Anda di halaman 1dari 33

KARYA TULIS ILMIAH

Ásuhan Keperawatan pada Tn “E” dengan Gangguan


Sistem Pencernaan : Apendisitis di Ruang Perawatan Bedah
RSUD Massenrempulu Enrekang

Oleh:
Anna fitriana P
Nim: 13043

AKADEMI KEPERAWATAN RANTEPAO TANA TORAJA


LAPORAN PENDAHULUAN APENDISITIS

A. DEFINISI
✓ Appendiks adalah ujung seperti jari yang kecil panjangnya kira-kira 10 cm (94 inci),
melekat pada sekum tepat di bawah katup ileosekal. Appendiks berisi makanan dan
mengosongkan diri secara teratur ke dalam sekum. Karena pengosongannya tidak
efektif dan lumennya kecil, appendiks cenderung menjadi tersumbat dan rentan
terhadap infeksi. (Brunner dan Sudarth, 2002).
✓ Apendisitis adalah peradangan dari apendiks vermivormis, dan merupakan penyebab
abdomen akut yang paling sering. Penyakit ini dapat mengenai semua umur baik laki-
laki maupun perempuan, tetapi lebih sering menyerang laki-laki berusia antara 10
sampai 30 tahun (Mansjoer, Arief,dkk, 2007).
✓ Apendisitis adalah infeksi pada appendiks karena tersumbatnya lumen oleh fekalith
(batu feces), hiperplasi jaringan limfoid, dan cacing usus. Obstruksi lumen merupakan
penyebab utama Apendisitis. Erosi membran mukosa appendiks dapat terjadi karena
parasit seperti Entamoeba histolytica, Trichuris trichiura, dan Enterobius vermikularis
(Ovedolf, 2006).
✓ Apendisitis merupakan inflamasi apendiks vermiformis, karena struktur yang terpuntir,
appendiks merupakan tempat ideal bagi bakteri untuk berkumpul dan multiplikasi
(Chang, 2010)
✓ Apendisitis merupakan inflamasi di apendiks yang dapt terjadi tanpa penyebab yang
jelas, setelah obstruksi apendiks oleh feses atau akibat terpuntirnya apendiks atau
pembuluh darahya (Corwin, 2009).

B. ETIOLOGI
Apendisitis belum ada penyebab yang pasti atau spesifik tetapi ada factor
prediposisi yaitu:
1. Factor yang tersering adalah obstruksi lumen. Pada umumnya obstruksi ini terjadi
karena:
a. Hiperplasia dari folikel limfoid, ini merupakan penyebab terbanyak.
b. Adanya faekolit dalam lumen appendiks
c. Adanya benda asing seperti biji-bijian
d. Striktura lumen karena fibrosa akibat peradangan sebelumnya.
2. Infeksi kuman dari colon yang paling sering adalah E. Coli dan Streptococcus
3. Laki-laki lebih banyak dari wanita. Yang terbanyak pada umur 15-30 tahun (remaja
dewasa). Ini disebabkan oleh karena peningkatan jaringan limpoid pada masa tersebut.
4. Tergantung pada bentuk apendiks:
a. Appendik yang terlalu panjang
b. Massa appendiks yang pendek
c. Penonjolan jaringan limpoid dalam lumen appendiks
d. Kelainan katup di pangkal appendiks
(Nuzulul, 2009)

C. KLASIFIKASI
1. Apendisitis akut
Apendisitis akut adalah : radang pada jaringan apendiks. Apendisitis akut pada
dasarnya adalah obstruksi lumen yang selanjutnya akan diikuti oleh proses infeksi dari
apendiks.
Penyebab obstruksi dapat berupa :
a. Hiperplasi limfonodi sub mukosa dinding apendiks.
b. Fekalit
c. Benda asing
d. Tumor.
Adanya obstruksi mengakibatkan mucin / cairan mukosa yang diproduksi tidak dapat
keluar dari apendiks, hal ini semakin meningkatkan tekanan intra luminer sehingga
menyebabkan tekanan intra mukosa juga semakin tinggi.
Tekanan yang tinggi akan menyebabkan infiltrasi kuman ke dinding apendiks sehingga
terjadi peradangan supuratif yang menghasilkan pus / nanah pada dinding apendiks.
Selain obstruksi, apendisitis juga dapat disebabkan oleh penyebaran infeksi dari organ
lain yang kemudian menyebar secara hematogen ke apendiks.
2. Apendisitis Purulenta (Supurative Appendicitis)
Tekanan dalam lumen yang terus bertambah disertai edema menyebabkan
terbendungnya aliran vena pada dinding appendiks dan menimbulkan trombosis.
Keadaan ini memperberat iskemia dan edema pada apendiks. Mikroorganisme yang
ada di usus besar berinvasi ke dalam dinding appendiks menimbulkan infeksi serosa
sehingga serosa menjadi suram karena dilapisi eksudat dan fibrin. Pada appendiks dan
mesoappendiks terjadi edema, hiperemia, dan di dalam lumen terdapat eksudat
fibrinopurulen. Ditandai dengan rangsangan peritoneum lokal seperti nyeri tekan, nyeri
lepas di titik Mc Burney, defans muskuler, dan nyeri pada gerak aktif dan pasif. Nyeri
dan defans muskuler dapat terjadi pada seluruh perut disertai dengan tanda-tanda
peritonitis umum.
3. Apendisitis kronik
Diagnosis apendisitis kronik baru dapat ditegakkan jika dipenuhi semua syarat :
riwayat nyeri perut kanan bawah lebih dari dua minggu, radang kronik apendiks secara
makroskopikdan mikroskopik, dan keluhan menghilang satelah apendektomi.
Kriteria mikroskopik apendiksitis kronik adalah fibrosis menyeluruh dinding apendiks,
sumbatan parsial atau total lumen apendiks, adanya jaringan parut dan ulkus lama
dimukosa, dan infiltrasi sel inflamasi kronik. Insidens apendisitis kronik antara 1-5
persen.
4. Apendissitis rekurens
Diagnosis rekuren baru dapat dipikirkan jika ada riwayat serangan nyeri berulang di
perut kanan bawah yang mendorong dilakukan apeomi dan hasil patologi menunjukan
peradangan akut. Kelainan ini terjadi bila serangn apendisitis akut pertama kali sembuh
spontan. Namun, apendisitis tidak perna kembali ke bentuk aslinya karena terjadi
fribosis dan jaringan parut. Resiko untuk terjadinya serangn lagi sekitar 50 persen.
Insidens apendisitis rekurens biasanya dilakukan apendektomi yang diperiksa secara
patologik.
Pada apendiktitis rekurensi biasanya dilakukan apendektomi karena sering penderita
datang dalam serangan akut.
5. Mukokel Apendiks
Mukokel apendiks adalah dilatasi kistik dari apendiks yang berisi musin akibat
adanya obstruksi kronik pangkal apendiks, yang biasanya berupa jaringan fibrosa. Jika
isi lumen steril, musin akan tertimbun tanpa infeksi. Walaupun jarang,mukokel dapat
disebabkan oleh suatu kistadenoma yang dicurigai bisa menjadi ganas.
Penderita sering datang dengan eluhan ringan berupa rasa tidak enak di perut kanan
bawah. Kadang teraba massa memanjang di regio iliaka kanan. Suatu saat bila terjadi
infeksi, akan timbul tanda apendisitis akut. Pengobatannya adalah apendiktomi.
6. Tumor Apendiks
Adenokarsinoma apendiks
Penyakit ini jarang ditemukan, biasa ditemukan kebetulan sewaktu apendektomi atas
indikasi apendisitis akut. Karena bisa metastasis ke limfonodi regional, dianjurkan
hemikolektomi kanan yang akan memberi harapan hidup yang jauh lebih baik dibanding
hanya apendektomi.
7. Karsinoid Apendiks
Ini merupakan tumor sel argentafin apendiks. Kelainan ini jarang didiagnosis
prabedah,tetapi ditemukan secara kebetulan pada pemeriksaan patologi atas spesimen
apendiks dengan diagnosis prabedah apendisitis akut. Sindrom karsinoid berupa
rangsangan kemerahan (flushing) pada muka, sesak napas karena spasme bronkus,
dan diare ynag hanya ditemukan pada sekitar 6% kasus tumor karsinoid perut. Sel
tumor memproduksi serotonin yang menyebabkan gejala tersebut di atas.
Meskipun diragukan sebagai keganasan, karsinoid ternyata bisa memberikan residif
dan adanya metastasis sehingga diperlukan opersai radikal. Bila spesimen patologik
apendiks menunjukkan karsinoid dan pangkal tidak bebas tumor, dilakukan operasi
ulang reseksi ileosekal atau hemikolektomi kanan

D. ANATOMI DAN FISIOLOGI


1. ANATOMI
Appendiks merupakan organ yang berbentuk tabung dengan panjang kira-kira 10 cm
dan berpangkal pada sekum. Appendiks pertama kali tampak saat perkembangan
embriologi minggu ke delapan yaitu bagian ujung dari protuberans sekum. Pada saat
antenatal dan postnatal, pertumbuhan dari sekum yang berlebih akan menjadi
appendiks yang akan berpindah dari medial menuju katup ileocaecal.
Pada bayi appendiks berbentuk kerucut, lebar pada pangkal dan menyempit kearah
ujung. Keadaan ini menjadi sebab rendahnya insidens Apendisitis pada usia tersebut.
Appendiks memiliki lumen sempit di bagian proksimal dan melebar pada bagian distal.
Pada appendiks terdapat tiga tanea coli yang menyatu dipersambungan sekum dan
berguna untuk mendeteksi posisi appendiks. Gejala klinik Apendisitis ditentukan oleh
letak appendiks. Posisi appendiks adalah retrocaecal (di belakang sekum) 65,28%,
pelvic (panggul) 31,01%, subcaecal (di bawah sekum) 2,26%, preileal (di depan usus
halus) 1%, dan postileal (di belakang usus halus) 0,4%,

2. FISIOLOGI
Appendiks menghasilkan lendir 1-2 ml per hari. Lendir itu secara normal dicurahkan ke
dalam lumen dan selanjutnya mengalir ke sekum. Hambatan aliran lendir di muara
appendiks tampaknya berperan pada patogenesis Apendisitis. Imunoglobulin sekretoar
yang dihasilkan oleh Gut Associated Lymphoid Tissue (GALT) yang terdapat
disepanjang saluran cerna termasuk appendiks ialah Imunoglobulin A (Ig-A).
Imunoglobulin ini sangat efektif sebagai pelindung terhadap infeksi yaitu mengontrol
proliferasi bakteri, netralisasi virus, serta mencegah penetrasi enterotoksin dan antigen
intestinal lainnya. Namun, pengangkatan appendiks tidak mempengaruhi sistem imun
tubuh sebab jumlah jaringan sedikit sekali jika dibandingkan dengan jumlah di saluran
cerna dan seluruh tubuh.

E. PATOFISIOLOGI
Apendisitis biasanya disebabkan oleh penyumbatan lumen apendiks oleh
hiperplasia folikel limfoid, fekalit, benda asing, striktur karena fibrosis akibat peradangan
sebelumnya, atau neoplasma.
Obstruksi tersebut menyebabkan mukus yang diproduksi mukosa mengalami
bendungan. Makin lama mukus tersebut makin banyak, namun elastisitas dinding
apendiks mempunyai keterbatasan sehingga menyebabkan penekanan tekanan
intralumen. Tekanan yang meningkat tersebut akan menghambat aliran limfe yang
mengakibatkan edema, diapedesis bakteri, dan ulserasi mukosa. Pada saat inilah
terjadi terjadi apendisitis akut fokal yang ditandai oleh nyeri epigastrium.
Bila sekresi mukus terus berlanjut, tekanan akan terus meningkat. Hal tersebut
akan menyebabkan obstruksi vena, edema bertambah, dan bakteri akan menembus
dinding. Peradangan yang timbul meluas dan mengenai peritoneum setempat sehingga
menimbulkan nyeri di daerah kanan bawah. Keadaan ini disebut dengan apendisitis
supuratif akut.
Bila kemudian aliran arteri terganggu akan terjadi infark dinding apendiks yang
diikuti dengan gangren. Stadium ini disebut dengan apendisitis gangrenosa. Bila
dinding yang telah rapuh itu pecah, akan terjadi apendisitis perforasi.
Bila semua proses di atas berjalan lambat, omentum dan usus yang berdekatan
akan bergerak ke arah apendiks hingga timbul suatu massa lokal yang disebut infiltrat
apendikularis. Peradangan apendiks tersebut dapat menjadi abses atau menghilang.
Pada anak-anak, karena omentum lebih pendek dan apediks lebih panjang, dinding
apendiks lebih tipis. Keadaan tersebut ditambah dengan daya tahan tubuh yang masih
kurang memudahkan terjadinya perforasi. Sedangkan pada orang tua perforasi mudah
terjadi karena telah ada gangguan pembuluh darah (Mansjoer, 2007) .
Pathway

Pathway APENDISITIS

F. MANIFESTASI KLINIK
1. Nyeri kuadran bawah terasa dan biasanya disertai dengan demam ringan, mual,
muntah dan hilangnya nafsu makan.
2. Nyeri tekan local pada titik McBurney bila dilakukan tekanan.
3. Nyeri tekan lepas dijumpai.
4. Terdapat konstipasi atau diare.
5. Nyeri lumbal, bila appendiks melingkar di belakang sekum.
6. Nyeri defekasi, bila appendiks berada dekat rektal.
7. Nyeri kemih, jika ujung appendiks berada di dekat kandung kemih atau ureter.
8. Pemeriksaan rektal positif jika ujung appendiks berada di ujung pelvis.
9. Tanda Rovsing dengan melakukan palpasi kuadran kiri bawah yang secara paradoksial
menyebabkan nyeri kuadran kanan.
10. Apabila appendiks sudah ruptur, nyeri menjadi menyebar, disertai abdomen terjadi
akibat ileus paralitik.
11. Pada pasien lansia tanda dan gejala appendiks sangat bervariasi. Pasien mungkin tidak
mengalami gejala sampai terjadi ruptur appendiks.
Nama pemeriksaan Tanda dan gejala
Rovsing’s sign Positif jika dilakukan palpasi dengan tekanan
pada kuadran kiri bawah dan timbul nyeri pada
sisi kanan.
Psoas sign atau Obraztsova’s Pasien dibaringkan pada sisi kiri, kemudian
sign dilakukan ekstensi dari panggul kanan. Positif
jika timbul nyeri pada kanan bawah.
Obturator sign Pada pasien dilakukan fleksi panggul dan
dilakukan rotasi internal pada panggul. Positif
jika timbul nyeri pada hipogastrium atau vagina.
Dunphy’s sign Pertambahan nyeri pada tertis kanan bawah
dengan batuk
Ten Horn sign Nyeri yang timbul saat dilakukan traksi lembut
pada korda spermatic kanan
Kocher (Kosher)’s sign Nyeri pada awalnya pada daerah epigastrium
atau sekitar pusat, kemudian berpindah ke
kuadran kanan bawah.
Sitkovskiy (Rosenstein)’s sign Nyeri yang semakin bertambah pada perut
kuadran kanan bawah saat pasien dibaringkan
pada sisi kiri
Aure-Rozanova’s sign Bertambahnya nyeri dengan jari pada petit
triangle kanan (akan positif Shchetkin-
Bloomberg’s sign)
Blumberg sign Disebut juga dengan nyeri lepas. Palpasi pada
kuadran kanan bawah kemudian dilepaskan
tiba-tiba
G. KOMPLIKASI
Komplikasi terjadi akibat keterlambatan penanganan Apendisitis. Faktor
keterlambatan dapat berasal dari penderita dan tenaga medis. Faktor penderita meliputi
pengetahuan dan biaya, sedangkan tenaga medis meliputi kesalahan diagnosa,
menunda diagnosa, terlambat merujuk ke rumah sakit, dan terlambat melakukan
penanggulangan. Kondisi ini menyebabkan peningkatan angka morbiditas dan
mortalitas. Proporsi komplikasi Apendisitis 10-32%, paling sering pada anak kecil dan
orang tua. Komplikasi 93% terjadi pada anak-anak di bawah 2 tahun dan 40-75% pada
orang tua. CFR komplikasi 2-5%, 10-15% terjadi pada anak-anak dan orang tua.43
Anak-anak memiliki dinding appendiks yang masih tipis, omentum lebih pendek dan
belum berkembang sempurna memudahkan terjadinya perforasi, sedangkan pada
orang tua terjadi gangguan pembuluh darah. Adapun jenis komplikasi diantaranya:
1. Abses
Abses merupakan peradangan appendiks yang berisi pus. Teraba massa lunak di
kuadran kanan bawah atau daerah pelvis. Massa ini mula-mula berupa flegmon dan
berkembang menjadi rongga yang mengandung pus. Hal ini terjadi bila Apendisitis
gangren atau mikroperforasi ditutupi oleh omentum
2. Perforasi
Perforasi adalah pecahnya appendiks yang berisi pus sehingga bakteri menyebar ke
rongga perut. Perforasi jarang terjadi dalam 12 jam pertama sejak awal sakit, tetapi
meningkat tajam sesudah 24 jam. Perforasi dapat diketahui praoperatif pada 70%
kasus dengan gambaran klinis yang timbul lebih dari 36 jam sejak sakit, panas lebih
dari 38,50C, tampak toksik, nyeri tekan seluruh perut, dan leukositosis terutama
polymorphonuclear (PMN). Perforasi, baik berupa perforasi bebas maupun
mikroperforasi dapat menyebabkan peritonitis.
3. Peritononitis
Peritonitis adalah peradangan peritoneum, merupakan komplikasi berbahaya yang
dapat terjadi dalam bentuk akut maupun kronis. Bila infeksi tersebar luas pada
permukaan peritoneum menyebabkan timbulnya peritonitis umum. Aktivitas peristaltik
berkurang sampai timbul ileus paralitik, usus meregang, dan hilangnya cairan elektrolit
mengakibatkan dehidrasi, syok, gangguan sirkulasi, dan oligouria. Peritonitis disertai
rasa sakit perut yang semakin hebat, muntah, nyeri abdomen, demam, dan leukositosis.

H. PEMERIKSAAN PENUNJANG
1. Laboratorium
Terdiri dari pemeriksaan darah lengkap dan C-reactive protein (CRP). Pada
pemeriksaan darah lengkap ditemukan jumlah leukosit antara 10.000-18.000/mm3
(leukositosis) dan neutrofil diatas 75%, sedangkan pada CRP ditemukan jumlah serum
yang meningkat. CRP adalah salah satu komponen protein fase akut yang akan
meningkat 4-6 jam setelah terjadinya proses inflamasi, dapat dilihat melalui proses
elektroforesis serum protein. Angka sensitivitas dan spesifisitas CRP yaitu 80% dan
90%.
2. Radiologi
Terdiri dari pemeriksaan ultrasonografi (USG) dan Computed Tomography Scanning
(CT-scan). Pada pemeriksaan USG ditemukan bagian memanjang pada tempat yang
terjadi inflamasi pada appendiks, sedangkan pada pemeriksaan CT-scan ditemukan
bagian yang menyilang dengan fekalith dan perluasan dari appendiks yang mengalami
inflamasi serta adanya pelebaran sekum. Tingkat akurasi USG 90-94% dengan angka
sensitivitas dan spesifisitas yaitu 85% dan 92%, sedangkan CT-Scan mempunyai
tingkat akurasi 94-100% dengan sensitivitas dan spesifisitas yang tinggi yaitu 90-100%
dan 96-97%.
3. Analisa urin bertujuan untuk mendiagnosa batu ureter dan kemungkinan infeksi saluran
kemih sebagai akibat dari nyeri perut bawah.
4. Pengukuran enzim hati dan tingkatan amilase membantu mendiagnosa peradangan
hati, kandung empedu, dan pankreas.
5. Serum Beta Human Chorionic Gonadotrophin (B-HCG) untuk memeriksa adanya
kemungkinan kehamilan.
6. Pemeriksaan barium enema untuk menentukan lokasi sekum. Pemeriksaan Barium
enema dan Colonoscopy merupakan pemeriksaan awal untuk kemungkinan karsinoma
colon.
7. Pemeriksaan foto polos abdomen tidak menunjukkan tanda pasti Apendisitis, tetapi
mempunyai arti penting dalam membedakan Apendisitis dengan obstruksi usus halus
atau batu ureter kanan.

I. PENATALAKSANAAN MEDIS
Penatalaksanaan yang dapat dilakukan pada penderita Apendisitis meliputi
penanggulangan konservatif dan operasi.
1. Penanggulangan konservatif
Penanggulangan konservatif terutama diberikan pada penderita yang tidak mempunyai
akses ke pelayanan bedah berupa pemberian antibiotik. Pemberian antibiotik berguna
untuk mencegah infeksi. Pada penderita Apendisitis perforasi, sebelum operasi
dilakukan penggantian cairan dan elektrolit, serta pemberian antibiotik sistemik
2. Operasi
Bila diagnosa sudah tepat dan jelas ditemukan Apendisitis maka tindakan yang
dilakukan adalah operasi membuang appendiks (appendektomi). Penundaan
appendektomi dengan pemberian antibiotik dapat mengakibatkan abses dan perforasi.
Pada abses appendiks dilakukan drainage (mengeluarkan nanah).
3. Pencegahan Tersier
Tujuan utama dari pencegahan tersier yaitu mencegah terjadinya komplikasi yang lebih
berat seperti komplikasi intra-abdomen. Komplikasi utama adalah infeksi luka dan
abses intraperitonium. Bila diperkirakan terjadi perforasi maka abdomen dicuci dengan
garam fisiologis atau antibiotik. Pasca appendektomi diperlukan perawatan intensif dan
pemberian antibiotik dengan lama terapi disesuaikan dengan besar infeksi intra-
abdomen.
KONSEP DASAR
ASUHAN KEPERAWATAN

A. PENGKAJIAN KEPERAWATAN
➢ WawancaraDapatkan riwayat kesehatan dengan cermat khususnya mengenai:
• Keluhan utama klien akan mendapatkan nyeri di sekitar epigastrium menjalar ke perut
kanan bawah. Timbul keluhan Nyeri perut kanan bawah mungkin beberapa jam
kemudian setelah nyeri di pusat atau di epigastrium dirasakan dalam beberapa waktu
lalu.Sifat keluhan nyeri dirasakan terus-menerus, dapat hilang atau timbul nyeri dalam
waktu yang lama. Keluhan yang menyertai biasanya klien mengeluh rasa mual dan
muntah, panas.
• Riwayat kesehatan masa lalu biasanya berhubungan dengan masalah. kesehatan klien
sekarang.
• Diet,kebiasaan makan makanan rendah serat.
• Kebiasaan eliminasi.
➢ Pemeriksaan Fisik
• Pemeriksaan fisik keadaan umum klien tampak sakit ringan/sedang/berat.
• Sirkulasi : Takikardia.
• Respirasi : Takipnoe, pernapasan dangkal.
• Aktivitas/istirahat : Malaise.
• Eliminasi : Konstipasi pada awitan awal, diare kadang-kadang.
• Distensi abdomen, nyeri tekan/nyeri lepas, kekakuan, penurunan atau tidak ada bising
usus.
• Nyeri/kenyamanan, nyeri abdomen sekitar epigastrium dan umbilicus, yang meningkat
berat dan terlokalisasi pada titik Mc. Burney, meningkat karena berjalan, bersin, batuk,
atau napas dalam. Nyeri pada kuadran kanan bawah karena posisi ekstensi kaki
kanan/posisi duduk tegak.
• Demam lebih dari 38oC.
• Data psikologis klien nampak gelisah.
• Ada perubahan denyut nadi dan pernapasan.
• Pada pemeriksaan rektal toucher akan teraba benjolan dan penderita merasa nyeri
pada daerah prolitotomi.
• Berat badan sebagai indicator untuk menentukan pemberian obat.

B. DIAGNOSA KEPERAWATAN
▪ Pre operasi
1. Nyeri akut berhubungan dengan agen injuri biologi (distensi jaringan intestinal oleh
inflamasi)
2. Perubahan pola eliminasi (konstipasi) berhubungan dengan penurunan peritaltik.
3. Kekurangan volume cairan berhubungan dengan mual muntah.
4. Cemas berhubungan dengan akan dilaksanakan operasi.
▪ Post operasi
1. Nyeri berhubungan dengan agen injuri fisik (luka insisi post operasi appenditomi).
2. Resiko infeksi berhubungan dengan tindakan invasif (insisi post pembedahan).
3. Defisit self care berhubungan dengan nyeri.
4. Kurang pengetahuan tentang kondisi prognosis dan kebutuhan pengobatan b.d kurang
informasi.
C. RENCANA KEPERAWATAN
PRE OPERASI
DIAGNOSA
NO NOC NIC RASIONAL
KEPERAWATAN
1. Nyeri akut Setelah dilakukan asuhan
1. Kaji tingkat nyeri, lokasi dan▪ Untuk mengetahui sejauh
berhubungan dengan keperawatan, diharapkan nyeri klien karasteristik nyeri. mana tingkat nyeri dan
agen injuri biologi berkurang dengan kriteria hasil: merupakan indiaktor
(distensi •
jaringan Klien mampu mengontrol nyeri secara dini untuk dapat
intestinal oleh (tahu penyebab nyeri, mampu memberikan tindakan
inflamasi) menggunakan 2. Jelaskan pada pasien tentang selanjutnya
tehnik
nonfarmakologi untuk mengurangi penyebab nyeri ▪ informasi yang tepat dapat
nyeri, mencari bantuan) menurunkan tingkat
• Melaporkan bahwa nyeri berkurang kecemasan pasien dan
dengan menggunakan manajemen menambah pengetahuan
nyeri 3. Ajarkan tehnik untuk pernafasan pasien tentang nyeri.

• Tanda vital dalam rentang normal diafragmatik lambat / napas▪ napas dalam dapat

TD (systole 110-130mmHg, diastole dalam menghirup O2 secara

70-90mmHg), HR(60-100x/menit), adequate sehingga otot-

RR (16-24x/menit), suhu (36,5- otot menjadi relaksasi

37,50C) 4. Berikan aktivitas hiburan sehingga dapat

• Klien tampak rileks mampu (ngobrol dengan anggota mengurangi rasa nyeri.

tidur/istirahat keluarga) ▪ meningkatkan relaksasi dan


5. Observasi tanda-tanda vital dapat meningkatkan
kemampuan kooping.
▪ deteksi dini terhadap
6. Kolaborasi dengan tim medis perkembangan kesehatan
dalam pemberian analgetik pasien.
▪ sebagai profilaksis untuk
dapat menghilangkan rasa
nyeri.
2. Perubahan pola Setelah dilakukan asuhan
1. Pastikan kebiasaan defekasi▪ membantu dalam
eliminasi (konstipasi) keperawatan, diharapkan konstipasi klien dan gaya hidup pembentukan jadwal irigasi
berhubungan dengan klien teratasi dengan kriteria hasil: sebelumnya. efektif
penurunan peritaltik. • BAB 1-2 kali/hari 2. Auskultasi bising usus
• Feses lunak ▪ kembalinya fungsi

• Bising usus 5-30 kali/menit gastriintestinal mungkin


terlambat oleh inflamasi
3. Tinjau ulang pola diet dan intra peritonial
jumlah / tipe masukan cairan. ▪ masukan adekuat dan
serat, makanan kasar
memberikan bentuk dan
cairan adalah faktor
penting dalam menentukan
4. Berikan makanan tinggi serat.
konsistensi feses.
▪ makanan yang tinggi serat
dapat memperlancar
pencernaan sehingga tidak
5. Berikan obat sesuai indikasi,
terjadi konstipasi.
contoh : pelunak feses

▪ obat pelunak feses dapat


melunakkan feses
sehingga tidak terjadi
konstipasi.
3. Kekurangan volume Setelah dilakukan asuhan
1. Monitor tanda-tanda vital ▪ Tanda yang membantu
cairan berhubungan keperawatan diharapkan mengidentifikasikan
dengan mual muntah. keseimbangan cairan dapat fluktuasi volume
dipertahankan dengan kriteria hasil:2. Kaji membrane mukosa, kaji intravaskuler.
• kelembaban membrane mukosa tugor kulit dan pengisian kapiler.▪ Indicator keadekuatan
• turgor kulit baik 3. Awasi masukan dan haluaran, sirkulasi perifer dan hidrasi

• Haluaran urin adekuat: 1 cc/kg catat warna urine/konsentrasi, seluler.


BB/jam berat jenis.

• Tanda-tanda vital dalam batas ▪ Penurunan haluaran urin

normal 4. Auskultasi bising usus, catat pekat dengan peningkatan

TD (systole 110-130mmHg, diastole kelancaran flatus, gerakan usus. berat jenis diduga

70-90mmHg), 5. Berikan perawatan mulut sering dehidrasi/kebutuhan


HR(60-100x/menit),
RR (16-24x/menit), suhu (36,5- dengan perhatian khusus pada peningkatan cairan.
37,50C) perlindungan bibir. ▪ Indicator kembalinya
6. Pertahankan penghisapan peristaltic, kesiapan untuk
gaster/usus. pemasukan per oral.
▪ Dehidrasi mengakibatkan
bibir dan mulut kering dan
pecah-pecah

▪ Selang NG biasanya
7. Kolaborasi pemberian cairan IV dimasukkan pada
dan elektrolit praoperasi dan
dipertahankan pada fase
segera pascaoperasi
untuk dekompresi usus,
meningkatkan istirahat
usus, mencegah mentah.
▪ Peritoneum bereaksi
terhadap iritasi/infeksi
dengan menghasilkan
sejumlah besar cairan
yang dapat menurunkan
volume sirkulasi darah,
mengakibatkan
hipovolemia. Dehidrasi
dapat terjadi
ketidakseimbangan
elektrolit
4. Cemas berhubungan Setelah dilakukan 1. Evaluasi tingkat ansietas, catat▪
asuhan ketakutan dapat terjadi
dengan akan keperawatan, diharapkan verbal dan non verbal pasien. karena nyeri hebat, penting
dilaksanakan operasi. kecemasab klien berkurang dengan pada prosedur diagnostik
kriteria hasil: dan pembedahan.
• Melaporkan ansietas 2. Jelaskan dan persiapkan untuk▪ dapat meringankan ansietas
menurun
sampai tingkat teratasi tindakan prosedur sebelum terutama ketika
• Tampak rileks dilakukan pemeriksaan tersebut
melibatkan pembedahan.
3. Jadwalkan istirahat adekuat dan▪ membatasi kelemahan,
periode menghentikan tidur. menghemat energi dan
meningkatkan kemampuan
4. Anjurkan keluarga untuk koping.
menemani disamping klien ▪ Mengurangi kecemasan
klien
POST OPERASI
DIAGNOSA
NO NOC NIC RASIONAL
KEPERAWATAN
1. Nyeri berhubungan dengan Setelah dilakukan asuhan
1. Kaji skala nyeri lokasi,▪ Berguna dalam pengawasan
agen injuri fisik (luka insisi keperawatan, diharapkan karakteristik dan laporkan dan keefesien obat,
post operasi appenditomi). nyeri berkurang dengan perubahan nyeri dengan tepat. kemajuan
kriteria hasil: penyembuhan,perubahan
• Melaporkan nyeri berkurang2. Monitor tanda-tanda vital dan karakteristik nyeri.
• Klien tampak rileks ▪ deteksi dini terhadap

• Dapat tidur dengan tepat perkembangan kesehatan


3. Pertahankan istirahat dengan
• Tanda-tanda vital dalam pasien.
posisi semi powler.
batas normal ▪ Menghilangkan tegangan

TD (systole 110-130mmHg, abdomen yang bertambah


4. Dorong ambulasi dini.
diastole 70-90mmHg), dengan posisi terlentang.

HR(60-100x/menit), RR (16- ▪ Meningkatkan kormolisasi

24x/menit), suhu (36,5- fungsi organ.


5. Berikan aktivitas hiburan.
37,50C) ▪ meningkatkan relaksasi.
6. Kolborasi tim dokter dalam
▪ Menghilangkan nyeri.
pemberian analgetika.
2. Resiko infeksi berhubungan Setelah dilakukan 1. Kaji adanya tanda-tanda infeksi▪ Dugaan adanya infeksi
asuhan
dengan tindakan invasif keperawatan diharapkan pada area insisi
(insisi post pembedahan). infeksi dapat diatasi dengan
2. Monitor tanda-tanda vital.▪ Dugaan adanya
kriteria hasil: Perhatikan demam, menggigil, infeksi/terjadinya sepsis,
• Klien bebas dari tanda- berkeringat, perubahan mental abses, peritonitis
tanda infeksi 3. Lakukan teknik isolasi untuk▪ mencegah transmisi penyakit
• Menunjukkan kemampuan infeksi enterik, termasuk cuci virus ke orang lain.
untuk mencegah timbulnya tangan efektif.
infeksi 4. Pertahankan teknik aseptik▪ mencegah meluas dan

• Nilai leukosit (4,5-11ribu/ul) ketat pada perawatan luka membatasi penyebaran


insisi / terbuka, bersihkan organisme infektif /
dengan betadine. kontaminasi silang.
5. Awasi / batasi pengunjung dan▪ menurunkan resiko terpajan.
siap kebutuhan.
6. Kolaborasi tim medis dalam▪ terapi ditunjukkan pada bakteri
pemberian antibiotik anaerob dan hasil aerob gra
negatif.

3. Defisit self care Setelah dilakukan asuhan


1. Mandikan pasien setiap hari▪ Agar badan menjadi segar,
berhubungan dengan nyeri. keperawatan diharapkan sampai klien mampu melancarkan peredaran
kebersihan klien dapt melaksanakan sendiri serta darah dan meningkatkan
dipertahankan dengan cuci rambut dan potong kuku kesehatan.
kriteria hasil: klien.
• klien bebas dari bau badan 2. Ganti pakaian yang kotor
• klien tampak bersih dengan yang bersih. ▪ Untuk melindungi klien dari

• ADLs klien dapat mandiri kuman dan meningkatkan


atau dengan bantuan 3. Berikan Hynege Edukasi pada rasa nyaman
klien dan keluarganya tentang▪ Agar klien dan keluarga dapat
pentingnya kebersihan diri. termotivasi untuk menjaga
4. Berikan pujian pada klien personal hygiene.
tentang kebersihannya. ▪ Agar klien merasa tersanjung
dan lebih kooperatif dalam
5. Bimbing keluarga klien kebersihan
memandikan / menyeka pasien▪ Agar keterampilan dapat
6. Bersihkan dan atur posisi serta diterapkan
tempat tidur klien.
▪ Klien merasa nyaman dengan
tenun yang bersih serta
mencegah terjadinya infeksi.

4. Kurang pengetahuan Setelah dilakukan 1. Kaji ulang pembatasan aktivitas▪ Memberikan informasi pada
asuhan
tentang kondisi prognosis keperawatan diharapkan pascaoperasi pasien untuk merencanakan
dan kebutuhan pengobatan pengetahuan bertambah kembali rutinitas biasa tanpa
b.d kurang informasi. dengan kriteria hasil: menimbulkan masalah.
• 2.
menyatakan pemahaman Anjuran menggunakan▪ Membantu kembali ke fungsi
proses penyakit, pengobatan laksatif/pelembek feses ringan usus semula mencegah
dan bila perlu dan hindari enema ngejan saat defekasi
• berpartisipasi 3.
dalam Diskusikan perawatan insisi,
program pengobatan termasuk mengamati balutan,▪ Pemahaman meningkatkan
pembatasan mandi, dan kerja sama dengan terapi,
kembali ke dokter untuk meningkatkan penyembuhan
mengangkat jahitan/pengikat
4. Identifikasi gejala
yang
▪ Upaya intervensi menurunkan
memerlukan evaluasi medic,
resiko komplikasi lambatnya
contoh peningkatan nyeri
penyembuhan peritonitis.
edema/eritema luka, adanya
drainase, demam
DAFTAR PUSTAKA

Elizabeth, J, Corwin. (2009). Biku saku Fatofisiologi, EGC, Jakarta.


Fatma. (2010). Askep Appendicitis. Diakses http://fatmazdnrs.blogspot.com/2010/08/askep-
appendicitis.html pada tanggal 09 Mei 2012.
Johnson, M.,et all, 2002, Nursing Outcomes Classification (NOC) Second Edition, IOWA
Intervention Project, Mosby.
Mansjoer, A. (2001). Kapita Selekta Kedokteran. Jakarta : Media Aesculapius FKUI
Mc Closkey, C.J., Iet all, 2002, Nursing Interventions Classification (NIC) second Edition,
IOWA Intervention Project, Mosby.
NANDA, 2012, Diagnosis Keperawatan NANDA : Definisi dan Klasifikasi.
Nuzulul. (2009). Askep Appendicitis. Diakses
http://nuzulul.fkp09.web.unair.ac.id/artikel_detail-35840-Kep%20Pencernaan
Askep%20Apendisitis.html tanggal 09 Mei 2012.
Smeltzer, Bare (2002). Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah. Brunner & suddart. Edisi 8.
Volume 2. Jakarta, E
KONSEP MEDIS ASUHAN KEPERAWATAN PADA KLIEN “TN. E”
DENGAN DIAGNOSA MEDIS APPENDISITIS DI RUANG BEDAH
RSUD MASSENREMPULU ENREKANG

I. BIODATA
A. Identitas Klien
1. Nama : Tn.E
2. Umur :44 thn
3. Alamat :Enrekang
4. Jenis Kelamin : Laki-laki
5. Agama : Islam
6. Suku Bangsa :Bugis / Indoesia
7. Pekerjaan : Wiraswasta
8. Status Perkawinan : Menikah
9. No.RM :010360
10. Diagnosa Medis : Apendisitis
11. Tannggal Masuk :20 April 2016
12. Tanggal Pengkajian :24 April 2016

B. Penanggung Jawab
1. Nama :Ny.M
2. Usia :40 thn
3. Jenis Kelamin : perempuan
4. Pekerjaan :IRT
5. Hubungan dengan klien :Istri klien

II. RIWAYAT KESEHATAN


A. Keluhan Utama
Nyeri Perut
B. Riwayat kesehatan saat ini
Kurang lebih 3 bulan yang lalu klien merasa nyeri perut kemudian
memeriksakan keadaannya ke dokter terdekat, pada saat itu klien hanya
diberikan obat dan sejak itu klien tidak pernah lagi memeriksakan
kesehatannya lagi. Pada tanggal 17 April 2016 klien kembali merasakan nyeri,
mual, karena kondisi tersebut tanggal 20 April 2016, keluarga klien
memutuskan untuk kembali memeriksakan keadaan klien ke RS untuk
mendapatkan penanganan lebih lanjut.
Pada saat dikaji pada tanggal 24 April 2016 pukul 10.00 Wita, klien
mengatakan nyeri pada perut kanan bawah, yang dirasakan terus menerus
seperti tertusuk-tusuk dengan skala nyeri 5-10, klien mengatakan susah tidur
dan sering terbangun pada malam hari. Klien klien tampak gelisah, klien
tampak lemah, klien tampak meringis. Hal yang memperberat nyeri saat klien
bergerak dan memperingan saat klien beristirahat.
C. Riwayat Kesehatan Masa lalu
Klien mengatakan pernah berobat ke dokter dengan keluhan nyeri
perut dan mual muntah, dan klien juga mengatakan bahwa klien tidak
memiliki riwayat alergi terhadap makanan dan obat-obatan. Tetapi sebelum
sakit klien mengatakan bahwa dia sering mengkonsumsi makanan yang instan
seperti mie, ikan kaleng, dan klien tidak memiliki kebiasaan mengkonsumsi
makanan yang tinggi serat seperti (sayur-sayuran, buah-buahan), serta
kebiasaanmakan makanan berlemak tinggi dan sumber protein hewani.

D. Riwayat Kesehatan Keluarga

GI.

GII.

47 41 37 35 45 42
1

44 42

44
44

18 15 10
GIII.

Keterangan :

: laki-laki

:perempuan

: garis perkawinan

: klien

: meninggal
: tinggal serumah

Kesimpulan :

GI : Orang tua klien telah meninggal karena riwayat Hipertensi

GII : Klien memiliki 5 saudara, 4 laki-laki, 1 perempuan, klien anak


ke 2 dari 5 bersaudara. Kien tinggal serumah dengan istri dan 3
anaknya.

GIII : Klien memiliki 3 orang anak, semuanya laki-laki.

III. RIWAYAT PSIKOLOGI


1. Pola Konsep Diri
a. Citra Tubuh : Klien menerima penampilan fisiknya
saat ini walaupun dalam keadaan sakit.
b. Ideal Diri : Klien berharap cepat sembuh dan
dapat beraktivitas kembali.
c. Harga Diri : Klien merasa dirinya dihargai dan
mendapat perhatian dari keluarga walaupun dalam kondisi sakit.
d. Peran Diri : Klien berperan sebagai seorang ayah.
e. Identitas Diri : Klien adalah seorang pasien yang
membutuhkan perawatan.
2. Pola Kognitif
a. Klien mengetahui tentang penyakitnya.
3. Pola Koping
Dalam mengambil keputusan klien dibantu oleh keluarga
4. Pola Intraktif dan Komunikasi
a. Klien mengenali lingkungan sekitarnya
b. Klien mampu menjalin hubungan dengan baik dengan dokter, perawat,
keluarga dan pengunjung lain.
c. Bicara jelas dan mampu menjawab pertanyaan sesuai dengan apa yang
ditanyakan.

IV. RIWAYAT SPIRITUAL


a. Ketaatan Beribadah
Sebelum sakit : klien taat beribadah (sholat 5 waktu).
Saat sakit : klien tetap taat beribadah
b. Dukungan Keluarga
Keluarga klien selalu member dukungan dalam doa untuk kesembuhan klien
c. Ritual yang biasa dijalankan
Pengajian dan sholat 5 waktu

V. PEMERIKSAAN FISIK
A. Keadaan Umum Klien
1. Tanda-tanda distress : klien tampak lemah

Penampilan disesuaikan dengan usia : sesuai

2. Ekspresi wajah : meringis


3. Bicara : jelas
4. TB : 155 cm
5. BB : 52 kg
B. Gaya berjalan : Tidak dapat dikaji
C. TTV :
1. TD :130/80 mmHg
2. S : 37’C
3. N : 80 x/menit
4. P : 24 x/menit
D. System pernapasan
1. Hidung
Inspeksi : Septum simetris kiri dan kanan, tidak ada secret dan tidak
terdapat epitaksis.
Palpasi : Tidak ada nyeri tekan , tidak teraba massa, polip atau tumor
tidak ada tanda radang pada sinus.
2. Leher
Inspeksi : Tidak terdapat lesi dan jaringan paru, tidak ada pembengkakan
Palpasi : Tidak ada pembesaran kelenjar tiroid, dan kelenjar getah
bening
3. Dada
Bentuk normal chest, perbandingan anteroposterior : trasversal 2:1,
dengan gerak dada seirama pola napas, irama pernapasan 24x/menit,
tidak ada nyeritekan, tidak teraba massa, vocal primitus seimbang kiri dan
kanan, ekspansi paru mengikuti gerak abdomen, perkusi resonan, bunyi
paru vesikuler terdengar di semua lapisan paru, dan tidak ada suara nafas
tambahan.
E. Sistem Kardiovaskuler
Inspeksi : Konjungtiva merah muda, bibir kering, arteri karotis eksterna
kuat, tidak ada peningkatan vena jugularis
Palpasi : Frekuensi irama jantung 80x/menit
Perkusi : Resonan
Auskultasi : BJ I : “Lup” murni,terdengar di ICS 4 dan 5 (katub mitral dan
trikupialis). BJ II :”Dup”murni,terdengar di ICS 1 dan 2 (pulmonal)
F. System Pencernaan
1. Skelera : warna putih
2. Bibir :kering dan tidak pecah
3. Mulut : tidak ada sariawan, jumlah gigi 30, kemampuan menelan baik,
terdapat karang gigi.
4. Gaster : tidak tterdapat nyeri tekan
5. Abdoen :
Inspeksi : bentuk datar.
Auskultasi: bising usus 14x/menit
Palpasi : ada nyeri tekan pada perut kanan bawah
Perkusi : bunyi hypertymani
6. Anus : tidak dikaji (klien tidak bersedia).
G. System Pengindraan
1. Mata
Inspeksi : simetris kiri dan kanan, keloak mata tidak oedema, bulu mata
dan alis tebal, lapang pandang 180’, reflex pupil terhadap cahaya normal,
bentuk pupil isokor, reflex kornea normal, erak bola mata 8 arah.
Palpasi : tidak ada nyeri tekan pada palpebra
2. Hidung
Inspeksi : dapat membedahkan bau balsem dan minyak kayu putih,
rambut tipis, tidak ada sekret dan epitaksis.
Palpasi : tidak ada nyeri tekan, tidak terdapat polip, tidak ada massa/
tumor.
3. Telinga
Inspeksi :keadaan daun telinga simetris kiri dan kanan, dapat mendengar
bisikan, terdapat sedikit serumen.
Palpasi : tidak terdapat nyeri tekan pada mastoid.
H. Sistem Persyarafan
1. Fungsi cerebral
a. Dapat mengingat kejadian-kejadian masa lalu.
b. Nada bicara sesuai dengan ekspresi bicara, bahasa dapat di mengerti.
c. Kesadaran compas mentis (GCS:15, E:4, M:6, V:5).
2. Fungsi kranial:
a. Nervus I (Olfactorius)
Sensorik : dapat membedahkan bau-bauan (bau balsem dan minyak
kayu putih).
b. Nervus II (Optikus)
Sensorik : lapang pandang 180’.
c. Nervus III, IV, VI (Okulamuutarius, Trochlearis, Abduces)
Motorik : gerakan bola mata 8 arah, puil sokor.
d. Nervus V (Trigeminus)
Sensorik : dapat merasakan sentuhan pada seluruh bagian wajah,
refleks kornea baik.
Motorik : dapat mengunyah.
e. Nervus VII (Facialis)
Sensorik : dapat meraskan manis, asin, asam pada bagian depan lidah.
Otonom : ada produksi saliva.
Motorik : wajah simetris saat tersenyum, menutup mata dan
membuka mata secara spntan.
f. Nervus VIII (Acustikus)
Sensorik : pendengaran normal dapat mendengar detak jarum jam.
g. Nervus IX (Glossofaringeal)
Sensorik : dapat merasakan rasa pahit pada again belakang lidah.
Motorik :pergerakan lidah bebas, tidak ada kesulitan menelan.
h. Nervus X (Vagus)
Sensorik : suara tidak serak
Motorik : dapat menelan dengan baik.
i. Nervus XI (Accesries)
Motorik : kepala dan bahu dapat digerak kekiri dan kanan (rotasi).
j. Nervus XII (Hipoglosus)
Motorik : lidah dapat digerakan kekiri dan kekanan.
3. Fungsi Motorik
- Massa Otot : kurang / sedikit
- Tonus Otot positif (+).
- Kekuatan otot 5 5
5 5
4. Fungsi Sensorik
- Suhu : 37’C
- Dapat merasakan nyeri.

5. Fungsi Cerebellum

- Keseimbangan dan Koordinasi : tidak baik.

6. Refleks : Bisep (+), trisep (+) dan patella (+)

7. Iritasi Meningen : tidak ada kaku kuduk.

I. Sistem Muskulokeletal
1. Kepala : bentuk kepala mesochepal, gerakan kepala bebas kiri dan
kanan, tidak terdapat lesi, tidak ada oedema.

2. Vertebra : tidak terdapat kelainan.

3. Pelvis : gerakan bebas.

4. Lutut : gerakan bebas, tidak terdapat oedema.

5. Kaki : gerakan bebas, tidak terdapat lesi dan oedema.

6. Tangan : gerakan bebas, bahu rotasi, tidak terdapat oedema dan lesi,
terpasang infus pada tangan kiri.

J. Sistem Integumen

1. Rambut :
Inspeksi : warna hitam dan tidak beruban, tidak mudah di cabut,
berminyak dan berserakan.
2. Kulit :
Inspeksi : warna sawo matang, temperature 37’C, bulu tipis, tidak
terdapat erupsi.
Palpasi : tekstur halus.
3. Kuku :
Inspeksi : warna merah muda, ermukaan kuku rata, pendek dan bersih.
Palpasi : kuu tidak mudah patah.

K. Sistem Perkemihan
Tidak terdapat oedema palpebra, terdapat nyeri tekan pada daerah sekitar
kandung kemih. Jumlah input kurang lebih 1500cc/24 jam dan outputnya
kurang lebih 700 cc/24 jam.

L. Sistem Reproduksi
Penis tidak terkaji karena pasien tidak bersedia.

M. Sistem Imun
• Tidak ada riwayat alergi
• Tidak ada riwayat penyakit yang berhubungan dengan perubahan cuaca.
• Tidak ada riwayat transfusi.

N. Sistem Endokrin

1) Kelnjar tiroid : tidak ada pembesaran.


2) Ekskresi urin ± 1000 ml/hari.
3) Suhu tubuh 37’ C.
4) Keringatan tidak berlebihan.

VI. AKTIVITAS SEHARI-HARI

NO PEMENUHAN KDM SEHARI- SEBELUM SAKIT SAAT SAKIT


HARI
1. NUTRISI
a. Makanan
- Jenis makanan Nasi, sayur, dan lauk Bubur dan lauk
- Porsi 1 porsi ½ porsi
- Makanan kesukaan Mie instan Tidak ada
- Makanan pantangan Tidak ada Tidak ada
- Nafsu makan Baik Kurang
- Cara makan Mandiri Dibantu
b. Minum
- Jenis minuman Air putih dan the Air putih dan susu
- Frekuensi 7-8 x/hari 5-6 x/hari
- Jumlah ± 2000 ml ± 1500 ml
- Cara minum Mandiri Dibantu

-
Masalah : Tidak ada Ada
-

2. ELIMINASI
a. BAB
- Frekuensi 1-2 kali/ hari 1 kali/hari
- Penggunaan pencahar Tidak Ada Tidak Ada
- Waktu Pagi dan Sore Pagi
- Bau, darah dan lender Bau khas, tidak Bau menyengat, tidak
terdapat darah dan terdapat darah dan
lender lender.
- Konsisten Padat Cair
- Kesulitan Tidak Ada Tidak Ada
- Konstipasi Tidak Ada Tidak Ada
- Diare Tidak Ada Tidak Ada
- Cara Pengeluaran Mandiri Mandiri

b. BAK
-

-
-
-

Anda mungkin juga menyukai