Anda di halaman 1dari 18

MAKALAH

WARISAN KAKEK BERSAMA SAUDARA, AUL, RADD


Disusun Guna Memenuhi Tugas
Mata Kuliah: Fiqih Mawaris Dan Munakahat
Dosen Pengampu: Widodo Hami, M.Ag

Disusun oleh:
1. Abdul Fahmi Romadhoni 2121010
2. Hendiartha Noor Pratama 2120097

Kelas G

JURUSAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM


FAKULTAS TARBIYAH ILMU DAN KEGURUAN
UIN KH. ABDURRAHMAN WAHID PEKALONGAN
2023
KATA PENGANTAR

Alhamdulillah puji syukur kehadirat Allah SWT atas segala rahmat, taufiq, hidayah-Nya,
sehingga kita dapat meyelesaikan makalah ini guna memenuhi tugas kuliah fiqih mawaris dan
munakahat dengan tema “Watisan Kakek Bersama Saudara, Aul, dan Radd”.

Kami menyadari dalam penulisan makalah ini tidak terlepas dari bantuan banyak pihak
yang telah berkontriusi baik dalam memberikan saran, kritik, serta doa. Sehingga terselesaikan
makalah ini dengan tepat waktu.

Kami menyadari bahwa sepenuhnya bahwa makalah ini jauh dari kata sempurna,
dikarenakan ketrbatasan pengetahuan serta pengalaman yang kami miliki. Oleh sebab itu, kami
mengharapkan segala bentuk saran serta masukan bahwa kritik yang membangun dari berbagai
pihak. Harapan kami semoga makalah ini dapat memberikan manfaat bagi penulis maupun untuk
para pembaca.

Pekalongan, 21 September 2023

2
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR..................................................................................................................................2
DAFTAR ISI.................................................................................................................................................3
BAB I.............................................................................................................................................................4
PENDAHULUAN........................................................................................................................................4
A. Latar Belakang.................................................................................................................................4
B. Rumusan Masalah...........................................................................................................................5
C. Tujuan Rumusan Masalah..............................................................................................................5
BAB II...........................................................................................................................................................6
PEMBAHASAN...........................................................................................................................................6
A. Pengertian Dan Sumber Hukum Kewarisan.................................................................................6
B. Hak Kewarisan Kakek dan Saudara.............................................................................................7
C. Pengertian ‘Aul..............................................................................................................................10
D. Cara penyelesaian Aul...................................................................................................................11
E. Kemungkinan Terjadinya ‘Aul....................................................................................................11
F. Pengertian Radd............................................................................................................................12
G. Macam-macam ar-Radd...........................................................................................................13
H. Ahli waris yang tidak mendapat ar-Radd...............................................................................13
BAB III........................................................................................................................................................14
PENUTUP...................................................................................................................................................14
A. Kesimpulan.....................................................................................................................................14
B. Saran...............................................................................................................................................15
DAFTAR PUSTAKA.................................................................................................................................16

3
BAB I

PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Konsep pewarisan timbul pada saat terjadinya peristiwa kematian. Di dalam kitab
suci Al-Qur’an mengatur masalah kewarisan secara rinci. Namun muncul perbedaan
pemahaman dalam memutuskan masalah kewarisan karena perbedaan interpretasi kata
walad yang terdapat dalam surah An-Nisa Ayat (176). Perbedaan interpretasi
menimbulkan permasalahan mengenai kedudukan saudara perempuan kandung mewaris
bersama anak perempuan kandung pewaris. Sedangkan pengaturan tentang kedudukan
anak perempuan dalam Pasal 181 dan 182 Kompilasi Hukum Islam masih menimbulkan
multitafsir oleh para hakim.1
Masalah harta warisan menjadi masalah umat manusia yang selalu menimbulkan
permusuhan didalam sebuah keluarga. Namun sebenarnya dalam sebuah pewarisan sudah
ada sejak masa jahiliyah, bedanya pada jaman jahiliyah yang berhak mendapatkan
warisan hanya laki-laki serfisik kuat, dan juga memiliki kemampuan untuk memanggul
senjata dan mengalahkan mungsuh2, atau dapat dibilang mereka-mereka yang bisa
perang.
Walaupun masalah kewarisan telah diatur oleh sunnah dan Al-Qur’an namun
nyatanya dalam menjalankanya tidaklah mudah, buktinya pada masa para sahabat banyak
terjadi kesulitan dan munculnya sejumlah perbedaan pemahaman dalam memutuskan
masalah waris sebab perbedaan interpretasi mereka terhadap nash (nash) walaupun
lafadzh yang dibahas adalah sama.3
Untuk itu pembagian waris kakek antar saudara serta aul dan radd penting untuk
dibahas, maka dari itu pentingnya makalah ini untuk dibahas.

1
Muhammad Ambrar, Pratama, kedudukan saudara perempuan kandung dalam kewarisan dengan adanya
anak perempuan pewaris menurut hukum waris Islam, Skripsi Universitas Muhammadiyah Sumatra Utara, hlm 1
2
Muhammad Ambrar, Pratama, kedudukan saudara perempuan kandung dalam kewarisan…. (Skripsi)
Universitas Muhammadiyah Sumatra Utara, hlm 6
3
Umi Sakinah. 2014. Analisis Pendapat Ibnu Abbas Tentang Makna Walad dan Implikasinya Terhadap
Kewarisan Saudara bersama Anak dalam Proses Legislasi Nasional. (Skripsi). Fakultas Syariah Universitas
4
Islam Negeri Walisongo. Semarang, hlm 1.

5
B. Rumusan Masalah
Dari uraian latar belakang masalah tersebut dan berkaitan denga judul, maka penulis
memberikan rumusan-rumusan masalah sebagai berikut:
1. Apa pengertian dan sumber hukum?
2. Bagaimana hak kewarisan kakek dan saudara?
3. Apa pengertian ‘Aul?
4. Bagaimana cara penyelesaian ‘Aul?
5. Apa saja kemungkinan terjadinya ‘Aul?
6. Apa pengertian Radd?
7. Apa saja macam-macam ar-Radd?
8. Apa saja ahli waris yang tidak mendapatkan ar-Radd?

C. Tujuan Rumusan Masalah


Adapun tujuan dari rumusan masalah ialah sebagai berikut:
1. Untuk mengetahui pengertian dan sumber hukum
2. Untuk mengetahui hak kewarisan kakek dan saudara
3. Untuk mengetahui pengertian ‘Aul
4. Untuk mengetahui cara penyelesaian ‘Aul
5. Untuk mengetahui kemungkinan terjadinya ‘Aul
6. Untuk mengetahui pengertian Radd
7. Untuk mengetahui macam-macam Radd
8. Untuk mengetahui ahli waris yang tidak mendapatkan ar-Radd

6
BAB II

PEMBAHASAN

A. Pengertian Dan Sumber Hukum Kewarisan


Hukum Waris Islam dalam bahasa Arab dinamakan ilmu Faraidh, yang berarti
ilmu pembagian. Lebih jelasnya, Faraidh adalah suatu ilmu yang menerangkan tata cara
pembagian harta peninggalan dari seseorang yang telah meninggal kepada ahli warisnya. 4
Menurut Pasal 171 huruf (a) Kompilasi Hukum Islam, hukum kewarisan adalah hukum
yang mengatur tentang pemindahan yang lebih tepat adalah pemindahan hak kepemilikan
harta peninggalan (tirkah) pewaris, menentukan siapa-siapa yang berhak menjadi ahli
waris dan berapa bagiannya masing-masing. Secara terminologi, hukum kewarisan
adalah hukum yang mengatur pembagian warisan, mengetahui bagian-bagian yang
diterima dari harta peninggalan itu untuk setiap ahli waris yang berhak. 5 warisan adalah
soal apa dan bagaimana berbagai hak-hak dan kewajiban-kewajiban tentang kekayaan
seseorang pada waktu ia meninggal akan beralih kepada orang lain yang masih hidup.6
Sumber kewarisan Islam bersumber dari Al-Qur’an, Sunnnah, Ijtihad. Dari ketiga
sumber tersebut menjadi sumber hukum waris dalam Islam, didalam Al-Qur’an sendiri
yang menyinggung Surat an-Nisa : 59 yang artinya: “Hai orang-orang yang beriman,
taatilah Allah dan taatilah Rasul-Nya dan ulil amri di antara kamu. Kemudian jika kamu
berlainan pendapat tentang sesuatu, maka kembalikanlah ia kepada Allah (Al-Qur’an)
dan Rasul (sunnahnya).”
Selain Al-Qur’an, maka ada sebuah hadits Nabi yang berupa dialog anatara
Rasulullah SAW dengan Mu’adz bin Jabal yang diriwayatkan Abu Daud dari Ibnu Umar
7
“Nabi bertanya: apa yang kau perbuat jika kepadamu dihadapkan perkara yang harus

4
Saifuddin Arief. 2008. Praktik Pembagian Harta Peninggalan Berdasarkan Hukum Waris Islam. Jakarta:
Darunnajah Publishing, hlm 30
5
Muhammad Ambrar, Pratama, kedudukan saudara perempuan kandung dalam kewarisan…. (Skripsi)
Universitas Muhammadiyah Sumatra Utara, hlm 41
6
Ahmad Rofiq. 2015. Hukum Perdata Islam di Indonesia. Jakarta: Rajawali Pers, halaman 281-282.
7
Gigih Ananda Perwira. 2011. Pembagian Waris Untuk Kakek Bersama Saudara Dalam Tinjauan Hukum
Islam Dan Kitab Undang-Undang Hukum Perdata. (Skripsi). Program Studi Ilmu Hukum Fakultas Hukum
Universitas Indonesia. Jakarta, hlm 12-13

7
diputus? Jawab Mu’adz: saya akan memutuskan berdasarkan Kitab Allah (Al-Qur’an).
Nabi bertanya lagi: jika dalam kitab Allah tidak kamu jumpai? Jawab Mu’adz: saya akan
memutus berdasarkan sunnah Rasulullah. Nabi bertanya lagi: jika tidak kamu 17 jumpai
dalam sunnah Rasul? Jawab Mu’adz: saya akan berijtihad dengan menggunakan akalku
dan aku tidak akan membiarkan perkara ini tanpa putusan.”
Selanjutnya ada Ijtihad sebagai sumber hukum kewariasan, yaitu bersumber dari
pemikiran para sahabat Rasulullah SAW atau pemikiran para ulama dalam
menyelesaikan kasus pembagian warisan yang belum atau disepakati.
Walaupun dalam penerapanya tidak dapat kita jumpai tidak sesuai dengan
sumber- sumber hukum Islam namun Al-Qur’an, Sunnah, dan Ijtihad tetap dipedomani
untuk menentukan porposi bagian dalam penyelesaian pembagian warisan.8

B. Hak Kewarisan Kakek dan Saudara


Sebagai ahli waris, hak kewarisan kakek sama dengan hak kewarisan ayah, dan ia
dihijab oleh ayah karena hubungannya kepada pewaris adalah melalui ayah. Kakek dapat
mewarisi bersama anak, cucu, ibu, duda maupun janda. Adapun alternatif hak kewarisan
kakek itu adalah:9
1. Seperenam (1/6), apabila kakek mewarisi bersama anak atau cucu laki-laki.
Sementara cucu perempuan boleh ada atau tidak ada, karena tidak
berpengaruh. Dasarnya adalah hadis dari imran bin husein yang telah
dikemukakan diatas. Termasuk juga surat An-Nisa 11 tentang hak kewarisan
ayah. Contohnya: ahli waris terdiri dari kakek, 1 anak laki-laki, suami. Bagian
mereka masing-masing adalah: kakek 1/6. 1 anak laki-laki sisa (asabah).
Suami 1/4. Asal masalanya
12. Kakek 2/12. suami 3/12. 1 anak laki-laki 7/12.
2. Seperenam (1/6) dan sisa, yaitu jika kakek mewarisi bersama anak atau cucu
perempuan, dan ketika tidak ada anak atau cucu laki-laki. Hal ini berarti
bahwa pada mulanya kakek diberi hak 1/6 sebagai zul furudl, kemudian
setelah dibagi kepada ahli waris zul furudl yang lain, dan ternyata masih
bersisa, maka sisanya itu adalah untuk kakek dalam status asabah. Kakek
diposisikan lebih dahulu

8
sebagai zul furudl, dan kemudian sebagai asabah, karena dengan
kedudukannya sebagai zul furudl minimal ia mendapat 1/6. Sedangkan dalam
status asabah saja ada kemungkinan kakek mendapat kurang lebih dari 1/6
atau tidak mendapat bagian sama sekali. Contohnya: ahli waris terdiri dari
kakek, 1 anak perempuan, ibu. Bagian mereka masing- masing adalah: kakek
1/6 + sisa. 1 anak perempuan 1/2. Ibu 1/6. Asal masalahnya adalah: 6. 1 anak
perempuan 3/6. Ibu 1/6. Kakek 1/6 ditambah sisa harta 1/6 maka bagian kakek
2/6.
3. Sisa harta sebagai asabah, yaitu bila kasus kewarisan tidak ada anak atau cucu,
baik laki-laki maupun perempuan. Contohnya: ahli waris terdiri dari suami,
ibu, kakek. Bagian mereka adalah Suami 1/2 karena tidak ada anak atau cucu.
Ibu 1/3 karena tidak ada anak atau cucu dan tidak ada dua orang saudara atau
lebih. Kakek mendapat sisa (asabah) karena tidak ada anak atau cucu. Asal
masalahnya 6. Suami 1/2 menjadi 3/6. Ibu 1/3 menjadi 2/6. Kakek mendapat
sisa (asabah) yaitu 1/6. Adapun hak kewarisan saudara adalah:
4. Saudara perempuan seayah, mempunyai 4 alternatif hak, yitu:
a) 1/2 jika ia seorang, dan ketika tidak ada saudara laki-laki seayah.
Contohnya: ahli waris terdiri dari 1 saudara perempuan seayah, suami,
ibu. Bagian mereka masing-masing adalah: 1 orang saudara
perempuan seayah 1/2 karena dia seorang, dan tidak ada saudara laki-
laki seayah. suami 1/2. Ibu 1/3. Asal masalah 6. Jadi 1 orang saudara
perempuan seayah 3/6. Suami 3/6. Ibu 2/6. Masalah ini menjadi aul
karena jumlah bagian 8 lebih besar dari asal masalah 6. Agar harta
warisan dapat dibagikan kepada ahli waris dengan adil, maka asal
masalah dinaikkan menjadi 8. Maka bagian 1 orang saudara
perempuan seayah 3/8. Suami 3/8. Dan ibu 2/8.
b) 2/3 bila mereka terdiri dari dua orang atau lebih dan diwaktu tidak ada
saudara laki-laki seayah. Contohnya: 2 saudara perempuan seayah, 1
istri, 1 paman seayah. Bagian masing-masing adalah: 2 saudara
perempuan seayah 2/3. 1 istri 1/4. 1 paman seayah sisa (asabah). Asal
masalahnya 12. 2 saudara perempuan seayah 8/12. 1 istri 3/12. 1
paman seayah sisa (asabah) 1/12.
9
c) 1/6 jika ia mewarisi bersama seorang saudara perempuan kandung, dan
ketika tidak ada saudara laki-laki seayah. Hak kewarisan yang diterima
oleh saudara perempuan seayah adalah untuk meyempurnakan
bilangan saudara perempuan kandung. Bila saudara perempuan
kandung dianggap dua orang berarti hak mereka terima 2/3. Dalam
kenyataannya saudara perempuan kandung hanya seorang saja,
sehingga hak yang diperoleh adalah 1/2. Oleh sebab itu, harta bersisa
1/6, dan sisanya inilah yang di berikan kepada saudara perempuan
seayah. Dasar hukumnya adalah menyamakan (menganologikan)
saudara perempuan seayah dengan cucu perempuan ketika mewarisi
bersama seorang anak perempuan.18 Contohnya: ahli waris terdiri dari
suami, 1 saudara perempuan kandung, 1 saudara perempuan seayah.
Bagian mereka masing-masing adalah suami 1/2. 1 saudara perempuan
kandung 1/2. 1 saudara perempuan seayah 1/6. Asal masalahnya
adalah: 6. Suami 3/6. 1 saudara perempuan kandung 3/6. 1 saudara
seayah 1/6. Masalah menjadi aul karena jumlah bagian 7 lebih besar
dari asal masalah 6. Agar harta warisan dapat dibagikan kepada ahli
waris dengan adil, maka asal masalah dinaikkan menjadi 7. Maka
bagian Suami 3/7. 1 saudara perempuan kandung 3/7. 1 saudara seayah
1/7.
d) Sisa sebagai asabah bilghair, jika ia mewarisi bersama saudara laki-
laki seayah. Contohnya: ahli waris terdiri dari 1 saudara laki-laki
seayah, 1 saudara perempuan seayah, 1 anak perempuan, istri. Bagian
mereka masing-masing adalah: 1 saudara perempuan seayah asabah bil
ghair. 1 saudara laki-laki seayah asabah bersama saudara perempuan
seayah. 1 anak perempuan 1/2. Istri 1/8. Asal masalanya adalah 8. 1
anak perempuan 4/8. Istri 1/8. Sisa harta 3/8 diberikan kepada 1
saudara perempuan seayah 1/8 dan 1 saudara laki-laki seayah 2/8.
Karna bagian
1 saudara laki-laki seayah sama dengan bagian 2 orang saudara
perempuan seayah.

10
5. Saudara seibu, baik laki-laki maupun perempuan. Mereka tidak dibedakan
dalam hal menerima harta warisan. Mereka mempunyai 2 alternatifhak, yitu:
a) 1/6 jika seorang, baik laki-laki maupun perempuan.19 Contohnya: ahli
waris terdiri dari suami, ibu, 1 saudara seibu. Bagian mereka adalah:
Suami 1/2 karena tidak ada anak atau cucu. Ibu 1/3 karena tidak ada
anak atau cucu dan tidak ada dua orang saudara atau lebih. 1 saudara
seibu 1/6 karena dia seorang saja. Asal masalahnya 6. Suami 1/2
menjadi 3/6. Ibu 1/3 menjadi 2/6. 1 saudara seibu 1/6 menjadi 1/6.
b) 1/3 jika mereka dua orang atau lebih, baik laki-laki atau perempuan
maupun keduanya. Dasarnya ayat 12 surat an-Nisak.20 Contohnya:
ahli waris terdiri dari suami, nenek, 2 saudara seibu. Bagian mereka
adalah: Suami 1/2. Nenek 1/6. 2 saudara seibu 1/3. Asal masalahnya
6. Suami 1/2 menjadi 3/6. Nenek 1/6 menjadi 1/6. 2 saudara seibu 1/3
menjadi 2/6.

C. Pengertian ‘Aul
‘Aul merupakan kata dari bahasa Arab yang banyak arti, ada kalanya bermakna
adz-dzulmu (kelaliman) juga al-jauru (kecurangan). 10 Kadang juga ‘aul berarti al-irtifa
yang berarti naik. Singkatnya ‘aul yaitu hal kurangnya harta warisan yang terjadi dalam
pembagian harta waris dimana setelah dilakukan pembagian harta waris kepada orang-
orang yang berhak menerima (ashabul furudh) yang menjadikan bertambahnya jumlah
saham yang telah ditentukan dan berkurangnya bagian-bagian ahli waris.11 Hal ini
dikarenakan furudh-furudh yang ada dan jumlahnya saling memenuhi, yang dapat
menghabiskan seluruh harta pusaka, padahal masih ada ashabul furudh yang tidak
mendapatan bagian. Dengan demikian pengurangan akan mengena pada setiap ahli
waris.12

10
Muhammad Ali Ash Shabuniy, Hukum Waris Islam , Surabaya: Al Ikhlas, 1995, h. 147.
11
. Iqbal Damawi, Kamus Istilah Islam : Kata-kata yang Sering Digunakan dalam Dunia Islam,
Yogyakarta: Qudsi Media, 2012, h. 19.
12
Syaikh Kamil Muhammad ‘Uwaidah, Fiqih Wanita ; Edisi Lengkap, Jakarta: Pustaka Al-Kautsar, cet 13, 2004,
11
h.532.

12
Dalam hukum positif indonesia terutama dalam undang-undang Peradilan Agama juga di
atur tentang mawaris ini.13

D. Cara penyelesaian Aul


Penyelesaian ‘aul secara teori dalam beberapa literatur kewarisan banyak
ditemukan apa yang disebut sebagai masalah imajinatif. Yang terdapat di dalamnya
adalah beberapa kemungkinan susunan ahli waris yang menyebabkan perbedaan
penyebut. Misalkan dari yang asalanya perenam (.../6) ditingkatkan menjadi pecahan
pertujuh (.../7), perdelapan (.../8), persembilan (.../9) dan persepuluh (.../10). Dari yang
asalanya pecahan perdua belas (.../12) ditingkatkan menjadi pertiga belas (.../13), perlima
belas (.../15) dan pertujuh belas (.../17). Dari yang asalnya perdua puluh empat (.../24)
ditingkatkan menjadi pecahan perdua puluh tujuh (.../27).14

E. Kemungkinan Terjadinya ‘Aul


Para ulama mazhab berbeda pendapat terhadap masalah ‘aul, apakah dipikul
bersama oleh orang yang menerima bagian tersebut atau dibebankan kepada salah satu
pihak di antara ashabul furudh. Mazhab empat mengatakan harus dilakukan ‘aul artinya
kekurangan itu dipikul oleh mereka yang menerima bagian sesuai dengan besarnya fardh
mereka. Sedangkan imamiyah memiliki pendapat yang menyatakan tidak adanya ‘aul dan
menetapkan bagian mereka sebagaimana semula.1

Para ahli faraidh juga memberikan sebutan tertentu untuk berbagai kemungkinan
‘aul ini dan disebutnya sebagai masalah: nama-nama masalah itu diantaranya:16

1. Mubahalah

13
Hasbiyallah, Belajar Mudah Ilmu Waris, Bandung: Rosdakarya, 2007, h. 47 – 48.
14
Amir Syarifuddin, Hukum Kewarisan Islam, Jakarta: Kencana, 2008, h. 100 – 101.
15
Muhammad Jawad Mughniyah (pent), Fikih Lima Mazhab : Ja’fari, Hanafi, Maliki, Syafi’i dan Hambali,
Jakarta: PT Lentera Basritama, cet 10, 2003, h. 565.
16
Amir Syarifuddin, Hukum Kewarisan Islam..., h. 101 – 103.

13
Mubahalah adalah suatu keadaan dimana ahli waris terdiri dari mereka yang
jumlah furudhnya menghasilkan penyelesaian ‘aul dari pecahan perenam
menjadi perdelapan.

2. Gharra’

Masalah gharra’ timbul bila ahli waris terdiri dari mereka yang jumlah
furudhnya menyebabkan penyelesaian secara ‘aul dengan meningkatkan dari
pecahan perenam menjadi persembilan

3. Ummu al-Furukh

Masalah ummu al-furukh atau disebut juga syuraihiyah terjadi bila ahli waris
terdiri dari mereka yang jumlah furudhnya menyebabkan penyelesaian secara
‘aul dengan meningkatkan pecahan dari perenam menjadi persepuluh.

4. Ummu al-Aramil

Masalah ummu al-aramil terjadi bila ahli waris terdiri dari mereka yang
jumlah furudhnya menyebabkan timbulnya penyelesaian secara ‘aul dengan
meningkatkan pecahannya dari perdua belas menjadi pertujuh belas.

5. Minbariyah

Masalah minbariyah terjadi bila ahli waris terdiri dari mereka yang jumlah
furudhnya menyebabkan terjadi penyelesaian secara ‘aul dengan
meningkatkan pecahannya dari perdua empat menjadi perdua tujuh.

F. Pengertian Radd
Adapun radd menurut istilah ilmu faraid ialah pengembalian sisa pembagian harta
warisan kepada zawil al-furud selain suami atau istri. Jadi, apabila dalam ahli waris
tersebut tidak ada suami atau istri maka sisa pembagian tersebut ditambahkan
(dikembalikan) kepada ahli waris zawil al-furud dengan cara menjadikan aṣl al-masalah
(AM) dengan jumlah bilangan pembilangnya (jumlah bagian masingmasing ahli waris).
Radd merupakan
14
kebalikan dari al ‘aul. Para ulama berbeda pendapat tentang kelebihan sisa pembagian
harta warisan. Zaid bin sabit berpendapat, bahwa kelebihan sisa itu, diserahkan kepada
Baitul Mal untuk dipergunakan bagi kepentingan umum. Pendapat tersebut juga dianut
Malik bin Anas dan Syafi’i. Tatapi kebanyakan sahabat-sahabat Nabi berpendapat, bahwa
kelebihan sisa pembagian itu, dikembalikan lagi kepada ahli waris.

G. Macam-macam ar-Radd
Ada empat macam Ar-radd, dan masing-masing mempunyai cara atau hukum
tersendiri. Keempat macam itu:
1. Adanya ahli waris pemilik bagian yang sama, dan tanpa adanya suami atau
istri.
2. Adanya pemilik bagian yang berbeda-beda, dan tanpa suami atau istri.
3. Adanya pemilik bagian yang sama, dan dengan adanya suami atau istri

4. Adanya pemilik bagian yang berbeda-beda, dan dengan adanya suami atau
istri

H. Ahli waris yang tidak mendapat ar-Radd


Adapun ahli waris dari ashhabul furudh yang tidak bisa mendapatkan ar-radd
hanyalah suami dan istri. Hal ini disebabkan kekerabatan keduanya bukanlah karena
nasab, akan tetapi karena kekerabatan sababiyah (karena sebab), yaitu adanya ikatan tali
pernikahan. Dan kekerabatan ini akan putus karena kematian, maka dari itu mereka
(suami dan istri) tidak berhak mendapatkan ar-radd. Mereka hanya mendapat bagian
sesuai bagian yang menjadi hak masing-masing. Maka apabila dalam suatu keadaan
pembagian waris terdapat kelebihan atau sisa dari harta waris, suami atau istri tidak
mendapatkan bagian sebagai tambahan.17

17
Muhammad Ali Ash-Shabuni, pembagian waris menurut Islam. Internet
http://media.isnet.org/kmi/islam/Waris/Radd.html diakses 20 september 2022 (22.54 WIB)

15
BAB III

PENUTUP
A. Kesimpulan
Dari pemaparan yang telah pemakalah maka, pemakalah menulis beberapa point
kesimpulan antara lain:
pengertian dari sebuah hukum waris Islam dalam bahasa Arab dinamakan ilmu
Faraidh, yang berarti ilmu pembagian. Secara terminologi, hukum kewarisan adalah
hukum yang mengatur pembagian warisan, mengetahui bagian-bagian yang diterima dari
harta peninggalan itu untuk setiap ahli waris yang berhak. Sedangkan warisan sendiri
warisan adalah soal apa dan bagaimana berbagai hak-hak dan kewajiban-kewajiban
tentang kekayaan seseorang pada waktu ia meninggal akan beralih kepada orang lain
yang masih hidup maknanya. Sumber kewarisan Islam bersumber dari Al-Qur’an,
Sunnnah , Ijtihad
Pengertian ‘Aul merupakan kata dari bahasa Arab yang banyak arti, ada kalanya
bermakna adz-dzulmu (kelaliman) juga al-jauru (kecurangan)
Ada beberapa penyelesaian ‘Aul yaitu antara laian Misalkan dari yang asalanya
perenam (.../6) ditingkatkan menjadi pecahan pertujuh (.../7), perdelapan (.../8),
persembilan (.../9) dan persepuluh (.../10). Dari yang asalanya pecahan perdua belas
(.../12) ditingkatkan menjadi pertiga belas (.../13), perlima belas (.../15) dan pertujuh
belas (.../17). Dari yang asalnya perdua puluh empat (.../24) ditingkatkan menjadi
pecahan perdua puluh tujuh (.../27).
Pengertian radd menurut istilah ilmu faraid ialah pengembalian sisa pembagian
harta warisan kepada zawil al-furud selain suami atau istri
Ada beberapa macam-macam radd antara lain:
1. Adanya ahli waris pemilik bagian yang sama, dan tanpa adanya suami atau istri.
2. Adanya pemilik bagian yang berbeda-beda, dan tanpa suami atau istri.
3. Adanya pemilik bagian yang sama, dan dengan adanya suami atau istri

4. Adanya pemilik bagian yang berbeda-beda, dan dengan adanya suami atau istri

16
B. Saran
Diharapkan dari persoalan mengenai pembagian waris kakek dan saudara serta
siapa saja yang mendapat radd dan ‘aul maka diharpak untuk dapat dijadikan sebagai
salah satu literatur dalam pembagian waris dalam Islam. Walaupun pada kenyataanya
pembagian waris banyak yang tidak sesuai dengan hukum Islam, maka makalah ini hadir
guna sebagai untuk pentingnya pembagian waris sesuai dengan kenyaan yang sesuai
dengan Al-Qur’an, Sunnah, dan Ijthihad.
Pemakalah menyadari bahwa tulisan makalah ini banyak hal yang kurang
sempurna. Maka dari itu, saran ataupun kritik yang membangun sangat pemakalah
harapkan.
Terima kasih

17
DAFTAR PUSTAKA
Ahmad Rofiq. 2015. Hukum Perdata Islam di Indonesia. Jakarta: Rajawali Pers,

Amir Syarifuddin, Hukum Kewarisan Islam, Jakarta: Kencana, 2008,

Muhammad Ambrar, Pratama, kedudukan saudara perempuan kandung dalam kewarisan….


(Skripsi) Universitas Muhammadiyah Sumatra Utara, hlm 41

Muhammad Ali Ash-Shabuni, pembagian waris menurut Islam. Internet


http://media.isnet.org/kmi/islam/Waris/Radd.html diakses 21 september 2022 (22.54
WIB)

Muhammad Jawad Mughniyah (pent), Fikih Lima Mazhab : Ja’fari, Hanafi, Maliki, Syafi’i dan
Hambali, Jakarta: PT Lentera Basritama, cet 10, 2003,

Muhammad Ambrar, Pratama, kedudukan saudara perempuan kandung dalam kewarisan dengan
adanya anak perempuan pewaris menurut hukum waris Islam, Skripsi Universitas
Muhammadiyah Sumatra Utara,

Muhammad Ali Ash Shabuniy, Hukum Waris Islam , Surabaya: Al Ikhlas, 1995

Gigih Ananda Perwira. 2011. Pembagian Waris Untuk Kakek Bersama Saudara Dalam Tinjauan
Hukum Islam Dan Kitab Undang-Undang Hukum Perdata. (Skripsi). Program Studi Ilmu
Hukum Fakultas Hukum Universitas Indonesia. Jakarta,

Syaikh Kamil Muhammad ‘Uwaidah, Fiqih Wanita ; Edisi Lengkap, Jakarta: Pustaka Al-
Kautsar, cet 13, 2004, Lihat juga Muhammad Ali Ash Shabuniy, Hukum Waris
Islam...,

Hasbiyallah, Belajar Mudah Ilmu Waris, Bandung: Rosdakarya, 2007.

Iqbal Damawi, Kamus Istilah Islam : Kata-kata yang Sering Digunakan dalam Dunia Islam,
Yogyakarta: Qudsi Media, 2012

Umi Sakinah. 2014. Analisis Pendapat Ibnu Abbas Tentang Makna Walad dan Implikasinya
Terhadap Kewarisan Saudara bersama Anak dalam Proses Legislasi Nasional. (Skripsi).
Fakultas Syariah Universitas Islam Negeri Walisongo. Semarang,

18

Anda mungkin juga menyukai