Anda di halaman 1dari 6

PROPOSAL PENELITIAN

Etika Teologis: Harmoni Wahyu dan Akal Sebagai Sumber Etika dan
Moral (antara Mu’tazilah dan Asy’ariyah)

Diajukan oleh :

M Miftakhul Huda

21105010010

Dosen Pengampu:

Dr. H. Fahruddin Faiz .S.Ag, M.Ag.

PROGRAM STUDI AQIDAH DAN FILSAFAT ISLAM


FAKULTAS USHULUDDIN DAN PEMIKIRAN ISLAM
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUNAN KALIJAGA
YOGYAKARTA
2023
A. Latar Belakang Masalah

Dalam kehidupannya sehari-hari manusia akan selalu dikelilingi oleh apa yang
baik dan apa yang buruk. Ia dikatakan baik ketika menolong orang, ia dikatakan buruk
ketika menindas orang. Persoalan mengenai baik dan buruk dibahas dalam Etika. Salah
satu cabang filsafat yang menelaah mengenai moralitas. Secara lebih jelas lagi Franz
Magnis-Suseno mengemukakan perbedaan antara etika dan (ajaran) moral. Etika adalah
pemikiran kritis dan mendasar tentang ajaran-ajaran dan pandangan-pandangan moral.
Sedangkan moral adalah ajaran-ajaran, ketentuan-ketentuan, petunjuk-petunjuk, dan
ketetapan-ketetapan tentang bagaimana manusia mesti hidup menjadi manusia yang
baik.1

Etika dan moralitas merupakan hal yang penting dan memiliki urgensi tinggi
dalam Islam, karena ilmu tentang baik dan buruk merupakan bagian dari ilmu agama.
Kajian mengenai etika dan moralitas telah terjadi sejak lama, berabad-abad yang lalu
bahkan hingga kini. Salah satu tema yang diangkat adalah tentang sumber otoritas
moral.

Persoalan etika dan moralitas sejauh peradaban islam tak akan pernah luput dari
nilai-nilai agama. Para cendekiawan muslim berbeda pandangan mengenai mana yang
menjadi sumber moral, apakah akal atau wahyu. Sebagai manusia yang dianugerahi
akal oleh tuhan, manusia dapat memilah antara yang baik dan yang buruk. Dari hal ini,
akal memang memiliki posisi central pada diri manusia, terutama terkait dengan
moralitas. Tak kalah penting, wahyu sebagai sabda Tuhan yang mengandung ajaran,
petunjuk dan pedoman didalamnya terdapat tuntunan dalam bertindak dan bertingkah
laku.

Polemik tersebut menimbulkan dua kubu yang saling berseberangan. Mu’tazilah


yang notabene-nya sebagai rasionalis berada di posisi yang pro terhadap akal. Posisi

1
Franz Magnis-Suseno, Etika Dasar Masalah-Masalah Pokok Filsafat Moral, Yogyakarta: Kanisius,
2006, h. 14.
yang lain ditempati oleh Asy’aiyah sebagai yang pro terhadap wahyu. Masing-masing
dari keduanya mengklaim bahwa pendapatnya sebagai sumber etika dan moral.

Dari pemaparan diatas, penulis tertarik untuk melihat titik temu antara yang pro-
akal dan pro-wahyu. Meskipun berada di sisi yang berseberangan, sangat
memungkinkan apabila dua sisi tersebut bertemu disatu sudut yang sama. Oleh
karenanya penelitian ini diberi judul “Etika Teologis: Harmoni Wahyu dan Rasio
Sebagai Sumber Etika dan Moral (antara Mu’tazilah dan Asy’ariyah)”

B. Pertanyaan Penelitian
1. Apakah akal mendahului wahyu atau wahyu mendahului akal dalam mengenali
baik dan buruk?
2. Bagaimana harmoni antara wahyu dan akal sebagai sumber moral dan etika?

C. Tujuan Penelitian
1. Memberikan pemahaman antara akal dan wahyu manakah dari keduanya yang
lebih dahulu dalam mengenali baik dan buruk.
2. Memahami harmoni wahyu dan akal sebagai sumber moral dan etika.

D. Tinjauan Pustaka

Sebelum dilakukan penelitian ini, penulis telah melakukan tinjauan terhadap


beberapa penelitian yang berkaitan dengan tema yang penulis angkat. Untuk
membedakan dan menguji autentitas penelitian ini, peneliti berusaha menghimpun
beberapa penelitian yang serumpun dengan penelitian yang akan dilakukan,
diantaranya:
Pertama, Havis Aravik dan Choiriyah, dengan judul “Etika Rasionalisme Versus
Etika Voluntarisme; Studi Kritis Mu’tazilah dan Asy’ariyah” dalam SALAM; Jurnal
Sosial & Budaya Syar-i, Vol. 5 No.1 (2018). Menyajikan pertentangan antara etika
rasionalisme versus etika voluntarisme, di mana moral pada prinsipnya telah menjadi
perdebatan para ahli kalam sejak lama, di antaranya Mu’tazilah dengan etika
rasionalisme dan Asy’ariyah dengan etika voluntarisme. Penelitian tersebut di awali
dengan pengertian dari Rasionalisme dan Voluntarisme. Mu’tazilah yang dikenal
sebagai rasionalisme berpendapat rasio dapat menentukan baik dan buruk meski tanpa
tuntutan agama. Dilain sisi, Asy’ariyah sebagai voluntarisme berpandangan bahwa
moralitas berada di bawah kontrol Tuhan atau dengan pengertian lain moralitas itu
mengandaikan agama.

Kedua, Sabara, “Polemik Akal dan Wahyu dalam Lanskap Pemikiran Islam
(Antara Rasionalisme vis a vis Fideisme)” dalam Aqidah-Ta: Jurnal Ilmu Aqidah, Vol.
1 No.1, 99-117 (2015). Membahas mengenai penggunaan rasio dan wahyu dalam
pengetahuan agama serta polemik otoritas keduanya dalam sejarah pemikiran islam.
Pergulatan antara rasio dan wahyu dalam sejarah pemikiran Islam merupakan
pergulatan yang abadi. Polemik antara antara keduanya dalam sejarah pemikiran Islam
memunculkan dua kecenderungan yang saling berseberangan, yaitu rasionalisme dan
fideisme. Rasionalisme meyakini bahwa akal memiliki otoritas dalam masalah-masalah
agama, sedangkan fideisme menafikan peran akal dalam masalah-masalah agama.

Ketiga, Badlatul Muniroh, “AKAL DAN WAHYU (Studi Komparatif antara


Pemikiran Imam al-Ghazali dan Harun Nasution)” dalam Aqlania, Vol. 9 No.1, 41–71
(2018). Tulisan ini menyajikan pertemuan antara dua tokoh yang berbeda budaya dan
priode. Al Ghazali adalah seorang ulama yang cerdas di zaman klasik sedangkan, Harun
Nasution seorang pembaharu Islam kontemporer. Dalam tulisan ini akan ditampilkan
titik singgung dan titik perbedaan antara kedua tokoh di atas, dengan fokus masalah:
pengertian akal dan wahyu, pemikiran kedua mengenai akal dan wahyu, serta
perbedaan dan persamaan pemikiran keduanya mengenai akal dan wahyu.

E. Landasan Teori

Menurut Majid fakhry, Etika Teologis merupakan etika yang landasan pokoknya
berasal dari al-Qur’an dan Sunnah, serta percaya penuh terhadap berbagai kategori dan
metode-metode dari keduanya. Didalamnya terdapat dua aliran yang saling berseteru.
Mu’tazilah sebagai pemegang sistem rasionalis dan Asy’ariyah dengan sistem
moralitas voluntaris yang cenderung lebih tunduk terhadap otoritas kitab suci
ketimbang kaidah-kaidah rasional. 2

Mu'tazilah merupakan salah satu aliran dalam teologi Islam yang dalam banyak
pemikirannya menempatkan akal (rasio) sebagai sumber pengetahuan utama, sedangkan
wahyu sebagai pendukung kebenaran akal. Apabila terdapat pertentangan antara
keduanya, maka wahyu perlu ditakwilkan (dengan penalaran rasional) sehingga sesuai
dengan ketetapan akal.3

Kalangan Mu’tazilah memandang moralitas adalah sebuah tindakan rasional


manusia dalam melihat mana yang baik dan mana yang buruk, tidak semata ditentukan
oleh tuntutan agama. Asy’ariyah berpandangan sebaliknya, bahwa moralitas berada di
bawah kontrol Tuhan, atau dengan pengertian lain moralitas itu mengandaikan agama.

F. Metode Penelitian
1. Jenis Penelitian
Jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian kepustakaan (library research).
Untuk jenis penelitian ini, sumber data dikumpulkan dari buku-buku perpustakaan
dan jurnal, yang berkaitan dengan objek penelitian.
2. Sumber Data
a. Data Primer, yakni data-data yang diperoleh dari buku karangan Majid Fakhry
yang berjudul Etika dalam Islam, yang membahas tentang Mu’tazilah dan
Asy’ariyah akan diangkat oleh peneliti.
b. Data Sekunder, Data sekunder merupakan hasil pengumpulan oleh orang lain
dengan tujuan tersendiri dan memiliki kategorisasi atau klasifikasi sesuai
dengan kebutuhannya. Seperti skripsi, jurnal dan buku yang membahas
mengenai Mu’tazilah dan Asy’ariyah.
3. Teknik Pengumpulan Data
Langkah awal yang dilakukan penulis dalam penelitian ini adalah mencari dan
mengumpulkan data yang berkaitan dengan Mu’tazilah dan Asy’ariyah,
mengklasifikasikan data yang berkaitan dengan masalah penelitian, yang bersumber
dari buku dan jurnal. Adapun teknik pengumpulan data yang digunakan peneliti
adalah teknik dokumentasi.
2
Majid Fakhry, Etika Dalam Islam terj. Zakiyuddin Baidhawy, Yogyakarta: Pustaka Pelajar
Bekerjasama Dengan Pusat Studi Islam Universitas Muhammadiyah Surakarta, 1996
3
Afif Muhammad, Dari Teologi ke Ideologi, Bandung: Pena Merah, 2004, h. 16.
4. Analisis Data
Dalam penelitian ini, teknik analisis data yang digunakan adalah metode
deskriptif-komparatif. Dengan metode deskriptif penulis dapat menggambarkan
secara komprehensif pemikiran aliran Mu’tazilah dan Asy’ariyah, dengan begitu
diharapkan bisa diperoleh suatu pemahaman tentang ide dan karakter keduanya
terkait dengan sumber moral dan metode komparatif yang digunakan untuk
membandingkan pemikiran kedua aliran tersebut sehingga diperoleh kesamaan dan
perbedaan pemikiran mengenai sumber moral.

G. Daftar Pustaka
Fakhry, Majid, Etichal Theories in Islam, Terj. Zakiyuddin Baidhawy, Etika
dalam Islam, Yogyakarta: Pustaka Pelajar dan Universitas Muhammadiyah Surakarta,
1996.
Muhammad, Afif, Dari Teologi ke Ideologi, Bandung: Pena Merah, 2004.
Magnis-Suseno, Franz. 2006. Etika Dasar Masalah-Masalah Pokok Filsafat
Moral. Yogyakarta: Kanisius.

Anda mungkin juga menyukai