada dengan perilaku K3.
karakteristik keselamatan sebagai nilai
yang diakui dan dipahami (4,32), DISKUSI
kemudian skor terendah yaitu terdapat Perilaku K3 yaitu perilaku pekerja
pada karakterisik keselamatan sebagai yang dapat bekerja dalam perasaan aman,
penggerak pembelajaran (4,10) nyaman, serta patuh terhadap peraturan di
Hasil penelitian terhadap perilaku tempat kerja sesuai dengan standar yang
K3 yaitu skor terendah 18 dan skor berlaku. Aspek perilaku manusia saat
tertinggi 30 dengan median 28 (SD=3,04). terjadinya kecelakaan di tempat kerja
Selanjutnya, perilaku K3 merupakan hal yang ditekankan pada
dikelompokkan menjadi 3 kelompok perilaku K3. Terdapat beberapa faktor yang
pada Tabel 3 mempengaruhi perilaku K3 pada tenaga
Tabel 3. Distribusi Frekuensi Responden kerja, diantaranya yang dibahas dalam
Menurut Kategori Perilaku K3 penelitian ini yaitu faktor individu berupa
Kategori Frekuensi Proporsi
Berdasarkan analisis bivariabel pada
Perilaku (n) (%)
Tabel 4, didapatkan hasil bahwa hanya
K3
pada variabel pendidikan yang memiliki p- Kurang 16 31,37
value<0,05. Sehingga responden dengan Cukup 10 19,61
tingkat pendidikan yang lebih tinggi Baik 25 49,02
mempunyai proporsi perilaku K3 lebih pendidikan, umur, jenis kelamin dan masa
tinggi secara bermakna. kerja, serta safety culture pada tempat kerja.
Sedangkan faktor individu yang Hasil yang diperoleh menunjukkan
lainnya seperti umur, jenis kelamin, masa bahwa distribusi frekuensi pendidikan
kerja tidak memiliki hubungan yang responden paling banyak berasal dari
bermakna dengan perilaku K3 karena nilai responden dengan pendidikan tinggi
p-value>0,05. (94,12%). Terdapat pengaruh yang positif
Kemudian pada variabel safety culture dan signifikan antara pemahaman
didapatkan hasil bahwa variabel safety pendidikan K3 terhadap terjadinya
culture memiliki p-value>0,05 sehingga kecelakaan kerja di SMK Muhamadiyah I
tidak memiliki hubungan yang bermakna Kepanjen. Hal tersebut karena tidak
dengan perilaku K3. terdapat kurikulum pendidikan
Dapat dilihat pada Tabel 5, hasil keselamatan kerja pada tingkat
analisis menggunakan multiple logistic SMA/sederajat, sehingga besar potensi
regression menunjukkan bahwa nilai p- untuk tidak mengetahui pendidikan
value<0,05. Hal yang sama juga dapat keselamatan yang sesuai (Laminanto,
dilihat dari nilai p-value pada masing- 2010).
masing variabel bebas, yang berarti bahwa Kemudian ditinjau dari karakteristik
tidak terdapat pengaruh antara variabel umur, rentang umur ≥50 tahun merupakan
bebas (safety culture) dan variabel luar (jenis proporsi terbanyak (60,78%). Berdasarkan

60
Arc. Com. Health • April 2021
ISSN: 2527-3620 Vol. 8 No. 1: 55 - 71

World Health Organization (2014) usia dengan usia 44-65 tahun diharapkan untuk
produktif seseorang berada pada rentang tidak melakukan pekerjaan yang memiliki
umur 15-64 tahun, sehingga seluruh tenaga risk/hazad tinggi, karena semakin bertambah
kerja yang menjadi responden pada usia maka kemampuan kekuatan fisik
penelitian ini seluruhnya termasuk dalam semakin menurun.
kategori pekerja usia kerja atau produktif. Kemudian ditinjau dari karakteristik
Usia produktif merupakan usia yang umur, rentang umur ≥50 tahun merupakan
secara fisik dan mental sudah mampu proporsi terbanyak (60,78%).
dalam melakukan pekerjaannya. Namun
Gultom & Widajati (2016) dalam
penelitiannya menyatakan bahwa pekerja
Tabel 4. Distribusi Frekuensi Responden Menurut Hubungan Faktor Individu dan Safety
Culture dengan Perilaku K3

Variabel Kategori Perilaku K3 PR 95% CI p


Kurang Cukup Baik
Pendidikan Rendah 3 0 0 5,68 1,27-25,3 0,023
(100%) (0,00%) (0,00%)
Tinggi 13 10 25
(27,08%) (20,83%) (52,08%)
Umur 20-29 tahun 1 0 2 0,86 0,35-2,11 0,75
(33,33%) (0,00%) (66,67%)
30-39 tahun 2 1 2
(40%) (20%) (40%)
40-49 tahun 4 1 7
(33,33%) (8,33%) (58,33%)
≥50 tahun 9 8 14
(29,03%) (25,81%) (45,16%
Jenis Laki-laki 12 9 19 0,44 0,09-2,06 0,30
Kelamin (30%) (22,50%) (47,50%)
Perempuan 4 1 6
(36,36%) (9,09%) (54,55%)
Masa Kerja Baru 10 4 13 2.80 0,53-14,8 1,00
(37,04%) (14,81%) (48,15%)
Lama 6 6 12
(25%) (25%) (50%)
Safety Cukup 8 7 11 1,63 0,38-15,5 0,50
culture (30,77%) (26,92%) (42,31%)
Baik 8 3 14
(32%) (12%) (36%)

61
Mairing, Wirawan & Deswandri Vol. 8 No. 1: 55 - 71

Tabel 5. Analisis Multivariabel Safety culture dengan Perilaku K3

Perilaku K3 OR 95% CI P Value Pseudo R2


Kurang
Cukup
Pendidikan 5,68 -6335 – 6370 0,99
Umur 0,79 -0,92 – 1,90 0,49
Jenis kelamin 0,42 -3,89 – 1,12 0,28
Masa kerja 0,59 -1,19 – 3,05 1,00
Safety culture 1,23 -2,35 – 1,48 0,65 0,1474
Baik
Pendidikan 5,68 -4263 – 4299 0,99
Umur 0,79 -1,31 – 0,58 0,45
Jenis kelamin 0,42 -2,21 – 0,97 0,44
Masa kerja 0,59 -0,72 – 2,81 0,24
Safety culture 1,23 -0,66 – 2,42 0,26
kerja yang sudah banyak dan mengerti
seluk beluk pekerjaan di tempat kerja
Proporsi jenis kelamin laki-laki (Ranthy, 2012). Sehingga pada penelitian
merupakan yang terbanyak pada penelitian ini, masa kerja dibagi menjadi masa kerja
ini (78,43%). Qolbi (2020) dalam baru (≤3 tahun) dan masa kerja lama (>3
penelitiannya menyebutkan bahwa tahun). Proporsi terbanyak terdapat pada
banyaknya pekerja laki-laki dibanding responden dengan masa kerja lama yaitu
dengan perempuan dapat didasari pada sebanyak 94,12%, sedangkan responden
kecenderungan pencari nafkah atau dengan masa kerja baru yaitu 5,88%.
penghasilan utama dalam keluarga yaitu Persepsi safety culture terdiri dari lima
laki-laki. karakteristik, diantaranya yaitu (1)
Menurut Notoatmojo (2012), semakin keselamatan sebagai nilai yang diakui dan
lama masa kerja maka pekerja dapat dipahami, (2) kepemimpinan dalam
semakin mengenal kondisi lingkungan keselamatan, (3) akuntabilitas keselamatan,
tempatnya bekerja. Sehingga tenaga kerja (4) keselamatan terintegrasi, (5)
tersebut dapat menerapkan perilaku K3 keselamatan sebagai penggerak
yang baik. Masa kerja pada penelitian ini pembelajaran. Berdasarkan hasil analisis
dihitung sejak responden mulai bekerja di seluruh karakteristik memiliki proposi
tempat penelitian dilakukan. Berdasarkan cukup lebih tinggi dibanding proporsi baik.
hasil penelitian ini, masa kerja responden Secara keseluruhan proporsi cukup safety
berada pada rentang 2-39 tahun. Pada culture yaitu 50,98%, namun tidak berbeda
umumnya tenaga kerja dengan masa kerja jauh dengan proporsi baik yaitu 49,02%.
≤3 tahun dianggap memiliki pengalaman Sehingga persepsi safety culture pada lokasi
yang masih sangat terbatas, sedangkan penelitian termasuk ke dalam kategori
tenaga kerja dengan masa kerja >3 tahun cukup. Berdasarkan hasil penelitian
atau lebih dianggap memiliki pengalaman Purwaningsih et al (2019) safety culture

62
Arc. Com. Health • April 2021
ISSN: 2527-3620 Vol. 8 No. 1: 55 - 71

kategori cukup berarti bahwa kinerja yaitu untuk membentuk kedisiplinan,


keselamatan masih berada dibawah perbaikan serta perubahan oleh karyawan
ketentuan, sehingga menyebaban risiko (Jannah, 2019). Dapat dilihat pada Gambar
pelanggaran terhadap kepatuhan 1. bahwa karakteristik kepemimpinan
persyaratan keselamatan. dalam keselamatan memiliki nilai skor rata-
Kemudian untuk mengetahui lebih rata yaitu 4,22. Praktis dari karakteristik ini
jauh karakteristik safety culture yang perlu yaitu antara lain melibatkan manajer dalam
diperbaiki dalam membentuk sikap dan pelatihan dan pengawasan keselamatan,
perilaku pekerja, maka karakteristik safety serta manajer memfasilitasi pelatihan
culture digambarkan dengan radar seperti keselamatan dan peningkatan kompetensi
pada Gambar 1. individu. Sehingga berdasarkan penilaian
Pada Gambar 1. yang menampilkan pada penelitian ini, kegiatan berdasarkan
kondisi safety culture pada lokasi penelitian, kepemimpinan dalam keselamatan telah
karakteristik keselamatan sebagai nilai yang dijalankan dengan baik oleh lokasi
diakui dan dipahami memiliki skor rata- penelitian.
rata yang lebih tinggi dibandingkan dengan Akuntabilitas dalam keselamatan
karakteristik lainnya (4,32). Contoh yaitu penentuan tujuan pekerjaan, target
kegiatan yang dilakukan berdasarkan serta adanya evaluasi terhadap pelaksanaan
karakteristik keselamatan sebagai nilai yang kegiatan untuk menilai pencapaian target.
diakui dan dipahami yaitu adanya Berdasarkan Gambar 1. karakteristik
komunikasi terkait nilai-nilai keselamatan akuntabilitas keselamatan memiliki nilai
melalui sosialisasi, workshop, sarasehan dan skor rata-rata yang cukup rendah yaitu 4,12.
pelatihan budaya keselamatan, sharing Upaya peningkatan safety culture
penerapan budaya keselamatan, briefing berdasarkan karakteristik akuntabilitas
pagi, coffee morning, daily meeting, serta keselamatan dapat dilakukan melalui
pemasangan poster dan spanduk penetapan tugas dan tanggung jawab pada
keselamatan. Sehingga berdasarkan tiap individu, adanya evaluasi rutin
penilaian pada penelitian ini, kegiatan indikator kinerja keselamatan, adanya
berdasarkan keselamatan sebagai nilai yang pelaporan rutin pada setiap kegiatan serta
diakui dan dipahami telah dijalankan pelaporan terbuka terhadap masalah
dengan baik oleh lokasi penelitian. Astari & keselamatan. Berdasarkan hasil penelitian
Ardyanto (2019) dalam penelitiannya Manantu et al (2016) evaluasi kinerja serta
berpendapat bahwa komunikasi K3 pada pembagian kerja yang baik berpengaruh
tenaga kerja merupakan hal yang penting terhadap prestasi kerja karyawan.
untuk meningkatkan pengetahuan dan Integrasi dari keselamatan dapat
sikap terkait K3. terlihat dalam seluruh proses pekerjaan
Kepemimpinan dalam keselamatan mulai dari perencanaan hingga evaluasi,
dapat tercermin dari sikap pemimpin dimana seluruh proses dilaksanakan
organisasi yang mengutamakan dengan mengutamakan kualitas.
keselamatan. Pengaruh dari peran manajer Berdasarkan Gambar 1. karakteristik

63
Mairing, Wirawan & Deswandri Vol. 8 No. 1: 55 - 71

keselamatan terintegrasi memiliki skor rata- Perilaku K3 responden diklasifikasi


rata yang cukup rendah yaitu 4,12. Praktis menjadi kurang, cukup, dan baik.
yang dapat dilakukan untuk meningkatan Berdasarkan hasil penelitian pada Tabel 3
keselamatan yang terintegrasi yaitu antara didaparkan proporsi tertinggi sebesar
lain adanya pelaksanaan penilaian risiko 49,02% responden berperilaku K3 baik. Hal
pada tiap kegiatan penting, adanya ini berarti bahwa manajemen perusahaan
pelatihan unutuk penguatan kompetensi, telah menetapkan peraturan dan prosedur
pengembangan perilaku yang berbasis yang baik dan jelas sehingga mayoritas
pada keselamatan, penguatan kerjasama responden telah melaksanakannya dengan
tim, serta kegiatan lainnya. Sedangkan pada baik.
lokasi penelitian tidak semua responden Kemudian distribui proporsi
memahami konsep hazard idetification. Hasil pernyataan perilaku K3 berdasarkan
penelitian Yunus & Rahmani (2019) diperhatikan lebih lanjut untuk meninjau
menyatakan bahwa pelatihan K3 sesuai perilaku K3 yang perlu ditingkatkan.
kebutuhan berkontribusi terhadap Sebanyak 82,35% responden selalu
kesadaran karyawan dalam mengikuti peraturan dan tidak
mengidentifikasi bahaya di tempat kerja, mendapatkan sanksi, tetapi sebanyak
berdasarkan hal tersebut maka perlu 11,76% terkadang masih mendapat sanksi
dilaksanakan integrasi keselamatan secara dan tidak mengikuti peraturan. Sedangkan
berkala. 5,88% tidak pernah mematuhi peraturan.
Karakteristik safety culture yang Hal ini masih berhubungan dengan
terakhir adalah keselamatan sebagai perilaku K3 berhati-hati dalam bekerja,
penggerak pembelajaran. Dalam penelitian sehingga pernyataan ini sebaiknya
ini, berdasarkan Gambar 1. karakteristik diperbaiki dengan himbauan tegas berupa
keselamatan sebagai penggerak reward/punishment untuk menghindari
pembelajaran memiliki skor rata-rata yang resiko kerugian moral maupun material
tidak berbeda jauh dengan karakteristik (Pangkey, 2012). Namun terdapat 2
keselamatan sebagai penggerak pernyataan dalam hal ini, yaitu mengikuti
pembelajaran, yaitu 4,13. Sehingga kegiatan peraturan dan mendapatkan sanksi,
yang dapat dilakukan untuk meningkatkan sehingga terdapat kemungkinan responden
karakteristik ini yaitu dengan pengadaan sulit untuk menjawabnya.
inspeksi K3 secara berkala, penilaian diri Melalui pelatihan K3 maka tenaga
budaya keselamatan, pelaporan terkait kerja diharapkan dapat mengidentifikasi
masalah keselamatan, penyediaan sarana bahaya disekitarnya. Berdasarkan
dan prasarana belajar yang memadai. pernyataan mengikuti pelatihan K3,
Proses pembelajaran dapat dilakukan sebanyak 50,98% responden telah
melalui pelatihan, studi banding, sarasehan mengikuti pelatihan K3, namun sebanyak
untuk berbagi pengalaman dan kegiatan 37,25% hanya mengikuti pelatihan K3
lainnya yang bertujuan untuk kadang-kadang. Kemudian sebanyak
meningkatkan budaya keselamatan. 11,76% tidak pernah mengikuti pelatihan
K3. Hal ini perlu ditingkatkan dengan

64
Arc. Com. Health • April 2021
ISSN: 2527-3620 Vol. 8 No. 1: 55 - 71

mengadakan pelatihan K3 secara rutin sehingga tenaga kerja memilih untuk


setiap tahunnya dan mewajibkan seluruh menyembuhkan luka secara mandiri
tenaga kerja untuk mengikutinya (Kusuma, dengan P3K yang tersedia.
2011). Penggunaan APD dengan baik dan
Selanjutnya pada pernyataan selamat benar merupakan bentuk perilaku K3 agar
tanpa mengalami kecelakaan kerja, terhindar dari kecelakaan kerja (Sugarda et
sebanyak 92,16% responden tidak pernah al, 2014). Sebanyak 72,55% responden
mengalami kecelakaan kerja, namun menjawab menggunakan APD dalam
sebanyak 1,96% responden menjawab bekerja, kemudian 17,65% responden
kadang-kadang dan 5,88% pernah menjawab kadang-kadang dan 9,80%
mengalami kecelakaan kerja. Kecelakaan responden menjawab tidak pernah.
kerja ini dapat disebabkan oleh faktor Pernyataan ini kemungkinan terjadi karena
manusia, yaitu berupa tindakan manusia tidak seluruh tenaga kerja pada lokasi
yang tidak mengutamakan keselamatan penelitian wajib menggunakan APD dalam
(Thaha, 2017). sehingga perlu diidentifikasi bekerja (contohnya pada bagian tata usaha,
penyebab lebih lanjut terjadinya kecelakaan dan lainnya), sehingga perlu dilakukan
kerja. analisis berdasarkan lokasi tempat kerja.
Sebanyak 84,31% sering Tenaga kerja diharapkan dapat
menghubungi petugas yang berwenang melakukan upaya penyelamatan diri pada
apabila terjadi kerusakan, namun sebanyak kondisi darurat. Mayoritas responden
13,73 menjawab kadang-kadang dan (92,16%) menjawab sering pada perilaku
sebanyak 1,96% menjawab tidak pernah. menyelamatkan diri apabila terjadi
Peralatan kerja yang rusak dapat kegawatdaruratan, 5,88% responden
membahayakan baik operator lainnya, menjawab kadang-kadang, dan 1,96%
maupun perusahaan (Husnianto, 2016). responden menjawab tidak pernah.
Lokasi penelitian melakukan upaya dalam Pernyataan ini kemungkinan terjadi karena
menanggulangi hal ini dengan membuat selama masa kerja, responden belum
logbook pencatatan tanggal dan operator pernah mengalami kondisi darurat secara
mesin setiap mesin digunakan. Sehingga langsungpada lokasi kerja. Berdasarkan hal
perlu dilakukan inspeksi dan pengecekan tersebut maka peru diadakan pelatihan
mesin secara berkala untuk menilai kondisi darurat agar seluruh pekerja dapat
kerusakan, serta penyesuaian dengan memahaminya (Suma’mur, 2014).
logbook. Berdasarkan hasil penelitian ini,
Sebanyak 80,39% responden sering proporsi responden dengan perilaku K3
memeriksa diri ke klinik kantor apabila baik terdapat pada responden dengan
terjadi kecelakaan kerja, namun 9,80% pendidikan tinggi (p=0,023). Jika dilihat
responden menjawab kadang-kadang dan berdasarkan nilai p<0,05 maka dapat
9,80% menjawab tidak pernah. Pernyataan disimpulkan bahwa terdapat hubungan
ini kemungkinan terjadi karena kecelakaan bermakna secara statistik antara pendidikan
kerja yang terjadi tidak berakibat fatal, dengan perilaku K3. Berdasarkan nilai PR

65
Mairing, Wirawan & Deswandri Vol. 8 No. 1: 55 - 71

5,68 maka dapat disimpulkan bahwa Masa kerja responden dikategorikan


pekerja dengan pendidikan rendah berisiko menjadi dua kategori yaitu masa kerja baru
5,68 kali melakukan perilaku K3 kurang. ≤3 tahun dam masa kerja lama >3 tahun.
Hal ini didukung oleh penelitian dari Berdasarkan nilai PR, tenaga kerja dengan
Rismayani (2017) yaitu terdapat hubungan masa kerja baru berisiko 0,59 kali
antara tingkat pengetahuan dengan periaku melakukan perilaku K3 kurang
K3 (nilai p=0,021). dibandingkan dengan tenaga kerja masa
Berdasarkan hasil penelitian tidak kerja lama. Namun hasil penelitian ini
terdapat hubungan bermakna secara menunjukkan bahwa tidak ada hubungan
statistik antara umur dengan perilaku K3 bermakna secara statistik antara masa kerja
(p=0,75). Hal tersebut sesuai dengan hasil dengan perilaku K3 (nilai p=0,30).
penelitian Halimah (2010) yang Tenaga kerja dengan masa kerja yang
menyatakan bahwa umur tidak lebih lama tidak segan untuk membagikan
berpengaruh terhadap praktik keselamatan informasi terkait pengetahuan K3 kepada
kerja, karena pekerja dengan umur yang tenaga kerja dengan masa kerja baru. Hal ini
lebih muda juga menunjukkan hasil kerja didukung oleh Fitriyana et al (2016) yang
yang maksimal demi mendapat peluang menyatakan bahwa meskipun masa kerja
karir yang lebih tinggi. Kemudian pelatihan dapat mempengaruhi pengalaman
K3 maupun kegiatan K3 lainnya dapat seseorang, bukan berarti bahwa
diikuti oleh setiap tenaga kerja, tanpa pengalaman tersebut merupakan faktor
memandang umur. Namun hal ini dominan dalam membentuk perilaku
berbanding terbalik dengan penelitian kesehatan dan keselamatan kerja.
Kristiana (2018) yang menyatakan bahwa Safety culture menurut yaitu
responden dengan umur yang lebih muda seperangkat asumsi, nilai-nilai serta norma
memiliki kecenderungan untuk berperilaku yang berkembang dalam organisasi untuk
buruk. dijadikan pedoman tingkah laku bagi
Pada variabel jenis kelamin, anggotanya dalam mengatasi masalah.
berdasarkan nilai PR perempuan berisiko Pada penelitian ini penilaian safety culture
0,44 kali melakukan perilaku K3 kurang dikelompokkan menjadi dua kelompok
dibandingkan dengan laki-laki, tetapi hasil berdasarkan median. Berdasarkan nilai PR
penelitian ini menunjukkan bahwa tidak tenaga kerja dengan persepsi safety culture
ada hubungan bermakna secara statistik cukup berisiko 1,63 kali melakukan
antara jenis kelamin dengan perilaku K3 perilaku K3 kurang dibandingkan dengan
(p=0,30). Hal tersebut sesuai dengan tenaga kerja dengan persepsi safety culture
penelitian Kristiana (2018) yang baik. Namun hasil penelitian ini
menyatakan bahwa jenis kelamin tidak menunjukkan bahwa tidak ada hubungan
berpengaruh terhadap perilaku K3. Setiap bermakna secara statistik antara persepsi
individu baik laki-laki maupun perempuan safety culture dengan perilaku K3 (p=0,50).
dalam lokasi penelitian melakukan yang Hasil penelitian menunjukkan bahwa
terbaik untuk mematuhi peraturan serta persepsi safety culture termasuk ke dalam
SOP yang berlaku. kategori cukup (50,98%), namun hasil

66
Arc. Com. Health • April 2021
ISSN: 2527-3620 Vol. 8 No. 1: 55 - 71

tersebut tidak jauh berbeda dengan dengan responden dengan masa kerja lama.
proporsi persepsi safety culture baik yaitu Meski begitu, risko perilaku K3 buruk
49,02%. Walaupun termasuk pada kategori akibat masa kerja tersebut tidak
safety culture cukup, responden tetap berpengaruh secara signifikan secara
berpeilaku K3 dengan baik sesuai dengan statistik (p>0,05). Sangaji dkk (2018) juga
peraturan dan prosedur yang ada. Hal ini berpendapat bahwa masa kerja tidak
didukung oleh penelitian Kharismasari berpengaruh terhadap perilaku K3 karena
(2018) yang menyatakan bahwa tidak ada responden dengan masa kerja baru pada
hubungan antara safety culture dengan umumnya memiliki semangat kerja yang
perilaku K3 pada karyawan (p=0,512). tinggi, maka mereka mengaktualisasikan
Model akhir dari uji analisis dirinya dengan mentaati prosedur
multivariat dapat dilihat pada Tabel 5, keselamatan serta memberikan hasil kerja
sehubungan seluruh variabel memiliki nilai yang terbaik untuk mendapatkan
p-value>0,05 maka didapatkan hasil akhir pengakuan dari pengawas.
bahwa tidak terdapat hubungan antara Pada variabel persepsi safety culture,
variabel bebas dengan variabel tergantung. responden dengan persepsi safety culture
Berdasarkan tabel analisis multivariat dapat cukup berisiko memiliki perilaku K3
dilihat bahwa variabel pendidikan, umur, kurang 1,23 kali lebih besar dibandingkan
jenis kelamin, masa kerja, safety culture dengan responden dengan persepsi safety
hanya 14% saja mempengaruhi perilaku K3 culture baik. Namun risiko perilaku K3
(Pseudo R2=0,1474). buruk akibat persepsi safety culture tersebut
Pendidikan mempunyai pengaruh tidak berpengaruh secara signifikan secara
paling kuat terhadap perilaku K3, yaitu statistik (p>0,05). Berdasarkan hal tersebut
responden dengan tingkat pendidikan maka perlu dicermati faktor penyebab yang
rendah berisiko memiliki perilaku K3 lebih luas seperti kepemimpinan dan desain
kurang 5,68 kali lebih besar dibandingkan kerja maupun tempat kerja, selain itu juga
dengan responden dengan pendidikan terkait dengan sikap individu serta
tinggi. Namun risiko perilaku K3 buruk kepribadian (Clissoid, 2004).
akibat tingkat pendidikan tersebut tidak Berdasarkan hasil penelitian, maka
berpengaruh secara signifikan secara saran yang dapat peneliti berikan bagi
statistik (p>0,05). Suryanto dkk (2015) peneliti selanjutnya adalah untuk
dalam penelitiannya menyebutkan bahwa melakukan analisis berdasarkan lokasi kerja
pengetahuan manusia tidak hanya didapat pada tiap tenaga kerja, melakukan uji
melalui pendidikan, namun dapat dari hal validitas dan realibilitas terhadap
lainnya seperti pengalaman diri sendiri, instrumen, serta uji validitas konten agar
pengalaman orang lain, media massa serta penyampaian kuesioner dapat lebih mudah
lingkungan. dimengerti oleh responden, melakukan
Selain itu responden dengan masa analisis berdasarkan seluruh tenaga kerja
kerja baru berisiko memiliki perilaku K3 pada lokasi penelitian, untuk mendapatkan
kurang 2,87 kali lebih besar dibandingkan hasil penelitian yang lebih komperhensif.

67
Mairing, Wirawan & Deswandri Vol. 8 No. 1: 55 - 71

Kemudian bagi responden untuk skor yang tertinggi (4,32), sedangkan skor
memahami konsep penilaian risiko dan yang terendah dan perlu perbaikan yaitu
identifikasi hazard, sehingga integrasi keselamatan sebagai penggerak
keselamatan dapat berjalan dengan baik, pembelajaran (4,10) yaitu dengan inspeksi
dan hendaknya responden berpartisipasi K3 secara berkala.
dalam penelitian untuk dapat Berdasarkan hasil penelitian sebagian
menghasilkan data penelitian yang besar responden memiliki perilaku K3 baik.
komperhensif, sehingga dapat dibentuk Namun terdapat beberapa komponen yang
kebijakan yang sesuai dengan kondisi perlu diperbaiki, diantaranya yaitu diskusi
tempat kerja. penentuan SOP kerja, pengadaan himbauan
Kemudian saran bagi manajemen tegas dalam bekerja hati-hati, identifikasi
dalam hal peningkatan karakteristik safety penyebab kecelakaan kerja, pengecekan
culture, pihak manajemen hendaknya mesin secara berkala, dan adanya pelatihan
mengadakan inspeksi keselamatan secara kondisi darurat secara berkala.
rutin dan berkala, serta penyediaan sarana Berdasarkan hasil analisis multivariat
dan prasarana belajar yang memadai, didapatkan hasil bahwa tidak terdapat
kemudian dalam hal peningkatan perilaku pengaruh antara variabel bebas (safety
K3 pihak manajemen hendaknya culture) dan variabel luar (jenis kelamin,
melakukan pemberian reward dan usia, masa kerja, pendidikan) terhadap
punishment sebagai ungkapan dari pihak variabel tergantung yaitu perilaku K3
manajemen terhadap kinerja tenaga kerja (p>0,05).
sebagai usaha untuk terus menstimulus Terdapat beberapa kelemahan dalam
tenaga kerja agar berperilaku K3 baik, penelitian ini, diantaranya yaitu: (1)
mengadakan pelatihan K3 secara rutin, pengambilan data dilakukan melalui
pengecekan mesin kerja untuk menilai kuesioner online akibat adanya wabah
kerusakan. COVID-19 yang mewajibkan lokasi
penelitian untuk melakukan work from home.
SIMPULAN Akibatnya peneliti kesulitan untuk
Berdasarkan faktor individu, menghubungi responden secara satu per
mayoritas tingkat pendidikan responden satu untuk mengisi kuesioner, dan tingkat
dengan pendidikan terakhir tingkat response rate hanya 56%, (2) sebanyak 44%
perguruan tinggi (94,12%), sebagian besar tenaga kerja dari total sampel tidak
responden berumur ≥50 tahun (60,78%), berpartisipasi dalam pengisian kuesioner,
dan sebagian besar responden berjenis sehingga dapat mengakibatkan hasil
kelamin laki-laki (78,43%), kemudian penelitian tidak dapat digeneralisasikan, (3)
responden yang bekerja selama >3 tahun uji validitas konten untuk memperbaiki
merupakan proporsi yang lebih banyak bahasa dan kalimat pada butir pertanyaan
(94,12%). kuesioner tidak dilakukan. Sehingga
Berdasarkan radar kondisi safety terdapat kemungkinan responden kurang
culture, keselamatan sebagai nilai yang memahami pertanyaan yang ada pada
diakui dan dipahami merupakan proporsi instrumen penelitian, (4) instrumen

68
Arc. Com. Health • April 2021
ISSN: 2527-3620 Vol. 8 No. 1: 55 - 71

penelitian tidak dikategorikan berdasarkan Mempengaruhi Perilaku Aman


bidang pekerjaan dan paparan risiko hazard Karyawan di PT. Sim Plant Tambun II
yang diterima oleh masing-masing tenaga Tahun 2010’, Jurnal Kesehatan
Masyarakat.
kerja, sehingga dapat menimbulkan hasil
penelitian bias informasi. Heinrich, H. W., Peterson, D. dan Roos, N.
(1980) Industrial Accident Prevention.
DAFTAR PUSTAKA New York: McGraw-Hill Book
Andika, P. (2015) ‘Conceptual Design Sistem Company.
Instrumen Untuk Reaktor Daya
Husnianto, A. (2016) ‘Analisis Faktor -
Eksperimental (RDE) Berbasis High
Faktor Penyebab Kerusakan Alat di
Temperature Reactore (HTR) PTKRN
Bengkel Otomotif SMK Negeri 2
BATAN’, Journal of Chemical
Pengasih’, Jurnal Teknik Otomotif
Information and Modeling.
Fakultas Teknik Universitas Negeri
Astari, L. A. dan Ardyanto, D. (2019) Yogyakarta.
‘Hubungan Media Komunikasi K3
International Atomic Energy Agency (INSAG)
dengan Pengetahuan dan Sikap
(1991) SAFETY SERIES CATEGORIES
Penggunaan Alat Pelindung Diri
IN THE IAEA SAFETY SERIES, Atomic
Pada Karyawan Bagian Produksi’,
Energy. Vienna: IAEA Safety Series.
JPH Recode, 2, pp. 93–104.
Jannah, T. R. (2019) ‘Dinamika Peran
Badan Pusat Statistik Indonesia. (2016)
Pemimpin Dalam Menerapkan
Konsep dan Penjelasan Teknis. Jakarta:
Kesehatan dan Keselamatan Kerja
BPSI.
(K3)’, Jurnal Psikologi Universitas
Clissoid, G. (2004) ‘Understanding Safety Muhammadiyah Surakarta.
Performance Using Safety Climate and
Kharismasari, C. N. (2018) ‘Hubungan
Psychological Climate’, Bussines and
Pengetahuan dan Perilaku K3 dengan
Economic : Monash University.
Budaya K3 Bagi Perawat di Rumah
Fitriyana, I., Ekawati dan Kurniawan, B. Sakit Widodo Ngawi’, Program Studi
(2016) ‘Faktor-Faktor yang Kesehatan Masyarakat Universitas
Berhubungan dengan Kesiapsiagaan Muhammadiyah Surakarta.
Tanggap Darurat pada Aviation
Kismono, G., Rosari, R. dan Suprihanto, J.
Security terhadap Bahaya Kebakaran
(2014) ‘Faktor - Faktor Demografik
di Terminal Bandara X’, Jurnal
(Jenis kelamin, Usia, Status
Kesehatan Masyarakat, 4(3), pp. 416–
Pernikahan, Dukungan Domestik)
424.
Penentu Konflik Pekerjaan dan
Gultom, G. O. dan Widajati, N. (2016) Keluarga dan Intensi Keluar
‘Hubungan Personal Factor Dengan Karyawan: Studi pada Industri
Safety Behaviour Pekerja Confined Space Perbankan Indonesia’, Jurnal Siasat
PT. X’, Jurnal Ilmiah Keperawatan, 2(2), Bisnis, 17(2), pp. 208–224.
pp. 2477–4391.
Kristiana, T. (2018) ‘Hubungan
Halimah, S. (2010) ‘Faktor-Faktor yang Pengetahuan dan Sikap Tenaga Kerja

69
Mairing, Wirawan & Deswandri Vol. 8 No. 1: 55 - 71

dengan Perilaku Keselamatan dan Konstruksi di indonesia (Studi Kasus:


Kesehatan Kerja (K3) di Hotel X Pembangunan Jembatan Dr. Ir.
Seminyak Bali’, Jurnal Kesehatan Soekarno-Manado)’, Jurnal Ilmiah
Masyarakat. Media Engineering, 2(2).

Kusuma, I. J. (2011) ‘Pelaksanaan Program Purwaningsih, R., Handayani, N. U. dan


Keselamatan dan Kesehatan Kerja Miranda, N. (2019) ‘Penilaian Budaya
Karyawan PT. Biratrex Industries Keselamatan Dengan Metode Scart
Semarang’, Diponegoro University (Safety Culture Assessment Review
Institutional Repository. Team) Pada Badan Pengelola Instalasi
Nuklir’, J@ti Undip : Jurnal Teknik
Kusumarini, D. A. (2017) ‘Perbedaan Unsafe Industri, 14(1), p. 27.
Action dan Unsafe Condition antara
Sebelum dan Sesudah Safety Patrol’, Qolbi, A. N. (2020) ‘Hubungan Persepsi
Jurnal Kesehatan Masyarakat Universitas Iklim Keselamatan dengan
Muhammadiyah Semarang, pp. 1–88. Kepatuhan Pekerja Konstuksi pada
Program K3 di Proyek X’, Archive of
Laminanto, Y. Y. (2010) ‘Pengaruh Community Health, 7(1), pp. 1–10.
pemahaman dan perilaku K3
(keselamatan dan kesehatan kerja) Ranthy, F. D. D. (2012) ‘Faktor-Faktor yang
terhadap terjadinya kecelakaan kerja Berhubungan dengan Kelelahan Kerja
di SMK Muhammadiyah I Kepanjen’, pada Pramuniaga Ramayana
Perpustakaan Universitas Negri Malang. Makassar Town Square di Kota
Makassar Tahun 2012’, Jurnal
Manantu, I. W., Tewal, B. dan Sepang, J. L. Kesehatan Masyarakat Universitas Islam
(2016) ‘Analisis Kesehatan dan Negeri Alauddin Makassar.
Keselamatan Kerja (K3), Evaluasi
Kinerja, dan Pembagian Kerja serta Rinanda, F. dan Paskarini, I. (2014) ‘Faktor
Pengaruhnya Terhadap Prestasi Kerja yang Berhubungan dengan Perilaku
Karyawan (Studi Kasus Pada PT. PLN Selamat pada Pengemudi Pengangkut
(PERSERO) Area Manado)’, Jurnal Bahan Kimia Berbahaya PT. Aneka
Berkala Ilmiah Efisiensi, 16(03), pp. 156– Gas Inudstri, Sidoarjo’, The Indonesian
167. Journal of Occupational Safety and
Health, 3(1), pp. 58–70.
Morrow, S. L., Kenneth Koves, G. dan
Barnes, V. E. (2014) ‘Exploring the Rismayani (2017) ‘Hubungan Antara
relationship between safety culture and Tingkat Pengetahuan Keselamatan
safety performance in U.S. nuclear power Kerja dengan Safety Behavior (Perilaku
operations’, Safety Science. Elsevier Ltd, Aman) Pada Perawat di Puskesmas
69, pp. 37–47. Kecamatan Grogol Petamburan
Tahun 2016’, Repositori Universitas Esa
Notoatmojo, S. (2012) Promosi Kesehatan dan Unggul.
Perilaku Kesehatan (Edisi Revisi).
Jakarta: PT. Rineka Cipta. Sangaji, J., Jayanti, S. dan Lestantyo, D.
(2018) ‘Faktor-Faktor yang
Pangkey, F. (2012) ‘Penerapan Sistem Behubungan dengan Perilaku Tidak
Manajemen Keselamatan dan Aman Pekerja Bagian Lambung
Kesehatan Kerja (SMK3) Pada Proyek Galangan Kapal PT X’, Jurnal

70
Arc. Com. Health • April 2021
ISSN: 2527-3620 Vol. 8 No. 1: 55 - 71

Kesehatan Masyarakat, 6(5), pp. 563– Ganeva: World Health Organization.


571.
Yunus, D. dan Rahmani, N. S. (2019)
Septiani, N. (2018) ‘Beberapa Faktor Yang ‘Hubungan Pelatihan Kesehatan dan
Berhubungan Dengan Perilaku Keselamatan Kerja (K3) Terhadap
Pekerja Dalam Penerapan Safe Kesadaran dan Pemberdayaan
Behavior Di Pt. Hanil Jaya Steel’, The Mencegah Kecelakaan Kerja pada
Indonesian Journal of Occupational Perawat di Pelayanan Rawat Inap
Safety and Health, 6(2), p. 257. Khusus RSUP dr Sardjito
Yogyakarta’, Jurnal Universitas Gadjah
Sugarda, A., Santiasih, I. dan Juniani, A. I. Mada.
(2014) ‘Analisa Pengaruh Penggunaan
Alat Pelindung Diri (APD) Terhadap Zhou, F. dan Jiang, C. (2015) ‘Leader-member
Allowance Proses Kerja Pemotongan Exchange and Employees’ Safety
Kayu (Studi Kasus : Pt. Pal Behavior: The Moderating Effect of Safety
Indonesia)’, J@Ti Undip : Jurnal Teknik Climate’, Procedia Manufacturing.
Industri, 9(3). Elsevier B.V., 3(Ahfe), pp. 5014–5021.

Suma’mur (2014) Higiene Perusahaan dan


Kesehatan Kerja (Hiperkes). Jakarta: PT.
Sagung Seto.

Suryanto, Heryanto dan Andodo, C. (2015)


‘Pengaruh Pelatihan Safety Behavior
Terhadap Pengetahuan dan Sikap
Kelompok Usaha Kecil Menengah
(UKM) di Sekitar UNSOED
Purwokerto’, 7(2), pp. 132–144.

Thaha, A. I. (2017) ‘Gambaran Kecelakaan


Kerja, Penyakit Akibat Kerja dan
Postur Janggal pada Pekerja Armada
Mobil Sampah Tangkasaki di Kota
Makassar Tahun 2016’, Fakultas
Kedokteran dan Ilmu Kesehatan
Universitas Islam Negeri Alauddin
Makassar.

Tim Reformasi dan Birokrasi BATAN.


(2011) ‘Profil Badan Tenaga Nuklir
Nasional (BATAN)’, Dokumen Usulan
Reformasi Birokrasi BATAN.

World Health Organization. (2014) The


Health of the Perople: What Works.

71

Anda mungkin juga menyukai