Anda di halaman 1dari 130

Alap-alapan

Drusilawa ti
Bala i Pus taka

D epartemen Pendidikan dan Kebudayaan


C. 9c:'. ?
n\• ·' '
.. ~-

..
ALAP-ALAPAN DRUSILAW ATI
PPS/Jw/21 Milik Dep. P dan K
Tidak diperdagangkan

ALAP-ALAP AN
DRUSILAWA TI

Dikarang oleh
KI REDITANAYA
Dalang Keraton Surakana

DEPARTEMEN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN


PROYEK PENERBITAN BUKU BACAAN DAN SASTRA
INDONESIA DAN DAERAH
Jakarta 1978
Diterbitkan kembali seizin PN Balai Pustaka
BP No. 1046
Hak pengarang dilindungi Undang-Undang
KATA PENGANT AR

Bahagialah kita, bangsa Indonesia , bahwa hampir di setiap


daerah di seluruh tanah-air hingga kini masih tersimpan karya-
karya sastra lama, yang pada hakekatnya adalah eagar budaya
nasional kita. Kesemuanya itu merupakan tuangan pengalama n ji-
wa bangsa yang dapat dijadikan sumber penelitian bagi pembina-
an dan pengembangan kebudayaan dan ilmu di segala bidang.
Karya sastra lama akan dapat memberikan khazanah ilmu
penge tahuan yang beraneka macam ragamnya. Dan penggalian
karya sastra lama, yang tersebar di daerah daerah ini, akan meng-
hasilkan ciri-ciri khas kebudayaan daerah, yang meliputi pula pan-
dangan hidup serta landasan falsafah yang mulia dan tinggi nilai-
nya. Modal semacam itu, yang tersimpan dalam karya-karya sastra
daerah, akhimya akan dapat juga menunjang kekayaan sastra In-
donesia pada umumnya.
Pemeliharaan, pembinaan dan penggalian sastra daeral1 jelas
akan besar sekali bantuannya dalam usaha kita untuk membina
kebudayaan nasional pada umumn ya, dan pengarahan pendidikan
pada khususnya.
Saling pengertian an tar daerah, yang sangat besar artinya bagi
pemeliharaan kerukunan hidup antar suku dan agama, akan dapat
tercipta pula, bila sastra-sastra daerah, yang termuat dalam karya-
karya sastra lama itu, diterjemahkan atau diungkapkan dalam ba-
hasa Indo nesia. Dalam taraf pembangunan bangsa dewasa ini ma-
nusia-manusia Indonesia sungguh me me rlukan sekali warisan
rohaniah yang terkand ung dalam sastra-sastra daerah tersebut.
Kita yakin bahwa segala sesuatu nya yang dapat tergali dari dalam-
nya tidak hanya akan berguna bagi daerah yang bersangkutan
saja, melainkan juga akan dapat bermanfaat bagi seluruh bangsa
Indonesia, bahkan Jebih dari itu, ia akan dapat menj elm a menjadi
sumbangan yang khas sifatnya bagi pengembangan sastra Dunia.
Sejalan dan seirama dengan pertimbangan tersebut di atas
kami sajikan pada kesempatan ini suatu karya sas tra Daerah Jawa

5
yang berasal dari Balai Pustaka dengan harapan semoga dapat
menjadi pengisi dan pelengkap dalarn usaha menciptakan minat
baca dan apresiasi masyarakat kita terhadap karya sastra, yang
masih dirasa sangat terbatas.

Jakarta, 1978. Proyek Penerbitan Buku Bacaan dan Sastra


Indonesia dan Daerah

6
DAFTAR lSI

Kata Pengantar . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 5
Ringkasan : Perebutan Drusilawati . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 9
1. Jejer Ratu Ngastina . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 19
2. Gapuran . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 27
3. Kadhatonan . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 30
4. Pasowanan Jawi . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 34
5. Ad egan Ratu Banakeling . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 40
6. Adegan Ratu Danawa, Srikaladiyu . . . . . . . . . . . . . . . . 44
7. Adegan Raden Pamadi, ing Samadyaning Wana . . . . . . . 52
8. Perang Sekar . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 57
9. Dewi Drusilawati Kabekta ing Liman Pethak Karebat
Dening Raden Pamadi . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 68
10. Raden Pamadi Kapapag Utusan Banakeling, Dados
Prang . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 73
11 . Raden Pamadi Kacepeng Dening Adipati Karna. Kabek-
ta Dhateng Ngastina . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 80
12. Adegan Prabu Suyudana, Dhatengipun Dewi Dru-
silawati . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 89
13. Dewi Banuwati Papanggihan Kaliyan Raden Pamadi . . . 96
14. Adegan Ratu Banakeling, Sowanipun Tumenggung Jaya-
wiladaka . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 99
15. Emban Wewegidrah Sagah Andhusta Dewi Drusila-
wati ...... . ..................... . ........... 103
16. Adegan Prabu Yudhisthira, Dhatengipun Semar Saanak-
ipun ..... .. . . ....... . . .. .................. . . 106
17. Dewi Drusilawati Icai Kabekta Pandung . ....... . .. . 11 3
18. Raden Pamadi tuwin Raden J ayadrata Madosi Dewi
Drusilawati . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 116
19. Srika1adiyu Pejah Dening Raden J ayadrata . . . . . . . . . . 12 1
20. Dhaupipun Raden Jayadrata kaliyan Dewi Drusila-
wati . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 125

7
RINGKASAN
ALAP-ALAPAN DRUSILAWATI
(PEREBUTAN DRUSILA W ATI)

Adegan 1 : Pada hari Senin pagi di balairung kerajaan Astina


raja Suyudana dihadap oleh patih Sangkuni memperbincangkan
hilangnya dewi Drusilawati dari istana Astina. Raja minta laporan,
bagaimana hasil usaha pencarian dewi Drusilawati. Dilaporkan oleh
patih Sangkuni bahwa usahanya belum berhasil sama sekali. Ke-
mudian tugas untuk meneruskan usaha mencari dewi Drusilawati
diserahkan kepada adipati Kama dari Awangga.
Adegan 2: Setelah selesai acara di balairung, raja Suyudana
kembali ke istana dengan perasaan gundah memikirkan nasib adik-
nya, dewi Drusilawati yang belum terdengar beritanya sama sekali.
Untuk menghibur hatinya yang duka itu, ia melihat-lihat kein-
dahan hiasan istana. Kesedihannya agak terlipur setelah menik-
mati keindahan.
Adegan 3 : Di dalam istana Astina, ibu suri dewi Anggandari
serta permaisuri raja Suyudana dewi Banuwati juga sedang mem-
perbincangkan hilangnya dewi Drusilawati. Keduanya menunggu-
nunggu berita bagaimana hasil usaha para narapraja Astina. Me-
reka jadi semakin sedih ketika mendengar dari raja Suyudana bah-
wa usaha pencarian dewi Drusilawati belum ada hasilnya sama se-
kali. Seisi istana Astina bersedih, termasuk ayahanda raja prabu
Destarata, yang sudah beberapa hari tidak mau makan karena se-
dihnya memikirkan si bungsu Drusilawati. Untuk melipur raja
Destarata, Suyudana me ngajak makan bersama dengan terus-
menerus menghibur ayahanda dengan harapan-harapan akan ke-
berhasilan adipati Kama dan patih Sangkuni.
Adegan 4: Di luar istana patih Sangkuni dan adipati Kama
mengadakan persiapan untuk perjalanan mencari Drusilawati.
Dursasana, adik langsung Suyudana merasa kecewa karena tidak
diperbolehkan ikut dalam rombongan pencari. Ia mendapat tugas
tetap tinggal di istana demi keamanan negara selama patih dan
adipati Kama serta beber:tpa orang Kurawa pergi. Yang turut da-
lam rombongan pencari antara lain: Kartamarma, Kartaboga,

9
Surtay.u, Surtayuda, Citrawarsa, Carucitra, Jayasusena dan Jaya-
wi.katha.
Pasukan pencari dari Astina ini sepakat untuk menuju ke
daerah perbatasan antara negara Astina dengan Amarta, karena
mereka menduga atau mencurigai Pandawa telah menculik dewi
Drusilawati.
Adegan 5 : Dalam pada itu di kerajaan Banakeling, raja Sap-
wani beserta anaknya yang bernaina Jayadrata juga sedang mem-
perbincangkan peri hal hilangnya dewi l>rusilawati. Kerajaan Ba.-
nakeling telah ikut membantu mencari dewi Drosilawati, akan
tetapi para utusan pulang dengan tangan hampa. Sekadar berita
tidak juga mereka peroleh.
Jayadrata, tunangan Drusilawati minta izin kepada ayahnya
untuk pergi sendiri mencari tunangannya. Akan .tetapi sang ayah
tidak setuju. Tidak pantas seorang calon mempelai pergi sendiri
mencari kekasihnya Apalagi karena masih banyak yang dapat
disuruh. Jika peJjalanannya tidak mem bawa hasil, bahkan akan
memalukan sekali. Akhirnya raja Sapwani mengutus patih Jaya-
subanda dan tumenggung Jayawiladaka untuk sekali lagi berusaha
menemukan dewi Drusilawati.
Adegan 6 : Raja Kaladiyu dari negeri Timbultaunan ketika
tidur dalam kamar samadinya bermimpi mendapat petunjuk de-
wata demi kesejahteraan negerinya. Jika ingin negerinya sejah-
tera, hendaknya ia kawin dengan putri Astina yang bernama Dru-
silawati. Atas nasihat pamongnya, ia kemudian mengirimkan
surat lamaran ke Astina. Pembawa surat lamaran itu ialah para
tumenggung Timbultaunan Renggutmuka, Klanthangmimis dan
Thothogatho disertai dua orang penunjuk jalan Togog dan Sara-
wita.
Dalam peJjalanan ke Astina, pasukan raksasa Timbultaunan
berpapasan dengan pasukan Banakeling. Mereka berselisih pen-
dapat dan akhirnya timbul peperangan. Pasukan Banakeling tidak
mampu menahan amukan prajurit raksasa Mereka terpaksa me-
larikan diri dengan membuang semua perbekalannya agar prajurit
dari Timbultaunan tidak mengejar terus. Pasukan Banakeling
membuat kubu perkemahan eli dalam hutan.
Adegan 7 : AJjuna atau Pamadi beserta ketiga pengiringnya
Semar, Nalagareng dan Petruk yang telah lama meninggalkan Ma-
dukara tengah duduk beristirahat di bawah sebatang pohon rio-
dang di tengah hutan belantara. Para pengiring sudah berkali-kali

10
mengajak Atjuna pulang ke negeri Arnarta tetapi tidak digubris
oleh Atjuna.
Adegan 8 : Barisan raksasa dari Tim bul tau nan yang tidak
mengejar prajurit Banakeling berpesta pora di tengah hutan. Ke-
mudian para pemimpin barisan berunding. Dari prajurit Bana-
keling mereka mengetahui bahwa dewi Drusilawati sedang dicari-
cari karena hilang dari istana. Meskipun demikian mereka sepakat
untuk meneruskan perjalanan ke Astina menyampaikan surat Ia-
maran rajanya.
Tengah mereka berunding, prajurit raksasa yang berada di
luar menjadi gempar. Rupa-rupanya Atjuna yang sudah puas ber-
istirahat telah meneruskan pengembaraannya di dalam hutan dan
secara ke betulan menerjang barisan raksasa. Baris an raksasa men-
coba menghalang-halangi perjalanan Atjuna. Yang dihalang-ha-
langi tidak mau. Pertengkaran -pem:lapat berubah menjadi per-
tempuran. Tumenggung Renggutmuka, Klanthangmimis maupun
Thothogatho semuanya tewas di tangan Arjuna. Sisa bala tentara
Timbultaunan tidak jadi meneruskan perjalanan ke Astina. Me-
reka pulang kembali ke Timbultaunan.
Pamadi melanjutkan perjalanan dan setelah merasa Ielah,
ia beristirahat lagi .di bagian hutan yang tidak begitu lebat.
Adegan 9: Tengah ksatria Madukara beristirahat bersama
ketiga pengiringnya, tiba-tiba terdengar jerit wanita memanggil
namanya dan minta tolong. Para pengiring memberi saran agar
Atjuna tidak mengindahkan jeritan wanita itu. Mereka berpen-
dapat, itu hanya suara hantu yang ingin menggoda saja. Akan te-
tapi ksatria Madukara berpendapat lain. Buktikan dulu siapa yang
minta tolong itu.
Ternyata yang menjerit-jerit minta tolong ialah dewi Drusila-
wati, yang duduk ketakutan di punggung seekor gajah berbulu
putih. Pamadi melompat tinggi-tinggi merebut dewi. Drusilawati
dari punggung gajah. Gajah putih yang merasa kehilangan milik-
nya segera mengamuk menyerang Pamadi, yang sudah siap tempur.
Dengan sebuah panah bajra (angin) akhirnya Pamadi berhasil
mengusir gajah putih yang terbang tertiup angin dan jatuh entah
di mana. Dewi Drusilawati kemudian diiringkan Atjuna pulang ke
Astina.
Adegan 10 : Semen tara itu pasukan Banakeling yang terdesak
oleh pasukan raksasa Timbultaunan terpaksa menyelamatkan diri
masuk ke dalam hutan. Setelah mereka keluar dari hutan, patih
Jayasubanda memberi perintah kepada anak buahnya yang masih

11
ada mernbuat p esanggrahan sarnbil menunggu prajurit-prajurit
yang terpencar-pencar. Secara kebetulan Drusilawati yang diiring-
kan Arjuna beserta abdi-abdinya lewat dekat pesanggrahan baris-
an Banakeling, dan berternu dengan tume nggung Jayawiladaka.
Bagi turnenggung Jayawiladaka hal itu tentu sa ngat meng-
gembirakan . Akan tctapi sayang. tanpa pemikiran yang tenang
ia memaksa Pamadi untuk menye rahkan dewi Drusilawati kepada
pasukan Banakeling. Tentu saja Pamadi tidak mau. Dan hal itu
menyehahkan pe rkelahian tak dapat dihindari lagi. Tumenggung
Jayawiladaka kalah dan terluka. Kemudian patih Jayasubanda
maju. Ia juga kalah bahkan terluka lebih bc rat dari pada tumeng-
gung J ayawiladaka.
Semar berpendapat bahwa kekalahan yang parah dari para
pemimpin dari Banakeling itu akan menimbulkan akibat yang
kurang baik. Akan tetapi kekuatiran Sernar menurut Drusilawati
tidak perlu . Dialah yang akan menanggung Pan1adi jika ada dakwa-
an yang tidak-tidak kepadanya. Mereka lalu meneruskan peijalan-
annya menuju Astina.
Adegan 11 : Menceriterakan keadaan pesanggrahan para Ku-
rawa eli J atirokeh yang dipimpin oleh adipati Karna dan patih
Sangkuni. Mereka sudah menyebar orang-orangnya ke desa-desa
di sekitar pesanggrahan, tetapi belum juga ada yang berhasil mem-
perolch bcrita tentang hilangnya Drusilawati. Dalam suatu perun-
dingan Kama mengusulkan untuk minta pertolongan Pandawa,
atau se baiknya langsung saja pura-pura menuduh bahwa dewi
Drusilawati mungkin berada di Amarta.
Usul itu tidak diterima oleh Sangku ni. Menuru t pendapat-
nya lcbih baik langsung saja min ta tolong dengan menyatakan
bahwa usaha orang-orang Astina yang sudah terlalu lama belum
juga ada hasilnya.
Selagi n;ereka asyik berbincang, datanglah tumenggung J aya-
wiladaka mengabarkan pertemuan dan pertempurannya dengan
Pamadi yang membawa dewi Drusilawati. Sesudah melapor, tu-
menggung Jayawiladaka disuruh pulang ke Banakeling, membawa
pesan agar Jayadrata segera datang ke Astina.
Adipati Kama dan lebih-lebih patih Sangkuni tidak percaya
akan cerita Pamadi yang dilaporkan oleh tumenggung J ayawila-
daka, bahwa dewi Drusilawati ditemukan oleh Arjuna dalam hutan
dan dibawa oleh seekor gajah putih. Oleh karena itu mereka lalu
mengatur tipu muslihat untuk menjebak Pamadi dan merebut
dewi Drusilawati. Mereka menjemput Drusilawati, siap dengan
12
sebuah tandu. Sesudah Drusilawati masuk ke dalam tandu dan
cepat-cepat dibawa ke Astina, Pamadi dikerubut oleh barisan
Kurawa. Pamadi tidak melawan, dan menjelaskan bahwa dia benar-
benar telah menolong Drusilawati. Kurawa tetap tidak mau per-
caya dan akhimya menangkap dan mem belenggu Arjuna, yang
tetap tidak mau melawan. Semar, Nalagareng dan Petruk mena-
ngis kebingungan dan akhirnya sepakat untuk melaporkan hal itu
ke Amarta.
Adegan 12: Di istana Astina yang masih dirundung bingung
dan dilanda duka karena hilangnya dewi Drusilawati, makin lama
makin sepi. Dewi Anggandari minta kepada raja Suyudana, jika
dalam waktu beberapa hari adipati Kama tidak datang hendaknya
disusullagi dengan rombongan lain.
Tengah mereka bercakap-cakap itulah rombongan adipati
Kama datang, dan dewi Drusilawati langsung masuk ke dalam is-
tana bertemu dengan dewi Anggandari, raja Suyudana dan dewi
Banuwati. Dewi Anggandari bangkit dari tempat duduknya lalu
memeluk dewi Drusilawati seraya menangis tersedu-sedu gembira
dan haru. Kemudian dewi Drusilawati menceritakan pengalaman-
nya sejak ia tidur di tempat seperti biasa, tetapi ketika bangun
sudah berada di atas punggung gajah putih dibawa ke dalam hutan
dan kemudian diselamatkan oleh Pamadi.
Mendengar ceritera Drusilawati, raja Suyudana berjanji akan
mengajak makan bersama Pamadi. Oleh karena itu ia minta kepada
dewi Banuwati supaya mempersiapkan hidangan kegemaran Ar-
juna, dan mohon kepada ibundanya agar segera membawa Drusila-
wati menghadap raja Destarata. Raja Suyudana lalu keluar ke be-
randa depan istana untuk menemui Pamadi. Temyata ia hanya
bertemu dengan adipati Kama dan patih Sangkuni.
Baik Sangkuni maupun adipati Kama mem beri penjelasan
kepada raja Suyudana bahwa cerita Drusilawati maupun Arjuna
tentang gajah putih itu bohong belaka. Menurut me reka berdua,
Pamadi maupun Drusilawati sudah sepakat untuk berbohong dan
mereka-reka cerita. Suyudana percaya kepada adipati Kama dan
Sangkuni, sehingga Pamadi tidak jadi diajak makan bersama, te-
tapi malahan dimasukkan ke dalam kamar tahanan di petamanan.
Sebenamya Suyudana masih meragukan keterangan Kama dan
Sangkuni. Hanya para Kurawa saja yang gembira sekali dapat me-
nawan Pamadi.
Ad egan 13: Un tuk menyam but ked a tangan Pamadi, selain
mempersiapkan hidangan, dewi Banuwati berdandan mempercan-
13
tile diri. Namun setelah meja makan selesai dipersiapkan yang di-
tunggu-tunggu tidak muncul-muncul. Karena kesalnya ia lalu her-
tanya kepada pembantu-pembantunya. Kebetulan di antara pem-
bantunya ada yang melihat bahwa Pamadi dibawa ke kebun bela-
kang istana dan dimasukkan ke dalam kurungan.
Dewi Banuwati lalu menyuruh para pembantunya untuk
membawa seluruh hidangan yang sudah dipersiapkan di meja ma-
kan ke tempat tahanan. Ia sendiri ikut ke ruang tahanan, bahkan
masuk menemani Pamadi dalam tahanannya.
Adegan 14: Raja Bagawan Sapwani Wijayaastra sedang di-
hadap oleh Jayadrata tengah membicarakan patih Jayasubanda
dan tumenggung J ayawiladaka yang sudah lama diu tus mencari
dewi Drusilawati belum juga kembali. Bagawan Sapwani masih
belum mengizinkan anaknya untuk pergi menyusul. Jayadrata
masih disuruh bersabar beberapa hari lagi. Pada saat itulah Jaya-
wiladaka datang tanpa patih Jayasubanda yang terluka parah ke-
tika melawan Pamadi.
Jayawiladaka menceriterakan seluruh pengalamannya selama
mencari dewi Drusilawati, dan akhirnya menyampaikan pesan
patih Sangkuni agar J ayadrata segera menghadap ke Astin a.
Ad egan 15: Di negeri Tim bultaunan raja Kaladiyu selalu
membagi-bagikan hadiah kepada para punggawa dan prajurit. Ia
berbuat demikian dengan pemikiran, jika lamarannya ke Astina
ditolak, ia akan datang menyerang Astina. Selagi ia memikirkan
dutanya ke Astina yang telah lama belum kembali, pembantu
terdekatnya, yaitu emban Wewegidrah datang menghadap tanpa
dipanggil. Emban Wewegidrah menyampaikan laporan Wijamantri
(Togog) dan menyerahkan kembali surat lamaran yang seharus-
nya disampaikan kepada raja Astina, dan menceriterakan nasib
para tumenggung Timbultaunan yang melaksanakan tugas.
Renggutmuka luka terkena panah di dadanya; Thothogatho
luka kepalanya terkena pentung dan Klanthangmimis luka terkena
kerisnya sendiri yang dire but oleh musuh dan ditikamkan ke dada-
nya. Rcija Kaladiyu marah besar, akan tetapi juga memuji para
tumenggung yang mati dalam melaksanakan tugas. Dilihat dari
luka-lukanya yang semuanya di dada, menandakan bahwa para
tumenggung telah membuktikan kesetiaannya sarnpai mati.
Kaladiyu ingin segera berangkat lengkap dengan balatentara-
nya menyerang Astina. Ia akan minta dewi Drusilawati secara
paksa. Akan tetapi emban Wewegidrah tidak sepakat. Emban We-

14 .
wegidrah sanggup mengambil dewi Drusilawati dari Astina dan
membawanya ke Timbultaunan seorang diri. Raja Kaladiyu setuju.
Adegan 16 : Di negeri Arnarta raja Darmakusuma beserta ke-
tiga adiknya, Bratasena, Nakula dan Sadewa sedang memperbin-
cangkan Pamadi yang telah lama pergi meninggalkan Madukara
tanpa pamit. Raja Darmakusuma berpendapat, sebaiknya Arjuna
segera dicari. Akan tetapi Bratasena tidak bersedia, karena Pamadi
memang sudah biasa pergi tanpa minta diri dan pulang sekehendak
hati sendiri. Jadi buat apa susah-susah mencari.
Selagi raja Darmakusuma menyatakan hendak bunuh diri
jika Bratasena tidak mau mencari adiknya, datanglah Semar, Nala-
gareng dan Petruk. Ketiganya menangis sehingga sangat mengejut-
kan keempat bersaudara yang sedang bercakap-cakap. Kemudian
Semar .menceritakan peri hal Pamadi sejak meninggalkan ksatrian
Madukara sampai akhimya dibelenggu oleh adipati Kama dan di-
bawa ke Astina.
Mendengar keterangan lengkap Semar, raja Darmakusuma
jadi amat sedih. Sebaliknya Bratasena jadi marah sekali kepada
orang-orang Astina. Bratasena berangkat ke Astina akan menuntut
raja Suyudana. Semar, Nalagareng dan Petruk mengiring perjalan-
an Bratasena.
Adegan 17 : Dewi Drusilawati sedang menceritakan pengalam-
annya sejak dicuri oleh gajah putih sampai ia kembali ke Astina
di hadapan ayahnya, raja Destarata. Dewi Anggandari juga tidak
jemu-jemu ikut mendengar cerita Drusilawati. Raja Destarata mau-
pun Anggandari memuji keberanian dan ketulusan hati Pamadi da-
lam menolong saudaranya. Diakui, bahwa seandainya yang mene-
mukan Drusilawati di atas punggung gajah putih bukan Arjuna,
akan tetapi saudara-saudaranya sendiri para Kurawa, sudah dapat
dipastikan mereka tidak akan mampu memberi pertolongan.
Dalam pada itu emban Wewegidrah yang sudah lama mela-
yang-1ayang di atas istana kerajaan Astina melakukan penyelidik-
an, sudah mengetahui dengan tepat di mana pada waktu itu dewi
Drusilawati berada. Dengan tangkas dan cekatan ia menyusup ke
dalam istana, menyergap dan terus membawa terbang dewi Drusi-
Iawati, seraya menjelaskan bahwa dewi Drusilawati akan ia bawa
ke negeri Timbultaunan.
Peristiwa yang terjadi dalam sekejap itu telah menggempar-
kan seisi istana Astina.
Adegan 18: Raja Suyudana sedang membicarakan peri hal
perkawinan dewi Drusilawati dengan Jayadrata. Sesuai dengan pe-

. 15
san patih Sangkuni kepada tumenggung Jayawiladaka, Jayadrata
dari Banakeling sudah datang ke Astina, dan langsung menghadap
raja Suyudana. Jayadrata mengaj ukan permintaan agar ayahnya
diundang ke Astina.
Tengah mereka bercakap-cakap datanglah Bratasena. Ia m~
nyatakan jika benar Pamadi bersalah, pihak Pandawa tidak berke-
beratan Pamadi dihukum. Bahkan dibunuhpun Bratasena rela.
Akan tetapi demi keadilan, jika Pamadi dianggap bersalah dan di-
hukum, semestinya dewi Drusilawati juga harus menerima hukum-
an yang setimpal dengan kesalahannya. Pamadi dihukum oleh Ku-
rawa, maka seharusnya dewi Drusilawati diserahkan kepada Pan-
dawa untuk menerima hukumannya.
Raja Suyudana menjelaskan bahwa Pamadi tidak dihukum.
Ia hanya disuruh beristirahat di petamanan belakang. Seandainya
Kurawa ingin menghukum Pamadi, tentu tidak akan dilaksanakan
di Astina. Sebab sesuai dengan janji lama, apabila pihak Kurawa
ingin m enghukum salah seorang Pandawa, Kurawa hanya akan
mengajukan tuntutan. Sedangkan pelaksanaan hukuman diserah-
kan kepada pihak Pandawa sendiri.
Selagi Suyudana berbantah dengan Bratasena, tanpa diduga-
duga datanglah seorang abdi wanita, melaporkan peri hal hilang-
nya dewi Drusilawati diculik oleh seorang raksasa perempuan dari
Tim bultaunan. Menghadapi masalah yang tidak terduga sam a se-
kali itu, raja Suyudana segera memanggil Pamadi untuk diberi tu-
gas merebut kembali Drusilawati dari Timbultaunan.
Pamadi bersedia pergi ke Timbultaunan, akan tetapi ia minta
agar peyjalanannya disertai oleh Jayadrata, yang sebenamya paling
berkepentingan, karena dialah caJon pengantinnya. Pennintaan
Pamadi dikabulkan oleh raja Suyudana. Berlim a yang pergi. Yaitu
Pamadi, Jayadrata, Semar, Nalagareng dan Pet ruk.
Adegan 19: Di Tim bultaunan raja raksasa Kaladiyu duduk di
pendapa dihadap oleh raksasa Anipraba dan Maudara. Tidak lama
kemudian datanglah emban Wewegidrah membawa dewi Drusila-
wati dalam sebuah cupu permata. Dewi Drusilawati dikeluarkan
dari cupu dan kemudian dian tar masuk ke dalam istana.
Bersarnaan dengan masuknya Drusilawati ke dalam istana,
datang pula rom bongan Pamadi tanpa menampakkan diri, dan
langsung ikut masuk ke dalam istana mengikuti dewi Drusilawati.
Kaladiyu sebenarnya juga merasa bahwa ada sesuatu yang
hadir selain dewi Drusilawati, akan tetapi ia tidak dapat melihat.

16
Oleh karena itu sebelum raja Kaladiyu masuk menyusul Drusila-
wati, Pamadi sudah mendahuluinya. Dewi Drusilawati dirnasukkan
ke dalam cincin Pamadi, sedangkan Jayadrata menyongsong Kala-
diyu. Dengan senjata gada a.khimya Jayadrata berhasil membunuh
raja Kaladiyu. Seterusnya dengan bantuan Pamadi, balatentara
raksasa Timbultaunan yang menyerbu ke dalam istana membela
kematian rajanya dapat ditumpas habis.
Rombongan Pamadi meninggalkan Timbultaunan kembali ke
Astin a.
Adegan 20: Suyudana, Bratasena, Kama dan Sangkuni ber-
bincang-bincang di pendapa Astina, sambil menunggu kembalinya
Pamadi. Suyudana berpendapat jika dalam beberapa hari Pamadi
belum juga datang, seyogyanya Kurawa di bawah pimpinan adipati
Kama menyusul ke Timbultaunan. Bratasena tidak setuju. Dia
akan pergi menyusul seorang diri. Jika dalam tiga hari tidak kern-
bali, barulah Kurawa menyusul, sebab hal itu berarti dia tidak ber-
hasil atau malahan mati.
Tengah diperbincangkan itulah rombongan Pamadi datang.
Sesuai dengan kehendak raja Suyudana yang ingin segera menga-
winkan Drusilawati dengan Jayadrata, Pamadi ditugasi segera
merias dewi Drusilawati. Upacara perkawinan dipimpin oleh pa-
tih Sangkuni dan adipati Kama.
Suyudana minta agar Bratasena dan Pamadi tidak tergesa-
gesa pulang ke Amarta, sebab akan diajak berpesta. Akan tetapi
karena sudah terlalu lama Pamadi meninggalkan Madukara dan
sangat dinanti-nanti kedatangannya oleh kakaknya, yaitu raja
Darmakusuma di Amarta, maka Pamadi harus segera ke Amarta.
Sebagai wakilnya Bratasena bersedia tetap tinggal di Astina sampai
sepekan lamanya.
Sepeninggal Pamadi, di tengah-tengah pesta pora merayakan
perkawinan Jayadrata dengan Drusilawati, di alun-alun Astina
timbul kegemparan karena datangnya gajah putih yang meng-
amuk minta dewi Drusilawati. Para Kurawa yang mencoba me-
lawannya tidak mampu berbuat apa-apa. Banyak prajurit Astina
yang tewas dan luka-luka, demikian pula para Kurawa. Kemudian
adipati Kama maju ke medan laga menghadapi gajah putih, sedang-
kan raja Suyudana.dan Bratasena melihat dari sitinggil.
Kama yang mengatakan bahwa gajah putih itu hanya per-
mainan sihir Pandawa temyata tidak mampu pula melawan amuk-
an gajah itu. Pada serangan pertama Kama sudah tertangkap dan
dianiaya, kemudian dibuang jatuh tunggang-langgang. Adipati

17
Kama bangun lagi menghunus keris dan menyerang kern bali. Baru
saja hendak menikam sudah terhantam gading sampai terpental
jauh dan jatuh pingsan.
Raja Suyudana yang melihat saudara-saudaranya sudah se-
tengah mati melawan gajah, terpaksa minta bantuan Bratasena.
Bratasena minta agar orang-orang Astina bersorak-sorai saja, dan
membunyikan galaganjur untuk memberi semangat. Bratasena
maju menyongsong gajah putih sambil menari tayuilgan diiringi
gamelan galaganjur. Gajah yang minta tanding Pamadi atau orang-
orang Astina tidak diperdulikan oleh Bratasena.
Lama keduanya mengadu kekuatan. Gajah didorong hingga
jatuh terlentang, kemudian gajah membalas hendak menusuk de-
ngan gadingnya, tetapi belalainya ditangkap oleh Bratasena, ke-
mudian ditarik ke bawah hingga kepalanya condong dan cepat-
cepat tenggorokannya ditikam dengan kuku pancanaka. Seketika
gajah putih mati , kemudian diangkat. Bangkainya dibuang jauh
jatuh di bengawan Silugangga.
Orang-orang Astina kagum dan memuji kekuatan Bratasena
yang dapat mengimbangi kekuatan gajah. Akan tetapi di batik
pujian itu Sangkuni dan dewi Anggandari merasa cemas, sehingga
kakak adik itu telah mulai mencari jalan dan memikirkan daya-
upaya untuk melenyapkan Pandawa.

TAMAT

18
I. JEJER RATU NGASTINA.

lngkang jinejer rumiyin ratu ing Ngastina, cethi kalih, kang


caket ing ngarsa patih Sangkuni. Sasampunipun gendhing krawitan
ngelik, lajeng kajantur dipun caritakaken:
Swuh rep data pitana, anenggih wau kocapa nagari ing pundi
ingkang kaeka adi dasa purwa, eka sawiji, adi linuwih, dasa sa-
puluh, purwa kawitan.
Sanajan kathah titahing dewa, ingkang sinangga ing pratiwi,
kaungkulan ing akasa, kapit ing samodra, kathah ingkang gana
raras, boten wonten kados nagari ing Ngastina, ya nagara ing
Gajahoya, marma sinebut nama nagari Ngastina, ing Dwipangga-
sirna, ing Gajahoya, kadhatoning dwipangga. Mila kinarya bubuka-
ning carita, yen ngupayaa ing madyapada, nagari satus datan ang-
sal kalih, sewu datan antuk sadasa.
Dhasar nagari panjang apunjung, pasir wukir, loh jinawi,
gemah aripah, karta tur raharja.
Mila winastan nagari panjang, panjang marang ing ngadawa,
dene nagari ing Ngastina dawa pocapane, punjung marang ing
ngadhuwur, dene nagari Ngastina dhuwur kawibawane, pasir
samodra, awukir pareden, dene nagari Ngastina angungkuraken
pagunungan, angeringaken pasabinan, anengcnaken banawi, nga-
jengaken bandaran ageng.
Loh tutus ingkang tinandur, ajinawi murah ingkang sarwi
tinuku.
Gemah tandha ingkang laku dagang, raintcn dalu datan
wonten pedhotipun ingkang sami lumampah tanpa sangsaya ing
marga, aripah tandha jalma ing ngamanca sami gigriya salcbcting
nagari Ngastina, jejel apipit, pangrasa abcn cukit tepung taritis,
papan wiyar katingal rupak, saking rejaning nagari.
Karta tandha kawula dhusun ingkang sami lampah tani ,
angingu kebo sapi, bebek ayam, datanpa cinancangan, rina aglar
ing pangonan, ye n wanci dalu wangsul ing kandhang sowang-
sowang, saking kalising durjana juti.

19
Rahaija dene tebih ingkang parangmuka, mantri bupati
datan wonten ingkang cecengilan, ing rainten dalu tansah atut
arukun sabiyantu angangkat karyaning ratu.
Mila nagari ing Ngastina keringan ing ngamanca praja, dhasar
ratu bandha-abandhu santana, ageng karatone, gedhe obore,
padhang jagade, dhuwur kukuse, adoh kuncarane. (3) Boten
ing tanah J awi kern a won ingkang sami suyud, sanajan ing tanah
sabrang kathah ingkang sami sumawita, babasan nagari ingkang
tebih tumiyung, ingkang celak sami manglung, atur bulu bekti
saben antara masa, angaturi putri panungkul, asok gelondhong
pangarcng-areng, asung pundhutaning ratu, peni-peni raja peni,
guru bakal guru dadi. Wenang dipun ucapaken bisikaning ratu
ing Ngastina:
Ajujuluk Kurupati, Duryuddhana, J ayapi tana, Anggandari··
suta, Suyudana.
Mila jujuluk prabu Kurupati, dene angratoni para kadang
Kurawa.
Mila jujuluk srinata Duryuddhana, ratu ing Ngastina mus-
thikaning prajurit.
Mila jujuluk narpati J ayapitana, ratu ing Ngastina rosa ing
pamuja.
Mila jujuluk maharaja Anggandarisuta, Anggandari ingkang
ibu, suta anak, sanyata ratu ing Ngastina atmajanipun dewi Ang-
gandari.
Mila jujuluk narendra Suyuddhana, suyud marang pipingil,
dana marang paweweh, suyud sakehing wadya tuwin para kadang
sata Kurawa, dene ratu Ngastina agung danane, paring sandhang
wong kawudan, suka teken ing kalunyon, angsung kudhung ka-
panasan, paring tedha ing kaluwen. Tuhu tan kena winanci dana-
ne ratu ing Ngastina, yen ta ginunggunga lelabuhaning ratu, wi-
yaring jajahan, luhuring kaprabon, tuwin pambekaning ratu, sa-
dalu datan wonten pedhote. Pinunggel ingkang murwa ing kawi.
Sinigeg nuju ari Soma, sang nata miyos siniwaka, ing si-
tinggil binatarana, lenggah ing dhampar denta, pinalipit ing retna,
pinatik ing sosotya, lemek babut pramadani, sinebaran sari,
ginandawida lisah jebad kasturi, den ayap parekan badhaya srimpi,
biyada manggung Ian katanggung, ingkang sami ngampil upacara,
banyakdhalang ardawalika, kacumas sawunggaling, dwipangga
ingkang sarwa retna, kinebutan lar badhak kanan kering, kongas
gandaning nata dumugi jawining pangurakan, sima kamanusane
katon kadi jawata, bathara Bayu den ayap ing widadari. (4).

20
Rep sidhem pramanem tan ana banenc waiang salisik, go-
dhonging kayon datan ana obah, samirana datan iumampah,
amung swara ungeling paksi engkuk, lawan paksi jalak, ingkang
sami mencok ing waringin, tuwin swabawaning abdi kriya, pandhe
gendhing ian kemasan, ingkang taksih sarni nyambutdarnel, cat
kapireng cat boten saking pasewakan, teka pating carengkiing,
imbal ganti lir mandaraga, muwuhi senening panangkilan.
Sinten ingkang caket ing ngarsa, punika warangka ing Ngas·
tina, akakasih raden arya Sangkuni, ya patih Soman, dhasar
santananing nata kaparnah paman, arining retna Anggandari,
kinarya patih, arnengku praja Ngastina, waskitha ingering praja,
putus ing driya wignya utah kamandaka, saged arnomong kaman·
daka saged arnomong para putra Kurawa. Ing pageiaran andher
para sata Kurawa, tuwin mantri bupati, bek amber dumugi jawi·
ning taratag, kaya dhoyong·dhoyonga pancaksujining alun·alun,
kadhesak ingkang sarnya sowan, abyor pindha kembang piasa
iagya nedheng, surem sunaring diwangkara, kaujwalan ingkang
sarnya nangkil, sarnpun pepak para santana ingkang sarni sowan.
Cinarita ing pagedhongan, prabu Kurupati kemengan badra
irawan, badra mendhung irawan sasi, pindha basanta kataweng
ing ima, pctenging driya dene sirnane ingkang rayi retna Drusila-
wati, datan wonten ingkang uninga, mangka meh dhaupipun
kalih satria Banakeling, mila prabu Kurupati iajeng paring wu-
ninga, yen retna Drusiiawati sima saking kadhaton. Prabu baga-
wan Sapwani lajeng utusan ngupaya, nanging dereng pinanggih,
sinuhun ing Ngastina samanten malih sampun utusan ngupaya
para mantri, inggih dereng pinanggih, mila ratu ing Ngastina
miyos siniwaka, iajeng nimbali rekyana patih arya Sangkuni,
ngandikan minggah ing sitinggil, prapta tebih den awe celak
rupepeh-rupepeh kadya sata manggih krarna, lenggah tumung-
kul amari kelu, kaya konjema ing bantaia wadanane, dangu anganti
wijiling sabda narendra, mangkana pangudasmaraning driya prabu
Kurupati: "Apa bay a oieh pawarta parnan arya Sangkuni, ing
ngendi panggonane si Drusilawati."
Gendhing krawitan kaunggahaken, sawatawis dangunipun
kasu wuk. Dipun suiuki pathet nem :
Sekar Swandana iarnpah: 20: Dan sembah nireng uiun, ka-
purba ring sang murbeng : rat sahana nikang, dyan kanang sihing
dasih: maweh boga sawegung: masih ring delahan, agung pi-
nujweng ari: ring jeng nayakaning rat, duteng rat kotama, mang-
guha manugraha: len siswanta sagotra: tang huwus minulya.
21
Lajeng suluk ada-ada:
Sekar Medhangmiring lampah: 23: Atari pejah: nikang pra
wara so: rna denta tanaya: tekap sini suta, makin aparek, Jaya-
drata tekap, sang Aijuna Warko: dhara nora kamu, maka muka
sang : dwijendra Kama Kar: pa Salya kuruku: tarlen Girikola. (5).
Ratu Ngastina ngandika: "Paman arya Sangkuni, penapi
boya dadi guguping pikir pakenira, manira piniji teka paseban
pakenira."
Aturipun arya Sangkuni: "Kawula nuwun sareng kawula
tam pi tim balanipun kangjeng sinuhun, wont en ing jawi guguping
manah kawula, kados tinubruk ing mong tuna, sinamber ing gelap
lepat, upami pirsa calcret, boten wuninga dhatenging gelap,
kados kambengan salamba pinanjer ing alun-alun, katiyup ing
maruta, kelangkung kumcjot kumitir, caruk awor maras guguping
manah kawula. Sareng dumugi ngarsanipun kangjeng sinuhun,
botcn darbe kuwatos, kawula nuwun nuwun."
Ratu Ngastina andangu ing Sangkuni: "Apa muiane paman,
pakenira ana ing jaba banget kuwatir, basa teka ing ngarsa manira
boy a darbe maras ing pikir."
Aturipun arya Sangkuni: "Kawula nuwun, mila pun paman
wonten ing jawi sanget kuwatos, sareng dumugi ing ngarsanipun
kangjeng sinuhun, boten darbe maras, upami kawula dosa sakit,
sayogi kangjeng sinuhun anyakitana, sanajan dosa pejah inggih
kangjeng sinuhun amejahana dhateng pun Sangkuni, sampun
siyang asanajan dalu kawula dhateng sumangga, kacadhong asta
k akalih, tembang tadhah wadana, kinurebna ing abahan, kawula
nuwun nuwun."
Ratu Ngastina mangsuli aturipun Sangkuni: "Munduran kaya
wong dodosan, paman pakenira ngaturaken pati urip, iya sadurung
sauwise banget panarima manira, pakenira anjunjung kaprabon
manira. Ananging sarba sato ingka ng galak, boya doyan mangsa
ing yogane, manira mcngkono maneh durung kalakon angukum
wong ingkang datanpa dosa, sanajan paman, pakenira dosa pati
kaya mung tumeka ing lara, yen pakenira dosa lara kaya rnisih
akeh arnbek marta manira."
Aturipun arya Sangkuni: "Kawula nuwun, mila kangjeng si-
nuhun miji dhateng pun Sangkuni, punapa ingkang pangandika,
manawi sayogi kcnging kawijil ing kathah mugi kadhawuhna dha-
teng pun paman ingkang pratela, kula mirengne ingkang tela-tela."
Dhawuhipun ratu Ngastina dhateng Sangkuni: "Paman sana-
jan akeh kawulanira ing Ngastina, ingkang pinangku jejenggote,
22
sakepel kumbalane, ingkang anom ngungkuli pakenira ana, ingkang
tuwa luwih ing pakenira boya kurang, nanging boya ana prayoga
imbal wacana Ian manira, kajaba mung pakenira, patut ambabadi
kang asuket, angobori ing pepeteng. Nanging paman marma pa-
kenira manira piji ing ngarsa manira, aja katenta yen bakal anam-
pani ganjaran, wastra busana Ian gagaman kang prayoga, boya
pisan-pisan, babasan adoh lintang sinawat balang kayu, cepak
cupete tangeh ken an e."
Atur wangsulanipun patih Sangkuni: "Kawula nuwun, sa-
drahing angin-angin, sarema pinara sapta (6), yen ta tilema boten
supena, pun paman angajeng-ajeng ganjaran, tebih dhatenga
tuwuk celak malah boten kuwawi nampeni kucahipun kangjeng
sinuhun, ingkang rumentah dhateng pun Sangkuni, waradin
dumugi pakathik ing kapatihan, kados toyaning narmada rinten
dalu boten wonten kendhatipun. Boten langkung ingkang kula
ajeng-ajeng namung pandamelan ingkang awrat, suka kawula ka-
karsakna anggayuh ingkang tebih, angrangsang ingkang ainggil,
kawula nuwun nusun."
Pangandikanipun ratu Ngastina: "Paman marma pakenira
manira timbali, priye lakune kawula manira ing Ngastina, anggone
padha ngupaya sirnane anak pakenira si rara Drusilawati, pe-
napiya boya ana ingkang oleh pawarta panggonane, putra pa-
kenira mau, gedhe yen ana ingkang sumurup wujuding duratmaka
ingkang andhustha."
Aturipun arya Sangkuni: "Kawula nuwun, kawuningana
lampahipun para mantri bupati, ingkang sami ngupadosi sirna-
nipun rayi paduka pun Drusilawati, ingkang dhateng enjing sonten
kawula angkataken, ingkang dhateng sonten enjing kawula angkat-
aken, pangraos takir mangkureb dipun lumahaken, anggenipun
sami ngupadosi, kalampahan minggah dhateng pangajaran, pita-
ken dhateng pendhita ingkang sami tapa ing wukir, nanging sa-
mi boten angsal pitedah, ing saantukipun pera mantri sami nga-
turaken pejah gesang, nyumanggakaken epok lantenipun, rumaos
cabar kaabdekaken ing ratu, kawula nuwun nuwun."
Dipun suluki Lasem :
Sekar Rini lampah: 17: Lengeng gati nikang, awan saba
saba, nikeng Ngastina, samantara tekeng, Tegalkuru Narar: ya
Kresna laku, sireng Parasura: rna Kanwa Janaka: durur Narad-
dha, kapanggih irikang, tegal milu ing kar: ya sang bupati.
Dipun caritakaken: Lah ing kana ta wau, prabu Kurupati
dupi miyarsa aturing rekyana patih Sangkuni, sapandurat datan
23
angandika. Mangkana pangudasmaraning wardaya: " I i ya jagad
dewa bathara, adhiku dhi adhiku Drusilawati, sapa ingkang an-
dhustha kaniaya, dene bocah meh gawene ilang puwara tanpa
warta."
Wau ta sinamur sri bupati ngasta cepuring amucang, wasana
dhawuh ing raden arya Sangkuni: "Paman dadi boya olch, dene
aran tatimbangan ratu Jan pandhita, kawajibaning ratu manawa
patapaning pandhita den aru-biru ing satru iku katempuh ingkang
jumeneng nata, rumaksa amrih Jestari ingkang ahli puja, yen
ratu peteng ing pamikir, pandhita wajib amadhangena, ing mengko
sirnane anak pakenira si Drusilawati, ora nana pandhita ingkang
bisa ameca panggonane, wis paman pakenira mudhuna marang
pagelaran, timbalana kakang adipati ing Ngawangga." (7).
Aturipun rekyana patih Sangkuni : "Kawula nuwun, inggih
dhateng sandika, rampung timbalanipun kangjeng sinuhun ing-
kang kadhawuhaken."
Dhawuhipun sang prabu: "Paman wis boya amemekas ma-
neh."
Raden arya Sangkuni mundur dipun suluki pathet nem:
Sekar Sardula lampah: 19: Tatkala narpa Ce: da mamati
nguni weh: sang Sastradarma pareng, kanteki rahina: masangsaya
mawas, hyang surya lumreng rana, makansehnira sang: Wira-
thanarpa len, Pancawala adulur, Nirbita mangka pa: ngruhun
putunira: wira tri ya nindita.
Adipati Ngawangga matur ing Sangkuni: "Sampeyan paman
arya Sangkuni, ingkang tumurun saking ing sitinggil, wonten
dhawuh punapa, kula tingali lampah sampeyan asigra-sigra."
Wangsulanipun patih Sangkuni: "Anak adipati sampeyan
ngandikan minggah ing siti ben tar."
Aturipun Kama: "Inggih paman dhateng sendika."
Kama ngandika: "Ana bocah Ngawangga, ajokna wedhungku
tak seba."
Dipun caritakaken: Lah ing kana ta wau sang adipati sam-
pun angetap busana, nulya kerid ing rekyana patih. Mangkana
sinawang kadya paksi kineplokan.
Mungel ladrangan Peksikuwung, Sangkuni prapta rumiyin,
lajeng Kama, sampun sinadhiyan palenggahan jajar ian prabu
Kurupati, Jadrangan kajantur, dipun caritakaken.
Lah ing kana ~ wau, adipati Kama sampun minggah ing siti
bentar, katingal tebih sinasmitan lajeng jajar palenggahan, adipati
Kama majeng angekapada, rupepeh-rupepeh kadya sata manggih
24
krama, parek anulya jajar pinarak, mangkana sadaya para sata
Kurawa, tuwin mantri bupati Ngastina sami narka ye n wontcn
karya, dene adipati Ngawangga ngandikan minggah ing sitinggil,
manna sami dhedhep sapanangkilan, anganti sabdaning nata. (8).
Prabu Kurupati ngandika dhateng adipati Kama: " Nedha
kakang adipati Ngawangga, andika maje ng ingkang celak kema-
won , enggen andika lenggah. "
Aturipun Kama : ''lnggih yayi aji, kula amit pasang paliman
tabe, kasabeta ila-ila dina. lcpata tulah sarik, tuwin sapudhen-
dhaningjawata, dene kula jajar pinarak ing yayi prabu."
Wangsulanipun prabu Kurupati : "Kakang adipati, sampun
sumelang andika, kula ingkang nanggel. mugi lepata sapu dhen-
dhaning bathara."
Ladrangan mantun kajantur, lajeng dipun suwuk, dipun su-
luki Lasem:
Sekar Sulanjari lampah: 20: Tandya bala: Pandhawa byuk,
gumulung mangusir: ri sata Kurawa , kambah kosik, sru katitih :
miturut ke rut larut, katut para ratu, tuwin sagung: pra dipati,
katu t kapalayu: sigra praptanira, Aswatama : tatanya lah: pagene
ta iki: ya padha lumayu.

Ratu Ngastina ngandika : "Boten dados guguping panggalih


kakang adipati Kama, andika kula tim bali dhateng sitinggil."
Aturipun Kama: "Inggih yayi, kalangkung guguping manah
kula, dene yayi prabu amiji ing pasowan kula dhateng sitinggil ,
manawi wonten karsanipun yayi aji ingkang awigatos, kula aturi
andhawuhaken, punapa dene manawi sinuhun karsa angelar
jajahan, angripak jajahaning mengsah, yayi prabu kula aturi
eca kasukan wonten kadhaton, kula ingkang kadugi ngrangsang
baluwarti."
Ratu Ngastina mangsuli sabda: "lnggih kakang adipati,
sanget panarima kula, sih setya andika ing karaton kula. Mila
kakang adipati kula timbali, aprakawis icalipun rayi andika pun
Drusilawati, kula borong ing kakang adipati kaupayaa, kula paring
kanthinipun paman kapatihan, tuwin kadang kula Kurawa sago-
longan, andika bekta ngupaya sirnanipun rayi andika pun Drusila-
wati."
Aturipun adipati Ngawangga: " lnggih yayi prabu dhateng
sandika, wangsul angkat kula benjing punapa."
Dhawuhipun prabu Kurupati : "Kakang adipati inggih mang-
kata sadinten punika."
25
Aturipun Kama: "Menawi sampun rampung pangandika-
nipun yayi prabu, kula amit medal pasihanira jeng sinuhun mang-
giha suka ing sawingking kula, boten langkung namung kula nyu-
wun pangestu, mugi sageda tumunten pinanggih rayi sampeyan
pun Drusila wa ti."
Prabu Kurupati ngandika ing Sangkuni: "Paman pakenira
lumaku andherek kakang adipati Kama, anak pakenira Kurawa,
pakenira kanthia sagolongan, banjur bubama ingkang padha seba,
manira angadhaton." (9).
Aturipun patih Sangkuni: "Kawula nuwun, inggih dhateng
sandika, rampung timbalanipun kangjeng sinuhun, kawula nyuwun
idi pangestu."
"Pam an boy a memekas mane h."
Sang prabu ngandika· ing Kama: "Kakang adipati kula ju-
murung basuki lampah andika."
Dipun caritakaken: Sinigeg tel as pangandikaning narendra,
arsa kondur ing kadhaton. Munya tenggara bibaring pasewakan,
para kenya anampen.i sasmita, mapan badhe anjajari, sri bupati
sampun jumcneng, narapati Kama tumurun kurmat kalih rekyana
patih Sangkuni.
Mungel ayak-ayakan Lasem , prabu Kurupati kalampahaken
salampahan. Nulya adipati Kama, kalih patih Sangkuni kalampah-
aken, mudhun saking sitinggil. Ayak-ayakan kasesegaken, Sang-
kuni ken del, gangsa dipun jantur.
Sangkuni ngucap kalih ngawe-awe: "Heh anak-anakku Ku-
rawa aja mundur teka paseban, bakal andherek kakangmu anak
adipati Ngawangga."
Aturipun ingkang dipun dhawuhi: "lnggih dhateng sandika."
Arya Sangkuni ngucap malih : "Ana bocah kapatihan, aja ana
mundur anggonmu seba, aku bakal andherek anak adipati Nga-
wangga, ngupaya simane si Drusilawati."
Aturipun: " Kawula nuwun inggih dhateng sandika."

26
II. GA PU RAN

Gangsa mantun kajantur, irama katarnbanaken, arya Sang-


kuni kalampahaken wangsul. Ratu Ngastina kalampahaken malih
salampahan, kajeng katancebakan tengah, kapindha gopura.
Ratu Ngastina kendcl ngajeng gopura, ayak-ayakan kajantur, dipun
caritakaken:
Sebet byar katalika wau, srinata kondur angadhaton, tedhak
jok saking pinarakan ing dhampar denta, ginarebeg ing para
biyada, manggung katanggung, badhaya srimpi, jinajaran para
kenya salajur sisih, ingkang sami ayu wamane, sapekak madyane,
sajari miring tapake, ingkang melok-melok wadanane, mandul-
mandul payudarane, pantes karya lara brangta.
Apa busanane prabu Kurupati, ajamang mas sungsun tiga
sinangga praba, kinancing grudha mungkur, rema den ore dugi
ing pungkuran, anting sotya, gdang kana, supe tajug kalih sisih ,
kroncong awak sarpa, arja kampuh berem pinaremas, paningset
renda gubeg, clana cindhe puspita gubcg (10), sembulihan su-
mampir ing rangka, wangkingan rangka ladrang landheyan tung-
gak semi, kandclan kamalon rota, dhuwung tinatah tinatur rengga,
acancla tinarctes ing kumala, mubyar sinongsongan karetas jene
pinarada, lir pcndah srinata binayang-bayangkare, sinawang
saking katcbihan, lir pendah jawata tumurun anganglang jagad,
ginarcbcg ing widadari.
Mangkana tindaking narcndra kendel ngajeng gopura, angung-
kuraken warana, lampahc macan alupa, lembeyan mrak kasimpir,
riyak gajah angoling, satindak mangu sapecak kendel, tansah
c ngct sirnanc ingkang rayi kusuma rctna Drusilawati, mila sri
bupati aningali uparengganing gopura, kinarya nyamur sungkawa-
niug driya. Gopura agcngc upami wukir Semcru, inggile ngung-
kuli pucang Ian tirisan, boten saking tepa tuladha kemawon,
saestu salebeting kadhaton Ngastina, uparcngganira arnunjuli,
pranyata nagari Ngastina paparinging jawata, dadi Ian pinuja,
pucaking gopura sinungan maniking toya ageng sakrarn bil tekan

27
tabone, rebut sorot sunaring hyang pratanggapati, pinindha
surya kembar ing dharatan , siraping gopura parunggu sari, adeg-
adeg wesi Balitung, talundhag akik ajejobinan , tebeng tembaga
rinajawredi, pinindha kluwung nginum toya, wutahe den jogaken
ing palataran. Inebing gopura kaca gedhah binuwang rasane,
ing jro tinulis gambar kamandaka jalu Jan wanudya, yen menga
kaya bedhang lagi scmayan, yen mineb pindha bedhang papa-
sihan , pipining gapura, sinungan reca gupala den awaki parunggu
sari, rinarnbutan kawat, binrengosan pamor, rnata kurnala, ingilat-
ilatan mas jingga, untu jatha salaka mcnur, irung jinara terus ing
kuping, d en ingoni brernana bremani, cinepengan gada kanan
kering, yen menga inebing lawang wiwara, geroting lawang bra-
ngengenging kurnbang, gereng-gereng pindha yeksa arsa anubruk,
tembene ingkang wuninga, sima sipating gupala lir pendah Cing-
kara Balaupata, ingkang tengga kori matangkep. Salebeting pala-
taran nila pakaja, mila yen kasampar kasandhung lampahe pa-
rekan cethi tcka pating galebyar, pindha kartika silih prenah.
Dhasar nagari Ngastina papan gasik apasir, toya tumumpang,
wonte n umbul pinalangan, toya den jogaken kadhaton, sinungan
telih, wutahe pinara-para, kinarya angresiki sajroning kadhaton,
tuwin kinarya padusaning para kenya, yen nuju ari Soma tuwin
ari Respati, sabibaring pasewakan, ilining toya gandanya arum
angambar, kalunturan konyohing badhaya srirnpi ingkang sami
adus, layoning sekar kadya sarah. Marma sajroning kadhaton,
datan wonten ganda ingkang kuciwa. Katelah dclasan mangkin
nagari ing Ngastina, saking agunging sotya nawa retna ingkang
kinarya rarenggan, datan kantenan rainten dalunipun, yen pang-
long pindha pajar wulan, yen nuju purnama sasada, kasangsaya
anelahi. lngkang kinarya antara, wonten paksi (11) winastan ma-
nuk jiwa-jiwa sajodho, yen paksi saba antaraning rina, yen paksi
mencok jejodhon, punika antaraning dalu. Temah janrna sale-
beting kadhaton, anut laku jantraning manuk. Mangkana prabu
Kurupati sampun dumugi denya mirsani uparengganing gopura
wonten lejaring driya, pawongan ingkang anjajari sinasmitan laju
manjing ing palataran.
Ayak-ayakan mantun kajantur, prabu Kurupati manjing ka-
dhaton, gangsa kasuwuk kajeng katancebaken tengah, dipun su-
luki Lasem :
Sekar Sardulawikridita lampah: 19: Kilwan sekaring kang,
tataman arepat, rehnya bale kancana, soma brama hening, pawal
natar ingkang, rok motyahara raras, we durya marani, laba wran-
28
ing pager, tunjung mahanten lumeng, mungtap antening kang,
gopura macawi, kang surya katon jwala.
Wau ta prabu Kurupati, saking dahat sungkawaning driya,
manna dennya kondur saking pasewakan tansah mandheg mangu,
kang ketang amung sirnane retna Drusilawati, sinamur ningali
rerengganing gopura, wonten lipuring driya sawatawis. Sinigeg
genti kocapa, ing saJebeting kadhaton, pindha pandam kentir
ing ranu.

29
Ill. K AD HAT 0 NAN.

Mungel gendhing Damarkeli, ngadeg retna Banuwati kalih


rctna Anggandari , sarni jajar pinarak, parekan pepak, sasarnpun-
ipun tata gangsa kajantur, dipun caritakaken:
Ane nggih ing pundi ingkang genti kocapa salebeting dhatu-
laya ing Ngastina, sinten ingkang pinarak, sangajenging wiwara
lcres pananggaping prabasuyasa ingkang ler wetan, prarnewwari
nata akakasih dcwi Banuwati, dhasar wanudya cndah wamane,
karcngga ing busana, trahing kusuma rembesing madu, wijiling
atapa, tcdhaking andana warih, atmajaning ratu kagarwa ing na-
rcnd ra, mila kasub kaonang-onang, dadi panjanging kikidung,
prarneswari Ngastina, galak ulat, gandes solahe, dhem es wicarane,
najan arnbombrong dewi Banuwati mundhak ayu , gandhang yen
ngandika, jt!lih-jelih anjelalat, yen dewi Banuwati prakatine rebut
enggon, babasan ayu raga karana, sasolahe patut, sarira jenar
arnbengle keris, mastaka sedhcng amaesan, rem a cemeng angem-
bang bakung, ketel atap lir tinata, athi-athi ngudhup turi, sisi-
nom amicis panjrah, palarapan anyela cendhani, kama sedheng
anjamur kuping, pilingan anapak palu, sogokan kadi pinatut,
idep tumengeng tawang, imba ananggal pisan, kasarnbungan bayu
kadya pinulas, netra anjait alindri, pangarasan ramping, uwang
anyangkal putung, papasu lir pinatut, grana rungih, lathi mang-
gis karengat, waja anglaring brarnara, jangga sedheng anglung ga-
dhung, jaja wijang pamidhangan anraju mas, pambayun ( 12)
anyudenta, babayu katon ngarencang, asta anggandhewa gadhing,
dariji mucuk tanjung, larnbung anawon kemit, cethik mungal,
pocong sedheng lir pinatut, pupu arnupu gangsir, jejengku lir cupu
manik, gares lurus turut arnerit, kempol kiyal ngemanak, kenced
lenggang maya-maya, tungkak bunder lir jinangka, tlapakan
ngarnparan gadhing, driji turut jejempol lir siral1 sarpa, yen urne-
sem pait madu pinasthika.
Cinandraa wamane dewi Banuwati, kurang candra luwih
wama, ing saben sinuhun miyos siniwaka, prarneswari lenggah
ngajenging wiwara, busana ageng.
30
Sinten ingkang jajar pinarak, punika ratu ibu akakasih dewi
Anggandari, putri saking Plasajenar, kagarwa ing prabu Dhestha-
rata, mila pinarak ing prabasuyasa, rentenging driya sirnanipun
putra ingkang waruju, kusuma Drusilawati, cethi pawongan
dhedhet sarni ngayap, semuning praja Ngastina marnring sarnun,
kadya bela sungkawaning narendra, badhaya srimpi sarni kendel
boten kaajar beksa, mangkana dewi Banuwati miyarsa tengara
konduring narendra, lajeng saos toya pawijikan, ing sangku pinar-
nah ing wiwara, katungka jajaran manjing ing palataran, para wija
wujil wadhan tuwin cethi parekan.
Dewi Banuwati matur iiig retna Anggandari: "Punika ibu si-
nuhun kondur angadhaton."
Gendhing kainggahaken, dewi Banuwati methuk ing wi-
wara, dewi Anggandari taksih lenggah, gangsa dipun suwuk, di-
pun suluki kloloran:
Sekar Sardulawikridita larnpah: 19: Leleng rarnyaning kang:
sasangka kumenyar: myang rengga ruming puri, mangkin tanpa
siring: halep nikang umah: mas lir murubing langit, tckan sarwa
manik, cawinya sinawung: sasat sekar ning suji, unggyan Banu-
wati : ya na merma Iangen, myang nata Duryoddhana.
Dewi Anggandari ngandika: "Kaki prabu dene suwe anggon-
mu siniwaka, apa ingkang kok dhawuhake ing pamanmu si adhi
ing kapatihan."
Ratu Ngastina matur dhateng ingkang ibu : " lnggih ibu mila
dangu anggen kula siniwaka, kula andangu dhateng pun parnan
arya Sangkuni, anggenipun sarni angupados sirnanipun rayi kula
pun Drusilawati."
Dewi Anggandari andangu malih: "Kepriye kaki prabu, apa
ana ingkang oleh pawarta, ing saiki panggonane adhimu si Dru-
silawati ana ngendi."
Aturipun ratu Ngastina: " lbu aturipun rayi sarnpeyan pun
parnan arya Sangkuni, sadaya mantri bupati Ngastina, dipun sebar
pangraos takir mangkureb dipun lumahaken, ingkang malumah
kakurebaken, anggenipun sarni ngupaya salcbeting jajahan nagari
Ngastina, dipun osak-asik, boten ( 13) saged pinanggih, malah
mandar wonten ingkang minggah dhateng pangajaran pitaken
dhateng pandhita ingkang sarni ahli puja, panggenanipun pun
Drusilawati, inggih boten wonten pandhita ingkang saged anedah-
aken. Ing sapunika kula kengkenan ngupadosi kakang adipati
Kama, ingkang kula piji ing damelipun kanthi rayi-rayi kula Ku-
rawa, tuwin rayi sarnpeyan pam an arya Sangkuni."

31
Dipun suluki sastra datan manyura ageng:
Sekar Bramarawilasita lampah: ll : Ramya wwang pa: dha
tustha anggaijita, tekapira: nirmala mangayun ring, trus unggya-
ning: sang sri supadni wara, tarlen sanggya, dwilembana: maagnya.
Dipun caritakaken: Lah ing kana ta wau, dewi Anggandari
dupi miyarsa aturing putra prabu Kurupati, yen pangupayane
retna Drusilawati, dereng kapanggih, datan wonten antuk pa-
warta, mangkana pangudasmaraning driya: " Anakku rara Dru-
silawati menyang ngendi paranmu, dene tinggal marang ibu rama,
ora pawarta, dene lagi arep diangkas-angkas durung kalakon
banjur sima ora karuwan panggonanmu, bandara, sapa ing-
kang sikara ing kowe."
Prabu Kurupati matur malih: " Kangjeng ibu mugi sampun
sanget sungkawa, yen dereng rawuh kakang adipati Ngawangga,
sanajan ngantosa gagra kusika, yen dereng kapanggih tuwin angsal
pawartos panggenanipun pun Drusilawati, kakang adipati masa
puruna mantuk."
Dewi Anggandari ngandika: "lya kaki prabu najan ora bisa
mulih marang Ngastina, jangji karuwan panggonane adhimu si
Drusilawati, yen mati katemua kuwandane, manawa isi h wa-
luya ing ngendi panggonanc. Aku, kaki prabu, ora bisa andulu
kangjeng sinuhun, yen wengi ngagak-agak ora ncndra, rina ora
dhahar-dhahar, a wit murcane adhimu saprene."
Prabu Kurupati ngandika : "Ratu, apa wis saji bujana, yen wis
sasaji ayo padha kembul bujana, kangjeng rama tak aturane dha-
har kembul, supaya lejara panggalihe. Priye wis panjenengan
sepuh kabubuh susah ing panggalih."
Aturipun dewi Banuwati: " Kangjeng sinuhun andangu sa-
saosan paduka, sampun dangu anggcn kula ngrakit, wonten ing
bale pambujanan, ing galdri kilen suyasa. "
Dipun suluki kloloran, dewi Anggandari, prabu Kurupati,
dewi Banuwati, sami bujana tuwin prabu Dhestharata, sampun
dipun aturi bujana, parekan sami ngadhep kajeng katancebaken
tengah.
Sekar Bramarawilasita lampah : II: Jahning yahning: talaga
kadi langit, kembang tapa : swulan upamaneka, wintang tulya:
kusuma ya sumawur, Iumrang ingkang: sari kadi jaladdha.
Dipun caritakaken : Lah ing kana ta wau, prabu Kurupati,
sakaliyan prameswari dewi (14) Banuwati tuwin dewi Anggandari
sami bujana, prabu Dhestharata sinaosan dhadhaharan. tuwin
32
dipun lelipur dene kang garwa, sinigeg ingkang andon bujana,
genti kocapa ing pagelaran, sata kurawa Ngastina kathah ing-
kang sarni priha tin.

33
IV. PASOWANAN JAWI.

Mungel gendhing Prihatin. Ngadeg adipati Kama, patih


Sangkuni , tiga raden Dursasana sami jajar pinarak, ingkang nga-
dhep radi kapering raden Durmuka, raden Durmagati, raden
Kartamarma, punika ingkang sami celak, Kurawa pepak, denira
lenggah sami tebih. Gendhing dipun jantur, dipun caritakaken:
Ancnggih ing pundi ingkang genti kocapa, ing pasowan pa-
gclaran, sintcn ingkang pinarak, adipati iang Ngawangga, ajujuluk
narapati Kama, Basusena, Radeyaputra, Suryatmaja, Kunthi-
bojatanaya. Mila paparab Kama, dene adipati Ngawangga babare
saking garbaning kang ibu tan medal marga ina, mijil ing talingan.
Mila jujuluk Basusena, adipati Ngawangga, nalika babar saking
garbaning ibu taksih winengku ing cyang wonten kadhaton Ma-
dura. Mila jujuluk Radeyaputra, atmajaning prabu Radeya. Mila
jujuluk Arkasuta, dene adipati Ngawangga, pinundhut putra ba-
thara Surya. Mila jujuluk Kunthibojatanaya, adipati Ngawangga
atmajaning dewi Kunthi. Mila tumurun saking sitinggil lajeng
mcpak para sata Kurawa, dcne ngembani timbalaning ratu ·Ngas-
tina. lngkang jajar pinarak raden arya Sangkuni, kalih satriya ing
BanjaJjungut, raden arya Dursasana, punika kadanging prabu
Kurupati ingkang panenggak, kalangkung den ugung ing raka na-
rendra, mila ugal-ugalan kaworan banco!, tan kapalang barang
karepe, winenang ngebuk wong meteng, anjengkangake wong an-
dhodhok, nginger arepe wong semadi. Mila yen raden Dursasana
lumampah, lurung gusis tan ana jalma wani Iiwat, ering yen ki-
narya klangenan, apes balebes raden arya Dursasana yen ana wong
ngantuk dipun getak. Dene ingkang caket wurinipun adipati ing
Ngawangga punika inggih kadanging nata sundhulanipun ( 15)
arya Dursasana, satriya Sekarcindhe raden Durmuka. lngkang
caket kalih arya Sangkuni punika, satriya ing Sobrahlambangail,
kakasih raden Durmagati, ing wurinipun ingkang rayi satriya ing
Banyutinalang raden Kartarnarma, pepak para sata Kurawa sa-
ngang dasa wolu, awama-wama busanane, abyor kaya nyuremna

34 .
diwangkara, ing alun-alun tunggul bandera rontok kakandha
wama-wama kadya ombaking jaladri pasang. Para kawula ba1a
sami dhedhep anganti dhawuhing nata. Mangkana pangudasma-
raning driya dipati Ngawangga: "lba yen padha sumurupa karsane
yayi aji adhi-adhlku Kurawa."
Gendhlng kainggahaken, sawatawis sesegan lajeng dipun
suwuk, dipun suluki greget saut nem.
Sekar Sardulawikridita lampah: 19: Tatkala narpa Ce: da
mati nguni weh: sang Sastradarma pareng, kanteki raina: masang-
saya mawas, hyang surya lumreng rana, makansehnira sang: Wi-
rathanarpa len, Pancawala adulur, Nirbita mangka pa: ngruhun
putunira: wira tri ya nindita.
Raden arya Dursasana matur: "Bihik kakang adipati, upami
her mina kaca, kula nok non. Her toya, mina ulam kata pangucap.
Upami mina kasrambah agenging toya, kula nusung pawartos,
dene kakang adipati ngendikan dhateng ngarsanipun kakang pra-
bu, punapa wonten dhawuh ingkang wigatos."
Kama amangsuli: "Arya Dursasana, muiane aku ngendikan
marang yayi prabu, andikakake ngupaya simane adhlmu si rara
Drusilawati, diparingi kanthi paman arya Sangkuni, utama kali1an
anggawa para kadang Kurawa sagolongan. Karsane yayi prabu
andikakake mangkat saiki."
Dursasana matur malih : "Yen pareng kakang pati kula ka-
lilanana andherek lampah sampeyan, ngupadosi pun Drusilawati."
Kama amangsuli malih : "Si adhi arep umiring ing lakuku,
aku ora bisa misesa, para kadang ( 16) Kurawa, ingkang baka1
milu utawa ingkang tunggu praja, panimbange ana paman arya
Sangkuni, sakira ingkang kena dipitaya, utawa ngladeni karsane
yayi prabu."
Arya Sangkuni ngucap: "Kulup Dursasana, kowe kariya
tunggu nagara ora nana aku dikaya aku ana, ang1adenana kar-
sane kakangmu kangjeng sinuhun, rehning durung kinaruh lawas
enggale ulihku kowe diyitna, ginaua nyeke1 praja, kawruhanamu
nagara Ngastina upama rara ayu awiraga, akeh kang ngarepake
sathithik ingkang ngungkurake."
Aturipun Dursasana: " Inggih man inggih. I lah gela pikirku,
arep rni1u ngupaya malah dikon tugur tunggu nagara, i ah ah ah.
Dadak dadi gawe arane. lngkang badhe sampeyan dhawuhi an-
dherek sinten paman?"
Wangsulanipun Sangkuni: "lngkang dak gawa adhimu si Dur-
muka, si Durmagati, si Kartamarma, si Kartaboga, si Surtayu,
35
si Surtayuda, si Citrawarsa, si Caru<.:itra, si J ayasusena, si Jayawi-
katha."
" Kulup Kartamam1a dhawuhna ad lt i-adhimu, padha kon
pradangdan, Ian bocah kapatihan, kon ngambili jaranku si Ang-
kruk."
Aturipun Kartam anna: "Kawula nuwun, inggih clhateng san-
dik.a."
Wangsulanipun : " lya wis o ra mekas maneh."
Raden Kartamanna medal, dipun su luki Astakosala laras
Barang miring :
Sekar Astakosala miring lampah: 18 : Mundu r rekyana patih,
undhang ing pra wadya sanwa sanega, umyang ramya swaraning
bendhe beri gubar, gurnang myang puksu r, tambur suling salom-
pret, papandhen daludag, bandera muwa h ka kandha wama- wam~,
lir aluning jalaniddhi asri ka wuryan.

Raden Kartamanna undhang-undhang: " He he adhi-adhiku


Kurawa, si Surtayu, Surtayu da, si J ayawikatha, J ayasusena, si
Carucitra, Citrawarsa, padha dangdana andhcrek tindake ka kang
adipati Ngawangga."
Dipun sauri : " lnggih dhateng santika."
Raden Kartamanna dhawuh malih: " He he bocah prajurit
kapatihan Ian kanca ing Ngawangga. padha pradangdana, aja ku-
rang p angati-ati den yitna, sadhiyaa gagaman, tumbak bedhil,
paman arya Sangkuni andherek kakang ad ipati Ngawangga, ngu-
paya sirnane si Drusilawati, titihane paman si Angkruk ( 17),
Ian titihane kakang aclipati Ngawangga si Samirana padha ken-
cengana kam bile."
Aturipun kang dhinawuhan : "Kula nuwLm inggih dhateng
sandika sandika. Rampung timbalan sampeya n raden."
Kartamanna mangsuli: " l ya wis ora nan a dha wuh maneh. "
Para prajurit ngucap: "E mara kanca padha dangdan, iya
batur jaran-jaran, mara saosna iya batur ngaturana wuninga wis
rampung."
Aturipun: "Punika raden sadaya sam pun rakit. "
Kartamanna mangsuli: " lya ngantiya tengara, bendhe ka-
pisan sikepa gagaman, bendhc kapindho kumpula golonganmu
dhewe-dhewe, bendhe kaping telu banjur budhala, sapa kang dadi
panganjur, aku tak ngaturi uninga dllisik. "
" Aturipun: " lnggih dhateng sandika. "
Kartamanna wangsul mangarsa dip un suluki Astakosala:

36
Sekar Nagabanda 1ampah : 18: G agra k kandh e man , ningkang
jaran ngrik rna: ga1ak genti manitih , pam ckaknira : ri sang Sudar-
sana: dahat ke ndha1i ngarah , manjing 1ak1aka n , kuda ngrik mijil
rah, kadya tuk sumarambah , ya ksa temahan, krura sru manaut,
y itna sang narpa tmaja.
Kartam anna m a tur: "Kawu1a nuwun, kauningana ing sampe-
yan paman, saday2 sampun pradangdosan, ing samasa-masa bidha1
sampun samapta, tuwi n t itiha nipun kakang adipa ti Karna, su-
mangga sam i bidha1 m urn pung enjing sadaya dumugia ing purug."
K a m a mangsu1i : " Kula jumurung karsa sampeyan paman,
m angga m a ngka t mumpung enjing."
Arya Sangkun i ngand ika: " Ku1up K artam anna nembanga
te ngara, ayo mangkat ing saiki."
Aturipun Ka rt amanna: " Kawu1 a nuwun sand ika. " ( 18).
Kartamann a m u ndur dipu n su1 u ki g reget sau t nem :
Sekar Wisa1yarini 1ampa h : 12: Enjing ncmbang tengara,
sagunging pra Kurawa. sama p ta busana b ra, pindha ujwa1cng
surya, m iji1 pucak a1daka, barang kang amadhangi umyang sru
swara n ing kang. te teg kendhang gong beri, 1i r be1ah bumi kambah,
ri sang a niddh a mantri. len arya Dursasana ye kang maka mang-
ga1a.
D ipun c aritakake n : Lah ing kana ta wau , rade n Kartamanna
sampun anembang tenga ra. gong maguru gangsa, tetcg kaya butula,
gumuruh tambur su1i ng sa1o mpre t, bl.!ndhe ng ungkung pindha
macsa binercg.
Munge1 1adrangan Kebogiro, Kurawa, Kama, Sangkuni sami
ka1ampahaken, ke nde1 si sih kiwa. gangsa d ipun jentur.
Laje ng kapa1an , Kurawa ka 1ih rambahan, Jaj eng adipati Nga-
wangga, nuntcn Kurawa m a1ih ka1ih ram bahan, 1ajeng Sangkuni,
nuntc n para Kurawa saurutipun , raden Dunnuka kantun piyam-
bak 1ampahipun. Sadaya wau sami kairing prampogan.
Gangsa kasesega ken. prampogan ka1ampahake n, kajeng ka-
tancebaken kiwa, prampogan ke ndel, ga ngsa dipun suwuk, dipun
suluki grege t saut nem:
Sekar Nagabanda 1ampah : I 8: Urn ya ng swaraning, wadya wus
samapta, mun ya kendhang gong beri, arcbut papan, ing sajuru-
juru, tan ana 1iru prenah, rekyana patih, Uda wa minangka, cucuk-
ing wi rakuswa, sang Wresniwira, mahambek sudira, ring prawira
tumangguh.
Dip un cari takake n : Lah ing kana ta wau, sam pun sami bidhal
sata Ku rawa Ngastin a, titindhih arya Sangkuni , senapatining lam-

37
pah adipati Kama, mangkana untabing wadya lir pendah sela
brakithi , sela watu, brakithi semut, pindha semut gumremet ing
watu, anglur tan ana pedhote, tindake para prajurit kadya wredu
gangga sasra, wredu lintah, gangga banyu, sasra sewu, kaya tintah
sewu bareng kumelap ing toya. Swara pangucaping janma kathah,
kadya warsa kanthuka, warsa udan, kanthuka ko - (19) - dhok,
kaya kodhok kodanan wama-warna pangucape, gadebeging lampah
krebeting bandera rontek, kriciking kandhali, krapyaking watang
agathik, kasauran pangriking turangga, pangempreting dwiraddha
tuwin swaraning salompret tambur suling, abah-abahan, gong rna-
guru gangsa, piniyarsa pindha angsahing prang, baledug mangam-
pak-ampak lir pendah kukusing sanjata, kelabing umbul-umbul
pindha om baking samodra. Busanane wadya ingkang sami ngangge
seta, kumpul sami pethak, kadya kontul aneba. Ingkang busana
kresna ngumpul sami cemcng, lir p endah dhandhang reraton.
Prajurit ingkang busana reta ngumpul sami abrit, kadya giri pa-
waka. Giri gunung, pawaka geni , kaya wukir kabasmi. Pating ka-
rethap songsonging para mantri bupati tuwin sata Kurawa, myang
raden patih , gumebyar songsonging adipati Kama, sinawimg sa-
king katebihan kadya panjrahing puspita. Saking agenging ge-
gaman, piniyarsa saking katebihan lir pcndah wresa kenteki.
Wre~a udan, kenteki pajaten, pindha udan narajang pajaten, ku-
mrusak swaraning ron.
Mangkana lampahing prajurit ing Ngastina, ingkang sineja
badhe marpeki kanan keringipun nagari Ngamarta, semana sam-
pun mijil saki ng praja Ngastina, prapta jajahan paminggir, kendel
ing lam pah.
Prampogan dipun ucapaken : "E iki priye kanca lumaku
mandheg mayong, akeh gagaman linigan, ingkang lumaku ngarep
mandheg, ingkang lumaku ing buri ngangseg, mengko rak anocog
kanca. Kuwe sapa pyayi tindhihing laku, dene orang gelem ngan-
dhegake kancane, iku priye?" Pangucapipun kang lumampah ing
wuri: "Ora ba tur ingkang dadi pangareping laku iku sapa, dene
lumaku mandheg mangu, mengko selak katungka rawuh raden
dipati." Dipun sauri: "E mengko alan wong batur aja kesusu,
iki lurung akeh rusak, karubuhan prabatang masa kenaa diambah
jaran, enak ngaturi uninga kanca."
"lya bener bener," dipun angsuli: "Ora kuwe sap a ana lu-
rung rusak bae ngaturi uninga, nek didukani ndara krone!, kaya
dudu kawula lawas kang duwe panggaweyan, wong margangsa
kalang gowong, iku tawa negor kayu angker, Ian prajurit pionir
38
dikantheni bau arahan, kon anggarap karo lumaku. lya kanca
bener bener. Mara banjur padha sikepa gagamanmu, arit wadung
pethel pacul linggis cucuk dhandhang. lya bener batur bener,
aja ngunjuki uninga padha digarap ingkang duwe gawe dhewe-
dhewe."
"lku prajurit ingkang sikep tum bak bedhil, lumakua ing
buri, prajurit ingkang nunggang jaran, pedhange padha konen
ngunus, samasa ana kang rawe-rawe ndhilwuring dalan, banjur
pancasen ing pedhang. Wong cilik kudhi pacul upamane, kethul
disah yen wis landhep ditamakake." Dipun sauri: "E bener-bener
(20) ayo kanca bareng tumandang, ingkang mendhukul paparen,
ingkang lebak diurug, aja nganggo carane wong bang kidul, katlom-
pen gawe, becik carane wong ing bang lor, bajag Sampang, kroyok
Pathi, surak Demak, bujuk Mataram, geger Pedan, sida Palar,
iya mayo mara mara."
Gangsa mungel plajengan nem, dipun suluki Lasem, kajeng
katancebaken tengah :
Sekar Kilayunedheng lampah: 22: Nembang tengara: mundur
sawadyane, neja kondur maring, jroning pura ya, praha palwaga,
samya amirigi, kang katrajang gigir: ira karowak, sangsaya sanget,
palayuning bala, kapya rebut dhucung, sampun punggawa lir:
kilayunedheng.
Dipun caritakaken: Lah ing kana ta wau, wadya prajurit
ing Ngastina, sampun lepas lampahe dumugi paminggiring wana
wates nagari Ngastina, lajeng sami kendel kasaput ing dalu sami
karya pamondhokan, karsaning adipati Kama angangin-angin pa-
warta, denira ngupaya sirnane >retna Orusilawati sami panarka-
ning batos adipati Ngawangga kalih raden arya Sangkuni, kinira
retna Drusilawati dhateng praja Ngamarta. Sinigeg ingkang pacak
pabarisan, genti cinarita ing nagari Banakeling kumukus padu-
panira.

39
V. ADEGAN RATU BANAKELING

Mungel gendhing Menyanseta, ngadeg prabu Sapwani, radcn


Jayadrata, cethi kalih, gangsa kajantur, dipun caritakaken:
Anenggih nagari pundi ingkang genti kocapa, ing nagari
Banakeling prabu bagawan Sapwani Wijayaastra, lenggah ing
made pandhapa, ingkang caket ing ngarsa ingkang putra. Sinten
dasa namane, dasa sapuluh nama kakasih, akakasih raden J aya-
drata, ya raden Tirtanata, raden Sindukalangan, raden arya Sindur-
ja. Dhasar annajaning ratu pinandhita, ageng inggil jajag sembada
jajarotane, sarira jenar, netra andik semu tanggon, karengga ing
busana, agelung kekelingan kinancing retna, jamang mas anting
sotya, sumping retna pinindha gugubahan surengpati, gelung si-
nangga ing praba, kinancing grudha mungkur, abadhong giwang-
kara, lur-ulur naga karangrangan dawala ngiras tatali, sangsangan
gadhuwara, kelatbau nagamangsa, gelang kana kroncong sarpa-
raja, supe tajug sakembaran, kampuh beremas, sembuliyan nutupi
wangkingan, calana cindhe puspita gubeg, paningset udaraga bina-
ra, uncal wastra uncal kancana, dhuwung tinatah tinatur rengga,
warangka ladrang , limdheyan I tunggaksemi, kandelan kamalon
reta. Mila satriya ing Banakeling dadi panjanging kikidung, kathah
wanudya ingkang kasmaran, nanging raden Jaya -(21)-drata
tebih dhateng langening wanita, ing mangke sareng badhe ginanjar
kadanging nata Ngastina, raden J ayadrata kadugi nglampahi nam-
but silaning akrama. lng pagedhongan prabu bagawan Sapwani,
sampun angrakit dennya badhe mangun wiwaha, katungka anam-
peni pustaka saking Ngastina, aparing wuninga yen retna Drusi-
lawati si~a saking padaleman, datan kantenan ingkang ngambil,
sanalika :wadyabala ing Banakeling sinebar ngupaya dereng ka-
panggih. Mila raden Jayadrata marek ing rama, sumeja badhe
pamit · angupaya sirnanipun retna Drusilawati, mangkana pangu-
dasmaraning driya raden Jayadrata: "Yen ora katemu putri ing
Ngastina baya rnati aku yen ora sida dhaup karo Drusilawati.
Marang ngendi paranmu nimas? Ora bisa karl aku."

40
Gending dipun unggah:,k:' rJ. sawatawis laj ...1g kasU'Nuk,
dipun suluki pathet nem :
Sekar Medhangmiring lamp ':lh: 23: Atari pej ah: ning kang
prawara So: madentatanaya, tek.ap Sinisu ta, makin aparek, JJ ya-
drata tekap, sang Arjuna Warko: dhara norakamu , maka mu ka
sang, dwijendra Karna Kar: pa Salya Kuruku, tarlen girikola.
Sang prabu ngandika: " Kulup Jayadrata, priye lakune bo-
cah ing Banakeling, ingkang padha ngupaya sirnane rade n ayu
Drusilawati, apa ana ingkang oleh gawe utawa oleh pawarta,
ing ngendi panggonane putri ing Ngastina."
Aturipun: "Kula nuwun, kangjeng rama sadaya kawula bala
ing Banakcling, anggenipun ngupadosi sirnanipun re tna Drusi-
lawati bote n wonten angsal darnel. Yen pareng karsanipun kgng-
jeng rama, kawula piyambak nyuwun idi pangestu badhe ngu-
padosi sajawining nagari Banakeling."

"Kulup iku aja, yen kowe seja ngupaya dhewe sirnane Retna
Drusilawati, setun temen ora nana janma tinakokake, bakal pa-
nganten ngupaya sirnane jatukramane, becik manawa bisa ketemu,
upami ora katemu muwuhi kanisthan. Wis dhawuha ing si patih
Jayasubanda Ian si Jayawiladaka, kon lumaku lt!lancaran angangin-
angina pawarta, sajabaning wewengkon ing Banakeling."
Aturipun: " Kawula nuwun inggih dhateng sandika, kawula
kalilana andhawuhaken dhateng pun Jayasubanda." (22).
Gangsa mungel ayak-ayakan, sang prabu ngadhaton, raden
Jayadrata medal dhateng paglaran, gangsa kasesegaken dados
plajengan nem, J ayadrata kalampahaken, saantawis ngadeg ngawe-
awe. Jayasubanda, Jayawiladaka sami majeng prapta ngarsaning
raden Jayadrata, sampun sami tata lenggah, gangsa dipun suwuk,
dipun suluki greget saut nem:
Sekar Rini lampah: 17: Punggawa prayit1 1, Pundhendha
mangaran, arnamrih lawan, sang Dasawadana, anuduh punggawa,
Wiradumraksa, mangrusak ing gelar: ardacandranira, patih Suwan-
da, gadgada umangsah, wahana dwipangga, ,mangundha dhandha.
Patih matur ing raden Jayadrata: "Kawula nuwun, raden
wonten karya punapa, animbali dhateng pun Jayasubanda."
Wangsulanipun: "Bapa Jayasubanda, muiane kowe tak tim ba-
li utawa si tumenggung Jayawiladaka, karsane kangjeng rama kowe
andikakake padha ngupaya sirnani putri Ngastina retna Drusi-
lawati, anggonmu ngupaya metua teka jajahan nagara Banakeling,
aja pati mulih yen durung katemu."

41
Aturipun patih: " Kawula nuwun, inggih dhateng sandika,
terangipun ing karsa angkat kawula kalilan benjing punapa."
Wangsulanipun: "Kowe mangkata ing dina iki, welinge kang-
jeng rama ngantia jambul wanen, ora kalilan mulih yen durung
karuwan panggonane retna Drusilawati."
Aturipun patih: "Kawula nuwun, inggih dhateng sandika,
rampung timbalanipun gusti kawula, pun Jayasubanda kalilan
mangkat ing sapunika, nyuwun idi pangestu raharjaning lampah
kawula."
" Iya bapa takrewangi nenedha ing dewa, bisa oleh gawe
lakumu."
Patih ngucap dhateng Jayawiladaka : "Adhi Jayawiladaka,
pradangdana si adhi takgawa, Ian dhawuha pradangdan bocah
kapatihan."
Aturipun: "Kula nuwun inggih dhateng sandika."
Jayawiladaka nedal dipun suluki greget saut nem:
Sekar Kilayunedheng lampah : 22: Nembang tengara, mundur
sawadyane, neja kondur maring, jroning pura ya, wraha pragosa,
samya marigi, kang katrajang gigir: ira karowak, sangsaya sanget
palayuning bala: kapya rebut dhucung, sampun atebih, prapta
jro pura, sang nata sineba, pepak punggawa lir: kilayunedheng.
Jayawiladaka undhang-undhang: "He he ana bocah kapa-
tihan!"
Aturipun : " Kula kula!"
" Padha pradangdana bakal ngupaya putri Ngastina!" (23).
" lnggih dhateng sandika, sampun samasa-masa bidhal sampun
sami samapta."

Jayawiladaka ngucap malih : "Bocah ing tumenggungan padha


pradangdana, aku bakal andherek kakang adipati."
Aturipun: "Kula nuwun inggih dhateng sandika, sandika,
sam pun samasa bidhal sam pun sami rakit sadaya."
J ayawiladaka mangarsa, dipun suluki greget saut nem:
Sekar Wisalyaharini lampah: 21: Budhal enjing gumuruh,
saking nagri Wiratha, gung ingkang bwkuswa, abra busananira,
lir surya wedalira, saking ing jalaniddhi, arsa madhangi jagad,
duk mungup-mungup aneng: pucak-pucaking wukir, baranang
bang sumirat, kena sosoroting surya, mega Ian gunung-gunung.
J ayawiladaka matur: "Kula nuwun, kakang adipati kauninga-
na punika sadaya sampun apradangdosan, samasa mangkat sampun
mirantos."
42
Patih matur raden Jayadrata : "Kula nuwun, angger kantuna
pinarak, ing ngajeng manggiha suka ing sawingking kawula."
Wangsulanipun: "lya bapa muga nemu alja lakumu."
Gangsa mungel plajengan nem, raden J ayadrata wangsul
manjing kadhaton, patih Jayasubanda kalih tumenggung Jayawi-
ladaka sami linampahaken, ginarbeg p rampogan, lampahipun
mangiwa, saantawis lampahan, kajeng dipun tancebaken tengah,
gangsa dipun suwuk, dipun suluki pathet nem :
Sekar Wegang Sulanjari lampah: 20 : Tandya bala, Pandha-
wambyuk, gumulung mangungsir : ring sata Kurawa, kambah ko-
kih, sru katitih , mirut kerut Iarut, katut para ratu, tuwin sagung:
pra dipati, katut kapalayu, s:igra praptanira, Aswatama, tatanya
lah : pagene ta iki, ya padha lumayu.
Dipun caritakaken: Lah ing kana ta wau, sampun medal sa-
king praja ing Banakeling, rekyana patih J ayasubanda tuwin tu-
menggung Jayawiladaka, sumeja ngupaya sajawining jajahan Ba-
nakeling, sirnaning putri (24) Ngastina. Cinarita yen sampun ngam-
bah laladan ing nagari Ngastina, sinigeg genti cinarita, prajurit
sami kendel nedha sangune majemuk.

43
VI. ADEGAN RATU DANAWA, SRIKALADIYU.

Munge! gendhing majemuk, ngadcg ratu danawa, kang nga-


dhep yeksi, endhing dipun jantur kacaritakaken.
Anenggih nagari ing pundi ingkang genti kocapa, wonten
gegempalaniug carita, sanajan kathah raja danawa nanging tangeh
nimbangana agenging karaton , keringan samaning raja, sintcn bi-
sikaning ratu, ajujuluk Srikaladiyu, ageng aluhur sarira pindha
prabata, netra kadya surya kern bar, grana lir pendah canthiking
baita, tutuk anjlegodhah pindha wiwaraning guwa, waja jatha
kadya parang rejeng, kama lir pendah tambining mandera, imba
siring godheg wok kumbala capang. lng mangke srinata miyos
mungging pandhapa, animbali punggawa yeksi. Apa busanane
Srikaladiyu, amakutha kancana, jamang mas sungsun tiga, kinan-
cing grudha mungkur, sinangga ing praba, rema den ora binclah
nganan ngering, anting sotya, sumping retna, sangsangan gadhuwa-
ra, badhong tinundha, lur-ulur naga karangrang, dawala ngiras
tatali, kelatbau naga mamangsa, gelang kana kroncong awak sar-
pa, supe tajug kanan kering, kampuh jingga kinonang ing parada,
paningset renda, clana cindhe puspita gubeg, sembuliyan uncal
carang buntala. Lenggah ing palangka retna, pindha hyang Kala
tumedhak ing marcapada. Sembada prabu Kaladiyu, prawira ing
ngayuda, gumleger yen ngandika, nalika segu kaya gludhug,
yen (25) petak pindha gelap anamber. Kathah bupati ing Timbul-
taunan, lumrah sami teguh wantala tan pasah tapak paluning a-
pandhe sisaning gurinda. Yen nuju dinten pasewakan, rasaksa sami
karya pangeram-eram, ana ingkang siring pedhang onclang dhen-
dha, tibane tinadhahan sirah. Saweneh yeksa sabuk ula lanang
asumping pring sadhapur. Mangkana sam pun pepak punggawa ing-
kang nangkil, pangarsaning wadya ing Timbultaunan, sira nyi em-
ban Wewegidra, tinimbalan manjing kadhaton, prapta ngarsa
nata san1pun dangu sinuhun dereng ngandika, mangkana pangu-
dasmaraning driya, emban Wewegidra:
"I lae kadingaren, kangjeng sinuhun nimbali alm, ora miyos
marang sitinggil."

44
Gendhing dipun unggahaken, sawatawis dipun suwuk se-
gegan, dipun suluki greget saut nem :
Sekar Rini lampah : 17: Yaksa gora rupa, ri sedhe ng sang
Kumba: kama lelaku, kanmalwa ling ingkang, gambirawa ngarah,
angisis siyung, umetu prabawa, lesus len prakempa, gora walikan,
ditya durbalarsa, mrih cumaning lawan, wira tri redra.
Sang prabu ngandika: "Ora dadi guguping atimu biyung, ko-
we tinimbali lumebu ing ngarepku."
Aturipun: "Saklangkung guguping manah kawula, saren:·
nampeni timbalanipun ingkang sinihun, wonten ing jawi kados ti-
nebak ing mong tuna, sinamber ing gelap lepat, pirsa caleret boten
Wl1ninga dhatenging gelap, upami kambengan salamba pinanjer
madyaning alun-alun, katiyup ing maruta kalangkung anggen ka-
wula kumejot kumitir car.uk awor maras, sareng dumugi wonten
ngarsanipun gusti kawula boten darba manah kuwatos, kawul~
nuwun nuwun."
Sang prabu andangu : "Apa muiane kowe ana jaba banget
kuwatiring atimu, teka ing ngarepku ora duwe pikir maras bi-
yung?"
Aturipun: "Kawula nuwun, gusti upami kawula anandhanga
kalepatan, dosa pejah sayogi sinuhun amejahana , yen kula dosa
sakit, gusti kawula ingkang nyakitana, sampun siyang asanajan
dalu pejah gesangipun ingkang abdi sumangga ing asta kakalih,
tembung tadhah wadana, kuinureba ing abahan, kawula nuwun
nuwun."
Sang prabu mangsuli: "Munduran kaya wo ng nyandhang
dosa ngaturaken oati urip. Ya banget panarimaku, biyung kowe
munjung ing kaprabonku, muiane kowe taktim bali, aku oleh
sasmitaning dewa, mau bengi wayah gagat bangun, aku turu ing
sanggar pamelengan, mengkene wangsiding dewa: Heh raja-diraja
ing Timbultaunan, yen arep atja nagaramu nglakonana krama,
ing we tan kene ana nagara diarani ing Ngastina, ingkang jumeneng
ratu prabu Kurupati, iku duwe kadang wanudya endah rupane,
aran retna Drusilawati, iku yen kalakon dadijatukramamu, pasthi
luhur karatonmu. (26) Byar aku tangi banjur siniwaka iki mau.
Iku biyung kang aran nagara Ngastina apa kowe wis tau ngam-
bah?"
Aturipun: "Kawula nuwun, gusti mireng saweg dhawuhipun
kangjeng sinuhun puniko."
Dhawuhipun sang prabu: "Wis biyung mijia bocah bupati,
ingkang anggantung pasisiran, layangku iki kon ngaturake kakang

45
prabu Ngastina, yen bocah bupati durung sumurup, nagara ing
Ngastina, taklilani anggawa si Togog karo Sarawita, iku pasthi
wis jajah karaton Jawa. Sajabaning layang anggonku ngebun-
ebun esuk, ngudan-udan sore marang si Drusilawati, yen ana pa-
mundhute ratu Ngastina, mas picis raja brana minangka srcwane
retna Drusilawati, jangji wis pareng leganing atiku, rajabrana ing
Timbultaunan, diusungana kaya kayu ngantiya kebak alun-alun
Ngastina, Ian aku paring pangestu, kurangku nadhah nendra
dadia sangune bocah bupati kang nglakoni gawe."
Aturipun: "Kawula nuwun, inggih dhateng sandika, sampun
rampung timbalanipun gusti kawula ingkan$ adhawuh, pun emban
kalilan medal am a tedhakaken nawala."
Pangandikanipun sang prabu: "lya biyung wis ora wekas ma-
neh, iki Jayang banjur paringna kancamu bupati."
Gangsa mungel ayak-ayakan kepinjalan, emban nampeni se-
rat lajeng medal, sang prabu kondur ngadhaton, gangsa dipun
sesegaken dados plajengan nem , emban kalampahaken medal,
prapta pagelaran, prapta yeksa tiga, tumenggung Renggutrnuka,
tumenggung Klanthangrnimis, tumenggung Thothogatho, sa-
sampunipun tata Jenggah, gangsa dipun suwuk, dipun suluki gre-
get sau t nam:
Sekar Kusumawicitra Jampah: 12: Buta Pandhawa tata gati
wisaya, indri yaksa sa: ra maruta pawana, bana marga sa: mirana
warayang, panca bayu wi: sikan gulingan lima.
Ditya Renggutmuka matur: "Kula nok non, kakang nyai
wonten dhawuh timbalan punapa, miji rayi jengandika ditya
Renggutmuka, tuwin rayi jengandika ditya Klantangrnimis, rayi
jengandika ditya Thothogatho."
Wangsulanipun: "Ahi Renggutmuka utama si adhi Klan-
thangmimis, si adhi Thothogatho, muiane padha taktimbali apa
si adhi padha anggantung pasisiran."
Yeksa tiga sami matur: "lnggih kula kakang nyai ingkang
gadhah lampah pasisiran."
Dhawuhipun: "Yen sira adhi kang duwe gawe pada pradang-
dana, karsane kangjeng sinuhun, si adhi kakarsakake mundhi
nawala marang nagara Ngastina katur prabu Kurupati."
Aturipun: " Kula non inggih dhateng sandika, menggah tanah
prenahipun nagari Ngastina punika ing pundi?" (27), tuwin
punika serat punapa, kakang nyai ragi katemben pamireng kula,
kangjeng sinuhun karsa kintun pustaka ratu Ngastina, manawi
dhawuhipun sampun wonten ingkang kajawi saking serat, mugi
46
kula kaparingana sumerep, prelunipun ingkang badhe kula lam-
pahi."
Wangsulanipun : "Adhi mungguh prelune layang ingkang para
gawa, gustimu angebun-ebun esuk, ngudan-udan sore kadange
ratu ing Ngastina, akakasih retna Drusilawati, muiane adhi, dha-
wuh welinge ingkang sinuhun, jangji pareng re tna Drusilawati
kagarwa ing gustimu, yen ratu ing Ngastina mundhut mas picis
nijabrana minangka sarana pakramane re tna Drusilawati. si adhi
banjur klilan anyanggemi, aja ngetung keh sathithike diusungana
kaya kayu rajabrana ing Timbultaunan, ngantiya kebak alun-alun
ing Ngastina."
Aturipun : "Kula non inggih dhateng sandika, !ega raosing
manah kula, dene sampun kaparingan dhawuh punapa sakarsa-
nipun gusti kawula, kados sampun boten ngaping kalih darnel,
kantun bagja yen sinuhun ing Ngastina lajeng nampeni pangla-
maripun gusti kula, sanajan kagungana pamundhut ingkang lang-
kung awrat, kula sam pun kalilan anampeni."
Wangsulanipun: "lya adhi muga-muga banjur katampana,
Jan maneh dhawuhe gustimu, manawa kanca bupati durung su-
murup nagara Ngastina klilan anggawa lurah Togog karo demang
Sarawita, iku padha asli ing tanah Jawa. Mara timbalana maju
mengko tak dhawuhane."

Ditya Klantangmimis nguwuh : "E e bocah Karangkabupaten ,


ana pasebane lurah Togog karo demang Sarawita, kon maju
mrene ana gawe."
Togog ngucap: "Ayo Bilung padha maju ditimbali."
Togog Sarawita majeng, dipun suluki greget saut nem:
Sekar Rini lampah: 17 : Punggawa prayitna, Pudhendha ma-
ngaran, amamrih Ia wan, sang (28) Dasawadana, anuduh punggawa,
Wiradumraksa, mangrusak ing gelar, ardacandranira : patih Suwan-
da, gadgada umangsah wahana dwiraddha : mangundha dhandha.
Togog matur: "0 wonten dhawuh punapa nyai lurah miji
pun Wijamantri, eng ik, punapa wonten dhawuh badhe atandhak
araran-raran, kula nun."
Wangsulanipun : " Lurah muiane kowe taktimbali, awit kar-
sane ingkang sinuhun anonjok pustaka marang sinuhun Ngastina,
ingkang piniji ngemban nawala, si adhi tumenggung Renggutmuka
kanthine tumenggung Klanthangmimis, karo tumenggung Thotho-
gatho, nanging kanca punggawa mau padha durung sumurup,
tanah nagara Ngastina, kowe apa wis tau ngambah?"

47
Aturipun: "0 sampun ambah-ambahan kula nagari Ngastina
punika, pundi mawon nyai lurah, karaton Jawi kula sampun su-
merep, Wiratha, Cempalareja, Mandraka. Ngamarta, Madura, Kum-
bina, Nglesanpura."
Wangsulanipun: "Yen kowe wis sumurup nagara Ngastina,
Togog kowe dadia pangareping laku, anggremani lakune kanca
hupati, kowe dadia kreta-wadana, upama gajah kowe minangka
sratine, t akwenangake mrayoga aju-undure wadya yeksa kabeh,
Lanjur undhanga pradangdan, sarupane wil kuthip, klek-engklek
b::Jung tandhak, dhawuhana mangkat ngiring punggawane ing
sarding iki."
Aturipun : "0 inggih nyai lurah dhateng sandika anglampahi,
nanging ngriki sami ycksa kula tiyang J awi nembe andhawuhaken
undhang-undhang, mbokmenawi boten dipun gega kados pundi."
Wangsulanipun: " Iya bener lurah aturrnu, nanging kowe aja
sumelang, awit wis t erang karsane ingkang sinuhun, kowe kapa-
ringan wewenang. Upama ana ingkang ambackake parentatunu,
kowe kalilan amatrapi dhendha apa ing sapatute, najan katrapana
ukum pati konjuke ingkang sinuhun, aja milu-milu aku ingkang
ngaturake."
Aturipun : "E lah cara yen makaten, kenging kula lampahi
dhawuh sampeyan, kantuna pinarak kula undhang pradangdosan.
Ayo Sarawita metu andhawuhake dangdan prajurit yeksa."
Wangsulanipun: " Aru kang Logak."
Togog Sarawita medal dipun suluki greget saut nem:
Sekar Wisalyarini lampah: 21 : Enjing nembang tengara,
mahab pra raksasa, samya sikep sanjata, mawarna busana bra,
limpung gandhi badhama, katga dhandha tomara, bandera warna-
warna, teteg gong beri gubar, gurnang puksur thongthonggrit,
kyana patih Prahasta, mungging reganing rata, manik jong ma-
bangun jring. (29).
Dipun cariyosaken: Lah ing kana ta wau, lurah Wijamantri
kalih demang Sarawita, sampung undhang, dangu yeksa dereng
ngumpul, enggal minggah ing panggungan nembang tengaraning
buta.
Apa tengaranihg buta, gentha kekeleng tuwin jam gora sa-
lumbung gedhene, tinembang munya ngangkang, lepas swarane
krungu lelakon sawisan gawe, buta krungu tengara gugup sami
ngumpul asikep gagaman, saweneh bupati ingkang pinuju lulu-
ngan krungu tengara cengkelak bali enggal sikep sanjata, saweneh
laju amiran ti tu tunggangan.
48
Apa gagamaning buta, gada bindi, parasu limpung, gandhi
kala wahi, badhama candrasa, sangut Ian barandang.
Apa tutungganganing buta, senuk memreng adal-adal warak
singa, anggreng ingkang anunggang, anggero ingkang tinunggangan,
tur padha memangsa jalma, yen pagut ing payudan nora beda ca-
kote. Gumriwis yeksa kuthip sami ngumpul datan pae jalma ma-
nusa, dennya rumeksa ing ratune, tuwin pangidhepe marang pa-
rentahing dhudhuwurane, padha sanalika ing alun-alun supenuh
yeksa bala, ngumpul sajuru-juru datan liru prenahe, lurah Wija-
mantri tuwin demang Sarawita, dupi wus antara yeksa samapta
sadaya, tumurun saking panggung tengara kendel, yeksa sampun
dipun undhangi sagolongane bupati tiga, badhe mangkat anglam-
pahi ayahan dhateng Ngastina, sadaya prajurit yeksa sami saur ku-
kila, samasa mangkat sadaya sampun rakit.
Lurah Togog kalih demang Sarawita, sami wangsul matur
ing punggawa, dipun suluki greget saut nem.
Sekar Nagabanda lampah: 18: Umyang swaraning, yaksa
wus samapta, datan aliru pernah, samya amet gyan, ing sajuru-juru,
munya kendhang gong beri, sang Megananda, tumanggah mang
lebur, marang satru wanara, sri Dasaswa di, ra srep ing wardaya,
muji sureng tanaya.
Togog matur: "0 kawuningana ing sampeyan nyai lurah, sam-
pun kula dhawuhaken, prajurit sagolonganipun tigang kabupaten,
tuwin kuthip, klek-engklek balung tandhak, ingkang wonten tuk
pakipon manuk, songing landhak genjong waru dhoyong, tuwin
pagupaking warak, sampun kumpul boten lintu prenahipun,
sadaya sam pun samapta, ing samasa mangkat sam pun rakit."
Wewegidrah ngucap: "Adhi para tampa iki nawalane, Ian dha-
wuhe ingkang sinuhun, kurange dhahar nendra dadia sangu rahar-
jane lakune si adhi sakancane kabeh."
Aturipun: "Kula nok non, inggih dhateng kapundhi kakang
nyai dhawuhipun gusti kula, sasat kapatedhan sangu jimat pa-
ripih. Mangga kula aturi maringaken pustakanipun, kakang nyai
kantuna pinarak, kula bidhal dhateng Ngastina."
Wangsulanipun: "lya adhi aja kurang prayitna." (30).
Gangsa mungel plajengan nem, yeksa sami bidhal, lampahi-
pun manengen , pangiriding lampah ditya Klanthangmimis, ginar-
beg prampogan, nunten ditya Thothogatho saprajuritipun, ing-
kang mungkasi ditya Renggutmuka, Togog Sarawita sami kalam-
pahaken, kajeng katancebaken tengah, gangsa dipun suwuk, dipun
suluki greget saut nem:

49
Sekar Kusumawicitra lampah: 12: Buta Pandhawa tata gati
wisaya, indri yeksa sara maruta pawana, bana marga samirana
1an warayang, panca bayu wisikan gulingan lima . .
Dipun caritakaken : Lah ing kana ta wau, 1apipahing yeksa
ing Timbuitaunan, sampun lepas prapta jajahan nagari Ngastina,
pranyata buta tan pae brakasakan, kareme angrurusak, dupi prapta
liya jajahan anon kebo sapi aglar ing pangonan, 1ajeng dipun jarah
dipun bahak, jalma padesan sami kagegeran, sumeja ngungsi
angi1ekaken anak rayat. Sinigegjalma ingkang sami ngungsi beja la-
ra pati tunggai dadalan. Lampahe prajurit Banakeling angupaya
retna Drusilawati, katrenjuh yeksa ingkang anjajarah lajeng di-
pun sanjatani, tumenggung J ayawiladaka enggal ang1ud unduring
yeksa.
Gangsa mungei plajengan nem , ngadeg yeksa Klanthangmimis
kalih tumenggung J ayawiladaka, sasampunipun Ienggah satata,
gangsa dipun suwuk, dipun suiuki greget saut nem:
Sekar Wisalyaharini 1ampah: 21 : Rasaksa aprayitna, agreng
krura wiroda, gambira gora godha, begor swara gurnita, samya
sikep sanjata, samarga girang-girang, mintokken krodhaning prang,
sura mahambek pagut, ing rana tepung Iawan, ri putri pura basmi,
samya muter muksaia, waneh dhandha candrasa.
Yaksa tatanya : "He kowe iku prayayi ing ngendi, sapa kowe
aranmu, Ian apa muiane buta leiaku padha diperangi ing kancamu,
apa dhasar koajani."
Sauripun : "Kowe takon pinangkaku, teka nagara ing Banake-
ling, aranku ora nana papat kaya tumenggung Jayawiladaka,
margane buta diperangi ing kancaku prajurit, Iumayu taklut
saparane, sebab buta asikara wong padesan, anjarah rayah rajakaya
no wong ciiik, iku panjalmaning (3I) satruning nagara, apa dhasar
leiungsen kowe arep ngeiar jajahan, atawa arep neiukake tanah J a-
wa, dene ora mbuwang Iayang panantang, tekamu cara brandhal,
kowe buta ing ngendi, sapa pracekamu, arep menyang endi sejamu,
dene ngirit prajurit anggawa sageiar sapapan."
Wangsuianipun yeksa: "lya kowe takon pinangkaku, saka na-
gara ing Timbuitaunan, aranku ora nana kaya tumenggung Klan-
thangmimis. Lakuku diutus gustiku prabu Kaladiyu, ngaturake
pustaka marang prabu Kurupati ing Ngastina, mundhut kadange
kang kakasih retna Drusilawati."
Sauripun Jayawiladaka: "I i ya jagad dewa bathara, Iah dene
iku cara Iakumu seja becik, pagene angrusak marang wong pa-
desan. Wis ta balia bae kowe banjura tanpa gawe, kang dhingin
so
retna Drusilawati saiki murca, 1akuku iki iya ngupaya sirnane
putri Ngastina, dhadhasare Retna Drusilawati iku meh dhaupe
karo gustiku ing Banakeling, samasa katemu banjur didhaupake."
Yaksa ngucap suga1: "Apa abamu! akon bali 1akuning kanca-
ku yeksa, tak ubayani pecating nyawaku, yen bali durung katam-
pan nawa1ane gustiku marang sinuhun i'ng Ngastina, mengko . aja
ngandhangi dalan tak 1iwat."
Jayawiladaka sumaur: "Aranmu si buta, ora maelu ujaring
wong, karepmu dhewe 1umaku ginugu, arep arda paripaksa,
mara cobanen kowe ora gelem bali, ora nana buta sida tak gawe
kekeboan, aja koarani Jayawiladaka."
Pangucaping yeksa : "I boj1eng belis lanat ajejegan, J ayawi-
ladaka, pangucape kawenang-wenang, emane ditya Klanthangmi-
mis kena koundurake, suka aku mulih aran, sabecike tandhing
padha bupati singa tiwasa."
Gangsa mungel plajengan nem, lajeng prang gagalan, genti
kalindhih prajurit Banakeling, sor titih sami mundur lumajeng,
yeksa anglut tebih antara saking papaning paprangan, kendel
pambujenging danawa, kajeng katancebaken tengah, gangsa kasu-
wuk dipun suluki Kedhu:
Sekar Kilayunedheng lampah : 22 : Nembung tengara, mundur
sawadyane, neja kondur maring, jroning pura ya, wraha palwaga,
samya amirigi, kang katrajang gigir: ira karowak, sangsaya sanget,
palayuning bala, kapya rebut dhucung, sampun atebih, prapta
jro pura, sang nata sineba, pepak punggawa lir, kilayunedheng.
Dipun caritakaken: Lah ing kana ta wau, prajurit ing Bana-
keling, bandayuda kalih yeksa ing Timbultaunan, wadya Banake-
ling karoban lawan, lajeng lumajeng angungsi gesang, danawa kan-
dheg dennya embujeng, sami ngrarayah padesan, ingkang kaparan-
an gempur, jalma sami atilar made griya, ngungsi ing wana (3 2) we-
neh singidan imbanging aldaka, mangkana kasaput ing surya
diwasa, waktuning kapara sanga :
Dipun suluki pathet sanga:
Sekar Bramarawilasita lampah : 11 : Jahning yahning, talaga
kadi langit, kembang tapas, wulan upamaneka, wintang tulya,
kusuma ya sumawur, lumrang ingkang sari kadi jaladdha.

51
VII. ADEGAN RADEN PAMADI, lNG SAMADYANING WANA.

Dipun carit akaken: Sinigeg genti kocapa, madyaning wana ce-


lak wukir Sumedhang. Mungel gendhing Sumedhang. Ngadeg
Pamadi, ingkang ngadhep lurah Semar Nalagareng Pe truk , sasam-
punipun tata gangsa dipun jantur, lajeng dipun caritakaken:
Anenggih ing pundi ingkang genti kocapa, ing satengahing
wanawasa, sosotya coplok saking ngembanan, mila winastan so-
tya coplok saking ngembanan, dene sajati sinatriya linggar saking
praja amendhem kula, kalunta-lunta lampahe, ing mangke kendel
madyaning wana, aja tambuh punika panengahing nata Pan-
dhawa, satriya Madukara. Sin ten dasa namane, dasa sapuluh, nama
kakasih, akakasih Pamadi, Kumbalyali, Arjuna, Parta, Kunta,
Palguna, Jahnawi, Karithi, Margana, Dananjaya, Panduputra,
Endratanaya, Jan aka.
Mila akakasih raden Pamadi, satriya Madukara panengahing
nata Pandhawa.
Mila peparab Kumbalyali , satriya Madukara minangka wawa-
dhahing rahsa.
Mila nama Arjuna, satriya Madukara, pama tirta wening ing
wadhah, ya enenge tunggal ninging driya.
Mila kakasih Parta, satriya Madukara, amisesa rajabrana.
Mila kakasih Kunta, satriya Madukara lepasing driya pami
lungiding warastra.
Mila paparab Palguna, satriya Madukara saged ambobot
lawaning yuda.
Mila nama Jahnawi, satriya Madukara wedaling panggalih
pama ilining tirta narmaddha tanpa umandheg.
Mila kakasih Karithi, dene satriya Madukara antuk pasang-
girining dewa, mila winenangaken krama (33) widadari, tuwin
kallan sumengka pangawak braja, minggal1 dhateng karang kawi-
dadaren.
Mila kakasih Dananjaya, satriya Madukara agung danane
ngungkuli sasamining satriya.
'
52
Mila kakasih Pandhuputra, sanyata satriya Madukara atma-
janing prabu Pandhu.
Mila kakasih Endratanaya, de ne satriya Madukara pinundhut
putra ing bathara Endra.
Mila kakasih J anaka, satriya Madukara sanyata panjanmaning
hyang Wisnu. kacarita bathara Soma binelah panitise. Pama kern-
bang Ian sarine, kaya geni lan uru be, kembange Dananjaya, sarine
Narayana, urube Patmanaba, genine Janaka. Kaya satu Ian rim-
hagan. upama roh suruh Iumah Ian kurebe, dinulu beda rupane,
ginigit tunggal rasane. awor saparibawane.
Mila sinebut nata ing Pandhawa, nata ratu, Pandhawa gangsal,
sanyata satri ya Madukara kadang gangsal sami priya, saksat madeg
ratu sowang-sowang. Lan beda-beda le labuhane nata Pandhawa.
Pambekane ingkang jumeneng ratu, wong sapraja padha suka bu-
ngaha, sinandhang lara prihatine .
Pam be kane raden Bratasena, sap a becik binecikan, sapa
ala den alani, da tan wawang jalma, najan bau kiwa bau tengen,
yen ala binu wang.
Pambekane satriya Madukara, anyamirana, maratani tanpa
pilih jalma sam i pinet manahe tinulung barang kasusahane, wi-
neruhken laku kang prayoga.
Pambe kane radcn Nakula, yen ala ing tembe, becik iya iilg
tern be.
Apa busanane raden Pamadi. agelung minangkara sinupit
urang, an ting sosotya sumping retna pinindha gugubahan su-
rengpati, asangsangan kebo menggah, kelatbau nagam angsa, gelang
kana supe tajug kanan ke ring, kroncong awak· sarpa, kampuh
limar katangi. celana cindhe puspita gubeg, paningset tali murda,
sembuliyan nutupi warangka, wangkingan warangka ladrang,
landheyan tunggaksemi sinasotya, kandelan kamala reta, dhu-
wung tinatah tinatu r rengga. Dhadhasar satriya bagus pantes ian
busanane, ing mangke lolos saking nagari Ngamarta, tansah ngam-
bah wana rainten dalu, ingkang datan pisah namung wulucumbu,
lurah Semar kalih N alagareng tiga lurah Petruk, nuju nengah sang-
hyang diwangkara, kendel lampahe satriya ing Madukara mung-
ging ngandhaping mandera, repat punakawan tansah anangis
angaja k mantuk, nanging raden Pamadi boten mawi amangsuli
pangandika, mila kasangsaya Jurah Semar dennya nangis samarga
marga.
Gendlting k aunggahaken, sawatawis Jajeng dipun suwuk,
dipun suluki pathet Je ngking :

S3
Sekar Rini lampah: 17: Mulat mara sang Par: ta smu kama
nusa : n kasrepan ring ti: ngkahning mungsuhniran (34), padha
kadangta ya, wwang waneha, ana wwang anak.ing, yayah myang
ibu len, umanggeh paman, mangkadi narpa Kar: na Salya Bisma
sang: d wij anggeh guru.
Semar nangis matur : "Lae bapa Bandaraku, adhuh gustiku,
suwawi kula aturi kondur, kenging napa ndara dene kula aturi
kondur boten karsa, mbok ampun nuruti nepsu den, napa ndika
didukani kalih rakamu, najan didukanana, inggih dene lerese
bandara teka lajeng kesah angles, boten mawi pamit ing rakamu,
lha rak empun benere kadang tuwa gentining sudarma, wajib
duka ing kadang taruna, kalih napa gawene rina wengi saba alas,
kebunan kapanasen, yen ndika ajenga mukti boten kurang ka-
mukte n, lah nggih ndika kurang midhah nendra mimjing tapa,
lah kula niki pripun, wong tuwa lara mata pijer tlusupan onten
ngalas, mata kula kena barat, rasane nganti perihe boten kira-kira,
mangga kula aturi kondur, punapaa bandara teka kendel kema-
won, puriapa wonten lepatipun anggen kula ngladosi sampeyan,
yen onten lepating lampah kula satindak, suka dipun gebagana
pun Petruk, manawi wonten kalintuning atur kula sakecap, kula
aturi ambungis mawon lambene pun Nalagareng kajenge mantun
ciyut."
Nalagareng anjengek sumaur: "I sara wilah ora kakekne
ole ndremimil, kaya muji karo layap-layap, mbok aja enak temen
takrungu, tumon jare yen awake nglakoni keluputan, aku sing
dikon ngukum, mendah ejede, dheweke sing mating sing dikon
nyepir tanggane, digawea tambal butuh, lha rak dheweke sing ge-
rang ora kanggo gawe, wis wareg pedhes asin."
Petruk nyambungi ngucap: "Cikben kang Gareng wis adat
kyaine manawa diguguwa karo bandara ature, aku kowe rak
wis katiwasan biyen-biyen, apa tumon saben arep metu paringan,
aku kowe dipenging ngenehi, dupeh ora tau ngujuri dheweke,
lha rak pokale wong gerang kena ngenyang, tuwa kakehan taun
ora genah."
Semar noleh sumaur: "Ora, olehku duwe atur marang ban-
dara mengkono iku, dhek dina apa, dudu anak nguwong, bocah
loro padha grenyang-grenyang."
Petruk sumaur: "Iyah rekane apa, arep singlar Semar bok
aja mantheleng, matane kaya upet kanginan, mundhak ngagum-
agumi wong turu." (35).
54
Semar mangsuli: "E taktedha kowe padha wani marang aku,
mendhak-mendhaka kaya liwet, mumbul-mumbula kaya tajin,
dhelak-dhelaka sajegmu, aja urip aja mati."
Nalagareng ngucap ing Petruk: "Mara tamara, lha rak katiban
basa sing nem wang sakecap, jer kabangeten Truk, olehmu ora
ngajeni wong tuwa, mangka wis kacetha ingendi-endi, wong dura-
ka bapa-babu, abot paukumane, kyaine nganti metu sabdane
sing larang-larang mengkono, o rak bakalan, pirabara kowe nga-
bekti saben kala bakda, wis ora tau napihi, malah wani sakecap
padha basa sakecap."
Petruk sumaur: "Lah dene kowe iku kang Gareng, dianakake
tuwa dhewe, sajegmu durung tau ngembeni karo mak kyai, pek
mengkonone kang Gareng, kyaine kuwe taksembah ya ora marahi
sugih, ta angur takprusia matane krasa tangan."
Sinigeg repat punakawan ingkang amrih sukaning gusti.
Dipun suluki pathet sanga:
Sekar Maduretno lampah : 12: Narpati Darma, putra myang
Dananjaya, matur rin.g raka, narendra Arimurti, saha waspa ing,
madyawasa nagari, katur sadaya mring sang reh maduretno.
Raden Pamadi: "Kakang Nayataka aja kowe kaduk ati bela
tampa, katenta yen ana kaluputane, anggonmu ngladen.i ing aku
ora, apa dene anggonku lunga iki, ora marga aku kadukan ing
kangjeng kakang prabu, anggonku ora amangsuli ing aturmu,
rumasa aku brebegen yen ngrungu olehmu nangis, rina wengi
dene ora nganggo meneng-meneng, iku kapriye kakang?"
Aturipun Semar: "Oieh kula boten nangis mawon pripun,
dene bandara kesahan tanpa seja, nglantur turut alas mawon,
yen kaparag ing apes tan wande kula ingkang nampeni dukane
rakamu, muiane daweg sami mantuk, witning bandara wau
ngandika, yen boten kadukan kalih sinuhun, lah punapaa sam-
peyan kesah tanpa pamit.
AJjuna ngandika: "Kakang muiane aku lunga ora pamit,
yen cilru--pamit masa dililanana, ewadene yen kowe ora kaduga
ngetutake lakuku, wis ta padha balia mulih marang nagara."
Raden Pamadi laju lumampah, gangsa mungel ayakan sanga.
Semar saanakipun sami ngetutaken, Pamadi saantawis lampahipun
sarta punakawan, kendel kajeng katancebaken pinggir kiwa, gang·
sakajantur irama dipun sesegaken sawetawis. ~eng kakocapaken:
Mangkana kandha ragane sakehing sato wana, yen bisaa
basa kadi jalma: "Mara wong batur padha piyak suminggaha,
~ana kowe wani-wani cedhak satriya iki, kawruhamu iki dudu

55
wong pidak padarakan. Iki jati-jatining sinatriya, tusing kusuma
rembesing madu wijining ngatapa, tedhaking adana warih, aja
nganti kagepok, kapidaka wayangane bae ora wurung kowe kena
mala cintraka." Satemahen huron wana sami nebih, saking prenahe
satriya Madukara, namung paksi ingkang sami mangsa wohing
bulu tu win gurda, sami dipun dha wahaken ing ngarsaning raden
Pamadi, mangkana isthane pindha atur pasugata, yen ta bisaa
tata jalma: "Punika raden kula ngaturi jampi kasatan, sawon-
tenipun wohan ing wan a."
.Lah ing kana raden Pamadi, anon semuning paksi ingkang
memangsa wohing bulu gurda, mesem sajroning wardaya, lumak-
sana sarepat punakawanipun. Gangsa mantun kajantur Arjuna
tuwin punakawan genti kalampahaken, sawatawis lampahan ka-
jeng katancebaken tengah, gangsa kasuwuk, dipun suluki pathet
sanga:
Sekar Rini lampah: 17: Lelawa gumandhul, ring pang kebet-
kebet, lir milu susah, yen bisaa muwus, pagene Pandhawa : tanana
tumut, ri pati aminta, prajanta sapalih, sekaring tanjung, ruru
ambalasah, lesah kadya susah, angesah kapisah.
Dipun caritakaken: Lah ing kana ta wau, lampahe satriya
ing Madukara, tuwin repat punakawan tiga anasak wanawasa,
griting acala tepining waudadi, tan ketang rungsiding marga,
minggah tumurun ingjujurang, sinerang tan tolih pringganing wana
wantu trahing Witaredya, kalis ing pancabaya, parek dewane,
kinamulen widadari, kinacek sama-samaning manusa. Dipun suluki
gregetsautsanga:
Sekar Rini lampah: 17: Ana kang wre tunggal,. kagiri-giri
geng: nya krama galak, ahe ngkara mbegya, gora-godha tan ang:
ga tulungana, tinepak kaparsad, buta kabarubuh, puh kayu pokah,
belah bentar sima, watu kumalasa, swuh kabarubuh.
Sinigeg lampahe raden Pamadi, genti ingkang kocapa, yeksa
ing Timbultaunan, ingkang unggul yudane, sami ambubujeng un-
during prajurit Banakeling, kaecalan lari sami manjing ing wana,
yeksa lajeng kendel apacak baris, mangkana kaya jangkrik den
kileni. (3 7).

56
VIII. PERANG SEKAR

Gangsa mungel ladrangan Jangkrikgenggong: ngadeg para


bupati danawa sami repotan, sasampunipun tata dennya lungguh,
gendhing kajantur dipun caritakaken:
Anenggih ing pundi ingkang genti kocapa madyaning wana
pringga, sinten ingkang sami pacak baris, ing madyaning wana,
punika punggawa ing Timbultaunan unggul dennya bandayuda,
anglud palajenging mungsuh. Bisane rekyana patih J ayasubanda
brokoh sami tinilar, wadya danawa kandheg pam bujenge sami
memangsa, temahan kaecalan lari. Ing mangke tumenggung Reng-
gutmuka, tumenggung Klanthangmimis, miwah tumenggung Tho-
thogotho, sami kumpul apirembagan, mungging tarub wangunan.
Para yeksa prajurit ambalabar ngayab ing punggawane, maneka
warna busananing rota danawa, sinawang teka abyor kadya wana
kawlagar, para punggawa pating janggeleg pindha singa binasahan.
Gendhing kasesegaken, nunten kasuwuk, dipun suluki greget
saut sangat:
Sekar Kusumawicitra lampah: 12: Buta Pandhawa, tata gati
wisaya, indri yaksa sa: ra maruta pawana, bana margana sa: mirana
Ian warayang, panca bayu, wisikan gulingan lima.
Ditya Klanthangmimis ngucap : "Ki raka kados pundi lampah
punika, dene mengsah lajeng oncat boten kantenan purugipun,
taksih cu wa temen raosing manah kula."
Wangsulanipun : "Sepuluh priye adhi, takwatara wis ora seja
bali yuda maneh , prajurit ing Banakeling, katandha dene sangune
ingkang padha dimot ing brokoh padha dibuwangi, iku tuduh
mung amrih aja katututan lakune bae."
Aturipun malih: "Lab karsa sampeyan kadospundi ki raka,
punapa lajeng dipun upadosi prajurit ing Banakeling, punapa
katilar wangsul anglajengaken lampah dhateng Ngastina." (38)
Wangsulanipun : "Adhi yen ngupaya unduring musuh, mun-
dhak angrurubedi laku. Sanajan putri Ngastina kawarta sima,
iya prayoga laku iki dibanjurake marang Ngastina, supaya tumuli

57
karuwan temening pawarta, sokur uga adhi mbokmanawa lakune
pun kakang bisa katemu karo retna Drusilawati."
Aturipun ditya Klanthangmimis: "Yen makaten karsa sam-
peyan ki raka, kula inggih amrayogekaken, ananging sumangga
tumuntena dhawuh umangkat kemawon, prayoginipur. Wijamantri
dipun dangu manawi wonten marginipun lajeng dhateng Ngastina,
boten susah wangsul dhateng margi ageng malih."
Sinigeg punggawa yeksa mgkang sami pirembagan, pabaris-
aning yeksa ingkang macalang sami kagegeran, katrajanslampahing
raden Arjuna. Lurah Togog majeng seja atur priksa ing para bupati.
Gangsa mungel plajengan sanga, sasampunipun Togog Sarawita
lungguh, gangsa anulya kasuwuk, dipun suluki greget saut sanga:
Sekar Rini lampah: 17: Punggawa prayitna, Pudhendha ma-
ngaran, amamrih lawan, sang Dasawadana, anuduh punggawa,
Wiradumraksa, angrusak ing gelar, ardacandranira, patih Suwanda
gadgada umangsah, wahana dwiraddha, mangundha dhandha.
Ditya Klanthangmimis ngucap : "Kowe Gog lumayu, am-
bekamu renggosan, ana apa ing pabarisan."
Aturipun Togog: "0 tiwas kyai lurah, kawuningana ing
sampeyan, barising yeksa sami bibar tinrajang satriya lumampah,
o baguse kadi dewa andharat."
Yeksa tatanya: "Apa akeh balane Gog, satriya kang lumaku
dene wani nerak pabarisan, apa ora kopenging Gog?"
Aturipun : "0 kelangkung anggen kula ngengetaken, nanging
meksa nrajang purun kemawon, dene rencangipun namun puna-
kawan tiga, nanging sami gal-ugalan, o dan-edan, heng ik~ yeksa
alit sami dibenturi, onten ingkang kacandhak dipun dulang tie-
thong, Sarawita niku wau dipun uyak-uyak."
Klanthangmimis matur: "Kados pundi ki raka, punika won-
ten raja sinatriya lumampah purun riarajang pabarisaning yeksa,
punapa lajeng dipun cepeng kemawon ki raka."
Wangsulanipun: "lya adhi, takonana adhi, apa sejane satriya
ingkang lumaku nrajang baris, yen tinakon anggragap, barijur para
bandawasanana, iku tuduh parijabnaning satru."
Aturipun: "lnggih ki raka jengandika kantuna pinarak, lrula
priksane satriya kang purun narajang barising yeksa. Ayo Gog
tuduhna ngendi enggoni satriyane." (39).
Gangsa mungel plajengan sanga, yeksa sami kalampahaken,
Togog Sarawita rumiyin kalih ditya Klanthangmimis.
Ngadeg Pamadi, yeksa l!ijeng gora-godha, sasampunipun
lungguh, wil sarowangipun, Semar saanakipun dhateng, Nalagareng
58
Petruk mungging wunmng raden Parnadi; lurah Semar nangis
ngrungkebi padaning bandara, sinarnbi parikan, gangsa kasuwuk,
dipun suluki greget saut bangsa:
Sekar Kusumawicitra lampah: 12: Buta Pandhawa, tata gati
wisaya, indri yaksa sa : ra maruta pawana, bana marga sa: mirana
Ian warayang, panca bayu wisikan gulingan lima.
"Lae bapa-bapa bandaraku, adhuh gustiku, suwawi kula
aturi ngindhen kori, mangga lumereg. Suwawi kula aturi nyen-
thejurang, kula aturi lumajar, mangga sami noya mulek, kula
aturi wangsul, dene butane gedhe gedhe temen, matane pating
pringis temen, untune pating pantheleng."
Part a ngandika : " Kakang aja nangis, mundhak anggempalake
pikiring rowang, anggedhekake budining mungsuh, wis lungguha
karepe buta tutug apa ingkang dadi sejane. "
Yeksa ngucap : "I lah nyata bagus Gog satriya iki, tobil guwayane
nganti blerengen pandelengku, kaya ilang-ilanga dikedhepake
wong iki, yen padha anaa nagara ing Timbultaunan, baya semarnar
karo aku, ambakna wong bagus nganti ora kira-kira."
Togog mangsuli : "Heng ik, o diragi ngatos-atos kyai, raja
sinatriya niki, wangune ayem boten kagetan, polatane tajem ke-
risane klabang kepipitan, o adate jero panyuduke, upama jago
wiringgalih jalu bungalan, o nek abar anjalu sapisan mawon dadi
layadan, mangsa ngantiya dipindho mungsuh banjur mlencing."
Yeksa sumaur: "lya Gog ana takgigiro ayem bae malah me-
sem-mesem, lah aku iki yen jagoa wuluku apa Gog? apa ya padha
wiringgalih?"
Sauripun Togog: "0 ora nyebut heng ik, ndika niku kyai
yen tumrapa sawung wulu klawu bendha, godhoh putih cengger
wilah lancur nguceng mati, jalu jagung sikil putih kadagingan,
baris cupet cekele banggal."
Yeksa tatanya : "Akeh temeri cacahe Gog, lah candrane jago
wulu klawu bendha mengkono kuwe priye, yen tarung ayak me-
nangan ya Gog? "
Wangsulanipun : "0 boten susah torang-tarung kyai, candrane
jago klawu bendha, nguyak-uyak babon saba ing kandhang, saweg
kablak tiba kacemplung tie thong dikerah ngasu .. " ( 40).
Yeksa ngucap : "Kaparat anggunggung mungsuh, hek cat can-
dhala, cucundhik anguladara. Apa thole apa kenthol apa bagus,
ngakua ngakua, ngendi omah sapa jeneng, sapa jeneng ngendi
omah. Ana ditakoni ora gelem sumaur, apa kuwatir yen ilang
mut-mutane inten wong iki, apa dhasar bisu apa pancen budheg."
S9
Raden Pamadi mangsuli: "Buta ilu-ilu banaspati padhamu,
tatak.on anggetak-getak kaya buburon, anggesah kaya manuk,
ujare ora kena diselani, angedak.-edakake kaya kang kinaweden."
Yeksa sumaur: "Ngakua satriya sapa jenengmu ngendi
omahmu, dene wani narajang barising rasaksa, taktarka wong
ngemping lara, anggenjah pati, bosen mangan wohing dami ki-
nukus, apa pancen mentas angguguru anyar, arep anjelirake ka-
prawiran."
Parta sumaur: "Najan kowe buta ing ngendi dhangkamu,
sapa jenengmu, arep marang ngendi sejamu, dene marpeki Iaku-
ku."
Yeksa sumaur: "I babo ardawalepa, ditakoni durung blaka
males anjunjung dhangka, najan aku buta dudu buta barduwak,
isih buta bupati, winenang lungguh !ante liangan kendhaga."
Parta amangsuli : "Sanajan sira dadia bupati, jer rupamu
buta, marmane takarani dhedhangkamu, apa ora wis benere buta
iku dhedhangka."
Wangsulanipun yeksa: " lya bener teka kowe sisip saka ing
ak.u, lumuh kasor basamu, aku bupati ing Timbultaunan, aranku
tumenggung Klanthangmimis, lakuku kautus ing gustiku prabu
Kaladiyu, maringake nawala marang nagara Ngastina. Lah kowe
sapa aranmu, bakal menyang ngendi sejamu."
Parta mangsuli: "Kowe tak.on aranku, diwaraha wong saja-
gad ora nana kaya raden Pamadi, pinangkak.u teka nagara ing
Ngamarta, sejak.u arep ngetutake tindak.ing pacta kedheping netra,
mengko buta tak liwat aja ngadhangi dadalan." ·
Yeksa sumaur: "I babo bojle ng bulis lanat ajejegan, gawat
wong iki ujare, selagi manuk genah pencokane, manusa maneh
yen ora kinaruha ing sejane, yen mengkono balia, Ian kowe kena
larangan."
Parta mangsuli: "Dene ora nana gawar kekentheng, kowe
arep gawe larangan, apa larangamu."
Yeksa sumaur: "Ora susah gawar kekentheng, endhasing
buta pating jenggeleg. Dene ingkang kalebu Iarangane gustiku
panganggomu, agelung supit urang, keris ukiran tunggaksemi,
pendhok kamalon abang, iku ulungna takjaluk." (41).
Pamadi ngucap lajeng mungkur ngajenging yeksa: " Yen
dhasar kowe mung lelungsen ambegal aring-aring, mara enya se-
brak.en kerisku, ewuh teka ing ngarep mara tak mungkur. Mara
ta, nuli sebraken."

60
Yeksa tan sumaur. Lajeng dipun dhodhog, Parta kalih ngu-
cap: "Dene ora tumuli kosebrak kerisku."
Yeksa watuk kapingkel-pingkel kalih ngucap : "0 kamiteng-
gengen aku."
Raden Pamadi ngandika kalih Iumampah : " Iku beciking ga-
gaman, leksanane kang nganggo."
Petruk mungkur ngajenging yeksa kalih ngucap : "Ora su-
sah bandara, mara aku bae sebroten tak mungkur. "
Yeksa sumaur: "Sing disebrot apane, apa mundhumu kuwe,
ora ana larangan mundhu nagaraku."
Sasampunipun banyolan sawatawis, lajeng prang sekar,
dangu yeksa Klanthangmimis kaplayu, anedha bantu. Ngadeg
ditya Renggutmuka. Gangsa dipun suwuk, dipun suluki greget
saut sanga:
Sekar Basanta lampah: 14: Jumangkah ang: gro susumbar,
lindhu bumi gonjing, gumaludhu :g guntur ketug, umob kang ja-
ladri, lumembak : penyu kumambang, gumuruh walikan, tuhu yen
wi:snu bathara: pantes mbadhog bumi.
Ditya Klanthangm imis nguwuh-uwuh : "Ki raka nedha bantu,
boten kenging dipun su wawa ki raka, satriya am bandakalani."
Renggutmuka ngucap: "I si adhi bisa miwiti ora bisa mekasi,
mara ad hi mireya tak lam bungne teka ken e."
Gangsa mungel plajengan sanga, yeksa prang dangu kalih
raden Pamadi, anubruk-nubruk lep'at. Kendel yeksa ngadeg, gang-
sa kasuwuk, dipun suluki greget saut sanga :
Sekar Rini lampah: l 7: Yeksa gora rupa, ri sedheng sang
Kumba : kama lelaku , ka n malwaleng ingkang : gambira mangarah,
angisis siyung, umetu prabawa, lesus len prakempa, gora walikan,
ditya Durbalarsa, mrih cumaning lawan, wira tri rodra.
Arjuna ngucap susumbar: " Ha rebuten sura mratajaya mrata,
mit satriya kawasa, anglanadikara, imbang-imbangana tan bara,
jantra palawehamu, buta gelahing jagad, mara leganing atiku balia
maneh."
Yeksa sumaur: " I bojleng-bojleng belis lanat aj ejegan, jabe-
hel jabehel, o ra mambu yen tangane cilik, tibane dene kaya
gayung wesi, tandange kebat acukat, kaya parenjak tinaji, ke-
dhali nampar banyu, nyata yen prawira, sedheng pinuji ing lawan.
Heh satriya sapa aranmu, ngakua mumpung isih basuki." ( 42).
Arjuna anauri: " Kowe takon aranku, ora nana kaya raden
Pamadi, iki panengahing nata Pandhawa, kowe sapa buta prace-
kamu. "

61
Yeksa sumaur: "Kowe takon aranku, ora nana kaya tumeng-
gung Renggutmuka aranku, Pamadi yen kena tak eman mundura,
aja kowe tandhing bandayuda Ian aku, yen wis metu bedhatku
masa kowe keiara nadhahi ora, gedhemu acilik adhuwurmu tur
endhek."
Parta mangsuli: "Apa abamu iku mau mara Ieganing atiku,
aja genti mara, barenga mangsah, ora-orane tak tinggal oncat,
mara pedhaka mrene katogna budimu."
Yeksa ngucap : "I bojieng bells lanat ajejegan, Pamadi ora
kena dieman,' lumuh ginawe becik, Iumrah upama jago tarung genti
anggitik, antinen yen ana walese mburi, ditanggon bae kowe tan-
dhing prang Ian Renggutmuka, kowe adoh takbentur, cedhak dak-
saut masa umana papan ora."
Gangsa mungel plajengan sanga, yeksa mangsah prang sekar,
dangu Arjuna tinubruk-tubruk ing yeksa Iepat, anembirang danawa
jinambak dinugang gumlundhung. Raden Pamadi kenging sinaut
dipun bucal kabuncang dhawah tebih taksih jumeneng, Semar
Petruk Nalagareng sami dhateng, gangsa dipun suwuk, dipun su-
Iuki pathet sanga:
Sekar Maduretna Iampah: 12: Narpati Darma, putra myang
Dananjaya, matur ring raka, narendra Arimurti, saha waspa ing:
madya wasananira, katur sadaya, mring sang reh maduretna.
Semar matur sarwi nangis: "Lae bapa bandaraku, adhuh le-
lancurku, araning sato sabawa, sapa sing tak mong, kembang
biru ing pager, sapa sing tak deleng-deleng, swaraning sendari,
sapa sing tak ngengeri, wawi sami mundur mawon, butane ageng-
ageng tern en."
Raden Pamadi ngandika: "Kakang Semar aja maras atimu,
kawruhanamu sanajan aku dibuwang nganti adoh tibaku, nanging
ora nana ingkang krasa lara, wuiuku salamba ora nana kang gigal.
Mung aku ora betah mambu ababe buta iki.
Semar matur: "lnggih kados danawa punika gandanipun
boten eca, kados ingkang dipun tedha sadhengah-dhengah kema-
won, boten nate katrenjuh jambe suruh, lah karsanipun bandara
kados pundi." -
Wangsulanipun: "Kakang Nayataka jupuken panahku si
Riyasengkali, tak panahe buta iki."
Semar matur sandika, lajeng ngambil jemparing Ian gan-
dhewa, dipun suluki pathet sanga:
Sekar Sardulawikridita Iampah: I9: Tatkala narpa Ce: da
mati nguni weh, sang Sastradarma pareng, kanteki rahina, rna-
62
sangsaya mawas, hyang surya lumreng rana, makansehnira sang:
Wiratha (43) narpa len, Pancawala adulur, Nirbita mangka pa:
ngruhun putunira, wira tri ya nindita.
Jemparing sampun katur, yeksa susumbar:
"Heh rebuten sura mrata jaya mrata, kedhep kulabrajarnu,
mati ngadeg kalakon, iku ingkang kokarepake ora kena dieman,
lumuh ginawe becik.
Raden Pamadi mangsuli: "Heh buta gelahing jagad, gandar-
wa ilu-ilu banaspati padharnu, mara lekna pandelengmu yen ana
kang beret kulitku, padhakna mati tatu arang kranjang."
Renggutmuka sumaur: "I bojleng-bojleng bells lanat aje-
jegan, jabehel jabehel, dene mupugi ngaguna, tak arani mati
ngadeg, mara aja katon wong lanang dhewe, malesa leganing atiku,
apa gagarnanmu tak tadhahane."
Parta ngandika : "Renggutmuka apa ingkang katon iki?"
Raksasa sumaur: "Warga sopana taka, warga perak, sopana
dalan, taka pati. Gagamanmu iku perak dalaning pati, yen ora
kabenenm ingkang nadhahi. Yen aku ingkang nadhahi masa da-
dia ngapa, panal1e ora nana sagodhong pari, diembat-embat, ma-
ra tibakna tak geblage dhadhaku, ora-orane tak tinggal oncat."
Raden Pamadi ngandika : "lya tak lepasne tadhahana, yen
cupet sanderen, sumurup dhodhokana, manawa langkah lunjaken,
katiban panahku si Riyasengkali, balai antakarnu, ora sida ang-
gegek kemandhangmu."
AJjuna menthang langkap dipun suluki Barang miring :
Menthang gandhewa yuda, buntala marcu gadhing, paryaka
kumuning, kang trisula tumanggah, yekang iri aparnuk, sanjaya
lumepas, watgata naratas, pagas tenggaknira sang: yeksa gumebrug
pejah, larut sahananing, wadya wil asarsaran, samya mangungsi
gesang.
Mawi banyolan, sasarnpuning ambanyol, gangsa mungel
pl4Yengan sanga, AJjuna nglepasaken jemparing, danawa mangsah
wiroda, kacundhuk ing sanjata jajahira, niba palastra. Umangsah
ditya Thothogatho, gangsa kasuwuk, dipun suluki greget saut
sanga:
Sekar Rini larnpah: 17: Ana kang wre tunggal, kagiri-giri
geng, nya krama galak, ahengkara mbegnya, gora-godha tan ang:
ga tulungana, tinepak kaparsat, buta kabarubuh, puh kayu pokah,
belah bentar sima, watu kumalasa, swuh kabarubuh.

63
Yeksa ngucap: "Kakangku, kang, ora mati dhewe tak belani,
salawase dadi kanca durung weruh kakang getihe satetes, weruh
bareng mati." ( 44) .
Petruk dhateng anjoged ing ngajenging yeksa kalih ngucap:
"Ya Ia ila, hailullah, othok-othok keyok, babone lagi ngendhog,
ana randha wedi gawe, weruh dhudha gasar bae."
Yaksa ngucap kalih anjengkangaken Petruk: "Ah iki apa
wong edan, lagi tumon ana wong susah kaelangan kanca, teka
banjur anjengklek, bengak-bengok ana ngareping uwong."
Petruk gumuyu ngucap: ' 'Heng heng heng ora nyana yen
kowe lagi kesripahan, tak sengguh wong anggendhong gendhing
Gandrungmanis, muiane tak jogedi, dene okeh temen kakange,
aku iki watak dhokoh sabarang gawe."
Yeksa ngucap kalih kesah: "Apa ta, apa linyok ora tangguh-
ku, lha rak ya sida wong edan temenan, muiane ana wong sam bat
dijogedi, wong matane miring mengkono."
Sasampunipun banyolan sawatawis: gangsa mungel plajengan
sanga, yeksa lajeng prang kalih Petruk, dangu dennya prang,
Petruk angsal tugelan kajeng: dipun darnel bindi, ditya Tho-
thogatho dipun bindi sirahipun, pejah kapisanan, gangsa dipun
suwuk, boten mawi dipun suluki.
Petruk susumbar: "Ha rebuten sura mrata jaya mrata, aku
trahing wong adol tela, ora anjaluk banyu katiban gembelku
kyai Sukalila, dene ora piraa, tak arani madal katiban gagamanku,
ora sembada sum bare, kay a mutungna wesi geligen."
Nalagareng prapta tatakon: " I lah dalah bakal ketrima
Petruk, oleh mandhali emas ganjarane mateni buta, ora teka
ampuh temen gagamanmu Truk, o uo wok, sarawilah, layak am-
puh, wong utake andaledok, endhase ngemprak-emprak, olehmu
gagaman ing ngendi Truk, kok nyamleng t emen? " ( 45).
Sauripun Petruk: "0 gagamanku kang Gare ng, gaweyane
pandhe Kerbumen, karan anak pak Panggih, tak gumuni olehe
ampuh, buta iki mau basa katiban gembelku si Sukalila, oleh
angler wangune kepenak temen, coba tak icipane kaya apa rasa-
ne."
Nalagareng sumaur: " Kowe iku arep edan, apa arep anglalu
sudukslira alu."
Gembel dipun agag-agagaken marucut, Petruk kadhawahan
gembel bathukipun, niba ambanyaki anggloso mecati, Nalagareng
anjelih nangisi Petruk :

64
0 adhiku Kanthong priye iki mau, tak arani ora nekat te-
menan, rama blai anakmu mati, rama uwa uwa, ora nyana, rama
mreneya, Petruk adhiku, sedulurku pira, dene kowe tega tinggal
alcu, Kanthong!"
Semar dhateng apitaken : "Lae anakku Petruk, priye adhimu
iki mau apa ingkang dadi cuwane pikire, tcka nganti kalakon
suduk jiwa mengkene, apa kowe bungah sadulurmu tumeka
ing tiwas teka ora kopalangi."
Nalagareng sumaur: "Mak kyai kuwe priye ta, apa tumon
wong diarani bungah, kaelokan temen, lah wong ora nyana yen
anakmu kepanjingan budi srani, lah wong wis kabanjur dikapak-
ake, ya kajaba dipikir prayogane, angur anakmu si Petruk wis
karuwan alang-ujure, lah awak mami iki priye patutane ndadak
theker-theker."
Semar mangsuli ujar: "Lah priye thole karepmu, apa adhimu
iki dilarung, apa diobong."
Nalagareng ngemek-emek Petruk: "0 adhiku Kanthong. Lho
awake isih anget, rama apa kangelan oleh golek dalan? Petruk
wis aja malang tumolih, muga-muga slameta tutug sakarepmu, aja
watir dhi, babonmu sing lagi angrem kae iya tak gawane anyidhe-
kahi kowe, bojomu ya tak rabine, anakmu sing lanang tak ma-
gange niyaga Sukalewan, anakmu sing wadon tak ladekne me-
nyang Bagong, dadi demang anginan cikben sugih bawah."
Petruk tangi anjengkangaken Nalagareng: "E dudu karepe
dhewe Nalagareng, ajape dene becik temen."
Semar saanakipun kabcdhol, yeksa Klanthangmimis mang-
sah, dipun suluki greget sanga:
Sekar Rini lampah: 17: Yaksa gora rupa, ri sedheng sang
Kurnba: kama lelaku, ( 46) kanrnalwaleng ingkang: gam bira rna-
ngarah, angisis siyung, urnetu prabawa, lesus len prakernpa, gora
walikan, ditya Durbalarsa, mrih cumaning lawan, wira tri rodra.
Yeksa narik katga ngucap : "He Pamadi apa ingkang katon
i.ki.,
Parta ngucap : "Mara leganing atiku pedhaka mrene, ora-
orane tak tinggal lumayu, arep nibani gagaman mara tibakna."
Yeksa rnangsuli : "lya Pamadi, kanti rasa kowe katiban ga-
gamanku, bereta kulitmu bae tak kira sida lonyoh bangkemu."
Lajeng prang sekar Parta pinarjaya wanti-wanti datan tu-
rnama, gagamaning yeksa rinebut kenging, lajeng yeksa sinuduk
kapisanan. Togog Sar&wita ngrebut kuwandaning yeksa, sareng

65
sampun binekta mundur Togog kalih Sarawita, ngadeg ing paba-
ratan, gangsa kasuwuk tanpa pathetan.
Togog nguwuh-uwuh: "Heh raja sinatriya, aja girang-girang
gumuyu, marga patining bupati yeksa upama ana dukane ingkang
kagungan abdi, apa kowe keduga anadhahi?"
Parta amangsuli: "Ora susah besuk apa ratumu teka ing
prajaku Ngamarta, ora-orane aku seja inep saketheng, mara tutura
ing gustimu besuk aku wani, ing mengko aku iya keduga."
Togog ngucap: "lya iya Pamadi, dingati-ati, ora wurung
dhandhang tak unekake kontul kature gustiku, ayo Bilung padha
mundur, ora kena disuwawa satriya iki."
Gangsa mungel ayak-ayakan sanga, Togog Sarawita mundur,
Aijuna sapunakawanipun sami tata lenggah. Gangsa dipun suwuk,
dipun suluki pathet sanga:
Sekar Sulanjari lampah: 20: Tandya bala: Pandhawambyak,
gumulung mangusir: ring sata Kurawa, kambah kosi: k sru kati-
tih, mirut kerut larut, katut para ratu, tuwin sagung pra dipati:
katut kapalayu, sigra praptanira: Aswatama, tatanya lah: pagene
ta iki, ya padha lumayu.
Parta ngandika ing Semar: "Kakang Badranaya apa ora
nana ingkang kari buta ingkang padha seja sikara ing aku."
Aturipun Semar: "lnggih bandara andangu danawa, ingkang
sami gendhak sikara, punika wau sareng punggawanipun sami
pejah, kantun yeksa alit-alit sampun sami bibar lumajeng. (47).
Pangandikanipun satriya Madukara : "Lega rasaning atiku
kakang ana pangreksaning dewa. Ayo padha nutugake lumaku,
ing ngendi tutuge alas iki ngupaya dalan ingkang anjog Ngamarta."
Gangsa mungel ayak-ayakan sanga. Aijuna sapunakawan
sami kalampahaken genti, saantawis lampahan, Aijuna sapunaka-
wanipun sami kendel, gangsa dipun jantur, anulya dipun caritak-
aken :
Lah ing kana ta wau satriya ing Madukara, unggul dennya
bandayuda, danawa ing Timbultaunan, sapatining punggawa tiga,
yeksa bala sami bibar larut kadi bendungan pedhot lajere, ingkang
kantun dhadhal larut alorodan. Gerus sima tekan pathoke, datan
wonten kantun. Raden Pamadi lajeng lumampah seja kondur
dhateng Ngamarta, bawane mentas abandayuda sarira kraos
sayah, dhasar wayah surya gumiwang anglangkungi benter, te-
mahan satriya Madukara kendel ing taratabaning wana, anga-
sokaken sarira mungging ngandhaping mandira.

66
Gangsa mantun kajantur, saantawis lajeng kasuwuk, dipun
suluki pathet sanga:
Sekar Bramarawilasita lampah: 11 : Jahning yahning, talaga
kadi langit, k embang tapa: s wulan upamaneka, wintang tulya:
kusuma ya sumawur, lumrang ingkang, sari kadi jaladdha.
Parta ngandika: "Kakang Badranaya awakku krasa lesu,
ayo ngayemake awak sadhela, aku rada seneng andulu sendhang
iki, panase banget temen kakang, iki wayah apa."
Aturipun Semar: "Kados kulunun, bandara kraos sanget
sayahipun, sapisan mentas lumampah tebih ing Ngamarta dumugi
ing wana ngriki, lajeng bandayuda kalih rata denawa, dhasar pu-
nika nuju sanget benteripun, yen tumrapa naga,ri pandugi kula
wanci jam kalih mila inggih prayogi kendel, dadosa bandara la-
jeng lumampah malih sedheng mangke manawi sampun suda
benteripun."

67
IX. DEWI DRUSILAWATI KABEKTA lNG LIMAN
PETHAK KAREBAT DENING RADEN P AMADI.

Dipun caritakaken: Wau ta satriya Madukara ken del ing


ngandhaping mandera, tepining sendhang ing wana tarataban,
bawane sayah mentas ayuda dadya dennya pinarak asendhen tam-
bining mandera, kacaryan miyarsa jegigering sata wan a tu win pa-
nyangungonging merak, sari swaraning paksi ingkang memangsa
wohing gurda, miwah miyarsa paksi brakutut anduduk layu, su-
mrah kaididan maruta manda, alayap ing palenggahan, repat puna-
kawan tiga sami ngantuk arenggotan. Sinigeg genti kocapa, ( 48)
retna Drusilawati anitih liman seta. Sajatine lirnan punika ingkang
andhustha, sarnarga-marga retna Drusilawati arnaca udrasa, sareng
larnpahing liman celak kalih dennya kendel raden Parnadi, retna
Drusilawati boten samar yen ingkang rayi lenggah ngandhaping
mandera, retna Drusilawati nguwuh-uwuh kalih karuna. Dipun
suluki Tlutur:
Sekar Swandana lampah: 20 : Atap para apsari, tumonton
ing sang dwija, kadya ge wor jiwa, kagagas ing tyas dahat, kewran
ing karyanira, datan antuk sarnya, myat rengganing prabata,
roning kadhep kumelap, kadya pangawening: sang dwija lunging
gadhung, malengkung katiyup ring, maruta kawuryan.

Raden Parnadi ngandika: "Kakang Badranaya, Nalagareng,


Petruk, padha tamatna swara iki, kaya swaraning wong wadon
nangis, sambat-sambat jenengku, kakang."
Sambatipun re tna Drusilawati: "Adhiku dhi Janaka, rebuten
aku Jan aka, adhiku J an aka, mati aku yen · ora komrinani. Parnadi
tulungana, aku didhustha dwiraddha."
Semar tangi, Nalagareng, Petruk sami nganciki gigiring Se-
mar kalih ngucap :
"E ram a ram a we di ana tengis, biyung ram a gem bolen aku
menek digaglag tengis."
Semar anjenges ngucap : "E e iki bocah bocah apa, ana wong
nangis bae dadak padha mangkruk-mangkruk ana cengel, apa ko-

68
arani pangundhan , apa gampeng bocah !oro dene padha melang-
kring ing githok, mudhuna ta wong bagus mudhuna."
Petruk Nalagareng mudhun. Semar matur: " Inggih dara swa-
ranipun tiyang estri, sambat-sambat dhateng sampeyan, pamireng
kula tembungipun adhi, nanging sampun sampeyan galih, punika
yen dhemit mindha-mindha kadang warga."
Nalagareng nambungi ngucap: "0 karo wis akeh mak kyai,
kupiyane yen ana ngalas maelu rupa Jan swara ingkang mokal-
mokal, banjur kalap utawa mati karid."
Pe truk matur ing raden Pamadi : " Kalih boten memper ban-
dara, wana gung liwang-liwung wontena tiyang estri purun ngam-
bah, kajawi dayitaning gembeleng, yen boten punika we we gim-
balan anak-anak, tuwin sampun adatipun setan punika mamrih
tinurut panggodhanipun ing manusa, kedah memengin punapa
karemane ingkang dipun godha, mila pandhita punika tapa suming-
kir dhateng aldaka, sageda tebih saking godhaning setan, ambucal
pakareman."
Sang Parta mesem ngandika ing punakawan: " lya bener atur-
mu, nanging murahing dewa manusa iku wis pinasthi adining titah,
wenang nampik ingkang nora pinilih , angarepi apa ingkang wis
dadi pamilihe, ( 49) karo kang karungu iki kaya swaraning jalma
satemene. Lho kae kakang Semar katon ingkang sambat ing aku,
wong wadon nunggang gajah putih isih ngawe-awe ing aku."
Dipun suluki greget saut sanga:
Sekar Medhangmiring lampah: 23 : Atari pejah: ning kang
prawara So: madentatanaya, tekap Sinisuta, mangkin aparek, Jaya-
drata tekap, sang Arjuna Warkodhara norakamu, maka muka
sang: dwijendra Kama Kar: pa Salya kuruku, tarlen girikola.
Semar matur : " E inggih bandara punika dene tiyang estri
dipun bekta ing timan pethak, nginthar limanipun manjing ing
wana, lah kados p undi karsa sampeyan."
Pamadi mangsuli : " Kakang karepku iya tak tututi, amarga
mata-mata kapen kaya kakang mbok Drusilawati, lah dene digawa
ing gajah ika apa saba be."
Aturipun Semar: " lnggih den prayogi dipun tulungi mbak-
ayu jengandika, nanging dipun ngatos-atos, boten wande si gajah
punika meta."
Wangsulanipun : " lya kakang kariya takrebute kakangmbok.."
Gangsa m ungel plajengan sanga, raden Pamadi mumbul ing
jumantara nututi lampahe liman seta, liman kalampahaken, retna
Drusilawati mungging gigiring liman, Arjuna sampun nututi retna
69
Drusilawati pinendhe t saking gigiring Jiman, binekta dhateng
enggenipun Semar, gajah kraos kang ginendhong sima, nolih
anon sang putri rinebut ing manusa, gajah kendel sru krura. Li-
man ken del, gangsa kasuwuk, dipun suluki greget saut sanga:
Sekar Kusumawicitra lampah: 12: Naga panaga: n sarira
basu tanu, murti ula, kunjara gajah swalaja, esthi liman grana
muka Jan samadya, bujaka esti gatha mutha dwipangga.
Dipun caritakaken :
Lah ing kana ta wau, dwipangga am bedhat saklangkung kru-
ra, tlale ambedhol kakajengan kinarya sasawat. (50) Pranyata li-
man saged basa jalrna, nguwuh-uwuh : "Heh manusa aja gendhak
sikara, angrebut gagawanku, ulungna takjaluk."
Gangsa mungel plajengan sanga, liman nututi dhateng raden
Parnadi.
Ngadeg Semar saanakipun, Arjuna dhateng arnbekta retna
Drusilawati, gangsa dipun suwuk, dipun suluki greget sangsa:
Sekar Sardulawikridita larnpah: 19 : Tatkala narpa Ce: da
mati nguni weh, sang Sastradarma pareng, kanteki rahina, ma-
sangsaya mawas, hyang surya lumreng rana, makansehnira sang;
Wirathanarpa len, Pancawala adulur, Nirbita maka pa: ngruhun
putunira, wira tri ya nindita.
Parta ngandika: "Kakang Badranaya, tunggunen kakangrnbok
iki karo anakmu si Petruk si Nalagareng, taklungakne gajahe kae."
Aturipun Semar: " lnggih sandika, tujune niki wau boten ke-
banjur digawa minggat buron alas. "
"Kakangrnbok sampeyan kantun ing ngriki kula panggihane
liman punika."
Raden Parnadi mangsah, lajeng sedhakep suku tunggal, nu-
tupi babahan hawa angeningaken panca - (51)- driya, nenedha
ing bathara, anyipta sanjata bajra, tinekan panedhane, medal bayu-
bajra umeses, dipun suluki greget saut sanga:
Sekar Kusumawicitra lampah: 12: Buta Pandhawa, tata gati
wisaya, indri yaksa sa: ra maruta pawana, bana marga sa: mirana
Ian warayang, panca bayu wi : sikan gulingan lima.
Dipun caritakaken : Lah ing kana ta wau, raden Arjuna sam-
pun tine kan ciptaning wardaya, angin sangsaya ngidid medal sin-
dhung prahara.
Sang Parta ngandika: "Angin talqaluk gawemu sirnakna ga-
jah putih ingkang andhustha kakangrnbok Drusilawati."
Gangsa mungel plajengen sanga. Prahara arnbekta dwipangga
lajeng sima katut maruta datan kantenan tibanipun, gangsa kasirep
70
dados ayak-ayakan, raden Pamadi lajeng manggihi retna Drusila-
wati tuwin rcpat punakawan tiga. gangsa dipun suwuk. dipun
su luki pa the t sanga:
Sekar Rini lampah : 17: Mulat mara sang Par : ta smu kama-
nusan, kasre pan ring ti : ngkahning mungsuhnira n: padha kadangta
ya: wwang waneha , hana wwang anaking: yayah m yang ibu len,
umangge h paman , mangkadi narpa Kar: na Salya Bisma sang:
dwija nggeguru .
Raden Pamadi matur: "Kados pundi kakangmbok, denc sam-
peyan dipun bekta ing liman punika wau, ketujunipun kalercsan,
kapanggih ing kula , ye n ta boten kasumcrepan ing kadang warga,
saestu kakangm bok d ipun bekta ngum bara sapurug-purugipun. "
Retna Drusilawati mangsuli: "Adhiku Pamadi, maune aku
turu ana ing kradenayon, aku ora sumurup purwane, aku tangi
turu wis katemu ana gigiring gajah digawa manjing ing alas, ujare
arep digawa ma rang alas gedhe. "
Semar matur ing retna Drusilawati : " I d ene iki raden ayu
ing Ngastina, sampeyan katuran senggan panakrama."
Wangsulanipun: "lya Semar kowe am bagekake ing aku, sa-
durung sa wise taktrima."
Nalagareng matur : " Kula nuwun , ngaturaken , tlebok tai
kula."
Wangsulanipun : " lya Nalagareng pangabektimu ing aku tak
trima, kowe padha becik?"
Aturipun Nalagareng: "Etangipun seprika-sepriki jasad kula
punika inggih taksih ajeg kemawon, boten kalong boten wewah."
Pe truk matur ing retna Drusilawati: "Pangabekti kula kon-
juka ing sampeyan."
Wangs ulanipun : "lya Petruk banget panarimaku, kowe nga-
bekti ing aku."
Petruk matur malih : "Dados raden ayu punika dipun colong
mawon kalih pun gajah wau, lah raka (52)-raka jengandika punapa
boten won ten sumerep, dene botcn won ten ingkang nututi."
Retna Drusilawati mangsuli: " Layak Petruk ora nana sumu-
rup, marga gajah iku lebuning kadhaton wayah bengi, ora metu
ing Ia wang ambedhah pager bata."
Petruk ngucap ing Nalagareng: "Anua priye kang Gareng,
apa arep dipangan apa arep dikapakake kathik ana kewan a.kal-
akaJ nyolong man usa."

. 71
Nalagareng sumaur: "Yen niyata digaglag rak wis didhahar
sakkal, muiane kuwe digawa mubeng, ayake arep digawa ngiwa
sing adoh manusa, banjur dijak ningkahan."
Petruk gumuyu sumaur: "Heng heng heng gek rekane bae
priye, ewone raden ayu iku beja meh dirabeni wong gedhe ba-
nget."
Raden Pamadi matur: "lng mangke kakangmbok kados
pundi karsa sampeyan, yen kapareng sumangga kula dherekaken
kondur dhateng nagari Ngastina."
Retna Drusilawati mangsuli: "lya adhi jangji kowe ingkang
ngiringake, aku milu bae apa ing sakarepmu, yen ora si adhi ing-
kang ngiringake, aku ora keduga lumaku dhewe, manawa diba-
leni gajah ingkang andhustha dhingin."
Arya Palguna umatur: "Inggih suwawi kakangmbok kula dhe-
rekaken kondur."
Gangsa mungel ayak-ayakan angsa. Retna Drusilawati lumam-
pah kadherekaken, raden Pamadi sapunakawanipun, saantawis
lampahan, kajeng katancebaken tengah, gangsa kasuwuk, dipun
suluki pathet sanga:
Sekar Maduretna lampah: 12: Narpati Danna, putra myang
Dananjaya, matur ring raka, narendra Arimurti: saha waspa ing,
madyama wasananira, katur sadaya, mring sang reh maduretna.
Dipun caritakaken: Lah ing kana ta wau, satriya ing Madu-
kara andherekaken ing retna Drusilawati seja kondur mring nagari
Ngastina, tan pisah repat punakawan tiga, sampun lepas lampah-
ipun medal, saking wana, Sinigeg ingkang lagya lumampah, genti
kocapa pabarisaning wadya Banakeling tansah liwung angupaya
simaning putri.

72
X. RADEN PAMADI KAPAPAG UTUSAN BANAKELING,
DADOS PRANG .

Mungel ladrangan Liwung: ngadeg patih Jayasubanda, tu-


menggung Jayawiladaka, sasampunipun tata dennya lungguh, gen-
dhing kajantur dipun caritakaken:
Anenggih ing pundi ingkang genti kocapa, pabarisan tepining
wana Jatirokeh punggawa ing Banakeling (53), tutungguling pra-
jurit rekyana patih J ayasubanda, kalih tumenggung J ayawiladaka,
cinarita unduring dennya bandayuda kalih rata danawa ing Tim-
bultaunan, sadaya prajurit sami manjing wana, bawane lagya
kinarya lelampahan, palajenge wadya Banakeling kalingan god hong
salembar, temah kaecalan lari, wedale saking wana patih Jayasu-
banda, lajeng undhang darnel pasanggrahan, angayemaken wadya
lit, tuwin angrantu para kawula bala ingkang kapisah mad yan ing
prang. Gangsa mantun dipun jantur, saantawis kasuwuk, dipun
suluki greget saut sanga:

Sekar Rini lampah: 17: Punggawa prayitna, Pudhendha


mangaran, amamrih lawan, sang Dasawadana, anuduh punggawa:
Wiradumraksa, mangrusak ing gelar: ardacandranira, patih Su-
wanda, gadgada umangsah, wahana dwipangga : mangundha dhan-
dha.
J ayawiladaka matur : "Kados pundi kakang ad ipati karsa
jengandika, lampah punika sampun Iami dereng angsal darnel,
yen ta namung dipun sarantosaken wonten ing pasanggrahan
ngriki kemawon, kados tanpa wekasan, margi tebih padhusunan
sepen tiyang ingkang dipun pitakeni sin ten. "
Wangsulanipun : "Adhi J ayawiladaka, yen karepe pun ka-
kang, mung nganti kumpule batur ingkang padha kapisah nalika
bandayuda, sinambi ngayemake pikiring wong cilik, rehning men-
tas kaburu ing mungsuh bisaa pulih kuwanene , marga wantuning
cilik adhi sathithik budine, tipis ungape, beda karo kaya si adhi
utawa pun kakang, padha duwe kaelingan, kapatedhan kawiba-
ning gusti, dene yen wis ngumpul bala ingkang padha kapisah

73
sarta wis tentrem pikire, iya prayoga ngalih pakuwon, ingkang
adhakan dalaning wong padha papasaran."
Aturipun Jayawiladaka: "Kula nuwun inggih, kakang adi-
pati yen makaten karsa sampeyan, kula inggih mrayogekaken,
angangin pawartos titiyang ingkang sami pepekenan, adat manawi
dhasar wonten kiwa panengenipun ing padhusunan ngriki, titi-
yang ingkang kapranggul dhateng raden ayu, saestu salah satung-
gal wonten ingkang reraosan, dhasar murcanipun sang putri
punika sampun lami dipun upadosi ing nagari, kula kinten sam-
pun tebih pawartosipun." (54) .
Dipun caritakaken: Wau ta eca imbalan wacana, rekyana
patih Jayawubanda kalih tumenggung Jayawiladaka mungging
taru b wangunan, kasaru gedering jalma ing pabarisan, sami alok
yen wonten wanudya endah warnane, lumampah celak pabarisan.
Patih ngucap: "Adhi, apa geger ing pabarisan, apa baya yeksa
ing Timbultaunan nututi mrene, ayo adhi padha dipirsa, nanging
diprayitna."
Aturipun Jayawiladaka : "Kula nuwun kakang adipati, kan-
tuna pinarak kula pirsanipun ingkang karya gita. "
Gangsa mungel palajengan sanga, J ayawiladaka, J ayasubanda,
kalampahaken manengen, ngadeg raden Pamadi, retna Drusilawati
lenggah jajar ing wurining satriya Madukara, Semar saanakipun
lungguh ngandhap kapara ing wuri, Jayawiladaka dhateng men-
dhak lenggah ing ngandhap. Gangsa kasuwuk dipun suluki pathet
sanga:
Sekar Sulanjari lampah: 20 : Tandya bala: Pandhawambyuk
gumulung mangungsir: ring sata Kurawa, kambah kosi : k sru ka-
titih, mirut kerut larut, katut para ratu, tuwin sagung, pra dipati,
katut kapalayu, sigra praptanira, Aswatama, tatanya lah, pageme
ta iki: ya padha lumayu.
Raden Pamadi andangu: "Kowe iku wong ing ngendi, sapa
aranmu, apa sejamu marpeki anggonku lumaku, cedhak kowe
banjur nguncupake tangan, ora aku iki apitambuh, bokmanawa
kliru panyembahmu ing aku, yen mung mamadha rupa bae."
Aturipun : "Kula nuwun, raden manawi klintunipun paningal
kula kados bot en, pantes panjenenganipun raden Pamadi dereng
pirsa dhateng pun Jayawiladaka, kula punika punggawa ing Bana-
keling, mila kula sowan ing ngarsa sampeyan, lampah kula punika
kautus ngupadosi sirnanipun ratna Drusilawati, ing mangke
mbakyu jengandika katingal lumampah, raden ingkang andherek-

74
aken. Punika kados pundi purwanipun, tuwin karsanipun raden
mbakayu jengandika badhe kabekta dhateng ing pundi."
Raden Pamadi mangsuli: "Jayawiladaka, bener ora kliru ya
aku ingkang aran Parnadi, dene kowe takon purwane, kakang-
mbok iki maune didhustha ing gajah putih, digawa ngumbara ana
ing alas, pinuju aku leren anggonku lumaku krungu sambate ka-
kangmbok anguwuh aranku anjaluk tulung, banjur takrebut, dene
gajahe wis sima, tak panah barat, karsane kakangm bok kondur
marang Ngastina, mulane iki tadherekake dhewe, bakal takaturake
kakang prabu Kurupati. (55).
Jayawiladaka matur: "Sarnpun raden mbakyu jengandika
punika kula suwun, boten susah panjenenganipun raden andhe-
rekaken dumugi Ngastina, kula watawis ngantosa dhateng Ngas-
tina malah mandar sarnpeyan manggih susah, amargi sirnanipun
raden ayu punika kabekta ing duratmaka, raka jengandika ingkang
sinuhun Ngastina sanget dukanipun, para sata Kurawa kasebar
sarni ngupadosi, kafih malih punapa raden dereng mireng, yen
raden ayu punika meh dumugi ing darnel, kadhaupaken kalih
gusti kula ing Banakeling."
Raden Pamadi ngandika: "lya Jayawiladaka, wis sumurup
aku yen kakangmbok iki bakal didhaupake karo bandaramu utawa
atunnu mau bener, sirnane kakangmbok marga ginawa ing durat-
maka, ananging aku tcmen-temen tutulung, ewadene kudu ora di-
trima iya apa sakarepe, nanging yen kakangm bok arep kokjaluk
aku ora aweh, ewadene yen wis katur ing kakang prabu Ngastina
apa sakarsane."
Jayawiladaka ngadeg jajar, dipun suluki greget saut sanga:
Sekar Sardulawikridita larnpah : 19 : Dyan Seta umangsah,
krodhanira dening, patining ari kalih, tumanduk sabala: galak lir
sardula, nedhe ng mangsa kumerut, prawira Wiratha, umangsah
mangukih, lir buta mangsa daging, Seta senapati , gumrit ratanira,
menthang langkap nglepasi.
Jayawiladaka ngucap: "I raden Pamadi, punapa yektos
sampeyan boten pareng, retna Drusilawati kula suwun, mangke
mindhak boten prayogi dadosipun."
Arjuna mesem ngandika: "Lho Jayawiladaka kowe ngantep
ing aku, arep apa, mengko aku ora aweh, besuk ora aweh, yen
kowe arep paripaksa mara cobanen, masa taktinggala Jumayu."
Gangsa mungel sr(}pegan tanggung sanga. J ayawiladaka
ngrangsang ing sang Arjuna;:'tinepak mukanipun dhawah kaleng-
gak, nulya dinugang gumlundhung, tangi lajeng prang Jayawila-
75
daka narik curiga, raden Pamadi ginoco wanti-wanti datan tu-
mama, Jayawiladaka keni jinambak sirahipun, tinungkulaken la-
jeng dipun tempiling, niba kanteka cinandhak binuwang dhawah
ambanyaki, tangi enget nulya lumajeng, panggih patih Jayasu-
banda. Gangsa kasuwuk dipun suluki greget saut sanga:
Sekar Sardulawikridita lampah: 19: Tatkala narpa Ce : da
mati nguni weh, sang Sastradarma pareng, kanteki rahina, ma-
sangsaya mawas, hyang surya lumreng rana, makansehnira sang:
Wirathanarpa len, Pancasala adulur, Nirbita mangka pa: ngruhun
putunira, wira tri ya nindita.
Jayasubanda ngucap: "Lah dene jeneng para adh.i, takwas-
padakake anggon para bandayuda kapara sor titih, sapa lawane
si adhi, 'apa muiane dadi bandayuda." (5 6).
Aturipun Jayawiladaka: "Kauningana ing sampeyan kakang
adipati, lawan kula bandayuda punika wau, raden Pamadi, margi
re tna Drusilawati lumampah ingkang andherekaken satriya Madu-
kara, pangakenipun raden Pamadi punika, katrenjuh sang putri
kabekta ing liman seta, liman punika pancen ingkang andhustha
sang re tna, Jajeng raden ayu rinebat ing raden Pam adi kenging,
dene dipangga ingkang andhustha ing sapunika sampun sima,
kabuncang sinanjata bajra, karsanipun retna Drusilawati badhe
kadherekaken kondur dhateng Ngastina. Rehdenten cariyos
punika kula manah dupara, dewi Drusilawati kula suwun boten
pareng, kalampahan dados prang punika."
Patih mangsuli sabda: "Bener adhi anggonmu prayitna, mbok
manawa iku mung sengadi bae, nanging pancen ora susah nganti
rinewang prang arebut pati, ujar wis karuwan ingkang anggawa,
jaba dikondhol aja nganti kaelangan Jari, salah siji ana ingkang
ngaturi uninga ing gusti, ewadene tumrap paamet mina ing sa-
jroning pakedhungan, rehning banyune wis buthek kakebur, kalah
cacak menang cacak adhi kejaba ditibani wisaya. Dene yen pun
kakang ora kaconggah, kebat si adhi matura ing gusti, tak kodhole
lampahe sang retna. Wis adhi sumingkira takcobane."
Aturipun Jayawiladaka: "lnggih sumangga kakang adipati,
nanging ingkang ngatos-atos, boten kenging sinanggi miring yuda-
nipun raden Pamadi, ambandakalani, kula dhawahi dedamel,
rnleset kemawon, tangkepipun ayem tur c ukat wah tram pi!."
Patih nguwuh ing raden Pamadi: "Heh raden Pamadi, yen
kena takeman, dewi Drusilawati ulungna, jangji koulungake
aku kang nanggung ing kaluputamu, ora-orane dadi dukane si-
nuhun ing Ngastina."
76
''

Raden Pamadi mangsuli: "Ora sapa aranmu wong Banakeling,


arep anjaluk kakangmbok Drusilawati, yen saiki takrewangi beng-
kah dhadhaku, ewadene yen wis katur kakang prabu Ngastina, apa
ing sakarsane, kowe paripaksa mara ayonana."
Patih ngucap malih: "Yen kowe tambuh ing aku, aku wa-
wrangka Banakeling patih Jayasubanda aranku, mendhak alingan
katon alamu Pamadi, ya singa tiwasa."
Gangsa mungel srepegan tanggung sanga, Jayasubanda prang
kalih raden Pamadi, dangu Jayasubanda kuwalahan, tinepak
mukanira anjungkel dipun dugang malesat, kantaka barangkangan,
enget angambil dhandha. Gangsa kasuwuk dipun suluki
greget saut sanga :
Sekar Medhangmiring lampah : 23: Atari pcjah: ning kang
prawara So : madentatanaya, (57) tekap Sinisuta, mangkin apa-
rek, Jayadrata tekap, sang Aijuna Warko: dhara norakamu, maka
muka sang: dwijendra Kama Kar: pa Salya kuruku: tarlen girikola.
Parta susumbar: "Heh rebuten sura mrata jaya mrata mit
satriya kawasa, anglanadikara, imbang-imbangana tan bara, mara
leganing atiku J ayasubanda, aja genti mara barenga mangsah."
Patih sumaur : "lya jagad dewa bathara, nyata yen prawira
satriya Madukara, layak si adhi Jayawiladaka keplayu, tangane
tibane kaya gayung wesi, takarani pecah wasuku, nganti sumaput
aku. Heh apa kang katon iki."
Sauri pun Arjuna: "Kowe nyandhak gada, arep bali mara
pedhaka mrene, ora-orane Pamadi atinggal galanggang, colong
playu."
J ayasubanda mangsuli: "Iya dingati-ati Pamadi, kena tak-
sabet dhandha, ora sida remuk bangkemu."
Gangsa mungel srepegan tanggung sanga. J ayasubanda mang-
sah prang Ian Arjuna, Parta ginada milar lepat , dangu-dangu
gadanipun Jayasubanda kenging rinebat ing sang Arjuna patih
sinabet gada gumeter ambruk, cinandhak binuwang tinututan gada
sinawataken, Jayasubanda dhawah katututan gada, kantaka ing
enggen, rinebut bala ing Banakeling, patih binekta mundur man-
tuk, J ayawiladaka angrumiyini lampahing sang Parta.
Ngadeg retna Drusilawati, raden Pamadi sapunakawanipun.
Gangsa kasuwuk dipun suluki pathet Manyura alit:

Sekar Sasadarakawekas lampah: 20: Meh raina semu bang,


hyang haruna kadi ne: traning angga rapuh, sabdaning kang kila
ring, kanigara seketer, kinidung ning akung, lir wuwusing pini-

77
pan: ca papeteking ayam, waneh ring pagakan, mrak manguwuh
bramara ngrabaseng kusuma ring: wara baswana rum.
Retna Drusilawati ngandika sang Parta: "Adhi priye saiki,
punggawa ing Banakeling ingkang bandayuda Ian kowe."
Aturipun : "Kula nuwun kakangmbok, tiyang Banakeling
sampun sami bibar."
Semar matur ing raden Pamadi: "Kados pundi bandara karsa
sampeyan, punika alad-aladipun, boten wande punika wonten
tunggilipun dados prakawis, sampeyan dipun wastani ngiwat raka
jengandika raden ayu, paribasan Iegan golek gawean."
Arjuna mangsuli: "Iya sanajan diaranana ala kakang, wong
aku sumeja tutulung becik."
Retna Drusilawati nyambungi sabda: "Aja sum elang pikirmu
Semar, bandaramu si adhi yen aku isih urip, takmatur ing kakang
prabu, wong bandaramu temen tutulung, witne ajaa ana bandara-
mu, aku pasthi sida tiwas digawa ing gajah putih." (58) .
Aturipun Semar: "lnggih sokur raden ayu, yen karsa anerang-
aken lampahipun rayi sampeyan, katuripun raka jengandika
kangjeng sinuhun, yen boten makaten tamtu rayi sampeyan ban-
dara manggih susah, rehning priya kalih wanudya taksih sami
taruna."
Raden Pamadi matur: "Mangga kakangmbok saselotipun sami
lumampah, daya-daya dumugi negari ing Ngastina."
Wangsulanipun: " lya adhi, ayo mangkat."
Gangsa mungel ayak-ayakan Manyura, retna Drusilawati, ra-
den Pamadi sami kalampahaken, tuwin repat punakawan, Semar
Nalagareng Petruk umiring tan tebih, sawatawis lampahan kajeng
katancebaken tcngah. Gangsa kasuwuk dipun suluki pathet Ma-
nyura :
Sekar Rini lampah: 17: Lengeng gati nikang, hawan saba-
saba , nikeng Ngastina, saman tara tekeng, Tegalkuru nararya:
Kresna laku, sircng Parasura: rna Kanwa Janaka, dulur Naradha,
kapanggih iri kang, tegal milu ing kar: ya sang bupati.
Dipun caritakaken: Lah ing kana ta wau , satriya Madukara
sampun laju lumampah, andherekaken retna Drusilawati, repat
punakawan tiga sami tut wuntat, mangkana sampun ngambah
marga ing padhusunan, truntunan jalma sami pepekenan, singa ka-
papag anjenger tumon warnane sang Parta tuwin retna Drusila-
wati, warna-wama panarkane, ana ingkang ngira panganten anyar,
sawcneh narka jalma bebedhangan lajeng rangkat, dene sembada
kang wadon ayu, lanangane bagus, temah saben desa ingkang

78
kamargan, jalma jalu estri ageng alit gumrubyug sami nonton,
saweneh laju umiring saking rumaos dereng marem anon ingkang
lelampah. .
Sinigeg ingkang lagya lumampah, genti kocapa ing pasang-
grahaning sata Kurawa Ngastina, ngupaya sirnanipun retna Dru-
silawati tan pegat dennya kandha-kinandha.

79
XI. RADEN PAMADI KACEPENG DENING ADIPATI KARNA,
KABEKTA DHATENG NGASTINA.

Mungel ladrangan Kandha Manyura, ngadeg adipati Kama,


ingkang jajar pinarak arya Sangkuni , raden Durmuka, Durmagati,
Kartarnarma, sami ngadhep lenggah ngandhap, gendhing kajantur.
Dipun caritakaken: Anenggih ing pundi ingkang genti kocapa,
ing pasanggrahan sacelaking wana ing J atirokeh, sin ten ingkang
pinarak ing tarub wangunan, adipati Karna, minangka tungguling
sata Kurawa, ingkang minangka pramugarining pabarisan, raden
arya Sangkuni, pepak para putra Kurawa (59), pangarsa rader
Durmuka:, raden Durmagati, raden Kartamarma, raden Jayawi·
katha, para punggawa tuwin prajurit. Nuju pirembagan arnbalabar
sarni sowan ing senapati, acacawang karya, sampun !ami denira
ngupaya retna Drusilawati, dereng saged pinanggih, seja ngangin-
angin pawarta, sepen mila sarni kumpul apirembagan, mangkana
pangudasmaraning driya adipati Ngawangga: "Ya jagad dewa ba-
thara, upama ora bisa katemu si Drusilawati, iba dukane yayi aji
Ngastina." Gangsa kasesegaken lajeng dipun suwuk, dipun suluki
Sastra-datan :
Sekar Sardulawikridita lampah: 19 : Tatkala narpa Ce:
da mati nguni weh, sang Sastradarma pareng. kanteki raina, ma-
sangsaya mawas, hyang surya lumreng rana , makansehnira sang:
Wirathanarpa len, Pancawala adulur, Nirbita mangka pa: ngruhun
putunira, wira tri ya nindita.
Karna ngucap ing Sangkuni : "Paman arya Sangkuni. mila
parnan sami kula aturi dhatcng pasanggrahan kul a, kados pundi
prayoginipun larnpah punika, rehning sampun antawis larni de-
re ng won ten pawartosipun, ing pundi panggenanipun putra jengan-
dika rayi kula Drusilawati, yen manggung dipun antosi kemawon,
inggih yen saged tumunten timbul , upami botcn timbul piambak,
saestu badhe tanpa wekasan."
Aturipun arya Sangkuni: "Anak adipati, andangu pawar-
tosipun ingkang sarni kula sebar dhateng dhusun sajawining bawah
Ngastina, punapa dene ingkang sami nuksma dhateng sanesing

10
nagari, sami sepen boten angsal pawartos. Punapa malih kabaring
tiyang ingkang sami lumampah dhateng peken-peken, inggih sepen
pawartosipun. Lah kados pundi anak dipati, yen ta lembu maesa
kabekta ing dursila, katurut ing pundi puruging lacakipun, sareng
punika ngupadosi tanpa lacak, saestu namung anon pamireng,
tuwin ang]ampahaken panginten-kinten. Mangka pawartosipun
sepen, ewed temen pamurih kula sagedipun lumampah ngupadosi
dhateng sadhengah panggenan." (60).
Adipati Ngawangga mangsuli: " Manawi paman arya anyem-
badani, upami kula lajeng dhateng Ngamarta paring uninga kang
sarta nedha pitulung ing yayi prabu Yudhisthira sirnanipun Dru-
silawati, lajeng kula tajug kemawon, yen calorotipun manjing pr~a
Ngamarta, supados saged nunten jembar pawartosipun. Dene
manawi nagari Ngamarta sepen, gampil kaupadosan sanesipun
nagari."
Wangsulanipun arya Sangkuni: "Anak dipati inggih prayogi
mundhut pitulungipun rayi sampeyan Pandhawa, nanging sampun
anak adipati n~ug, yen pun Drusilawati clorotipun manjing Nga-
marta, mbokmanawi kenging wiraos amatang tuna, mewahi prake-
wcd, prayogi sengadiya kautus masrahaken sirnanipun rayi sam-
peyan pun Drusilawati, rehning rayi jengandika pangupaycrnipun
sam pun rumaos cabar."
Lajeng dipun caritakaken : Wau ta eca imbal wacana adipati
Kama kalih raden apatih arya Sangkuni, kasaru dhatengipun tu-
menggung Jayawiladaka, dumrojog manjing pasanggrahan. Gangsa
mungel srepegan tanggung manyura, sasampunipun tata lenggah,
gangsa kasuwuk tanpa suluk.
Arya Sangkuni ngucap : "Lah iki si Jayawiladaka , bagca sa-
tekamu .ing pasanggrahan. Lakumu apa diutus ing gustimu, apa
gawemu dhc we. Taksawang dene gita lakumu."
Aturipun : "Kawula · nuwun, sih panembramanipun raden
apatih, sadcreng scsampunipun dahat kalingga murda, kawula
tampe ni ing asta kakalih, kapetck ing mastaka lumebera ing pra-
naja, dadosa rad daging kayuwanan, kawula pundhi kados jimat
pripih, sowan kawula ngaturi unginga, ingkag wau kawula kautus
ngupadosi sirnanipun retna Drusilawati, kanthi pun kakang Jasu-
banda, sarcng kawula sami masanggrahan, cclak ing wana Sinang-
sraya, gusti kawula rctna Drusilawati lumampah medal saking
wana, ingkang andherekaken putra jengandika raden Pamadi sa-
punakawanipun. Kawula suwun rctna Drusilawati raden Pamadi
boten pareng, pangakenipun retna Drusilawati kabekta ing liman
81
seta. Kalampahan kawula bandawasani, nanging kawula boten ku-
wawi, pun kakang Jayasubanda ingkang sanget anyandhang kanin,
kula sumangga ing sampeyan."
Sinegeg. Dipun suluki greget saut Manyura alit:
Sekar Medhangmiring lampah : 23: Atari pejah: ning kang
prawara So: madentatanaya, tekap Sinisuta, mangkin aparek,
Jayadrata tekap, sang Arjuna Warko: dhara norakamu, mangka
muka sang: dwijendra Kama Kar: pa Salya kuruku : tarlen girikola.
Adipati Kama ngucap : "Ing saiki Jayawiladaka, si Pamadi
ana ngendi, apa isih angiringake si Drusilawati, apa banjur pisah
parane?" (61 ).
Aturipun: "Kawula nuwun, ing sapunika inggih taksih kum-
pul lampahipun, saweg pangakenipun badhe kadherekaken kondur
dhateng Ngastina, kados. boten tebih kalih lap1pah kawula punika
wau." · ·
Kama ngandika : "Kados pundi pam an arya karsa sampeyan,
lampahipun punggawa ing Banakeling punika, punapa lajeng ka-
dhawuhan mantuk dhateng Banakeling, punapa kapurih ngentosi
dhatengipun putra sampeyan pun Pamadi, tuwin rayi kula pun
Drusilawati. "
Wangsulanipun arya Sangkuni : "Anak adipati pun Jayawila-
daka prayogi lajeng kadhawuhan mantuk, rayi sampeyan pun
Jayadrata lajenga sowan dhateng Ngastina, sakedhik perlunipun
ngentosi dhatengipun rayi jengandika ing Madukara."
Adipati Ngawangga ngandika: " Jayawiladaka lakumu wis
taktrima nggonmu ngaturi uninga tekane si Drusilawati, kowe
banjur muliha, matura ing gustimu, yen si Drusilawati wis teka,
gustimu banjura seba marang Ngastina, karsane yayi aji Ngastina,
ing samasa-masa si Drusilawati katemu banjur didhaupake karo
gustimu."
Aturipun Jayawiladaka: "Kawula nuwun, inggih dhateng
sandika, paduka kantuna pinarak, pun Jayawiladaka nyuwun idi
pangestu."
Jayawiladaka mundur, dipun suluki greget sau Manyura:
Sekar Rini lampah : 17 : Punggawa prayitna, Pudhendha ma-
ngaran, amamrih lawan, sang Dasawadana, anuduh punggawa, Wi-
radumrakasa, mangrusak ing gelar, ardacandranira, patih Suwanda,
gadgada umangsah, wahana dwipangga, mangundha dhandha.
Kama nabda ing Sangkuni: "Paman kados pundi prayogi-
nipun, punapa lajeng dipun kasap kacepeng pun Pamadi, punika
kula wastani tiyang ngiwat kawaspadan, dhasar sam pun tekonipun
82
putra sampeyan Madukara, ngremen ngrisak pager ayu, ngoyag-
oyag turus ijo."
Aturipun Sangkuni: "lnggih leres anak adipati, ngakena
resik pun J anaka, yen dhateng tiyang estri, o sam pun dora, na-
nging sampun dipun badhagal, matosi, lare nek klemprang-klem-
preng sok ngrampungi darnel, sanes kalih rayi-rayi jengandika
Kurawa Ngastina, tiang badhigas ora godag, yen ana tarub bae
pating brengok kaya Aprikah manyanyi."
Adipati Ngawangga undhang-undhang: "Adhi-adhiku Kurawa
padha ngati-ati gelar saben aja lali, sadhiyanana jempana supaya si
Pamadi pisah karo si Drusilawati, padha dibajung alus apitambu-
hana bae, aja na milu anyedhaki si Pamadi. Mangga paman arya
dipun celaki pun Janaka. (62).
Raden Pamadi Ian dewi Drusilawati pinethukaken para Ku-
rawa. (63).
Gangsa mungel ayak-ayakan Manyura, Kama Sangkuni sami
kalampahaken, para Kurawa sampun mirantos jempana, tuwin
prayitna ing prang.
Raden Pamadi, retna Drusilawati, sapunakawanipun, sareng
mirsa yen adipati Kama tuwin arya Sangkuni methukaken, ambek-
ta jempana, anulya kendel ing lampahipun, sami tata lenggah,
Drusilawati mungging ngarsa jajar Ian sang Parta, punakawan
tiga mungging wuri sang Pamadi. Sareng Kama Sangkuni sampun
sami lenggah satata, gangsa dipun suwuk, dipun suluki pathet
Manyura :
Sekar Rini lampah: 17: Mulat mara sang Par: ta smu kama-
nusan, kasrepan ring ting: kahning mungsuhniran, padha kadang-
ta ya : wwang waneha, ana wwang anaking, yayah myang ibu
len, umanggeh paman, mangkadi narpa Kar : na Salya Bisma
sang: dwija nggeh guru.
Pamadi matur : " Pangabekti kula kakang adipati Kama ka-
tura ing sampeyan."
Wangsulanipun Kama : "Adhimas jeneng para ngabekti ing
pun kakang, sadurung sauwise banget ing panarim a mara, jeneng
para padha rahaija."
Aturipun raden Pamadi : "Kula nuwun inggih pangestunipun
kakang adipati, kula pundhi kados jimat."
Arjuna nembrama ing Sangkuni: "Paman arya Sangkuni, ka-
turan panakrama sadhateng sampeyan ing ngajeng kula."
Wangsulanipun patih Sangkuni: "Inggih panakramanipun
anakmas Madukara, katampen asta kalih, kapetek ing jaja lume-
83
bera ing pangkon, arnewahana bawa lesana. Anakmas sarni ba-
suki."
Arjuna arnangsuli: "Parnan arya Sangkuni, saking pangestu
sarnpeyan raharja ing salampah kula."
Retna Drusilawati nembrarna ing Kama: "Kula nuwun ka-
kang adipati Ngawangga, pangabekti kula katura ing sarnpeyan."
Kama mangsuli sabda: "Rara Drusilawati pangabektirnu ing
aku, sadurung sauwise banget panarirnaku. Kowe padha raharja
salawasmu lunga teka ing Ngastina."
Aturipun Drusilawati: "Kula nuwun kakang adipati, saking
pangestu sarnpeyan raharja ing sadangunipun."
Retna Drusilawati matur ing Sangkuni: "Parnan arya Sang-
kuni, pangabekti kula katura ing sarnpeyan."
Wangsulanipun : " lya rara Drusilawati, pangabektirnu rna-
rang aku taktrima."
Semar matur ing Karna : "I iki mau ndaraku Ngawangga,
sarnpeyan katuran panakararna."
Kama mangsuli: "lya Semar taktrima kowe am bagekake
ing aku."
Nalagareng matur: "E lah dalah ndara dipati, ngaturaken
talobok tai kula, kulunun." (64) .
Wangsulanipun Kama: "Iya Nalagareng kowe padha becik."
Nalagareng mangsuli: "Kriyin mila Nalagareng boten enten
sing bagus."
Petruk matur: "Eng iki mau ndara Wangga, sarnpeyan sarni
sugeng mawon."
Wangsulanipun: "lya Petruk kowe padha raharja."
Aturipun: "Inggih pangestu sarnpeyan sokur."
Semar ambagekaken ing raden Sangkuni: "E lah iki raden
patih Sang, dika sugeng mawon."
Wangsulanipun : "lya Mar padha slarnet."
Nalagareng matur: "I iya iki mau raden dipati Ku, sampe-
yan katuran panakrama."
Arya Sangkuni ngucap: "Lho iku priye jeneng siji diprail-
prail. Ya Nalagareng taktrima, kowe arnbagekake ing aku."
Petruk matur ing raden arya Sangkuni: "mBok nggih ka-
jenge Ni, pinten-pinten jeneng siji saged babar."
Sangkuni ngucap : "Mara ta mara tum on sida dipecah-pecah
jenengku nganti pating sluwir."
Petruk gumuyu matur: "Heng heng heng kathik duwe watir
kyaine, mbok nggih kajenge embah, rowak-rawek jeneng empun
84
kanggo lawas, rak becik disalini sing kedhut, jeneng ndika Seng-
kuni nik.u rak empun sayah bebret, besuk mundhak digawe
colok."
Nalagareng nyelani ngucap ing Petruk : "Ha ha sarawilah,
kathik kaya jarit amoh Truk, ana jeneng jare ambebret, ayak
iya becik disalinana jenenge, karo trekadhang watakane salin,
jeneng kok kay a wedang semawah nganggo sengkrengseng. ''
Petruk ambagekaken: Kula nuwun pangabekti kula katur
ing raden arya Sangkuni, sami raharja rawuh sampeyan."
Arya Sangkuni watuk kapingkel-pingkel , boten saged mang-
suli, asta klowa-klawe. Petruk udut wuripun lirang dipun abul-
abul, kalih ngucap : "Lho rak wiyahen, diandhapi malah ora ge-
lem sumaur, kyai dika sugeng rna won. "
Arya Sangkuni mangsuli taksih watuk : "Ehek ehek, o dike-
lah warasan awakku, dudu wong udut sabaene, sasat ngutugi
irung jaran pileg, ana lintingan gedhene salengen, gandane nglan-
deng lirang thok bae, olehe bisa sumaur priye wong pijer watuk,
saiki wis entek kukuse udutmu. lya Truk padha rah.arja lakuku."
Petruk matur maHh: "Putra-putra jengandika sami sugeng."
Sauripun: "Saungkurku ya padha slamet." (65).
Petruk ngucap: "Sokur, wayah-wayah tuwin canggah wareng
udheg-udheg gantung-siwur, grepak-senthe yeng-iyeng sami ra-
harja."
Sangkuni ngucap, mijet manah: "0 kajujur awakku, iki apa
wong ambagekake, apa wong anyajarah, dene nglayeg ora ram-
pung-rampung."
Sinigeg sasampuning banyolan sawatawis, dipun suluki Sas-
tradatan:
Sekar Maduretna lampah : 12: Narpati Darma, putra myang
Dananjaya, matur ring raka, narendra Arimurti, saha waspa ing,
madya wasananira, katur sadaya, mring sang reh maduretna.
Kama ngandika ing Parta: "Adhi, muiane pun kakang mar-
peki anggon para lumaku, sajatine~raka para utawa paman arya
Sangkuni, kautus ngupaya simane kadang para si Drusilawati,
ing mengko pinuju jeneng para ingkang lumaku angiringake si
Drusilawati, iku takjaluk, iki wis takgawakake jempana, Ian
purwane si adhi ketemu raka para si Drusilawati iku priye, dene
simane kadangpara iku, kang mau warana kadhustha ing durat-
maka, ambedhah pager bata."
Aturipun raden Pamadi: "Sampeyan andangu awit kula ka-
panggih kakangmbok, pinuju kula lumampah kendel sapinggiring
8S
sendhang, mireng swaranipun tiyang nangis sambat dhateng kula,
tumunten katingal dirada seta, ambekta kakangmbok. Punika la-
jeng kula rebat, liman kula sanjata bajra, kilap dhawahipun. Ka-
kangmbok lajeng kula dherekaken purlika, karsanipun badhe kon-
dur dhateng Ngastina, dene mangke kula sumangga. Ewa sapunika
prayogi kakang adipati andangu piambak dhateng kakangmbok."
Kama ngandika ing Drusilawati: "Rara Drusilawati sakawite
kowe digawa ing gajah putih iku priye."
Aturipun Drusilawati: "lngkang wau kula tilem wonten ing
kradenayon, boten pirsa purwanipun, kula nglilir sampun wonten
gigiring limim, wicantenipun dirada seta, kula badhe kabekta ing
wana ageng. Sareng kula dumugi ing wana nuju sumerep pun
Pamadi, kula lajeng dipun rebat, timan kabuncang ing maruta, pu-
nika purwanipun."
Kama ngucap: "0 tujune kawruhan si adhi Madukara, wis
ta rara nungganga jempana. Paman arya Sangkuni, sampeyan a-
jengaken titihanipun putra jengandika pun Drusilawati."
Aturipun Sangkuni: "lnggih dhateng sandika. Bocah Ngastina
ajokna jempana kuwe."
Retna Drusilawati nitih jempana, lajeng kabekta lumampah
rumiyin. Dipun suluki Sastradatan:
Sekar Bramarawilasita lampah: 11: Ramya wwang pa: dha
tustha anggrujita, tekapira, nirmala mangayun ring, trus unggya-
ning, sang sri supadniwara, tarlen dile: mbana samya mangag-
nya. (66).
Kama ngandika: "Pamadi karepmu mengko priye, apa kowe
bali ing kene apa banjur seba yayi prabu Ngastina."
Wangsulanipun: "Kula inggih lajeng so wan kakang prabu
Ngastina, masrahaken konduripun kakangmbok punika."
Kama ngandika sarta ngejepi Kurawa: "lya becik Pamadi
yen mengkono karepmu. Adhi-adhiku Kurawa ana teka padha
disawang bae, rak wis sedhenge."
Dipun sauri: "E inggih sedheng-sedheng."
Gangsa mungel plajengan Manyura, Parta dipun byuk Ku-
rawa, boten mawi suwala, lajeng dipun babayang. Semar saanak-
ipun kontrang-kantring sami nangis. Ngadek repat punakawan.
Gangsa kasuwuk, tanpa suluk.
Semar ngucap ing suta: "Lae priye thole Nalagareng Petruk,
band.aramu diwiyungyung kae priye, adhuh lae bapa bandaraku,
kaniaya temen wong Ngastina, ,tekan sedulure dipati Ngawangga
koln nganiaya tanpa dosa."

86
Nalagareng sumaur kalih nangis: "0 ndara ura-ura, priye
kyai, ndara dene dikrubut Kurawa. "
Petruk nambungi: "Lah apa ta apa, watake patih Sekutil,
nek ora jail mringkil, lah rak gelis modir, tumon wong tutulung
malah dipenthung, sudi ora aku. Lah aden adipatine Ngawangga
kae, bareng awor wong Ngastina, ya banjur katularan ati setan."
Semar ngucap: "Wis ayo thole padha ngaturi uninga sinuhun
Ngamarta bae, sok wisa kauningan, dijaluka ya masa aweha ora."
Gangsa mungel plajengan Manyura, Semar saanakipun sami
mangkat dhateng nagari Ngamarta. Arjuna winayungyung dipun
aweri cindhe puspita, asta wonten ngajeng. Gangsa kasuwuk,
dipun suluki Tlutur raras Barangmiring :
Sekar Rini lampah : 17: Lengeng gatinikang, hawan saba-saba,
nikeng Astina, samantara tekeng, Tegalkuru narar, ya Kresna laku,
siring para sura, ··rna Kanwa Janaka, dulur Naraddha, kapanggih
irikang, tegal milu ing kar: ya sang bupati.
Parta ngucap : "Aku ora dosa wong Ngastina, uculna aja ko-
pilara. "
Kama sumaur: "Lho dene ngaku ora dosa, ana dosane digen-
dhong diindhit, dadak takon dosa, apa ora rumasa, sapa ingkang
ngiringake si Drusilawati. mBok aja ambuwang tilas, api cacan-
dhang, aja kowe klamari dhadhung sanajan klamarana rambut aku
masa panglinga. mBok (67) aja kaya mengkono tekonmu, selagi
kowe duwea karep marang si Drusilawati, mbok kokdalani kang
becik, durung karuwan kakangmu Ngawangga yen ora bisa ngra-
bekake."
Parta mangsuli: "Elah punika !ega manah kula, mila kula
boten seja bangga, saking kula rumaos boten gadhah kalepatan,
ewa dene kula boten kaanggep tutulung, malah kadakwa awon
inggih sumangga, kakang adipati sampun mireng aturipun kakang-
mbok Drusilawati, nanging maksa dereng ngandel inggih jawi kula
lampahl."
Kama gumujeng ngandika: "0 Pamadi dene enggon welut
kokdoli udhet, masa payua, apa angel wong kethlkan basa, karo
si adhl niyata bangga gandra sapira wong siji, si adhi nutut iku
bener, payo takaturake yayi prabu Ngastina."
Gangsa mungel ayak-ayakan Manyura. Pamadi Kama Kurawa
sami kalampahaken, Sengkuni sareng pirsa Parta sampun kabesta
sukaning tyas tan sipi, ngentosi lampahing Parta tumut ngiring-
aken, jempana sampun tebih kabekta rumiyin. Sawatawis lampah-

87
an gangsa kasuwuk, kajeng dipun tancebaken tengah, dipun suluki
pathet Manyura:
Sekar Rini Lampah : 17: Lelawa gumandhul, ring pang kebet-
kebet, lir milu susah, yen bisa muwus, pagene Pandhawa, tan
ana tumut, ri pati aminta, prajanta sapalih, sekaring tanjung,
ruru am belasah, lesah kadya susah, ngesah kapisah.
Dipun caritakaken : Lah ing kana sampun kebut pabarisaning
Kurawa saking pasanggrahan, sukaning driya raden arya Sangkuni,
pindha manggih retna sawukir, kapanggihe retna Drusilawati,
tuwin satriya Madukara, kinira ingkang andhustha sang dewi
sampun kacepeng, mangkana enggale lampahing jempana, sampun
ngambah margi ageng ingkang anjog nagari Ngastina, kathah jalma
ingkang samya ningali, kawarta yen retna Drusilawati kapanggih
wonten ing Madukara, mila raden Pamadi turnut kabekta sarta
mawi kaaweran. Sinigeg ingkang lagya lumampah, genti kocapa
salebeting kadhaton ing Ngastina, ngambar gandaning sekar gayam.

88
XII. ADEGAN PRABU SUYUDANA,
DHATENGIPUN DEWI DRUSILAWATI.

Mungel gendhing Kembanggayam. Ngadeg Suyudana, dewi


Banowati, dewi Anggandari, parekan pe pak sami ngayap, gendhing
kajantur, dipun caritakaken:
Anenggih ing pundi ingkang genti kocapa salebeting dhatu-
laya Ngastina, prabu Kurupati ingkang lagya pinarak ing prabasu-
yasa kalih ingkang ibu retna Anggandari tuwin prameswari retna
Banowati, pepak para parekan emban tuwin inya, cinarita sir-
naning retQa Drusilawati , kalangkung orem sapraja (68) Ngastina,
tumular wadya lit ing dhusun samya bela sungkawaning narendra.
Prabu Kurupati tansah nglilipur ing ibu rama, sudaa dennya
ngarsa-arsa murcaning kang putra. Sabidhale adipati Ngawangga
tuwin rekyana patih aiya Sangkuni , wonten sudaning tyas dennya
sungkawa retna Anggandari, wewah linipur dening sang prabu tu-
win retna Banuwati, karsa ngajar beksaning badhaya srimpi. !ng
mangke dupi sampun !ami adipati Kama dereng dhateng, ratu-
ibu enget wilangun ing putra ingkang murca, mangkana pangu-
dasmaraning driya: "Priye bae yen ora bisa katemu anakku si
Drusilawati."
Gangsa kaunggahaken, sawatawis kasuwuk, dipun suluki pa-
thet Manyura :
Sekar Sardulawikridita lampah: 19: Leleng ramyaning kang:
sasangka kumenyar, myang rengga ruming puri, mangkin tanpa
siring, halepning kang umah, mas lir murubing langit, tekyan
sarwa manik, cawinya sinawung, sasat sekar ning suji , unggyan
Banuwati , yana merma Iangen, myang nata Duryudana.
Dewi Anggandari ngandika: "Kaki prabu kaya wis lawas,
kakangamu ing Ngawangga, pangupayane sirnane si Drusilawati,
dene durung ana pawartane, marang ngendi pangupayane. "
Aturipun prabu Kurupati : "Kula nuwun ibu, saking aturipun
kakang adipati Ngawangga, badhe ngupaya jawining nagari Ngasti-
na, rehning sawawengkon Ngastina sampun sepen, kados mila pu-
nika !ami saestu kaupadosan dhateng sanesing nagari Ngastina."

89
Pangandikanipun retna Anggandari : "Kaki prabu yen ora te-
ka tumuli, prayogane susulana maneh, ingkang ngupaya simane
adhimu, priye wekasane yen ora bisa katemu."
Dipun caritakaken: Sinigeg prabu Kurupati ingkang imbalan
sabda kalih ingkang ibu, kasaru gedering jawi dhatengipun retna
Drusilawati, nitih jempana kandheg srimanganti, sang retna lajeng
manjing dhatulaya, pra pawongan gumurah sami methukaken.
Sangdyah Anggandari jumeneng ngrangkul ingkang putra. Gangsa
mungel ayak-ayakan Manyura. Sareng sang retna Drusilawati sam-
pun lenggah ngarsaning sri Kurupati, gangsa kajantur dipun cari-
takaken :
Lah ing kana ta wau retna Drusilawati sampun manjing ing
prabasuyasa, prapta ngarsaning narendra pinarak tumungkul
waspanira tansah marawaya, pra. pawongan sadaya sami suka,
dewi Anggandari jumeneng ngrangkul ingkang lagya prapta,
alara karuna sasambat amlas · asih, prabu Kurupati tuwin prames-
wari anjenger (69) sapandurat datan ngandika, lir angganing supe-
na dhatengipun ingkang rayi retna Drusilawati, lajeng ngabekti.
dhateng retna Anggandari kalih prabu Kurupati, tuwin dhateng
retna Banuwati.
Gangsa mantun kajantur, sawatawis lajeng kasuwuk, dipun
suluki Sastrada tan:
Sekar Bramarawilasita lampah: ll : Ramya wwang pa : dha
tustha anggarjita, tekapira, ninnala mangayun ring, trus unggya-
ning : sang sri supadniwara, tarlen sanggya: dwi lembana mangag-
nya.
Dewi Anggandari ngandika : " Rara Drusilawati 1bagea sateka-
mu, kowe padha raharja, dene nganti lawas bandara, teka ngendi
lungamu, ora nyana yen kowe bisa mulih."
Aturipun: " Kula nuwun, inggih ibu saking pangestunipun
kangjeng ibu kula manggih raharja. Dene sadangu kula kesah sa-
king nagari punika, lampah kula dumugi ing wana, kabekta ing
dwipangga seta, punika ingkang andhustha dhateng kula. Pa-
ngabekti kula katura ing kangjeng ibu."
Wangsulanipun: "lya Rara taktrima pangabektimu ing aku."
Prabu Kurupati nembrana: "Adhiku Drusilawati, kowe padha
raharja, Rara, satekamu ing kadhaton."
Aturipun retna Drusilawati : "Kula nuwun inggih dhateng
anuwun, sih panembramanipun kakang prabu, kacadhong ing asta
kalih kacancang ing rema kapetck ing mastaka, kula pundhi ka-

90
dos jirnat, saking pangestunipun kakang prabu, raharja ing lampah
kula, pangabekti kula katura ing kakang prabu."
Wangsulanipun;. "Iya Rara, pangabektirnu ing aku banget pa-
nrimaku."
Dewi Banuwati nembrama: "E adhiku adhiku, Drusilawati
bagea satekamu, kowe padha raharja, Rara."
Aturipun retna Drusilawati: "Kula nuwun inggih dhateng
anuwun, sih panembramanipun kakangrnbok ratu, dahat kalingga
murda, kacadhong asta kakalih, kacancang pucuking rema, kape-
tek ing mastaka, kula pundhi kados jimat, saking pangestunipun
kakangrnbok, raharja lampah kula, pangabekti kula katura ka-
kangmbok."
Wangsulanipun: "lya Rara, pangabektimu taktrima."
Prabu Kurupati ngandika~ "Rara Drusilawati, mara tutura
priye purwane kowe tekan ing alas digawa gajah putih, kawitana
diteka pungkasane kowe mulih iki, marga sapungkurmu temen
ana tilasing pager bata ingkang jugrug kinira sedheng gajah, ~a­
nging ora nana ingkang sumurup, yen temen gajah ingkang ngru-
buhake pager bata iku."
Aturipun Retna Drusilawati: "Kula nuwun, inggih kakang
prabu, kados boten wontena wadya (70) ingkang sumerep, amargi
ing manci dalu kula tilem boren wuninga ing purwanipun, sumerep
sampun wonten ing wana, dipun gendhong ing liman seta, liman
punika saged basa kadi jalma, sareng kula sasambat, wicantenipun
badhe kabekta dhateng ing wana ageng, sareng sampun antawis
lami kula kabekta ing liman, turut wana trataban, punika kula
sumerep rayi sampeyan pun Pamadi wonten ngandhap mandera,
dipun adhep punakawanipun, lajeng kula nguwuh-uwuh nedha
tulung, pun Pamadi lajeng mesat jumantara, kula dipun rebat sa-
king gigiring dirada seta."
Prabu Kurupati gumujeng nabda: "I he ng hah hah hah,
katujune katrenjuh adhimu Madukara, ana ingkang mrinani."
Dewi Anggandari ngandika : "Anakku ngger anakku, ya iku
suwargane wong kakadang, eling-e ling dijiwit isih katut , muiane
gelem anglabuhi, ora etung lawan dirada."
Dewi Banuwati matur: " 0 inggih ibu, dhasar kadang kale-
resan putra sampeyan pun Pamadi, tiyang pancen watakipun
mantep dhateng kadang, yen sampun gadhah kasagahan pejah
dipun lampahi, inggih kapanggiha sadherekipun jaler piambak,
tiyang satunggal mangsa puruna kalih gajah, mila pantes pun

91
J anaka punika dipun wastani bagus tulus. Lho, kula punika boten
ngalem ban a saking saijuning manah, tiyang sayatosipun."
Prabu Kurupati ngandika: "0 mBok Ratu ujarmu iku sa-
wantahe, sapa bae ingkang kasusahan, yen si Parnadi dijaluki pi-
tulung, iya banjur lejar atine, luwih rnaneh iku adhimu si Drusila-
wati dhasar kadange dhewe rnaneh yen ora dilabuhana pati, najan
katernu kadange yen Kurawa, masa ngrarnpungana. Lah sawise
kowe direbut adhirnu, Drusilawati, gajah ingkang andhustha iku
kepriye."
Aturipun retna Drusilawati: "Kula nuwun, kakang prabu
sareng kula kabekta pun Janaka, timan lajeng meta arnbedhol
kajeng kadamel sasawat, pangucapipun kula katedha. Pun Parnadi
lajeng nyipta sanjata bajra, lirnan sirna katut rnaruta, kula lajeng
dipun iringaken rnantuk dhateng Ngastina, wonten rnargi kapethuk
punggawa Banakeling, kula kcdah dipun tedha, rayi sarnpeyan
boten suka, kalarnpahan bandayuda, tiyang Banakeling sarni kasor
lumajeng, kula laje ng lurnarnpah malih, kapethuk kakang adipati
Ngawangga kalih parnan arya Sangkuni, kula numpak jempana
lumarnpah rumiyin, rayi sarnpeyan pun Pamadi lumarnpah sareng
kakang adipati ing Ngawangga, kalih paman arya Sangkuni, tuwin
rayi-rayi jengandika Kurawa."
Prabu Kurupati ngandika: "Banuwati sasajia apa ingkang dadi
pakaremane adhirnu Madukara, takjake (7 1) kern bul rnangan,
wis dadi ubayaku sapa ingkang bisa ngupaya adhimu si Drusilawati
takjak rnangan tunggal ajang."
Aturipun retna Banuwati: "Kula nuwun inggih dhateng san-
dika, kalih prayogi dipun timbali pun Parnadi, katingala rukun
kakadang, kangjeng sinuhun kusung-kusung dhateng anggenipun
tutulung pun Pamadi."
Sri Kurupati rnatur ing Ratu lbu : "Surnangga ibu pun Drusi·
lawati kasowana ing kangjeng rarna, kula rnanggihi pun Pamadi
tuwin ingkang sarni anglampahi darnel, ngupadosi putra sarnpeyan
pun Rara."
Gangsa rnunel ayak-ayakan Manyura, Kurupati medal ing
pandhapa, Anggandari kalih retna Drusilawati marek ing prabu
Dhestharata, dewi Banuwati asasaji. Ngadeg prabu Kurupati, Kar-
na, Sangkuni, Dursasana, Durmuka, parekan kalih. Gangsa kajan-
tur dipun caritakaken:
Lah ing kana ta wau, prabu Kurupati sarnpun lenggah ing
pandhapa, animbali adipati Kama kalih ·raden apatih arya Sangku-
ni, ingkang rnentas ngupaya retna Drusilawati. Para kadang ing-
92
kang marep ing ngarsa nata, raden arya Dursasana, raden arya
Drumuka, satria Madukara tinilar ing pasowan srirnanganti, tuwin
para kadang sata Kurawa, sami pepak wonten in pasowan, mang-
kana prabu Duryudana sareng aningali ingkang rayi Madukara
boten wonten sowan, mangkana pangudasmaraning driya: "Lah
iki si J anaka dene ora na katon, apa wadine."
Gangsa mantun kajantur, sawatawis dipun suwuk, dipun su-
luk.i pathet Manyura :
Sekar Sasadarakawekas: 20: Meh raina semu bang, hyang
haruna kadi ne: traning angga rapuh, sabdaning kang kila ring,
kanigara saketer, kinidung ning akurig, lir wuwusing pinipan:
ca papeteking ayam, waneh ring pagakan, mrak mangu-
wuh bramara, ngrabaseng kusuma ring, wara baswara rum.
Prabu Kurupati nembrama: "Kakang adipati Kama katur-
an panakrama, sadhateng andika ing nagari Ngastina, sami mang-
gih raharja, enggen andika ngupadosi pun Drusilawati. "
Aturipun dipati Kama: "lnggih yayi prabu dhateng anuhun,
pambagenipun yayi aji katampen asta kakalih, kapetek ing jaja,
tumanema kulunging manah, angerahana satetes andagingana
satampel, dadosa cahya mor cahya, saking idinipun yayi aji, lam-
pah kula manggih raharja."
Prabu Kurupati nembrama ing Sangkuni: "Paman arya Sang-
kuni, padha raharja laku pakenira, manira utus ngupaya putra
pakenira si rara Drusilawati. "
Aturipun : "Kawula nuwun inggih dhateng anuwun, sih pa-
nembramaning ingkang sinuhun, sadereng sasampunipun dahat
kalingga murda, katampen asta kakalih, kapetek ingjaja tumanema
kulunging manah, dadosa rad daging kayuwanan, kula pundhi
kados jimat pripih, saking pangestunipun ingkang sinuhun, raharja
lampahipun pun Sangkuni." (72).
Prabu Kurupati ngandika: "Kakang adipati Kama, kapanggih
ing pundi rayi andika pun Drusilawati, tuwin rayi andika pun
Pamadi pundi, dtme boten sareng kalih kakang adipati, dumugini-
pun ing Ngastina."
Aturipun Karna: "Kula nuwun, yayi kapanggihipun rayi
jengandika pun Drusilawati, wonten satepining wana terataban,
sampun dipun iringaken dhateng pun Pamadi, pangakenipun rayi
jengandika pun Pamadi ngrebat nuju rayi jengandika pun Drusi-
lawati kabekta ing liman seta; sareng sampun pun Drusilawati
numpak jempana, pun Pamadi lajeng kula cepeng nutut kemawon,
ing mangke pun Jan aka kula aweri taksih kantun ing srimanganti."

93
Prabu Kurupati mangsuli: "Lah punika kados pundi kakang
adipati karsa andika, boten wande wonten sereganipun rayi andika
yayi prabu Ngamarta, ingkang mangka kula pitakeni pun Drusila-
wati, aturipun sami kados pangakenipun rayi andika ing Ma-
dukara, punika tembe yen temen pun Janaka tutulung, boten
wande ambekta susahing ngakathah." ·
Kama matur: "Najan wontena gugat seregipun, rayi-rayi
paduka Pandhawa, kula kadugi pabenipun, punika rayi pun Pama-
di kula wastani tiyang ngiwat kawaspadan. Pangakenipun liman
pethak andhustha punika, boten andupara mokal, yektosipun
tanpa tandha yekti, rujuking aturipun rayi paduka pun Drusi-
lawati punika, rak sampun kethikan rumiyin. Adame! tilas pambe-
dhahipun pager banon cepuri sedheng kaangge margi dwipangga."
Sang prabu andangu Sangkuni: "Priye paman arya Sangkuni,
mungguh prayogane rembug pakenira, supaya kenane linakon,
anak pakenira ing Madukara apa patut kaapura, apa ta patut ka-
ukuma."
Sangkuni : "Kangjeng sinuhun anggalih lampahipun rayi sam-
peyan pun Pamadi kados sampun tanpa kenging dipun rembag
malih, wajib kukumipun, tiyang sampun kelacak kepathak, mung-
kira kados punapa, estri priya sami taruna taksih gandheng renteng
makaten, inggih tetep angiwat, pangraos kula sampun Jeres sanget
panggalihipun anak adipati Ngawangga punika. Dene yen wonten
panagihipun jangji !ami rayi paduka Pandhawa, inggih pun Janaka
kaparingaken."
Prabu Kurupati ngandika: "Yen mengkono rembug pakenira
pam an, iya man ira turuti, si J anaka banjur pakenira lebokna
pawarangkan, nanging pamahna ing gedhong patamanan, aja
ngan ti ka ton ing ngakeh."
Aturipun Sangkuni: "Kula nuwun dhateng sandika."
Prabu Kurupati ngandika ing Kama: "Kakang adipati andi-
ka ngaso ing pasowanan rumiyin."
Aturipun Kama : "Kula nuwun inggih dhatcng sandika."
( 7 3).
Gangsa mungel ayak-ayakan Manyura, Kama, Sangkuni mun-
dur medal, prabu Suyuddhana ngadhaton, sawatawis kajeng
katancebaken tengah, gangsa kasuwuk dipun suluki pathet Ma-
nyura.
Sekar Suianjari Jampah: 20: Tandya bala, Pandhawambyuk,
gumulung mangungsir: ring sata Kurawa, kambah kosi: k sru kati-
tih, mirut kerut larut, katut para ratu, tuwin sagung: pra dipati:

94
katut kapalayu, sigra praptanira, Aswatama, tatanya lah, pagene
ta iki, ya padha lumayu.
Dipun caritakaken: Lah.ing kana ta wau raden arya Sangkuni
kalih narapati Kama, sami medal ing srimanganti, leganing driya
dene tinurut ing sang prabu, raden Pamadi linilan manjingaken ing
pawarangkan. Prabu Kurupati wagugen ing panggalih, yen ta sam-
puna karobah aturipun adipati Ngawangga, mupakat kalih raden
apatih, dereng karsa netepna lepating sang Parta, mila dhawuh
kinen mamahaken ing gedhong kebon pungkuran, supadi boten
kajuwara ing kathah, .namung para sata Kurawa sami suka-suka
gumyak-gumyak, ciptaning tyas simaning kadang sampun kapang-
gih wewah badhe ical kalilipipun. Sinigeg ingkang sami suka, genti
kocapa salebeting kenya puri Ngastina, gumyahing pawarta yen
satria Madukara, tinarungku ing biliking wadari : pungkuran, para
dyah ing kadhaton kathah ingkang suntrut ing nala.

9S
XIII. DEWI BANUWATI PAPANGGIHAN
KALIYAN RADEN PAMADI

Mungel gendhing Montro, ngadeg retna Banuwati, pareka.n


pepak, gendhing kajantur dipun caritakaken:
Anenggih ing pundi ingkang genti kocapa salebeting dhatula-
ya Ngastina, prarneswari nata akakasih dewi Banowati pinarak mg
galdri prabasuyasa kapering kilen, pepak para parekan emban
inya, sami angladosi, cinarita dewi Banuwati dhasar sarnpun
dangu angajeng-ajeng sowanipun raden Parnadi, adat saben sawulan
sowan sapisan, punika sarnpun kalih wulan dereng sowan, mangka
narnpeni pangandikanipun sri Ngastina kinen sasaji dhaharan,
badhe kinarya ngluwari punagi dhahar kembul kalih raden Janaka,
mila dewi Banuwati kadya sata arsa matarangan solahe, dennya
angraratengi bikut, punapa kaseptaning prabu Kurupati tuwin
ingkang rayi satriya Madukara. Rampung dennya sasaji nulya
susuci rampung lajeng busana, kinayang dennya bebesusan, sareng
sampun busana pinarak, den ayap parekan cethi, anganti timbala-
ning prabu Kurupati, sampun dangu dereng dhawuh anata bujana,
mangkana pangudasmaraning driya: "Dene suwe kangjeng sinuhun
durung dhawuh anata bujana." Gendhing minggah sawatawis
dangunipun, gangsa dipun suwuk dipun suluki pathet Manyura:
(74).
Sekar Sardulawikridita lampah: 19 : Leleng ramyaning kang,
sasangka kumenyar, myang rengga rumning puri, mankin tanpa
siring, Halep nikang umah, mas lir murubing langit, tekyan sarwa
manik, cawinya sinawung, sasat sekar ning suji, unggyan Banuwati,
yana merma Iangen, myang nata Duryuddhana.
Dewi Banuwati ngandika : "Biyung dene nganti suwe, sinuhun
ora dhawuh tata pambujanan, iki aku mau andikakake sasaji,
sinuhun dhawuh arep angluwari punagi, kembul dhahar karo
bandaramu si adhi Madukara, iki nganti wayah mene durung kon-
dur."
Aturipun : "Kula nuwun gusti raka paduka ingkang sinuhun
sampun kondur saking pandhapi lajeng tedhak ing sanggar parne-
lengan, dene gumyahing pawartos, rayi sampeyan ing Madukara
dipun lebetaken ing pawarangkan, wonten ing gedhong kebon
pungkuran."
Banuwati kaget andangu : "Lho iku lehku ora sudi watakane
wong kene iki priye, upamane ora nglakokake panganiaya, layak
kurang becike, apa tumon wong dipitulungi, mengkono pamalese.
Krungumu yen si Pamadi dikunjara iku teka sapa biyung."
Aturipun : "Kula nuwun gusti, kula pinuju dhateng pakebon-
an ngundhuh sekar sumerep piambak, rayi jengandika dipun i-
ringaken ing raden arya Sangkuni, tuwin para putra sata Kurawa,
sami ngurung-urung lampahipun raden Pamadi, kula boten tahan
pirsa lajeng kesah kern a won."
Retna Banuwati ngucap : "I lae adhiku Janaka adhiku, bocah
wadon ayo milua taktilikane bandaramu si Pamadi, kabeh pa-
nganan iku gawanen, Ian patehan, bangkune padha usungen."
Aturipun: "Kula nuwun inggih dhateng sandika."
Gangsa mungel ayak-ayakan Manyura, retna Banuwati
tedhak dhateng patamanan, parekan sami ngiring ambekta dhahar-
an. Sawatawis lampahan, kajeng katancebaken pinggir tengen,
dewi Banuwati, parekan tiga kendel lampahipun, gangsa kajantur
dipun caritakaken:
Lah ing kana ta wau, tindakipun prameswari dewi Banuwati
parekan sami andherek ngampil upacara tuwin ambekta dhadha-
haran. Mangkana dewi Banuwati kendel ngajenging kori mantenan,
para mantri kebon dharat ambuka wiwara sami sila braja, para nyai
ingkang anjajari sami nguwuh-uwuh: "Nedha kanca juru kebon
singgahan-singgahan, dhok-kur kanca dhok-kur, kangjeng prames-
wari miyos ing patamanan." Gangsa man tun kajantur, dewi Ba-
nuwati manjing wadari tuwin para parekan, lajeng anjujug ing ge-
dhong pawarangkanipun satriya Madukara, mantri kebon sami
sumingkir, kajeng kapetha gedhong tinancebaken pinggir prenah
kanan, gangsa kasuwuk dipun suluki pathet Manyura ;
Sekar Sardulawikridita lampah: 19: Kilwan sekaring kang :
tataman arepat: rehnya (75) bale kena, Soma Brama hening: sa-
wal nataring kang: rok motyahara raras, we durpa marani: laba
wraning pager: tunjung mahanten lumeng, muntap anten nikang:
gopura macawi, tang surya katon jyala.
Dewi Banuwati nguwuh: "Janaka, Janaka, aku ingkang teka,
dhi, aniliki kowe, dene petengan bac."
97
Atjuna pitaken: "Sapa ngundang-undang ana jabaning ge-
dhong iku, swarane kaya ·sing kagungan dalem. lku ana apa, kang_-
jeng ratu teka marang kunjaran, apa arep nyulihi di.kreja."
Dewi Banuwati sumaur: "E olehe sembrana, gemang nek nyu-
lihi ditutup. Muiane aku nglayat arep ngirim, karo arep milu jaga
sepir, mara ta aku lebokna mrono."
Parta sumaur: "Sokur yen kakangrnbok arep ngrewangi jaga
gedhong."
Parta medal lajeng pondhongan, dewi Banuwati, binekta
manjing ing gedhong, parekan sami ngundhuhi puspita, dipun su-
luk.i Sastradatan Manyura alit:
Sekar Bramarawilasita lampah: 11: Ramya wwang pa: dha
tustha anggarjita, tekapira: nirmala mangayun ring, trus ugyaning:
sang sri supadniwara, tarlen sangya: dwi lembana mangagnya.
Kajeng katancebaken tengah dipun caritakaken: Lah ing
kana ta wau, dewi Banuwati sampun binekta manjing ing page-
dhongan, kalih satriya ing Madukara, kekurangane apa panengah
Pandhawa, pranyata bisa manjing ing ajur tan ajer, nutug dennya
karon asmara, para emban parekan inya sami angundhuh-undhuh
sasukane, ing wadari kathah puspita tuwin wowohan, saweneh
parekan sami lulumban ing sagaran, toya sak.ing umbul awening.
Sinigeg genti ingkang kocapa, nagari ing Banakeling, raden Jaya-
drata ingkang tansah gandrung ing retna Drusilawati.

98
XIV. ADEGAN RATU BANAKELING, SOWANIPUN
TUMENGGUNG JAYAWILADAKA.

Mungel gendhing Gandrung mangunkung, ngadeg ratu Bana-


keling, ingkang caket ing ngarsa narendra J ayadrata, parekan kalih
ngadhep mungging wurining nata. Gendhing kajantur, dipun cari-
takaken:
Anenggih nagari pundi ingkang genti kocapa, nagari ing Ba-
nakeling, prabu Bagawan Sapwani Wijayaastra, lenggah ing made
pandhapa, ingkang caket ing ngarsa satriya ing Kadipaten, raden
Jayadrata. Mangkana saangkatira rekyana patih Jayasubanda
tuwin tumenggung Jayawiladaka, angupaya sirnanipun retna Dru-
silawati, sampun antawis lami dereng wonten mantuk, mila raden
Jayadrata tansah angarsa-arsa, prabu bagawan Sapwani Wija-
yaastra, rainten dalu anungku puja. Mangkana pangudasmaraning
driya raden J ayadrata: "Yen ora kat emu pangupayane si J ayasu-
banda, jaba aku dhewe ngupaya sirnane si Drusilawati."
Gendhing kaunggahaken, sawatawis dangunipun lajeng ka-
suwuk dipun suluki pathet Manyura : (76)
Sekar Medhangmiring lampah : 23: Atari pejah : ning kang
prawara So: madentatanaya, tekap Sinisuta, mangkin aparek,
Jayadrata tekap, sang Arjuna Warko: dhara no rakamu, mangka
muka sang: dwijendra Kama Kar: pa Salya kuruku, tarlen gin-
kola.
Raden Jayadrata matur: "Kula nuwun kangjeng rama, yen
pun Jayasubanda boten dhateng, tumunten kula nyuwun Iilah
paduka, badhe ngupadosi pun Drusilawati."
Sang prabu mangsuli aturing putra: "lya kulup antincn la-
kune si Jayasubanda ing pendhak dina iki. Yen wis ora teka kowe
kudu sumusul dhewe, apa sakarepmu aku jumurung."
Dipun caritakaken : Lah ing kana ta wau prabu bagawan Sap-
wani Wijayaastra lagya imbaJ . wacana kalih ingkang putra raden
Jayadrata sami ngarsa-arsa dhatcnging rckyana patih Jayasubanda,
mangkana nginanga durung abang idua durung sat, kasaru dha-
tengipun tinandhu margi kabranan, kendel ing srimanganti, na-

99
mung tumenggung Jayawiladaka lajeng manjing ing kadhaton
marek ing sang prabu, dumrojog tanpa larapan.
Gangsa mungel ayak-ayakan Manyura. Sareng sampun tata
trapsilanipun, gangsa kajantur dipun caritakaken: wau ta sadha-
tengipun tumenggung J ayawiladaka, prabu bagawan Sapwani
sapandurat datan angandika, raden Jayadrata mangkana pangu-
dasmaraning driya: "Lah iki si J aya wiladaka teka ora kanthi si
Jayasubanda, apa wadine, apa baya oleh gawe Jakune si Jaya-
wiladaka."
Gangsa mantun kajantur sawatawis dangunipun lajeng dipun
suwuk, dipun suluki pathet Manyura:
Sekar Sulanjari lampah: 20: Tandya bala, Pandhawambyuk,
gumulung mangusir: ring sata Kurawa, kambah kosi: k sru katitih,
mirut kerut larut, katut para ratu, tuwin sagung pra dipati, katnt
kapalayu, sigra praptanira, Aswatama, tatanya lah, pagene ta iki,
ya padha lumayu. (77).
Sang prabu anembrama: "Durung suwe tekamu Jayawilada-
ka, bagea apa padha raharja ing Jakumu. "
Aturipun: "Kawula nuwun nuwun, timbalanipun gusti
kawula, sadereng sasampunipun, dahat kalingga murda, kacadhong
asta kalih kacancang ing rema, kapetek ing mastaka, Jumebera
ing pranaja, dados rad daging kayuwanan, kawula pundhi kados
jimat pripih, amewahana teguh juwara kawula. Saking pangestuni-
pun ingkang sinuhun, lampah kawula raharja."
J ayadrata nembrama: " Jayawiladaka bagea satekamu ana ing
ngarsane kangjeng rama prabu."
Aturipun: "Kawula nuwun, inggih dhateng anuwun, sih pa-
nembramanipun gusti kawula ing Kadipaten, sadereng sasampuni-
pun dahat kalingga murda, kacadhong asta kalih, kacancang ing
rema kapetek ing mastaka lumebera ing pranaja dadosa rad daging
kayuwanan, kawula pundhi kados jimat pripih, amewahana
bagya kayuwanan kawula."
Sang prabu ngandika malih : "Jayawiladaka, kongsi Ia was
lakumu angupaya putri Ngastina, apa oleh gawe. Karo dene kowe
ora bareng karo si Jayasubanda, apa dhasar pandum gawe ana ing
paran, apa mung pisah ana ing dadalan bae, mara matura kawitana
diteka pungkasanc."
Aturipun Jayawiladaka: "Kawula nuwun nuwun, kawula
sampun kautus angupadosi sirnanipun retna Drusilawati kalih
pun kakang patih J ayasu banda, sareng kawula sami masanggrahan
tepining wana Sinangsraya, retna Drusilawati katingal Jumampah

100
kadherekaken satriya ing Madukara, kawula suwun boten pareng,
saking wangsulanipun raden Pamadi punika candhang, ingkang
wau retna Drusilawati punika kabekta ing liman pethak, saking
karsanipun retna Drusilawati kondur dhateng Ngastina, jrih ka-
wula kautus ing gusti, kalampahan kawula bandawasani kalih
pun kakang J ayasubanda, kula boten kuwawi, pun kakang adipati
anyandhang kabranan, mila boten saged sowan ing ngarsa paduka,
undur kawula kapanggih narapati Ngawangga tuwin raden arya
Sangkuni, kanthi sata Kurawa tuwin prajurit, inggih sami ngupa-
dosi retna Drusilawati, sareng kawula sampun matur, yen dewi
Drusilawati sampun rawuh, kawula kadhawuhan mantuk, gusti
kawula raden ing Kadipaten andikakaken lajeng sowan dhateng
Ngastina, dene pun kakang Jayasubanda katilar ing pasowan
srirnanganti, saweg regeng-regeng anggenipun kabranan."
Pangandikanipun sang prabu: " Katujune ora tumeka ing ti-
was, pancen bener raden ing Madukara tumindak pira Pandhawa
karo sinuhun Ngastina, wong lagi tumindak nak-sanak dhasar
pancer padha lanang, kale iku tutulung ing kadange, arep kojaluk,
pasthi dikukuhi. Kulup J ayadrata prayogane rehning kowe di-
timbali banjur sebaa, angatasa priye karsane sinuhun Ngastina,
umiringa (78) bae. Manawa ana pandangune ing aku, aturna sa-
masa-masa, wis karuwan sidaning karsa bae, kulup, aku dhewe
seba marang Ngastina, najan dikarsakna sakiki dhaupmu wong
wis padha rumanti.,
Aturipun raden Jayadrata: "Kula nuwun inggih dhateng san-
dika, manawi sampun rampung timbalanipun kangjeng rama.
Kula nyuwun idi pangcstu, kangjeng rama manggiha suka ing
sawingking kula.,
Dhawuh wangsulanipun: "lya kulup mangkata, muga katana
kern bang cepaka sawakul."
Gangsa mungel ayak-ayakan Manyura. Sang nata kondur
ngadhaton, raden Jayadrata kalampahahn, sawatawis gangsa
kasuwuk, kajeng katancepaken tengah dipun suluki pathet Ma-
nyura :
Sekar Rini lampah: 17: Lengeng gati nikang, awan saba-
saba, niking Ngastina, samantara teke ng Tegalkuru narar: ya
Kresna laku, sireng Parasu Ra, rna Kanwa J anaka, durur Naraudha,
kapanggih irikang, tegal milu ing kar: ya sang bupati.
Dipun caritakaken: Lah ing kana ta wau, satriya ing Bana-
keling lajeng mangkat dhate ng Ngastina , ciptaning tyas kaya

101
age papanggiha kalih retna Drusilawati, sinigeg genti kocapa,
ing praja Timbultaunan, kadi mliwis nusung banyu.

102
XV. EMBAN WEWEGIDRAH SAGAH ANDHUSTHA
DEWI DRUSILAWATI.

Mungel ladrangan Ricik-ricik, ngadeg prabu Kaladiyu, kang


ngadhep Wewegidrah, gangsa kajantur dipun caritakaken:
Anenggih nagari ing pundi ingkang geriti kocapa, nagari
ing Timbultaunan, prabu Kaladiyu lenggah ing pandhapa, ingkang
caket ing ngarsa emban Wewegidrah, mangkana sri Kaladiyu,
saangkate punggawa yeksa iri.gkang mundhi nawala dhateng ,
Ngastina, tansah andadar dana ing wadya punggawa tuwin para
prajurit yeksa, ciptaning driya yen tan tinampen panglamare retna
Drusilawati, sumeja anglurug marang Ngastina, mila tan pegat
anggagabah dasih. lng mangke emban Wewegidrah marek ing na-
rendra, mangkana pangudasmaraning driya prabu Kaladiyu : "Baya
ana apa si biyung marek ora taktimbali." Gangsa kasesegaken,
saantawis kasuwuk dipun suluki greget saut Manyura:
Sekar Rini lampah: 17: Yaksa gora rupa, ri sedheng sang
Kumba : kama lelaku, kan (79) malwaleng ingkang, gambira ma-
ngarah, angisis siyung, umijil prabawa, Jesus len prakempa, gora
walikan, ditya Durbalarsa: mrih cumaning lawan, wira tri rodra.
Sang prabu manabda : " Biyung ana gawemu apa kowe seba
ora warana taktim bali."
Aturipun: "Kawula nuwun nuwun, gusti sowanipun ingkang
abdi angunjuki uninga, kula anampeni aturipun pun Wijamantri
angaturi uninga lampahipun abdi paduka pun Renggutmuka dha·
teng Ngastina, angaturaken duta panglawung."
Sang prabu amangsuli: "Aja milu basa ing ngabasa, duta
kongkonan, panglawung rajapati. Ana rajapati apa, biyung, Ian
Iayang ingkang kogawa iku Jayange sapa, biyung."
Aturipun emban Wewegidrah : " Kawula nuwun andadosna
kauningan, prikanca punggawa danawa Jampahipun dhateng Ngas-
tina, sami tiwas pejah wonten ing margi, lawanipun bandayuda
kalih satriya Madukara, namanipun Pamadi, punika pustakanipun
gusti kawula kabekta wangsul."

103
Dipun caritakaken: Wau ta sri Kaladiyu, dupi miyarsa atur-
ipun emban Wewegidrah yen carakanira sami pejah, sanalika
prabu Kaladiyu kaya sinebit talingane, kalangkung kruraning
wardaya, jaja bang mawinga-winga, idep mangada-ada, kumejot
padoning lathi, netra andik, kumbala kumitir, gereng-gereng
pindha singa angsal bayangan, sarira anggaluga, yen sinabeta ing
merang kaya bel mjjila pawaka. Dipun suluki greget saut Manyura:
Sekar Basanta lampah: 14: Jumangkah anggro susumbar,
lindhu bumi gonjing, gumaludhug guntur ketuk, umob kang jala-
dri, lumembak penyu kumambang, gumuruh walikan, tuhu yen
Wisnu bathara, pantes umangan rat.
Pangandikanipun sang prabu: "I bojleng-bojleng belis lanat
ajejegan, jabehel jabehel, patine bocah bupati apa tatune Ian ga-
gamane. Ingkang aran Pamadi iku apa, dene sabene ora nana
pasah tapak paluning apandhe, ing mengko temahan padha apes
tanpa kiwul ing prang."
Aturipun : "Kawula nuwun, gusti aturipun pun Wijamantri,
pun Renggutmuka punika tatu dhadhanipun, kenging jemparing,
dene pun Thothogatho tatu sirahipun kenging gembel, pun ditya
Klanthangrnimis tatu dhadhanipun, kenging katganipun piyambak,
kenging karebat dening mengsah, dados sadaya sami tatu jaja."
Sang prabu angandika: "Iku biyung nyata yen kawulaku pa-
dha mati prang tatu dhadha, tandha mantep anglakoni ayahan.
Yen ta tatua ing burl utawa ngucira lumayu urip, aku ora sudi
ngawulakake saturun-turune. Wis biyung anak warise bocah bupati
ingkang padha mati banjur gentekna, (80) aja owah ing kabupa-
tene. Karo undhang-undhanga pradangdan bocah bupati, utama
bocah prajurit ing Timbultaunan, aku dhewe bakal seba maring
Ngastina anjaluk si Drusilawati."
Aturipun: "Kawula nuwun, gusti sampun paduka enggal-
enggal tindak dhateng Ngastina, manawi namung sinuhun karsa
mundhut retna Drusilawati, yen kawula taksih gesang, paduka
kawula aturi eca kasukana wonten ing kadhaton, pun emban
ingkang kadugi andhustha retna Drusilawati, manawi kawula sam-
pun boten saged mendhet putri Ngastina, punika kawula sumangga
ing karsa paduka."
Sri Kaladiyu ngandika : "Iya biyung takanggep aturmu, yen
dhasar kowe bisa andhustha putri Ngastina, bakal gedhe ganjaraku
ing kowe, wis ora duwe bocah roro tetelu, kajaba amung kowe
biyung. Karepmu mangkat besuk apa, biyung."

104
Aturipun : "Manawi sampun pareng karsanipun gusti kawula,
pun emban mangkat ing sapunika, kalilana kawula amit madal
pasiyan, nira jeng kangjeng sinuhun, manggiha suka ing sawing-
king kula. Namung pun emban nyuwun idi pangestu rahaljaning
lampah kawula."
Wangsulanipun sri Kaladiyu: "mBok Nyai, aku ora nyangoni
mas picis rajabrana, kurangku nadhah nendra, iku dakparingake
ing kowe, muwuhana teguh yuwana, muga kalakona kaya kasa-
guhamu, bisa anggawa putri Ngastina. Banjur mangkata biyung,
ing sadina iki."
Aturipun: "Kawula nuwun, inggih dhateng anuhun, sasat
ingkang abdi kapatedhan sangu jimat paripih."
Gangsa mungel plajengan Manyura, sang prabu kondur nga-
dhaton, emban kalampahaken medal, sawatawis kendel lam-
pahipun, gangsa kasuwuk, dipun suluki greget saut Manyura:
Sekar Rini lampah: 17: Ana kang wre tunggal, kagiri-giri
geng: nya gra magalak, ahengkara mbegnya : gora godha tan ang,
go tulungana, tinepak kaparsat: buta kabarubuh: puh kayu pekah,
belah bentar sima: watu kumalasa, swuh kabarubuh.
Dipun caritakaken: Wau ta emban Wewegidrah enggal medal
dhateng ing alun-alun. Sanajan awarna yeksi tau tate angentasi
karya, ing mangke dhasar tinuduh ing ratune, Mangkana badhe lu-
mampah, medal ing jumantara. Sanyata danawa tan pae brakasak-
an, ora ketang sajebug tekan lambarane, buta bisa mahawan ing
gagana, sampun cancut ataliwanda, kinencengaken pekak madya-
ne, linongsoraken calanane, tumenga ing akasa, andedel pratiwi,
umesat ing gagana, kebat kaya kilat.
Gangsa mungcl plajengan Manyura , emban Wewegidrah
mumbul linampahaken ing gagana manengen. (81) Sawatawis
dangunipun, gangsa kasuwuk, dipun suluki pathct Manyura, ka-
jeng katanccbaken ing tengah.
Sekar Sasadarakawekas lampah: 20: Meh rain a semu bang:
hyang Aruna kadi netraning angga rapuh, sabdaning kang kila
ring: kanigara saketer: kinidung ning akung, lir wuwusing pi-
nipan : ca papeteking ayam: waneh ring pagakan. Mrak manguwuh
bramara ; ngrabaseng kusuma ring: wara baswana rum .
Dipun caritakaken: Lah ing kana ta wau, sampun lepas lam-
pahe em ban Wewegidrah mahawan ing jumantara. Sinigeg ingkang
lagya lumampah, genti kocapa nagari ing Ngamarta, ing wanci
bangbang wetan.

lOS
XVI. ADEGAN PRABU YUDHISTHIRA, DHATENGIPUN
SEMAR SAANAKIPUN.

Mungel gendhing Sumirat, ngadeg prabu Yudhisthira, Brata-


sena, Nakula, Sadewa, parekan kalih, gendhing kajantur dipun
caritakaken:
Anenggih nagari ing pundi ingkang genti kocapa, ing nagara
Cintakapura, ya nagara ing Batanakawarsa, ya nagara ing Nga-
marta. Mila nama nagara Ngamarta, panggenan pangasrepan.
Marma· nama nagara ing Batanakawarsa, ilen-ilening toya jawah.
Mila nama nagara ing Cintakapura, kadhatoning sekar pudhak.
Sinten ingkang jumeneng nata ing Ngamarta, punika atmaja
prabu Pandhu, ajujuluk prabu Puntadewa, Yudhisthira, Gunatali-
krama, Darmaraja, Darmakusuma, ya maharaja Dwijakangka,
ya Dannawangsa.
Mila ratu Ngamarta, jujuluk Puntadewa, ingaken rahswaning
jawata.
Mila ajujuluk prabu Yudhisthira, ratu ing Ngamarta mi-
nangka makuthaning narendra.
Mila ajujuluk prabu Gunatalikrama, ratu ing Ngamarta saged
nangsuli basa.
Mila ajujuluk prabu Dam1aputra, dene ratu Ngamarta pinun-
dhut putra bathara Darma.
Mila jujuluk prabu Darmaraja, ratu ing Ngamarta jejeg pa-
ngadilanc.
Mila jujuluk prabu Darmakusuma, ratu ing Ngamarta pami
sekar sae, pantcs warna Jan gandane .
Mila jujuluk prabu Dwijakangka, ratu ing Ngamarta ambck
pinandhita. (82) .
Mila jujuluk prabu Darmawangsa, ratu ing Ngamarta bangsa
sae, sanyata trahing kusuma rembesi ng madu, wijining atapa, te-
dhaking danawarih, umadeg narendra pinandhita, babasan ratu
darbe rudira seta, saking tangehing runtike. Ratu li la ing donya
tega ing pati. lng mangke prabu Yudhisthira dahat kemcngan
badra irawan, sakesahe satriya Madukara, sampun andungkap sa-
106
candra, dereng wonten pawartosipun. Mila prabu Yudhisthira mi-
yos ing pandhapa, a.ni.mbali ingkang rayi panenggak, satriya ing
Munggulpawenang. Sinten dasa namane, nama marang kakasih.
Akakasih raden Bratasena, Warkodhara, Judhipati, Bayuputra,
Gandawastraatmaja, arya Kusumayuda, Kusumadilaga, Jayalaga,
Birna, ya Wayuninda.
Mila kakasih raden Bratasena, satriya Munggulpawenang
amangku tapa.
Mila kakasih raden Wrekodhara, satriya Munggulpawenang
arnot sajem baring jagade.
Mila kakasih Judhipati, satriya ing Munggulpawenang karem
prang.
Mila kakasih raden Bayuputra, dene satriya ing Munggulpa-
wenang pinundhut putra bathara Bayu.
Mila kakasih raden Gandawastraatmaja, dene satriya ing
Munggulpawenang putra prabu Pandhu.
Mila kakasih raden J ayalaga, satriya ing Munggulpawenang
wenang molahken ing payudan.
Mila kakasih arya Kusumayuda, satriya ing Munggulpawe-
nang amadhangaken ing paprangan.
Mila kakasih Kusumadilaga, satriya ing Munggulpawenang
minangka sesekaring prang.
Mila kakasih Bima, satriya Munggulpawenang minangka
bapa babuning nata Pandhawa.
Mila kakasih Wayuninda, satriya Munggulpawenang karem
angin, darbe prabawa maruta, saben lumampah den iring bajra
sindhung riwut. Ing mangke satriya Munggulpawenang ngandikan
manjing kadhaton, prapta ngarsa nata lajeng jajar lenggah. Dene
ingkang caket kapara ngandhap punika kadanging nata ingkang
mijil saking dewi Madrirn, ingkang sepuh satriya ing Bumiratawu,
akakasih raden Nakula, ya raden Pinten, warujunipun satriya
Sawojajar, akakasih raden Sadewa, ya raden Tangsen. Mila sinebut
nata Pandhawa, nata ratu, Pandhawa gangsal, pranyata kadang
gangsal sami priya, saksat madeg ratu sowang-sowang, lan nata
Pandhawa beda-beda lelabuhane. Pambekane sri Puntadewa,
jalma sapraja padha suka bungaha, sinandhang lara prihatine,
pambekane raden Bratasena, sapa becik binecikkan, sapa ala den
alani. Najan bau kering bau kanan, yen ala binuwang. Pam bekane
satriya Madukara, anyamirana, amaratani. Pambekane raden
Nakula, becik ing tembe, ala ing tembe. Pambekane raden Sadewa,
ala alane dhewe, becik becike dhewe. Mangkana pangudasmara-
107

'
J>. - -
ning driya prabu Gunatalikrama: "Si adhi Pawenang apa ora mi-
kir susah, lungane kadange wis lawas (83) durung teka, dene ora
diu pay a." Gendhing kaunggahaken, sawatawis dangunipun ka-
suwuk, dipun suluki Sastradatan:
Sekar Maduretna lampah: 12: Narpati Darma, putra myang
Dananjaya, matur ring raka, narendra Arimurti, saha waspa ing,
madya wawasanira, katur sadaya, mring sang reh maduretna.
Prabu Dannaputra ngandika: "Adhi Bratasena, wis pira
lawase lungane adhimu si Pamadi."
Wangsulanipun Bratasena: " Iya kakangku pambarep, lungane
adhimu Pamadi wis ana sacandra iki."
Pangandikanipun sang prabu: "Yen mengkono wis tawas,
Bratasena lungane adhimu si Pamadi, yagene ora koupaya, iku
pamikiring liyan, aku utawa kowe disengguh bungah, sadulure
sima ora karu wan parane."
Bratasena mangsuli: "Olehku ora tumuli ngupaya iku, pam-
barep kakangku, wong wis ora sapisan kaping pindho adhimu iku
lunga tanpa popoyan, tekane samasa-masa. Karepku taksrantekake
yen wis tita ora teka pendhak dina iki aku dhewe ingkang bakal
ngupaya si Pamadi.
Pangandikanipun sang prabu: "lya bener Bratasena, adhimu
iku wis adate lunga tanpa tutur, teka sawayah-wayahe, nanging
lungane iki wis antara, aku isih eling jangjining dewa, Pandhawa
upama endhog sapatarangan, pecah siji ingkang papat barenga
remuk. Wis manawa kowe ora kaduga ngupaya, klumpuka kayu
bae tak bela lumebu tumangan, simane adhimu ing Madukara."
Sinigeg dipun caritakaken: Wau ta prabu Puntadcwa, lagya
imbal pangandika kalih raden Bratasena, kasaru dhatengipun lu-
rah Semar Nalagareng Petruk, atawan-tawan tangis, dumrojog
manjing (84) kadhaton. Gangsa mungel plajengan Manyura, Se-
mar prapta lajeng ngrungkebi padanipun sri Darmawangsa lara
karuna, Nalagareng Petruk tumut nangis. Sareng sampun tata lung-
IUh, gangsa kasuwuk, dipun suluki Sastradatan:
Sekar Maduretna lampah: 12: Narpati Darma, putra myang
Dananjaya, matur ring raka, narendra Arimurti, saha waspa ing:
madya wasananira, katur sadaya, mring sang reh maduretna.
Sang prabu andangu: "Kakang Badranaya, momongamu
endi, ya gene kowe teka tawan-tawan tangis, mara ta tutura, ka-
kang aja pijer nangis bae."
Tangisipun Semar: "Ae bapa bandaraku, adhuh lelancurku,
sapa sing takkempul cilik, lae sapa takmong. Sapa sing takcuriga
108
wreksa, sapa takngengeri. Adhuh manuk pinilih swarane, sapa
sing taktutake. Lae pangrembang pari, kali-sirah gajahmungkur,
jalma tuhu ing wacana, kaniaya temen wong Ngasinan, lae bapa
bandaraku."
Nalagareng tumut nangis: "nDara ndara uwa uwa, ek ek rama
priye ndara kae polahe."
Petruk nangis: "Biyung, rama, biyung, tulung tulung, biyung,
sap a sing angsung pohung, biyung."
Raden Bratasena ngandika: "Semar tutura aja pijer nangis,
bandaramu si Pamadi endi, dene ora koiringake, teka wong telu
banjur anggembor bareng, ta, padha menenga, tekan Nalagareng
si Petruk iku kaya gerangane, padha gembeng kaya wong wadon,
jemak meneng salah siji tutur sing genah. Yen ora meneng ana
wong takcemplungake ing kandhang macan."
Nalagareng ngucap mg Semar: "mBok wis meneng kakekne
kuwe, aja marah-marahi nangis, didukani ndara sandara, karo
wong nangis bae bisa nyambi parikan, o ambakna wong wis tuwa
ora nan a sing diwedeni."
Petruk nyambungi: "Kyai mbok ya wis cep meneng, aja
pijer bengak-bengok, mengko diparakake menyang kidul patalon,
cara raden plak-pluk, yen wis duka kowe ·maneh yen ora diukuma
temenan. 0 durung weruh rasane 'bae kowe, aku iki sing wis ka-
tanggor kapokku seprene, ming dithothok bae olehku mumet
nganti .slapan dina, iba dibithia, layak kalenger tuwa."
Semar matur : " Kauningana rayi ndika tiwas dicekel wong
Ngasinan tanpa dosa, lajeng diwiyungyung Kurawa kathah, kados
pundi lae bandaraku."
Sang prabu andangu ing Semar: "Kakang Nayataka tuturmu
si Parta dicekel ing wong Ngastina iku, purwane priye, mara tu-
tura kawitana diteka ing pungkasane pisan Semar."
Aturipun lurah Semar: "I makatcn wau rayimu, niku leren
onten sendhang pinggir alas, mireng (85) tiyang sambat-sambat
nedha tulung, boten dangu nunten katinggal, nika raka ndika
dewi Drusilawati bengak-bengok digawa gajah putih, lajeng ditu-
tuti kalih rayi ndika, putri dipun rebut, gajahe dipanah barat
ical. Putri niku kandha nek dicolong gajah, lajeng diterake mantuk,
onten dalan kepethuk kalih dipati Wangga, tuwin patih Sekutil,
putrine ditunggangake jempana, rayimu dibyuk Kurawa nutut
mawon, turene dianggep ngiwat konangan, dikandhani yen can-
dhang boten anggugu. Lae pripun sedulur ndika digawa teng Nga-
sinan."
109
Dipun suluki greget saut Manyura:
Sekar Sardulawikridita lampah: 19 : Tatkala narpa Ce: da
mati nguni weh, sang Sastradarma pareng, kanteki raina, ma-
sangsaya mawas, hyang surya lumreng rana, makansehnira sang,
Wirathanarpa len, Pancawala dulur Nirbita mangka pa: ngruhun
putunira, wira tri ya nindita.
Dipun caritakaken: Lah ing kana ta wau, prabu Puntadewa
sareng miyarsa aturing lurah Semar dahat ngungun ing wardaya,
sapandurat datan angandika. Namung raden Bratasena langkung
runtiking wardaya, rinasa ingkang rayi kening pirantining Ku-
rawa, temahan gereng-gereng kadya singa antuk bayangan. Wasana
andangu ing Semar: "Semar si Drusilawati apa ora tutur, yen
ditulungi si J anaka anggone digawa gajah."
Aturipun Semar: "0 nggih tutur, wong malah ditakoni ka-
wit-kawitane, kabeh nggih dikandhakake, mekoten nika, maksa
boten ngandel, turene wis lumrah dutjana aling-alinge mungkir."
Ratu Ngamarta ngandika: "Adhi Bratasena priye karepmu,
lakune adhimu iku saksat anggenteni nyekel buntut macan."
Wangsulanipun : "Bener kakangku pembarep, si Janaka iku
cacandhang tanpa yektining dutjana, yen ingkang dicandhangi
iku bugel, bareng anyandhangi manusa wis tutur meksa ditampik.
Yen karepku adhimu takjujul, karepe kakang Jayapitana bae pri-
ye, yen adhimu diukum, si Drusilawati takjaluk aku ingkang
ngukum, manawa pancen wis padha dhemene jaka karo prawan
jaba didhaupake. Nanging pangrunguku si Drusilawati arep dij<r
dhokake karo si J ayadrata."
Dhawuhipun prabu Yudhisthira: "lya Bratasena wis bener
karepmu, tumuli mangkata, si kakang Semar saanake gawanen."
Aturipun: "Iya pambarep kakangku kariya takmangkat
nusul adhimu. Ayo Semar Nalagareng milua nusul bandaramu rna-
rang Ngastina."
Gangsa mungel plajengan Manyura, Bratasena sasampunipun
parnit, prabu Darmaputra tininggilaken ing sirah ram bah ping tiga,
nulya mangkat. Semar, Nalagareng, Petruk sami ngiring, ratu
Ngamarta (86) ngadhaton. Raden Bratasena prapta jawi tuwin
repat punakawan, gangsa kasuwuk, dipun suluki greget saut
Manyura, kajeng kapetha lampahing maruta.
Sekar Kusumawicitra lampah: 12 : Buta Pandhawa, tata
gati wisaya, indri yaksa sa: ra maruta pawana, bana marga sami-
rana Ian warayang, pane a bayu wi: sikan gulingan lima.

110
Dipun caritaka.ken: Lah ing kana ta wau raden Bratasena
sampun medal sa.king kadhaton, durnugi ing pagelaran, nalika arsa
lumampah satriya ing Munggulpawenang medal prabawa maruta.
Bratasena yen lumampah ambener nora nganggo menggok, sampun
angrasuk busana, rema den ore, kinancing grudha mungkur
cinandhi rengga, karepe satriya ing Munggulpawenang tan samar
dewa Ian manusane. Pupuk mas ciri ing bathuk, kinarya pangenget-
enget cahya kang katon jro garbaning hyang dewa Ruci, budine
ngrawit pindha jaroting asem, pinter api balilu, tinumpangan
sekar pudhak putih karepe yen wangi jaba ya wangi jerone. Ke-
latbau pindha manggis ginubah tekan kandhagane, karepe satriya
ing Pawenang praptaning wekasan sampurna aja na kari. Binggel
candrakirana, candra wulan, kirana tulis, karepe satriya ing Mung-
gulpawenang, kawruhe tanpa papan tulis padhang datan kasa-
maran. Kalung nagabanda, naga sarparaja, banda tatalining sarira,
raden Bratasena yen mangun prang karosane nimbangi krura-
ning naga, Ian boten purun lumajeng, ora watak kalah, kalahe
mati. Cawet poleng bintulu lima, kinarya pangenget-enget misah
nepsuning gangsal. Paningset cindhe binara ngrawit, numpang
wentis kering kanan, satriya ing Munggulpawenang datan ke-
wran kiwa panengene kinawruhan. Porong kancana nurnpang
pupu, karepe satriya ing Pawenang, kamot s(\jembaring jagade;
Kroilcong sarparaja mulet pada, kinarya pangenget-enget sagede
panggih hyang dewa Ruci, sapejahing naga ingkang mulet angga.
Kuku pancana.ka selancur sisih, raden Bratasena dadya pikukuh-
ing kadang ganpal, sarta ngungkabi ing kabisan. Mangkana sang-
saya ageng wedaling bayu bajra sindhung aliwawar, amatak ciji
wungkal-bener tuwin bandung bandawasa, Ian aji jayasangara,
Bratasena yen lumaku den iririg barat kumpul bayu gangsal. Bayu
ingkang abang ingkang andarbeni wil Gajahwreka, lima nunggal
bayu. Dene bayu ingkang ijo ingkang andarbeni bagawan Mae-
naka, lima nunggal bayu. Bayu ingkang ireng ingkang andarbeni
timan Satubanda, lima nunggal bayu. Bayu ingkang kuning ing-
kang andarbeni satriya ing Murtggulpawenang, lima nunggal bayu.
Bayu ingkang putih ingkang andarbeni bagawan Kapiwara, lima
nunggal bayu, ngumpul sakehe bayu, gumludhug asru swaraning
prahara, narajang kayu ingkang jero pancere pokah, ingkang ce-
thek pancere sol, ambener anut scjaning satriya ing (87) Mung-
gulpawenang. Mangkana repat puna.kawan sami gendholan. Sigra
lumumpat raden Bratasena, sapandeleng gajah kebat kadi kilat,
kesit pindha thathit.

111
Gangsa mungel plajengan Manyura, Bratasena kalampahaken
lumumpat, sawatawis lampahan lajeng katancebaken tengah,
gangsa dipun suwuk, dipun suluki pathet Manyura :
Sekar Sulanjari lampah: 20: Tandya bala Pandhawambyuk,
gumulung mangungsir ring sata Kurawa, kambah kosi : k sru ka-
titih, mirut kerut larut, katut para ratu, sigra praptanira, Aswa-
tama, tatanya lah, pagene ta iki, ya padha lumayu.
Dipun caritakaken: Lah ing kana ta wau, sampun lepas
lampahe raden Bratasena, pindha naga krura, kapungkur praja
ing Ngamarta. Sinigeg genti kocapa salebeting kadhaton Ngastina,
kathah pawongan wanita tawan.

112 .
XVII. DEWI DRUSILAWATI ICAL KABEKTA PANDUNG.

Munge1 gendhing Kaboyong, ngadeg prabu Dhestharata, retna


Anggandari, retna Drusilawati, parekan pepak angayap, sasam-
punipun tata 1enggah gendhing kajantur, dipun caritakaken:
Anenggih ing pundi ingkang genti kocapa sa1ebeting ka-
dhaton Ngastina, ing karadenayon, sinten ingkang lagya lenggah
ing dalem kradenayon, prabu Dhestharata ajajar pinarak kalih
ingkang garwa dewi Anggandari, ingkang caket ing ngarsa, ratna
Drusilawati, sareng kapanggih ingkang putra prabu Dhestharata
pindha manggih retna sawukir, para parekan pepak umarek ing
gllsti, sadaya sami urun suka, mangkana pangudasmaraning driya
prabu Dhestharata: "lya jagad dewa bathara, anakku ngger anak-
ku, Drusilawati katujune bisa katemu."
Gendhing dipun unggahaken, sawatawis dipun suwuk, dipun
su1uki Sastradatan: .
Sekar Bramarawilasita 1ampah: 11: Ramya wwang padha
tustha anggrujita, tekapira, nirmala mangayun ring, trus ung-
gyaning, sang sri supadniwara, tarlen sanggya, dwi lembana ma-
ngagnya.
- Sang prabu ngandika ing garwa: "mBok Ratu endi anakmu
mau." (88).
Aturipun: "Lah punika sinuhun putra paduka, boten kesah-
kesah."
Pangandikanipun: "Sokur aku durung marem kangenku ing
kowe, Rara, karo tutugna aturmu mau, kawit kowe bisa mulih."
Aturipun retna Drusilawati: "Kula nuwun, kangjeng rama
sareng kula dipun bekta ing liman, ing saben wonten wana ing-
kang wonten wowohanipun, timan punika mendhet, dipun adhep-
aken ing kula, sareng antawis lami mubeng ing wana ageng, pinuju
dumugi wana trataban, kula pirsa putra sampeyan pun Pamadi,
lenggah ngandhap mandera, dipun adhep· punakawanipun, punika
l:ijeng kula anjerit nedha tulung, lajeng pun Pamadi mesat juman-
tara, kula wonten gigiring timan dipun bekta dhateng ngandhap

113
mandera, kareksa ing pun Semar saanakipun, punika kula rumaos
gesang, Rama."
Sang prabu angandika malih: "Lah iku buburon apa, dene
duwe karep andhustha manusa, o katujune Ailggandari, ana pitu-
lunging dewa. Dumadakan anakmu Madukara ingkang weruh,
yen ta aja anaa si Pamadi, baya tiwas anakmu si Rara. Lah ga-
jahe banjure priye."
Aturipun: "Sareng kula karebat ing pun Pamadi, liman
meta nguwuh-uwuh, kula katedha wangsul, kalih ambedholi ka-
kajengan dipun sawataken, putra sampeyan ing Madukara nyipta
sanjata bajra, liman kabuncang kilap dhawahipun, kula lajeng
mantuk kapethuk punggawa ing Banakeling. Kula dipun tedha,
kalampahan bandayuda, prajurit Banakeling sami kasor. Kula
anglajengaken lumampah, sawatawis onjotan kapanggih kakang
adipati Kama, pun paman Kapatihan, tuwin pun kakang Kurawa
sampun ambekta jempana, kula tumunten numpak jempana,
mangkat rumiyin, pun Pamadi kantun sareng kalih kakang adipati
Ngawangga."
Sang prabu ngandika winor gumujeng: "E heng heng eling-
eling trah Saptarengga, Pamadi anakku wong bagus wong sigit
bisa mitulungi kadange. Lah saiki endi anakku si Pamadi, teka
durung ana seba mrene."
Dipun caritakaken: Wau ta eca imbal wacana prabu Dhes-
tharata, miyarsa aturing putra retna Drusilawati, kalangkung
sukaning driya. Sinigeg genti kocapa, emban Wewegidrah sam-
pun dangu, kaya jangkung miling-miling, ngungkuli ing kadhaton
Ngastina, sampun tatas pamiyarsane yen rctna Drusilawati im-
balan pangandika, mangkana seja sinendhal mayang, enggal niyup
mangandhap, dipun suluki greget saut Manyura:
Sekar Rini lampah: 17: Punggawa prayitna: Pudhendha ma-
ngaran, amamrih lawan, sri Dasawadana, anuduh punggawa, Wira-
dumraksa, mangrusak ing gelaF, ardacandranira: patih Suwanda,
gadgada umangsah, wahana dwipangga, mangundha dhandha.
Wewegidrah ngucap lajeng ambekta retna Drusilawati, ka-
dhaton geger kadya gabah den interi (89), dewi Anggandari an-
jerit gulungan, prabu Dhestharata grayahan tcbah-tebah jaja,
para parekan sami karuna.
"Heh aja kari kelangan, retna Drusilawati takgawa, yen ora
lila marang kadang wargamu, susulen prajaku ing Timbultaunan,
ora sumeja aku inep saketheng."

114
Gangsa mungel plajengan Manyura. Sareng sampun retna
Drusilawati kabekta mumbul ing jumantara. Gangsa dipun suwuk ,
tanpa suluk.
Prabu Dhestharata ngandika: "Priye Anggandari anakmu mau
menyang ngendi, Drusilawati anakku ngger, dene lagi katemu
i.ki, disendhal mayang ing duratmaka, sapa ingkang kaniaya mau
Gandari. Kowe sing weruh mau priye, baya sida sima anakku."
Aturipun dewi Anggandari: "Sinuhun kula punika wau kados
kamitenggengen, dene wonten yeksi tumurun saking gagana.
Kados pundi sinuhun putra sampeyan. Anakku ngger Drusilawati
anakku. Katuwone dene lagi katemu, mengko didhustha ing buta
wadon, mara bocah wadon, ngaturana uninga ing gustimu kaki
prabu."
Aturipun: "Kawula nuwun inggih sandika."
Gangsa mungel kerepan Manyura, parekan kalampahaken
medal. Gangsa kasirep dados ayak-ayakan.

115
XVIII. RADEN PAMADI TUWIN RADEN JAYADRATA
MADOSI DEWI DRUSILAWATI.

Madeg prabu Kurupati, arya Sangkuni, raden J ayadrata,


parekan kalih, gangsa kajantur, dipun caritakaken:
Anenggih ing pundi ingkang genti kocapa, ing kadhaton
nagari Ngastina, prabu Kurupati ingkang lagya pinarak ing pan-
dhapa, animbali rekyana patih arya Sangkuni, anggalih badhe
dhaupipun retna Drusilawati, dereng pantara dangu dhatengipun
raden J ayadrata lajeng umarek ing ngarsa nata, lenggah tumung-
kul amari kelu, kaya konjema ing pratala wadanane, mangkana
pangudasmaraning driya prabu J ayapitana: "Lah iki kabeneran
adhiku ing Banakeling teka, dene pinuju arep takenggalake bisaa
tumuli teka ing Ngastina." (90).
Gangsa mantun kajantur, sawatawis lajeng kasuwuk, dipun
suluki Sastradatan:
Sekar Rini lampah: 17: Lengeng gati nikang, awan saba-saba,
nikeng Ngastina, samantara tekeng, Tegalkuru narar: ya Kresna
laku, sireng Parasu Ra, rna Kanwa Janaka, durur Naraddha, ka-
panggih irikang, tegal milu ing kar: ya sang bupati.
Sang prabu nembrama ing Jayadrata: "Yayi bagea sateka
pakenira ana ing nagara Ngastina, pakenira paran padha raharja."
Aturipun : "Kawula nuwun nuWun, sih panembramanipun
kangjeng sinuhun ingkang adhawuh, sadereng sasampunipun dahat
kalingga murda, kawula cadhong ing asta kalih, kacancang ing
rema kapetek ing mastaka, lumebera ing pranaja, rad daging
kayuwanan, kapundhi kados jimat paripih, amewahana teguh
yuwana, saking pangestunipun ingkang sinuhun, raharja ing lam-
pah kawula."
Arya Sangkuni nembrama: "Anakmas kasegan panakrama,
satekane ing ngarsane kangjeng sinuhun."
Aturipun Jayadrata: "Kula nuwun, panembramanipun
paman ing kapatihan, sadereng sasamjmnipun dahat kalingga
murda, katampen asta kalih, kapetek ing pranaja, tumanema
kulunging tyas, angerahana satetes, andagingana sa tam pel."

116
Prabu Kurupati ngandika: "Lagi bae Jayadrata enggon ma-
nira rasan karo paman arya Sangkuni, dene lawas jeneng para
boya . seba ing manira, ing mengko kabeneran pakenira seba, reh-
ning sirnane si Drusilawati saiki wis katemu, pakenira banjura
anampani, ubaya manira, yen wis lastari anggon manira krama,
pakenira manira dhaupaken Ian kadang manira si Drusilawati."
Atur wangsulanipun: "Kawula nuwun, inggih dhateng san-
dika, kawula anglampahi punapa karsanipun kangjeng sinuhun,
namung panuwun kawula mugi paduka paringa uninga ing kang-
jeng rama, punapa tamtunipun ing karsa sang prabu."
Sinigeg dipun suluki Sastradatan Manyura ageng:
Sekar Bramarawilasita lampah: 11 : Ramya wwang pa: dha
tustha anggaljita, tekapira, nirmala mangayun ring, trus unggya-
ning sang sri supadniwara, tarlcn sanggya, dwi lembana mangag-
nya.
Dipun caritakaken: "Lah ing kana ta wau, prabu Kurupati
lagya imbal wacana kalih raden Jayadrata, kasaru dhatenge raden
Bratasena, prabawa prahara sindhung aliwawar, gumludhug swa-
raning maruta, oter sapraja Ngastina, kathah kakajengan kapara-
pal, wisma kang celak marga sami kabuncang, gegering jalma
bingung tan karuwan kang den ungsi.
Gangsa mungel kerepan Manyura, Bratasena prapta ngars.a
nata jajar pinarak, Sangkuni katisen, J aya-(91 )-drata ngalih mung-
ging wurining nata, Sangkuni neng wurining Sena, Semar Nala-
gareng Petruk, sami ngadhep wurining Sangkuni. Sasampunipun
tata lenggah, gangsa kasuwuk dipun suluki greget saut Manyura:
Sekar Medhangmiring lampah: 23: Atari pejah: ning kang
prawara So: madentatanaya, tekap Sinisuta, mangkin aparek,
Jayadrata tekap, Aljuna Warko: dhara norakamu, mangka muka
sang: dwijendra Kama Kar: pa Salya kuruku, tarlen girikola.
Prabu Kurupati nembrama: Bratascna, bagea satekamu ing
Ngastina, si ad hi padha rahalja."
Wangsulanipun: " lya kakang Jayapitana, kowe ambagckake
ing aku, sadurung sauwise taktrima. Kowe padha becik kakang
J ayapitana."
Wangsulanipun: "lya Bratasena padha rahalja. Tekamu apa
si adhi kinongkon ing yayi prabu Ngamarta, apa gawemu dhewe."
Wuwusing Bratasena: "Tekaku ing ngarepmu kakang Jaya-
pitana, arep anjanahake si Pamadi, tuture si Semar jare si Janaka
tutulung ilange si Drusilawati digawa gajah putih, banjur si Dru-
silawati diiringake, karepe mulih menyang Ngastina ana dalan
117
katemu kakang Kama karo si Sangkuni, si Pamadi iku dianggep
ngiwat banjur diwiyungyung, yen dhasar si Pamadi kokukum, si
Drusilawati takjaluk aku ingkang ngukum. Yen pancen temen
alane digawe apa, yen aku najan andheng-andheng ora prenah
enggone takcukil, dupeh sadulurku oraa yen dhasar luput, pa-
tenana aku lila."
Arya Sangkuni kesah awad seni: "0 kok arep nguyuh aku,
wetengku pating slemet bae iki genea."
Petruk ngucap dhateng Sangkuni: "Eng muiane ampun sok
mangan rujak kyai, lah niku mundhak mules, mbok nggih sing
kerep jamu, wis adat temen kyaine kuwe yen arep kabentus
prakara kena temen didadak mulese, nganti pringas-pringis. lyak
wetenge dipijeti kalo kang Gareng."
Nalagareng sumaur: "lyah. Truk kae rak lara wetenge pa-
tagihan madat, nek ora saking anggeruse atine, dadi isen-isen we-
teng nusung, wong ndara lagi rawuh bae wis welwelan, cathuken
nganti nreteg, kaya keprak wireng srisig."
Prabu Kurupati mangsuli: "lya Bratasena, bener panemune
kakang adipati Ngawangga, utawa paman arya Sangkuni, adhimu
diarani ngiwat, nanging ora seja takukum, mung supaya kapoke,
aja nganti ing buri nglakoni kaluputan maneh, karo kaya wong
ngendi, Bratasena, ngantia kedawa-dawa nalar mengkono bae,
karo akU isih angelingi jangji lawas, yen ta aku anjaluka (92)
ukume si J anaka, lah rak takkirirnake marang Ngarnarta, supaya
tiniban ukum apa saprakarane."
Wangsulanipun: "Iya layak kakang Jayapitana, kowe mu-
lang muruka si J anaka wis wajibe, nanging si Drusilawati yen
ora milu kok kapokake kowe iku kandha dhewe yen budimu am-
bau kapine, ujare wong kacelik, sak iki ana ngendi si Jan aka, adhi-
mu si Drusilawati koseleh ngendi."
Dipun caritakaken: Wau ta prabu Kurupati dipun pengkok-
aken dening raden Bratasena, nglengger dereng mangsuli, kasaru
geger ing kadhaton pating bieber pawongan lumajeng medal alara
karuna. Gangsa mungel kerepan Manyura, sareng parekan sam-
pun prapta ngarsaning nata, gangsa kasuwuk tanpa suluk.
Parekan lara karuna: "Anggcr gusti kula, raden ayu kula
boten saged kantun, e lae bandaraku, durung tutug ternan ang-
gone nitah, dene lagi bae bandaraku katemu, saiki ilang digon-
dhol buta wadon."
Sri Kurupati andangu: "Emban menenga, aja pijer lara-lara
anangis, tutura ana apa sajroning kadhaton."

118
Emban matur ing nata: "Kawula nuwun, gusti kawula kautus
ing kangjeng Ratu lbu, aparing uninga ing paduka, gusti kawula
retna Drusilawati tiwas kabekta ing duratmaka warni yeksi,
lajeng andedel murnbul ing jumantara, susumbaripun makaten:
Heh aja karl kelangan, retna Drusilawati takgawa. Yen kadang
wargane ora rila mara tututana, prajaku ing Timbultaunan. Adhuh
kados pundi sinuhun, rayi paduka yen boten kasusula tam tu
tiwas."
Sinigeg dipun suluki Tlutur Barangmiring:
Sekar Rini lampah: 17 : Lelawa gumandhul, ring pang kebet-
kebet, lir milu susah, yen bisaa muwus, pagene Pandhawa, tan
ana tumut, ri pati aminta, prajanta sapalih, sekaring tanjung,
ruru ambalasah, lesah kadi susah, ngesah kapisah.
Wau ta prabu Kurupati miyarsa aturing pawongan dahat
ngungun ing wardaya, dene retna Drusilawati sima sinendhal
mayang ing yeksi, Mangkana pangudasmaraning wardaya: "Adhi-
ku, dhi, adhiku, rara Drusilawati durung tutug temen lelakone,
dene lagi katemu bae, iki sima maneh." (93).
Sang prabu ngandika ing parekan : "Mara bocah wadon, tim-
balana bandaramu si Pamadi, ingkang ana ing patamanan."
Aturipun: " Kawula nuwun inggih dhateng sendika."
Parekan sampun nimbali satriya Madukara, kerid mangarsa,
dipun suluki Sastradatan:
Sekar Bramarawilasita lampah: 11: J ahning yahning: talaga
kadi langit, kembang tapas wulan upamaneka, wintang tulya :
kusuma ywa suma wur, lumrang ingkang, sari kadi jalada.
Sang prabu ngandika ing Parta: "Pamadi katiwasan, mbakyu-
mu Drusilawati, didhustha ing buta wadon, banjur mumbul ing
jumantara, susumbare sanak sadulure yen mrina kon nusul, nega-
rane Timbultaunan. Priye Pamadi yen ora kowe sing mrinani."
Aturipun A.tjuna : " Inggih kakang prabu kula sagah dereng
kantenan, selak kula boten, temen kula wonten ing wana mejahi
yeksa ing Timbultaunan, mbokmanawi punika panunggilanipun.
Namung yen kula kang kadhawuhan ngupadosi nyuwun kanthi
badhe panganten kemawon, tumuta ing salampah kula, ngupa-
dosi kakangm bok."
Sang prabu angandika: " lya Janaka apa iang sakarepmu.
Adhi Jayadrata milua lakune si Pamadi ngupaya simane si Dru-
silawati, an uta salaku jantrane si adhi ing Madukara."

119
Aturipun raden Jayadrata: "Kawula nuwun inggih dhateng
sandika, kawula andherek ing rayi paduka raden ing Madukara,
mugi angsala idi pangestunipun kangjeng sinuhun."
Arjuna pamit: "Kakang prabu kantuna pinarak nira jeng
manggiha suka ing sawingking kula."
Wangsulanipun : "lya Janaka, aku jurung basuki ing lakumu,
takrewangi nenedha ing dewa."
Parta matur ing Bratasena: "Kakangmas ing Pawenang, kan-
tuna pinarak, kula nyuwun pangestu sampeyan."
Wangsulanipun: "lya wis mangkata, Semar Nalagareng Pe-
truk padha ngiringa bandaramu, anggoleki si Drusilawati."
Gangsa mungel ayak-ayakan Manyura, Parta J ayadrata mang-
kat kalih punakawan sami kalampahaken, sawatawis lampahan
kajeng katancebaken tengah. Gangsa kasuwuk, dipun suluki pa-
thet Manyura :
Sekar Rini lampah: 17: Lengeng gati nikang, awan saba-
saba, nikeng Ngastina, samantara tekeng, Tegalkuru narar: ya
Kresna laku, sireng Parasu Ra, rna Kanwa Janaka, durur Narad-
dha, kapanggih irikang, tegal milu ing kar: ya sang bupati. (94).
Dipun caritakakcn: Lah ing kana ta wau, sampun lepas
lampahe satriya Madukara kalih raden Jayadrata, samawana re-
pat punakawan tiga, seja ngupaya retna Drusilawati.
Sinigeg genti cinarita ing praja Tim bultaunan, kathah pung-
gawa kaerang-erang.

120
XIX. SRI KALADIYU PEJAH DENING
RADEN JAYADRATA.

Ngadeg nata yeksa, punggawa kang ngadhcp ditya Anipraba,


ditya Maudara, gangsa dipun jantur, dipun caritakaken:
Anenggih n agari pundi ingkang genti kocapa, ing Timbul-
taunan , sri Kaladiyu ingkang lagya pinarak ing pandhapa, ing-
kang caket punggawa pangarsa, .ditya Anipraba kalih ditya Mau-
dara. Saangkatipun emban Wewegidrah, prabu Kaladiyu anggung
anggagabah wadya prajurit, mangkana pangudasmaraning driya
sri Kaladiyu: "Dene wis Ia was Iakune si biyung ora nan a tcka,
apa bay a durung oleh gawe." Gangsa man tun kajantur, em ban
Wewegidrah prapta ngarsa nata, sasampunipun tata, gangsa ka-
suwuk, dipun suluki Sastradatan:
Sekar Basanta lampah : 14: Jumangkah ang: gro susumbar,
lindhu bumi gonjing, gumaludhu: g guntur ketug, umob kang
jaladri, lumembak pe: nyu kumambang, gumuruh walikan, tuhu
yen wi: snu bat hara : pantes nglebur bumi.
Prabu Kaladiyu ngandika: "Biyung padha rahatia Iakumu,
dene nganti lawas, apa oleh gawe apa ora, arep tumuli tak juju!
lakumu marang Ngastina."
Aturipun: "Kawula nuwun, saking pangestunipun gusti ka-
wula ingkang sinuhun, lampah kawula manggih rahaija. Dene lam-
pah kawula angsal darnel. Punika retna Drusilawati sampun kawula
bekta won ten ing cupu manik astagina."
Prabu Kaladiyu ngucap : "Mara biyung wetokna putri Ngas-
tina, kay a apa rupane dene dadi ojat." (95).
Retna Drusilawati medal saking c upu, lajeng manjing ka-
dhaton, dipun sulu ki Sastradatan. Kasarengan lampahipun raden
Pamadi, raden J ayad rata, tuwin repat punakawan sami matak
aji limunan, yeksa sami datan wuninga.
Sekar Bramarawilasita lampah: II: Ramya wwang pa: dha
tustha anggaijita, tckapira: nirmala mangayun ring, trus ung-
gyaning, sang sri supadniwara, tarlen sanggya, dwi lcmbana ma-
ngagnya.

12 1
Prabu Kaladiyu ngandika: "Biyung nyata ayu, ambunc kaya
prayangan, wis dadi kaulku kowe yen oleh gawe, dadia ganjaramu
kabeh bocah ing Timbultaunan, kareha ing kowe, lungguhmu
takundhaki limangatus karya."
Aturipun nyai emban: "Kawula nuwun inggih gusti, kalang-
kung panuwun kula, kapatedhan ganjaran wewah lenggah."
Sang prabu ngandika: "Mau aku mambu wangi, sawise ban-
jur mambu ganda ora enak, apa kowe mambu biyung, utawa apa
kowe ngentut. "
Aturipun: "0 bot en gusti, nanging gandanipun inggih saestu
santun, ingkang wau amrik anglangkungi, sapunika mambet ganda
boten eca, amanca wami."
Sang prabu adhawuh: "Wis biyung menenga, baya iki sem-
bulihe, mentas ana sambang wangi, banjur ana sam bang senggung,
sambang-sambang weruh aku, aku ora weruh sambang. Biyung
padha bujanaa karo kancamu bupati , takpadhake gustimu si Dru-
silawati."
Gangsa mungel ayak-ayakan, prabu Kaladiyu manjing ka-
dhaton.
Ngadeg retna Drusilawati sampun panggih sang Parta, lajeng
ngrangkul kalih karuna, J ayadrata lenggah wurining sang retna.
Gangsa kasuwuk dipun suluki pathet Manyura:
Sekar Rini lampah: 17: Mulat mara sang Par: ta smu kama-
nusan, kasrepan ring ti: ngkahning musuh niran, padha kadang
ta ya: wwang waneha, ana wwang anaking, yayah myang ibu len,
umanggeh paman, mangkadi narpa Kar: na Salya Bisma sang: dwi-
ja nggeh guru.
Retna Drusilawati ngucap awor karuna: "Adhiku, Pamadi
ora nyana aku yen bisa katemu kowc, dene kowc weruh ing kene,
J an aka sapa sing nuduhake."
Parta umatur: "lngkang andikakaken nusul kakang prabu
Ngastina, dene sumerep kula yen kakangmbok dipun bekta dha-
teng Timbultaunan, kangjeng uwa Anggandari ingkang paring
pirsa, ing mangke karsa sampeyan kados pundi , upami kula bekta
mantuk, yen sampun dumugi Ngastina, sampeyan lajeng dipun
dhaupaken kalih pun J ayadrata." (96).
Retna Drusilawati ngandika: " Pamadi aja sing didhaupake
karo satriya Banakeling, mbok didhaupna karo cebol pelikan,
jangji ora dirabi ing buta."
Raden J ayadrata Iajeng kesah kalih ngucap: "Enak rasane. "

122
Retna Drusilawati nolih tanya: "I tobil dadi iku mau wonge
ana kono. Lah kae arep menyang ngendi."
Arjuna matur: "Inggih kula kanthi punika wau, kajengipun
manggihi ingkang darbe nagari, mangga kula aturi manjing supe
kula ngriki."
Retna Drusilawati lajeng manjing, dipun suluki greget saut
Manyura :
Sekar Sardulawikridita lampah: 19 : Tatkala narpa Ce: da
mati nguni wch, sang Sastradarma pareng, kanteki raina, ma-
sangsaya mawas, hyang surya lumreng rana, makansehnira sang,
Wirathanarpa le n, Pancawala adulur, Nirbita mangka pa: ngruhun
pu tun ira, wira tri ya nindita.
Prabu Kaladiyu nguwuh-uwuh: "Adhiku Drusilawati, pa-
pagen banyu bokor aku, Nimas."
Petruk sumaur: "Kula aturi lajeng mriki kakang prabu, kula
ajeng-ajeng sampeyan."
Prabu Kaladiyu tatanya : "Kowe ana ngendi Nimas, dene
ora ana sajroning kadhaton , drema bae kakangmu jumeneng nata
kowe ingkang nguwasani, kabeh sanagara Timbultaunan."
Sauripul) Petruk : " Kakangmas kula aturi pinarak ing ngan-
dhap gcdhogan ngriki, sami pados jam ur grigit."
Rajayeksa kapanggih Jayadrata, dipun suluki greget saut
Manyura :
Sekar Rini lampah: I 7: Yaksa gora rupa, ri sedheng sang
Kumba : karna lclaku, kanmalwalcng ingkang, gambira mangarah,
angisis siyung, umijil prabawa, Jesus aprakempa, gora walikan,
ditya Durbalarsa, mrih curnaning lawan, wira tri rodra.
Sri Kaladiyu ngucap: "Iki wong apa ana sajroning kadhaton,
apa gawcmu."
Sa uri pun : "Aku utusane sinuhun Ngastina, andikakake mrik-
sa jembaring dhadhamu, sepira dedegmu."
Prabu Kaladiyu ngucap: "I bojleng-bojle ng belis lanat aje-
jegan , jebchel-jebehel, lehmu enak, durung mati aku arcp koukur,
mara cobanen ."
Gangsa mungcl lajeng prang, yeksaraja kalih radcn Jaya-
drata. Dangu J ayadrata dipun garot, lajeng anyandhak gada,
raja Kaladiyu dipun gada sirahipun remuk, geger para parekan
danawa medal ing pandhapa, para punggawa danawa lajeng man-
jing kadhaton , prang Ian Jayadrata, raden Pamadi tutulung men-
thang senjata (97) bramastra lumepas makantar-kantar, yeksa
sami kabasmi sirna wadya yeksa. Gangsa mungcl ayak-ayakan,

123
Arjuna Jayadrata kalarnpahaken kendel jawining praja, gangsa
dipun suwuk, dipun suluki pathet Manyura :
Sekar Rini larnpah: 17: Lengeng gati nikang, awan saba-
saba, nikeng Ngastina, sarnantara tckeng, Tegalkuru narar: ya
Kresna laku, sircng Parasu Ra, rna Kanwa Janaka, durur Narad-
dha, kapanggih irikang, tegal milu ing kar: ya sang bupati.
Dipun caritakaken: Lah ing kana ta wau, sarnpun sima yeksa-
raja sapunggawanipun, dening raden J ayadrata kalih raden Parnadi,
retna Drusilawati kabekta kondur dhateng Ngastina, Jampahe
sam pun kapungk4r praja ing Tim bultaunan, sinigeg ingkang Ja-
gya Jumampah dumugi jajahan Ngastina, rarne swaraning paksi
antaraning rina.

124
XX. DHAUPIPUN RADEN JAYADRATA KALIYAN
DEWI DRUSILAWATI.

Mungel ladrangan Rinarina, ngadeg prabu Kurupati, raden


Bratasena jajar pinarak kalih adipati Ngawangga, ingkang ngadhep
arya Sangkuni, parekan kalih ngayap ing wuri, gangsa kajantur
dipun caritakaken:
Anenggih ing pundi ingkang genti kocapa, nagari ing Ngas-
tina prabu Kurupati ingkang lagya pinarak ing pandhapa, kalih
satriya ing Munggulpawenang, jajar pinarak kalih narapati Kama,
ingkang ngadhep ing ngarsa kyai patih arya Sangkuni, parekan
sami ngayap ing pungkur, para kadang sata Kurawa pepak sami
sowan ing srirnanti. Mangkana prabu Kurupati sasimanipun retna
Drusilawati dereng kondur ngadhaton, amepak para kadang Ku-
rawa bujana ing pandhapa, para mantri bupati tuwin prajurit ing
Ngastina sa!Qi prayitna ing westhi, cipta yen prabu Kurupati
karsa lumurug dhateng ing Timbultaunan , mangkana panguda-
smaraning wardaya sri Kurupati: "Priye dadine yen ora bisa ka-
temu si Drusilawati."
Gangsa mantun kajantur, sawatawis dangunipun dipun se-
segaken lajeng kasuwuk, dipun suluki Sastradatan:
Sekar Rini lampah: 17: Lelawa gumendhul, ring pang kebet-
kebet, lir milu susah, yen bisaa muwus, pagene Pandhawa, tan ana
tumut, ri pati aminta, prajanta sapalih, sekaring tanjung, ruru am-
balasah, lesah kadya susah, ngesah kapisah.
Prabu Kurupati ngandika: "Paman arya Sangkuni, karsa ma-
nira yen bisa katemu anak pakenira si Drusilawati, banjur ma-
nira dhaupake bae karo anak pakenira ing Banakcling, daya-
daya kalakona, rehning wis manira pacang-pacang, wasana akeh
temen palange."
Aturipun arya Sangkuni: "Kula nun inggih sakarsa-karsa
paduka, jangji kapanggih sampun prayogi (98) kemawon, wang-
sui manawi lampahipun rayi paduka ing Madukara boten angsal
darnel kados pundi, dene ngantos sapunika dereng wonten dha-

12S
teng, punapa malih punika badhe panganten andungkap damel-
ipun, kesah ngupadosi bad he jodhonipun piam bak."
Pangandikanipun sang prabu: "Saupama boya bisa teka si
J anaka ing pendhak dina iki, pam an anjaba kakang adipati Kama
kanthia Kurawa patang golongan saprajurite, nglurug marang
praja Timbultaunan, angrebuta ing si Drusilawati. Kados pundi
kakang adipati Ngawangga, penapi andika kedugi anjujul dha-
teng prajaning raja danawa, kanthi kadang-kadang kula sata Ku-
rawa."
Aturipun: "Inggih yayi yen won ten karsa paduka, sanajan
dhatenga lak-lakaning naga, kula sendika anglampahi, sampun
dhumateng ing sakit, pejah kula andhemi."
Raden Bratasena sumambung sabda: "Kakang J akapitana,
yen adhimu si Pamadi ora teka antara telung dina, aja susah aku
dhewe ingkang nusul, marang nagaraning bu ta ing Tim bultaunan.
Yen aku ora teka telung dina karo angkatku, iku kongkonana
nusul pasthi aku ora oleh gawe utawa kapara ing tiwas."
Dipun caritakaken: Sinigeg prabu Kurupati ingkang lagya
imbal wacana kalih satriya ing Munggulpawenang, samawana na-
rapati Kama tuwin raden apatih arya Sangkuni, angarsa-arsa
raden Pamadi raden J ayadrata, ingkang sami ngupaya dewi Dru-
silawati, kasaru gedering jawi dhatengipun satriya Madukara,
satriya Banakeling, sapunakawanipun andherekaken dewi Dru-
silawati.
Gangsa m ungel ayak-ayakan, sareng sampun prapta sami tata
lenggah ing ngarsa nata.
Gangsa kasuwuk dipun suluki pathet Manyura:
Sekar Rini lampah: 17: Mulat mara sang Par: ta smu kama-
nusan, kasrepan ring ti : ngkahning mungsuhniran, padha ka-
dang ta ya, wwang waneha, ana wwang anaking, yayah myang ibu
len, umanggeh paman, mangkadi narpa Kar: na Satya Bisma ~ang :
dwija nggeh guru.
Sri Kurupati anabda : "Adhiku dhi, adh.iku, Pamadi dene lagi
bae takrasani, katemu ing ngendi mbakayumu, ora nyana yen
oleh gawe lakumu. "
Aturipun raden Pamadi: "lnggih saking pangestunipun ka-
kang prabu ingkang kula pundhi, menggah kapanggihipun kakang
mbok, wonten kadhaton ing Timbultaunan, rajanipun jujuluk
prabu Kaladiyu, sam pun pejah kalih rayi sampeyan pun J ayadrata,
dene wadya punggawanipun sampun tumpes, bela pejahipun pra-
bu Kaladiyu."

126
Kurupati ngandi.ka: "Janaka wis dadi ubayaku, yen si Drusi-
lawati katemu banjur takdhaupake (99) , gampang anggone bujana
katemu ing buri, jangji wis kalakon dhaup. Mara kakangamu ga-
wanen marang kadhaton, banjur paesan a, matura kangjeng ibu
yen si Drusilawati banjur takdhaupake, yen wis anggone ambusa-
nani gawanen metu ing paringgitan."
Aturipun Parta: " Kula nuwun inghih dhateng sandika."
Retna Drusilawati kabekta manjing kadhaton, dipun suluki
Sastrada tan :
Sekar Maduretna larnpah: 12: Narpati Darma: putra myang
Dananjaya, matur ring raka, narendra Arimurti, saha waspa ing,
madya wasananira, katur sadaya, mring sang reh maduretna.
Dipun caritakaken: Lah ing kana ta wau, retna Drusilawati
sarnpun binekta manjing dhatulaya, laje ng dipun paripurna, bi-
nusanan punapa sabusananing panganten. Dhasar wanudya endah
wamane, karengga ing busana sarwa retna, wewah pinaesan, ka-
sangsaya wamane pindha widadari. Sareng sampun dewi Anggan-
dari tuwin prarneswari retna Banuwati, anganthi sang pinanganten
retna Drusilawati. Mangkana raden Pamadi lajeng medal ing pan-
dhapa. Gangsa mungel ayak-ayakan , Parta prapta ngarsa nata,
gangsa dipun jantur.
Ayjuna matur ring nata: "Punika kakang prab u kauningana,
kakangmbok sam pun dipun paesi, ken del ing kori prabasu yasa"
Sang prabu ngandika: "Nedha kakang adipati Kama, rayi
andika pun J ayadrata, lajeng kadhaupna kalih pun Drusilawati,
lajeng manjing ing papajangan suyasa, pakenira paman arya milua
nganthi panganten."
Aturipun adipati Kama: "Kula nuwun inggih dhateng sandi-
ka. Mangga paman arya Sangkuni dipun dhaupaken pun adhi
J ayadrata."
Aturipun arya Sangkuni : " lnggih anak adipati suwawi."
Gangsa mantun kajantur, Jayadrata ngabekti lajeng binekta
m anjing kenyap uri, sampun dhinaupaken retna Drusilawati kalih
raden J ayadrata, sami lenggah ing pajangan. Kama, Sangkuni sa-
reng sampun andhaupaken panganten wangsul dhateng pandhapa,
gangsa kasuwuk d ipun suluki Sastradatan:
Sekar Bramarawilasita lampah: II: Ramya wwang pa :
dhatustha anggarjita, tekapira, nirmala mangay un ring, trus ung-
gyaning : sang sri supadniwara, t arlen sanggya , dwi lernbana ma-
ngagya.

127
Prabu Kurupati ngandika: "Adhi Bratasena, iki dhaupe si
Drusilawati, kowe Ian si Pamadi ngentenana sabubaring sapasar,
arep takjak bujana nayub, rehning si Pamadi ingkang tutulung."
Wangsulanipun: "Kakangku Jayapitana aja dadi cuwaning
pami.kirmu, rehning si Pamadi wis lawas lungane, kakangku pamba-
rep banget pangarep-arepe, muiane kudu adhimu takkon mulih
saiki, najan balia marang Ngastina maneh, yen wis katemu ing
si kakang Darmaji." ( 100)
Prabu Kurupati ngandika malih: "E lah cuwa temen pikirku
Bratasena, yen adhimu mulih kowe bae takandheg aja milu mulih,
si J anaka taklilani mulih nanging nulia bali."
Wangsulanipun: "lya kakang Jayapitana, aku bae dadia wa-
kile adhimu si Pamadi, angenteni sapasaring panganten, apa ing
sakarepmu."
Sri Ngastina ngandika: "Paman arya Sangkuni, pakenira dha-
wuha makajangan, Ian pra kadang manira sata Kurawa, padha
manira karsakake bujana ing kadhaton."
Aturipun arya Sangkuni: "Kula nuwun inggih dhateng san-
dika."
Sinigeg dipun suluki greget saut Manyura:
Sekar Medhangmiring lampah: 23: Atari pejah: ning kang
prawara So: madentatanaya, tekap Sinisuta, mangkin aparek,
Jayadrata tekap, sang Arjuna War: kodhara norakamu, maka
muka sang: dwijendra Kama Kar: pa Salya kuruku: tarlen girl-
kola. ·
Dipun caritakaken: Lah ing kana ta wau, eca imbalan pangan-
dika prabu Kurupati, kasaru gegering jawi ing alun-alun dhatengi-
pun dirada set a, basa jalma nedha retna Drusilawati, dangu-dangu
lajeng meta dwipangga angririsak. Gangsa mungel kerepan Ma-
nyura, Kartamarma marek ing ngarsa nata, sawatawis lajeng gang-
sa kasu wuk tanpa suluk.
Prabu Ngastina andangu : "Kartamarma apa ingkang dadi
gitaningjaba, dene kowe lumebu gurawalan lakumu."
Aturipun raden Kartamarma: " Kawula nuwun, kauningana
ing paduka, ing alun-alun wonten dirada seta saged tata jalma,
wicantenipun nedha pun Drusilawati, lajeng soroh amuk meta
angrisak pasowan sami dipun obrak-abrik, dipun pambengi
ing prajurit, dipun sanjata boten tumama, prajurit kathah ingkang
tiwas."
Prabu Kurupati ngandika : "Kakang adipati Kama, paman
arya Sangkuni, para kadang Kurawa pakenira dhawuhana ngruwat

128
gajah ingkang soroh amuk. Ayo Bratasena padha metu ing si-
tinggil ...
Gangsa mungel kerepan Manyura, Kama, Sangkuni sami
medal ing j awi. Prabu Kurupati tuwin raden Bratasena, ningali
saking sitinggil, Kurawa pepak ing pagelaran.
Ngadeg dipati Kama Sangkuni, gangsa dipun suwuk tanpa
suluk.
Narapati Kama undhang-undhang: " Heh adhi-adhiku Kurawa
kabeh andikakake ngruwat gajah ingkang soroh amuk, aja na
kowe taha-taha, iki gajah sulap, masa ambayanana. rekane wong
Pandhawa bae." (101)
Gangsa mungel kerepan, Kurawa sami mangsah, gajah den
but ing kathah, nanging dwipangga wantala tan pasah tapak pa-
luning apandhe, Kurawa singa kasampe dhawah, anggelasah,
tangi sami bibar lumajeng angungsi ing dipati Ngawangga. Arya
Sangkuni sinander lumayu niba tangi, panggih dipati Kama ngadeg
ing pagt:laran.
Gangsa kasuwuk dipun suluki greget saut Manyura :
Sekar Sulanjari lampah : 20: Tandya bala: Pandhawambyuk,
gumulung mangusir ring sata Kurawa, kambah kosi: k sru katitih,
mirut kerut larut, katut para ratu, tuwin sagung : pra dipati, katut
kapalayu, sigra praptanira, Aswatama , tatanya lah, pagene ta iki,
ya padha lumayu.
· Sangkuni matur: "0 katiwasan anak adipati, rayi-rayi jengan-
dika Kurawa, kathah kaprawasa ing esthi, sampun bibar lumajeng
sadaya, lah punika limane mriki."
Wangsulanipun Kama: "Kajengipun paman m angke kula
pethukne. Heh kowe iku gajah apa karepmu, dene angrurusak."
Sauripun:. "Aku anjaluk bojoku si Drusilawati, wis tak gawa
banjur dire but Pamadi, endi si Pamadi takjake tandhing prang."
Kama mangsuli : "Yen kena kowe takeman, halia ing ngendi
panggonamu, Jan si Drusilawati wis dhaup karo satriya Banakeling,
selagi lelambana durung ana adate kewan jodho manusa: Takarani
kowe gajah lumaku diruwat."
Gangsa mungel kerepan Manyura, Kama sinandc r ing liman,
kacandhak dipun wasuh nulya binu~l dhawah kalemper, wungu
enget narik c uriga, liman mangsah malih Kama marjaya, lajeng
ginadhing malesat dhawah kantaka, ginosongan ing wadya Nga-
wangga.

129
Ngadeg sri Kurupati ngandika : "Adhi Bratasena tiwas, mana-
wa ora kotulungi kakang-kakangmu padha nandhang sangsara,
kakang adipati Kama kasrakat satengah mati."
Wangsulanipun: "lya kakang Jayapitana takpapage gajah
iki, wong Ngastina padha konnyuraki, Ian anabuh galaganjur."
Gangsa mungel galaganjur, Bratasena mangsah kalih ta-
yungan. Prajurit Ngastina sami surak, kinepung kubenging alun-
alun, sareng sampun prapta ngajenging esthi, gangsa kajantur.
Liman tanya: "Heh sapa wong Ngastina, rupamu sembada
bagus ajarot."
Sauripun: "Aku Bratasena, dudu wong Ngastina, aku wong
Ngamarta."
Liman mangsuli: "Dudu kowe mungsuhku, endi bojone
Drusilawati, karo Pamadi iku satruku."
Bratasena mangsuli: "Apa abamu gajah gelahing jagad, kowe
andhustha putri Ngastina, sandhangen wawalesku."
Gajah mangsuli: "I Bratasena, iya tekakna budimu, ayo
singa tiwasa, dudu caraku prang andh.ingini."
Bratasena sumaur: "lya payo takuja apa sagendhingmu."
Gangsa mantun kajantur, kasesegaken. Sena prang Ian liman,
dangu ngaben karosan. Gajah dinedel kalenggak, Sena dipun ga-
dhing, tlale dipun tarik ing raden Bratasena, sirah manglung gu-
rung kinuku pedhot, gajah pejah kapisananan. Galaganjur ka-
suwuk. Gajah cinandhak ing raden Bratasena lajeng binucal sina-
wataken sumebrung. Gangsa mungel kerepan, Gajah bangkenipun
dhawah bangawan Silugangga. Sena tinimbalan dhateng sitinggil,
gangsa dipun suwuk mungel gendh.ing Kinanthi.
Ngadeg prabu Kurupati, Bratascna, arya Sangkuni, parekan
kalih. Gangsa kajantur. Dipun caritakaken:
Lah ing kana ta wau, prabu Kurupati, sapejahing dwipangga
suka ing wardaya, raden Bratasena tinimbalan dhateng sitinggil
kalih raden arya Sangkuni. Raden Pamadi sapunakawanipun man-
tuk dhateng Ngamarta. Kontrak sapraja Ngastina, raden Bratasena
karosane animbangi liman, sami mangalembana. Namung raden
arya Sangkuni, ian retna Anggandari seja sami nandukken pangu-
paya murih sirnaning Pandhawa, aywa kongsi panjang Jelakone.
Gangsa mantun kajantur lajeng tanceb kayon.

130
. ·.:.-- ~.., - r;:
·I ~ ·- · I _,
;, ~. ......~j

~ PN BALAI PUSTAKA - JAK ARTA

Perpusb
Jenderc

Anda mungkin juga menyukai