Anda di halaman 1dari 25

Laporan Magang Mandiri – Balai Veteriner Medan

KEGIATAN MAGANG MANDIRI DI BALAI VETERINER MEDAN

SUMATERA UTARA

12 Juni s/d 12 Juli 2023

Disusun Oleh :

Zulfikar Amir /2105104010033

Najwa Ainul Wafa /2105104010059

Nyi Juwita /2105104010072

PROGRAM STUDI PETERNAKAN

FAKULTAS PERTANIAN

UNIVERSITAS SYIAH KUALA

BANDA ACEH

2023
LEMBAR PENGESAHAN

PROGRAM STUDI PETERNAKAN

KEGIATAN MAGANG MANDIRI DI BALAI VETERINER


MEDAN

SUMATERA UTARA

12 Juni s/d 12 Juli 2023

Menyetujui

Koordinator Magang Pembimbing Koasistensi

Dr. Ir. Dzarnisa, M.Si drh. Lepsi Putridi AS


NIP. 196102151989031003 NIP. 198009062008012008

Mengetahui
Ketua Jurusan

Prof. Dr. Ir. Eka Meutia Sari, M.Sc


NIP. 196712241992122001

i
KATA PENGANTAR

Bismillahirrahmanirrahim

Segala puji dan syukur penulis ucapkan kepada Allah SWT yang telah
memberikan nikmat dan rahmat-Nya kepada penulis dalam meyelesaikan laporan
Koasistensi Magang Profesi di Balai Veteriner Medan Sumatera Utara yang
berlangsung dari tanggal 12 juni s/d 12 Juli 2023. Shalawat beriring salam
disampaikan kepada Nabi Besar umat Islam, Nabi Muhammad SAW yang telah
mengenalkan umat manusia pada keindahan Islam.

Ucapan terimakasih kami sampaikan yang sebesar-besarnya atas segala


bimbingan dan sambutan selama di Balai Veteriner Medan, kepada:

1. drh. Azfirman, MP selaku Kepala Balai Veteriner Medan.

2. drh. Lepsi Putridi As selaku Subkoordinator Pelayanan Teknis dan


pembimbing koasistensi.
3. drh. Yezzi Irmanora selaku coordinator Laboratorium Kesmavet serta staf.

4. drh. Eka Zakiah Jamal Nasution selaku koordinat Laboratorium Bakteriologi


serta staf.
Ucapan terima kasih juga penulis sampaikan kepada Dr.drh, Muhammad
Hambal selaku Dekan Fakultas Kedokteran Hewan Universitas Syiah Kuala
Banda Aceh, serta kepada drh.Rusli, M.S selaku ketua prodi pendidikan profesi
Dokter Hewan Universitas Syiah Kuala BandaAceh.

ii
Penulis menyadari bahwa penulisan laporan ini masih banyak kelemahan
dan kekurangan. Kritik dan saran sangat penulis harapkan demi kesempurnaan
penulisan di masa yang akan datang. Penulis memohon maaf atas segala
kesalahan dan kekhilafan kepada semua pihak yang terkait.Atas bantuan, motivasi
serta perhatian penulis hanya dapat mendo’akan semoga Allah SWT memberikan
balasan yang setimpal.Amin Ya Rabbal‘Alamin

Medan, 11 Juli 2023

Penulis

iv
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR..............................................................................................................ii
DAFTAR ISI............................................................................................................................v
BAB I........................................................................................................................................1
PENDAHULUAN....................................................................................................................1
1.1.Latar Belakang..............................................................................................................1
Visi.....................................................................................................................................2
Misi....................................................................................................................................2
1.2.Tujuan............................................................................................................................3
BAB II......................................................................................................................................4
HASIL DAN PEMBAHASAN................................................................................................4
2.1 LABORATORIUM KESMAVET...............................................................................4
2.1.1 Escericia coli.............................................................................................................4
2.1.2 Campylobacter..........................................................................................................4
2.1.3 Salmonella sp............................................................................................................5
2.1.4 Uji Residu.................................................................................................................8
2.2 LABORATORIUM BAKTERIOLOGI....................................................................12
2.2.1 Brucellosis..............................................................................................................12
2.2.2 Uji RBT..................................................................................................................13
2.2.3 Pullorum.................................................................................................................14
2.2.4 Swab Lingkungan RPH..........................................................................................16
BAB III PENUTUP...............................................................................................................18
3.1. Kesimpulan.................................................................................................................18
3.2. Saran............................................................................................................................18
DAFTAR PUSTAKA.............................................................................................................19

v
BAB I
PENDAHULUAN

1.1.Latar Belakang
Balai Veteriner Medan merupakan salah satu institusi dibidang kesehatan
hewan dan kesehatan masyarakat veteriner yang mempunyai tugas pokok dan fungsi
melaksanakan kegiatan penyidikan penyakit hewan, pengujian kesehatan hewan dan
produk asal hewan serta pengamanan hewan dan produk asal hewan. Balai Veteriner
Medan pada dasarnya berfungsi dalam pengendalian dan penanggulangan penyakit
hewan.

Balai Veteriner Medan dibangun berdasarkan kerjasama antara pemerintah


Indonesia dan Jepang yang tercantum dalam buku BAPPENAS No. ATA 133.
Berdasarkan SK Menpan No. B512/Menpan/5/1978 tanggal 13 Mei 1978 dan SK
Mentan No. 315 /kpts /org /5 /1978 tanggal 25 Mei 1978 maka didirikanlah Balai
Penyidikan Penyakit Hewan (BPPH) wilayah I Medan. Sebagai tindak lanjut dari
pendirian balai ini maka atas bantuan JICA (Japan International Cooperation
Agency) pada bulan Oktober 1978 didirikanlah gedung laboratorium kesehatan
hewan yang dilengkapi dengan peralatan serta pemberian pelatihan teknis
laboratorium. Berdasarkan Permentan No. 61/Permentan/OT.140/5/2013 bahwa
Balai Veteriner Medan berada dibawah dan bertanggung jawab kepada Direktur
Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan, dan secara teknis dibina oleh Direktur
kesehatan Hewan dan Direktur Kesehatan Masyarakat Veteriner. Kegiatan dinas
kerja Balai Veteriner Medan meliputi wilayah Provinsi Sumatera Utara dan Aceh.
Dengan adanya kegiatan magang Koasistensi di Balai Veteriner Medan dapat
menumbuhkan keterpaduan antara kegiatan pendidikan, penelitian, pengalaman ,serta
penerapan IPTEK dalam pengabdian kepada masyarakat.

Balai Veteriner Medan dalam melaksanakan tugasnya meliputi laboratorium


pengujian epidemiologi, biomolekuler, bakteriologi, virologi, parasitologi, patologi,
biokimia, dan kesehatan masyarakat veteriner serta sarana teknis lainnya. Sebagai
tindak lanjut dari pendirian balai ini maka atas bantuan JICA (Japan International
Cooperation Agency) pada bulan Oktober 1978 didirikanlah gedung laboratorium
1
kesehatan hewan yang dilengkapi dengan peralatan serta pemberian pelatihan teknis
laboratorium. Balai Veteriner Medan mempunyai tugas pokok melaksanakan
penyidikan penyakit hewan, pengujian kesehatan hewan dan produk asal hewan,
danpengamanan hewan, serta produk asal hewan.

Visi
Visi merupakan gambaran masa depan yang ingin diwujudkan dalam kurun
waktu tertentu, yang berisikan cita dan citra yang ingin diwujudkan. Visi merupakan
kondisi ideal tentang masa depan, terjangkau, dipercaya, meyakinkan serta
mengandung daya tarik, sekaligus merupakan refleksi keadaan internal danpotensi
kemampuan inti serta fleksibilitas B-Vet dalam menghadapi hambatan/tantangan dan
peluang masa depan. Sesuai dengan tugas pokok dan fungsinya, maka dengan Visi
BVet tersebut dimaksudkan dapat meningkatkan kinerjanya yang lebih profesional,
meningkatnya citra B-Vet, yang berdampak pada terpeliharanya kesehatan hewan.
BVet Medan memiliki Motto “melayani dengan cermat”

Untuk mewujudkan visi tersebut, B-Vet mengemban misi sebagai berikut :

1. Meningkatkan profesionalisme dan kemandirian dalam pengamatan dan


pengidentifikasian serta penyediaan infomasi veteriner

2. Meningkatkan pelaksanaan pengamatan dan pengidentifikasian


sertapenyediaan infomasi veteriner

3. Meningkatkan kuantitas dan kualitas sumberdaya manusia, sarana danprasarana


serta metode pengujian dengan dukungan dana yang mencukupi

4. Mewujudkan pelayanan prima dan administrasi yang akuntabel

5. Meningkatkan peran serta masyarakat dalam penyidikan dan pengujian veteriner.

Misi
Untuk mewujudkan visi tersebut, B-Vet mengemban misi sebagai berikut :

1. Meningkatkan profesionalisme dan kemandirian dalam pengamatan dan


pengidentifikasian serta penyediaan infomasi veteriner

2
2. Meningkatkan pelaksanaan pengamatan dan pengidentifikasian serta penyediaan
infomasi veteriner;

3. Meningkatkan kuantitas dan kualitas sumberdaya manusia, sarana dan prasarana


serta metode pengujian dengan dukungan dana yang mencukupi;

4. Mewujudkan pelayanan prima dan administrasi yang akuntabel;

5. Meningkatkan peran serta masyarakat dalam penyidikan dan pengujian veteriner.

1.2.Tujuan
Tujuan dari pelaksanaan magang koasistensi di Balai Veteriner ini adalah, :

1. Menggali pengetahuan tentang kegiatan pemeriksaan di laboratorium yang ada di


Balai Veteriner Medan.

2. Mengembangkan pengetahuan dan kemampuan yang telah didapat dibangku


kuliah melalui kegiatan-kegiatan praktek langsung di Balai Veteriner Medan.

3. Mempererat hubungan antar mahasiswa KBM FKH UNSYIAH dengan instansi di


sekitar lingkungan.

3
BAB II
HASIL DAN PEMBAHASAN

2.1 LABORATORIUM KESMAVET


2.1.1 Escericia coli
Escericia coli adalah salah satu jenis spesies utama bakteri gram negatif.
(Dufour, 1984) . bakteri ini juga merupakan bakteri berbentuk batang dengan panjang
sekitar 2 micrometer dan diameter 0,5 micrometer. Volume sel E. coli berkisar 0,6-
0,7 m. Bakteri ini dapat hidup pada rentang suhu 20-40 0C dengan suhu optimumnya
pada 370C (Escherich, 1885).

E. coli / coliform Selective Agar dapat digunakan untuk deteksi dan


enumerasi Escherichia coli dan coliform pada sampel, diantara sampel makanan
yaitu daging ayam, hati, ceker, dan proventrikulus. Pemulihan dan pencacahan
Escherichia coli dan coliform adalah indikator penting kebersihan lingkungan dan
makanan. Deteksi aktivitas ß-glucuronidase secara luas digunakan untuk
membedakan bakteri Escherichia coli sebagai enzim yang hadir dalam Escherichia
coli, tetapi tidak anggota lain dari kelompok coliform. Karena coliform adalah
aktivitas laktosa-positif ß-galactosidase. Kemudian digunakan untuk membedakan
kelompok ini dari organisme lain yang dapat tumbuh pada medium selektif. Hal ini
yang menghasilkan E. coli ungu, karena mereka mampu memecah kedua
kromogen, dengan coliform lain memberikan koloni merah muda karena mereka
hanya membelah kromogen galaktosida.

2.1.2 Campylobacter
Campylobacter sp. adalah salah satu bakteri penyebab penyakit asal pangan
hewani (foodborne zoonosis) (Schlundt, dkk. 2004). Campylobacter sp. termasuk
dalam family Campylobacteriaceae. Nama genus Campylobacter berasal dari bahasa
Yunani ”campylos” berarti melengkung dan ”bactron”berarti batang.
Campylobacter jejuni adalah bakteri berbentuk batang, merupakan gram negatif,
bakteri ini memiliki ukuran kecil, panjang antara 0.2-5.0 m dan lebar antara 0.2-0.9
m, spiral, kuman ini dapat bergerak dengan sebuah flagel kutub, tidak membentuk
spora, sel-sel yang sangat motil, campylobacter bersifat mikroaerofilik, memerlukan
konsentrasi oksigen dari 3 ± 15% dan konsentrasi karbon dioksida dari 3 ± 5%. Suhu
4
optimal 37oC dan untuk campylobacter yang bersifat termofilik suhu optimalnya
42oC dan pH optimal yaitu 5,5 – 8,0 (Vliet dan Ketley, 2001).

Campylobacter sp. merupakan agen foodborne disease penyebab


gastroenteritis akut pada manusia. Mikroorganisme C. jejuni dan C. coli adalah
bakteri patogen tetapi dapat juga bersifat komensal pada saluran pencernaan ayam.
Pada manusia kedua spesies tersebut bersifat patogen (Altekruse & Linda 2003).
Infeksi Campylobacter sp. pada manusia terjadi karena mencerna makanan yang
terkontaminasi. Sumber kontaminasi yang utama adalah karena mengkonsumsi
daging ayam, susu, dan kontak dengan hewan peliharaan. Mengkonsumsi daging
ayam yang tidak dimasak sempurna merupakan penyebab utama kejadian
campylobacteriosis (Andriani. 2012).

Campylobacter dapat menyerang berbagai jenis hewan diantaranya kucing,


anjing, sapi, kambing, unggas, hewan laboratorium dan manusia. Infeksi
campylobacter selain infeksi saluran pencernaan juga bisa berupa infeksi darah,
bentuk yang paling sering ditemukan yaitu gastroenteritis, yang bisa ditularkan
melalui air yang tercemar, daging atau unggas yang belum masuk atau kontak
dengan binatang yang terinfeksi. Gejala yang timbul akibat infeksi C. jejuni dapat
bersifat ringan sampai berat yang disertai diare bercampur darah dengan demam dan
kram perut. Masa inkubasi berkisar antara 2 sampai 7 hari dan penyakit ini dapat
bersifat self-limiting pada manusia yang memiliki sistem pertahanan tubuh yang baik.
Variasi penyakit dapat berupa infeksi tidak menunjukkan gejala spesifik atau
asymptomatis sampai diare, bahkan inflamatory diarrhea, meningitis, bakteremia.
(Tsang et al.2001; Smith 2002; Andriani. 2012).

2.1.3 Salmonella sp.


a. Tujuan dan Prinsip
Tujuan dilakukan uji Salmonella sp. adalah untuk mengetahui keadaan
hygienitas makanan dan minuman apakah memenuhi syarat kesehatan atau tidak atau
apakah makanan dan minuman tersebut tercemar oleh salmonella atau tidak.

5
Prinsip dilakukan uji Salmonella sp. adalah Pertumbuhan Salmonella pada
media selektif dengan pra pengayaan (pre-enrichment), dan pengayaan (enrichment)
yang dilanjutkan dengan uji biokimia dan uji serologi.

b. Tinjauan Pustaka
Salmonella Sp. Pertama ditemukan pada penderita demam tifoid pada tahun
1880 oleh Eberth dan dibenarkan oleh Robert Koch dalam budidaya bakteri pada
tahun 1881 ( Todar, 2008 ). Salmonella Sp. Adalah bakteri berbentuk batang , pada
pengecatan gram berwarna merah ( bakteri gram negative , berukuran 2μ - 4 x 0,6,
memiliki flagel ( kecuali S. Gallinarum dan S pullorum ), dan tidak berspora .
Habitat Salmonella Sp. Adalah pada saluran pencernaan ( usus halus ) manusia dan
hewan. Suhu pertumbuhan salmonella Sp. Ialah 37° C dan pada pH 6-8. ( Julius,
1990) Salmonella Sp. Bersifat aerob dan anaerob fakultatif. Pada media BAP ( Blood
Agar Plate ) menyebabkan hemolisi, pada MC ( Mac Conkey ) tidak memfermentasi
laktosaatau disebut non lactose fermentasi, tapi Salmonella Sp. Mempermentasi
glukosa, manitol, dan maltosa disertai pembentukan asam dan gas kecuali salmonella
Thyphi yang tidak menghasilkan gas. Kemudian pada indol negative, MR positive,
dan sitrat kemungkinan positive. Tidak mengidrolisiskan Urea dan menghasilkan
H2S. ( Janet dkk 2007 ).

c. Alat, bahan, dan Prosedur Kerja


Media dan reagen yang digunakan yaitu: LB, TTB, XLDA, HEA, BSA.
Sedangkan peralatan yang dibutuhkan yaitu Cawan Petri, Tabung Reaksi, Tabung
Serologi ukuran , 0x75 mm, Pipet (Ukuran 1 ml, 2 ml, 5 ml, 10 ml), Botol media,
Gunting, Pinset , Jarum , nokkulasi (ose), Stomacher, Pembakar Bunsen, PH meter,
Timbangan, Magnetic stirrer, Pengocok Tabung (vortex), Inkubator, Penangas air,
Autoklaf, Lemari Steril (Clean Bech), Lemari Pendingin (Refrigerator), dan Freezer.

Prosedur kerja
Setiap Proses pengujian Selalu disertai dengan menggunakan kontrol positif.

a) Pra-pengayaan

6
Timbang sampel sebanyak 25 g masukkan dalam wadah steril. Tambahkan 225
ml larutan LB ke dalam kantong steril yang berisi sampel, homogenkan dengan
stomacher selama 30 detik. Inkubasikan pada temperatur 35 C selama 24 jam ± 2
jam.

b) Pengayaan
Aduk perlahan biakan pra-pengayaan kemudian ambil dan pindahkan masing-
masing 1 ml ke dalam media 9 ml TTB, 0,2 ml micrulite iodine inkubasi selama 24
jam pada suhu 37 C.

c) Isolasi dan Identifikasi


Ambil dua atau lebih kolonni dengan jarum ose dari masing-masing media
pengayaan yang telah diinkubasikan, dan inokulasi pada media HE, XLD dan
Rambach. Inkubasikan pada temperature 35 C selama 24 jam ± 2 jam. Amati koloni
Salmonella pada media HE terlihat berwarna hiijau kebiruan dengan atau tanpa titik
hitam (H2S). Pada media XLD koloni terlihat merah muda dengan atau tanpa titik
mengkilat atau terlihat hamper seluruh koloni hitam. Pada media Rambach koloni
terlihat berwarna pink kemerahan.

d) Hasil dan Pembahasan


Pada uji pemeriksaan atau identifikasi Salmonella Sp. Kali ini digunkan
media HE, XLD dan Rambach. Daging sebagai sampel yang akan diidentifikasi ada
tidaknya Salmonella Sp. Setelah diinkubasi pada suhu 37° C diperoleh hasil pada
media He ditumbuhi koloni yang memiliki morfologi berukuran kecil, berwarna
hijau kebiruan, sedangkan sifatnya adalah tidak berlendir dan berbau menyengat.
Sedangkan pada media XLD koloni terlihat merah muda dengan titik mengkilat
hamper seluruh koloni hitam. Sedangkan pada media BSA koloni terlihat keabu-
abuan atau kehitaman, Salmonella Sp. Adalah bakteri berbentuk batang pada
pengecatan gram berwarna merah ( bakteri gram negative , berukuran 2μ - 4 x 0,6,
memiliki flagel ( kecuali S. Gallinarum dan S pullorum ), dan tidak berspora .
Habitat Salmonella Sp. Adalah pada saluran pencernaan ( usus halus ) manusia dan
hewan. Suhu pertumbuhan Salmonella Sp. Ialah 37° C dan pada pH 6-8. ( Julius,
1990) Salmonella sp. Bersifat aerob dan anaerob fakultatif. Salmonellosis adalah
istilah yang digunakan untuk menunjukkan adanya infeksi Salmonella Sp.
Manifestasi klinik salmonellosis pada manusia ada empat sindrom yaitu
7
Gastroentritis atau keracunan makanan merupakan infeksi usus dan tidak ditemukan
toksin sebelumnya, ini disebabkan karena menelan makan yang mengandung
Salmonella Sp. Demam typhoid yang disebabkan oleh Salmonella Typhi. Kuman
masuk melalui mulut dan masuk kelambung untuk mencapai usus halus, lalu
kekelenjar getah bening. Bakterimia ( septikimia ) dapat ditemukan pada demam
typhoid dan infeksi Salmonella non-thyphi. Adanya Salmonella dalam darah beresiko
terjanya infeksi, gejala yang menonjol adalah panas. Carier yang asomatik adalah
semua individu yang terinfeksi Salmonella Sp akan mengekskresikan kuman dalam
tinja untuk jangka waktu yang bervariasi.

2.1.4 Uji Residu


d. Tinjauan Pustaka
Uji tapis residu antibiotika adalah pengujian untuk mendeteksi kandungan
residu antibiotika secara kualitatif sesuai dengan batas deteksi tertentu pada daging,
telur, dan susu (SNI 7424:2008). Residu antibiotika dalam pangan dapat mengancam
kesehatan masyarakat. Ancaman tersebut antara lain resistensi bakteri, alergi
terhadap pangan dan juga keracunan. Masalah residu antibiotika pada produk pangan
hewan diakibatkan praktik yang kurang baik dalam penggunaan antibiotika di
peternakan. Penggunaan antibiotika saat ini adalah untuk pengobatan dan juga
pemacu pertumbuhan. Penggunaan antibiotika yang tidak memperhatikan masa henti
obat, akan menimbulkan residu antibiotika pada produk pangan hewan (Murdiati dan
Bahri, 1991).

Untuk mengetahui sejauh mana kandungan residu antibiotika dalam produk


ternak, maka ada beberapa teknik analisis residu antibiotika dalam pangan asal
hewan dengan mempergunakan instrument atau alat, disamping pemeriksaan dengan
uji mikrobiologi.

Beberapa macam alat untuk pemeriksaan residu dalam produk pangan asal
hewan, diantaranya adalah:

1. High Pressure Liquid Chromatography (HPLC) atau Kromatografi Cair Kinerja


Tinggi (KCKT). Hamper semua golongan antibiotika dapat dianalisis dengan
mempergunakan alat ini, misalnya golongan makrolida, β laktam, khloramfenikol
dan antibiotika lainnya.

8
2. Thin Layer Chromatography (TLC) atau Kromatografi Lapis Tipis (KLT).
Metoda ini kurang sensitif dibandingkan dengan KCKT, tetapi pemeriksaan lebih
cepat terutama dalam uji screening dari beberapa macam (golongan) antibiotika
yang dapat dilakukan dalam satu kali analisis.
3. Gas Chromatography (GC) atau Kromatografi Gas (KG) dapat dipergunakan
untuk analisis antibiotika golongan khloramfenikol.
Beberapa pemeriksaan residu antibiotika dengan cara cepat, yaitu uji
screening berdasarkan hambatan mikroba dan telah dikembangkan untuk deteksi
residu antibiotika dan golongan sulphonamida dalam jaringan yaitu Calf Antibiotic
and Sulfonamide Test (CAST) dan Fast Antimicrobial Screen Test (FAST) yang
masing- masing memerlukan waktu dalam 18 jam dan 6 jam (Dey et al., 2005).

2. Uji Tapis (Screening) Secara Bioassay

Uji tapis (screening) residu antibiotika secara bioassay adalah suatu pengujian
untuk mendeteksi kandungan residu antibiotika secara kualitatif dengan
menggunakan mikroorganisme untuk mendeteksi senyawa antibiotika yang masih
aktif.

Prinsip kerjanya adalah residu antibiotika akan menghambat pertumbuhan


mikroorganisme pada media agar. Penghambatan dapat dilihat dengan terbentuknya
daerah hambatan di sekitar kertas cakram atau silinder cup atau agar well. Besarnya
diameter daerah hambatan menunjukkan konsentrasi residu antibiotika.

Bahan:

1. Media agar
a) Media agar Bacillus stearothermophilus: yeast extact, peptone, bacto agar,
dextrose.
b) Media agar Bacillus cereus : yeast extract, beef extract, peptone, bacto agar.
c) Media agar Bacillus subtilis : beef extract, peptone, bacto agar.
d) Media agar Kocuria rizophila : yeast extract, beef extract, peptone, bacto
agar, glucose.
e) Media cair HIB.

2. Larutan dapar fosfat


9
a) KH2PO4 (Kalium dihidrogen fosfat)
b) Na2HPO4 (Dinatrium hidrogen fosfat)
c) H3PO4 (Asam fosfat)
d) NaOH (Natrium hidroksida)
e) K2HPO4 (Dikalium hidrogen fosfat)
f) HCl (Asam klorida)
g) NaCl (Natrium klorida)

3. Mikroorganisme
a) Vegetatif Kocuria rizophila (Micrococcus luteus) ATCC 9341 untuk
golongan Makrolida
b) Spora Bacillus subtilis ATCC 6633 untuk golongan Aminoglikosida
c) Spora Bacillus cereus ATCC 11778 untuk golongan Tetrasiklina
d) Spora Bacillus stearothermophilus ATCC 7953 untuk golongan Penisilina

4. Larutan baku pembanding


a) Baku pembanding Natrium penisilin untuk golongan Penisilin
b) Baku pembanding Oksitetrasiklin hidroklorida untuk golongan Tetrasiklin.
c) Baku pembanding Kanamisin sulfat untuk golongan Aminoglikosida.
d) Baku pembanding Tilosin-tartrat untuk golongan Makrolida.
5. Kultur media

6. Paper disc steril tebal yang mampu menyerap larutan minimal 75 µl dengan
diameter 8 mm atau 10 mm.

Alat yang digunakan yaitu Cawan petri 100 x 12 mm, tabung reaksi (ukuran 7
mL, 20 mL, 50 mL), tabung sentrifus ukuran 50 mL, abu ukur (50 mL, 100 mL),
gelas ukur (100 mL, 500 mL), erlenmeyer (250 mL, 500 mL), botol timbang ukuran
20 mL, pipet volumetrik (ukuran 1 mL, 2 mL, 3 mL, 5 mL, 10 mL, 18 mL.), pipet
graduasi (ukuran 1 mL, 5 mL, 7 mL, 10 mL, 20 mL), botol media (roux’s bottle),
pengocok tabung, sentrifus 3000 rpm, lemari steril (clean bench), homogenizer,
autoclave, lemari pendingin, freezer, ttmbangan analitik, tiga (3) jenis inkubator (30°
C ± 1°C, 36°C ± 1°C dan 55°C ± 1°C), magnet pengaduk, dan pH meter.

Metode Kerja yang dilakukan yaitu:


10
a. Persiapan Sampel Daging, timbang contoh daging sebanyak 10 g potong kecil-
kecil tambahkan pelarut dapar fosfat sebanyak 90 mL.
b. Masukkan ke dalam stomacher untuk dihomogenkan,
c. Ambil media berisi bakteri yang sudah disiapkan sebelumnya di cawan petri.
d. Masukkan masing-masing 4 buah paper disc for antibiotic assay tebal ke dalam
masing-masing-masing sampel yang sudah dihomogenkan.
e. Letakkan di cawan petri yang sudah ditandai zona dan penomorannya.
f. Inkubasikan dalam inkubator selama 16 jam sampai dengan 18 jam untuk media
B. subtilis dan Kocuria rizophila pada temperature 36°C ± 1°C, B. cereus pada
temperatur 30° C ± 1°C, dan B.stearothermophilus pada temperatur 55°C ± 1°C.
g. Amati zona hambat antibiotik.

2. Hasil dan Pembahasan


Semua sampel dinyatakan negatif mengandung residu antibiotika. Hal ini
ditunjukkan dengan tidak terbentuk zona hambat di sekitar paper disc for antibiotic
assay yang digunakan. Sehingga ketika diuji dengan 4 jenis mikroorganisme uji,
pada cawan petri terlihat koloni-koloni yang tumbuh di sekitar paper disc. Hasil juga
tampak jelas karena pada sampel pembanding terlihat adanya zona hambat antibiotik
di sekitar paper disc.

Dengan hasil tidak terdapat zona hambat di sekitar paper disc, makan
disimpulkan semua sampel yang masuk, baik berupa daging, hati, sosis atau nugget,
tidak ada yang mengandung residu antibiotik. Sehingga produk aman untuk
dikonsumsi oleh masyarakat

37 °C selama 60 menit. Selanjutnya isi mikroplat dibuang dan dilakukan


pencucian menggunakan 200 µl PBS T pada tiap sumur sebanyak 4 ̶ 5 kali dan
ditiriskan hingga tidak ada gelembung udara di dalam sumur. Tahap berikutnya
ditambahkan konjugat protein A dengan pengenceran 1:16.000 sebanyak 100 µl ke
semua sumur mikroplat. Mikroplat ditutup kembali dengan plastik penutup dan
diinkubasikan pada suhu 37 °C selama 60 menit. Plastik penutup dibuka dan cairan
pada mikroplat dibuang, kemudian dilakukan pencucian seperti tahap pencucian
sebelumnya. Mikroplat yang telah dicuci diisi dengan larutan substrat 100 µl pada
setiap sumur dalam kondisi gelap. Reaksi perubahan warna ditunggu setelah 10 menit,
11
kemudian menambahkan larutan asam kuat H 2 SO4 100 µl pada tiap sumur mikroplat
untuk menghentikan proses reaksi. Pembacaan hasil uji menggunakan ELISA reader
dengan panjang gelombang 405 nm.

2.2 LABORATORIUM BAKTERIOLOGI

2.2.1 Brucellosis
h. Tinjauan Pustaka
Bakteriologi merupakan ilmu yang mempelajari kehidupan dan klasifikasi
bakteri. Bakteri adalah salah satu golongan organisme prokariotik (tidak memiliki
selubung inti). Bakteri sebagai makhluk hidup tentu memiliki informasi genetik
berupa DNA, tapi tidak terlokalisasi dalam tempat khusus (nukleus) dan tidak ada
membran inti. Bentuk DNA bakteri adalah sirkuler, panjang dan biasa disebut
nukleoi. Pada DNA bakteri tidak mempunyai intron dan hanya tersusun atas akson
saja. Bakteri juga memiliki DNA ekstrakromosomal yang tergabung menjadi plasmid
yang berbentuk kecil dan sirkuler (Jawetz. dkk. 2004). Laboratorium bakteriologi
merupakan salah satu unit dari Balai Veteriner Medan yang bertugas melaksanakan
pengujian sampel meliputi ELISA, Isolasi dan Identifikasi, RBT/CFT dan uji
Aglutinasi.

Brucellosis adalah penyakit infeksi yang disebabkan oleh bakteri genus


Brucella dan dikategorikan oleh OFFICE INTERNATIONAL DES EPIZOOTIES
(OIE) sebagai penyakit zoonosis (Alton et al., 1988) . Kuman Brucella oleh WORLD
HEALTH ORGANIZATION (WHO) diklasifikasikan sebagai mikroba kelompok
BSL III. Setiap spesies Brucella mempunyai hewan target sebagai reservoir, yaitu
Brucella abortus pada sapi, B. ovis pada domba, B. melitensis pada kambing, B. suis
pada babi, B. neotomae dan B. canis pada anjing (Alton et al., 1988). Brucellosis
pada hewan betina yang terinfeksi biasanya asimptomatik, sedangkan pada hewan
bunting dapat menyebabkan plasentitis yang berakibat terjadinya abortus pada
kebuntingan bulan ke-5 sampai ke-9. Jika tidak terjadi abortus, kuman Brucella dapat
dieksresikan ke plasenta, cairan fetus dan leleran vagina. Kelenjar susu dan kelenjar
getah bening juga dapat terinfeksi dan mikroorganisme ini diekskresikan ke susu.

Brucellosis telah menyebar ke berbagai wilayah sehingga menimbulkan


kerugian ekonomi yang cukup besar bagi pengembangan peternakan akibat kematian

12
dan kelemahan pedet, abortus, infertilitas, sterilitas, penurunan produksi susu dan
tenaga kerja ternak serta biaya pengobatan dan pemberantasan yang memerlukan
biaya yang cukup tinggi. Di Indonesia, brucellosis tersebar luas di Nusa Tenggara
Timur, Sulawesi, Jawa, Sumatera dan Kalimantan. Pulau Bali sampai saat ini masih
tergolong bebas brucellosis karena adanya pengawasan yang ketat berupa larangan
pemasukan sapi jenis lain, berkaitan dengan kebijakan pemerintah untuk
mempertahankan kemurnian sapi bali. Brucella sp. di Indonesia banyak menginfeksi
sapi sehingga ditetapkan sebagai penyakit hewan menular strategis sesuai dengan
Keputusan Menteri Pertanian Nomor 4026/Kpts/OT/140/3/2013 (Kepmentan 2013).

i. Alat, Bahan dan Prosedur Kerja


2.2.2 Uji RBT
Uji ini menggunakan antigen bakteri B. abortus yang diberi zat warna Rose
Bengal, agar memudahkan pembacaan bila terjadi aglutinasi. Uji ini sifatnya sebagai
penyaringan terhadap reaktor dan nilai kepercayaannya mencapai 60-70%. Uji Serum
Aglutinasi menentukan titer antibodi terhadap kuman brucella dan berdasarkan
ketentuan FAO/WHO, nilai diagnostic (positif) adalah : 100 IU/ml (sapi yang tidak
divaksin) dan 200 IU/ml (sapi yang divaksinasi).

Alat yang digunakan adalah Micropippete Single Channel atau pipet


effendrof (yang mempunyai ukuran 25 μl), microtip, pengaduk, dan kaca plate,
sedangkan bahan yang digunakan adalah serum darah sapi dan antigen Brucellosis.

Prosedur kerja:

a. Sesuaikan temperatur sampel serum dan antigen pada temperatur kamar


b. Ambil serum dengan pipet effendrof 25 μl satu tetes pipet
c. Teteskan antigen 25 μl (satu tetes pipet) campur menggunakan pengaduk
d. Kocok dan goyang sampai rata dan baca hasilnya.Hasil positif ditandai
dengan adanya aglutinasi yang jelas dan hasil negatif ditandai dengan tidak
adanya aglutinasi.

j. Hasil dan Pembahasan

Hasil pengujian Brucellosis

13
Dari sampel serum darah sapi yang diterima pada tanggal 5 Juli 2023
dilakukan uji brucellosis yang terdiri dari 1 nomor epid dengan jumlah sampel 71
didapatkan hasil sebagai berikut :

Tabel 1. Hasil uji brucellosis pada darah sapi

No No Epid Jumlah Sampel Jumlah Positif Jumlah Negatif

1 PR12750123070 10 3 7

Gambar 1. Hasil pemeriksaan uji Brusellosis pada darah sapi

Uji RBT digunakan pada tahap screening test karena kemampuannya dalam
mengikat antigen dan antibodi permukaan (Dewi, 2009). Menurut Office
International des Epizooties (OIE 2009), RBT dipakai dalam mengindentifikasi
Brucella sebagai uji tapis (screening) karena RBT mempunyai sensitivitas yang
sangat tinggi namun dapat memberikan hasil positif palsu terhadap vaksin Brucella
abortus S19. Sebaliknya, negatif palsu jarang sekali terjadi dan dapat diantisipasi
dengan melakukan pengujian ulang ketika resampling.

Abdoel et al. (2008) menyatakan, metode RBT digunakan untuk screening


test karena cepat, mudah dan praktis dilakukan, tidak membutuhkan peralatan yang
banyak sehingga biasa digunakan dalam program pengawasan dan pengendalian.
Sensitivitas RBT sangat tinggi sehingga dapat mendeteksi terjadinya infeksi lebih
awal dan kecil kemungkinan hewan yang terinfeksi tidak terdeteksi. Seluruh hewan
yang serumnya positif terhadap uji ini kemudian diuji lagi dengan metode lain untuk
mengantisipasi keberadaan positif palsu.

2.2.3 Pullorum
a. Tinjauan Pustaka
14
Menurut Central Intelligence Agent World Factbook 2016 Indonesia merupakan
negara keempat terpadat di dunia dengan jumlah penduduk yang tercatat sebanyak
258.316.051 jiwa. Pada tahun 2010 Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat hasil dari
sensus penduduk Indonesia sebesar 237.641.334 jiwa. Data ini memperlihatkan
bahwa populasi penduduk Indonesia meningkat pesat selama lima tahun terakhir
yang tentu berpengaruh terhadap tingkat kebutuhan pangan masyarakat Indonesia.
Upaya memenuhi kebutuhan pangan masyarakat Indonesia yaitu dengan
meningkatkan produksi (pertanian dan peternakan) dalam negeri, salah satunya
beternak ayam komersial (broiler atau layer). Ayam komersial merupakan jenis
ayam yang sering diternak karena memiliki performa produksi yang tinggi.
Produksinya berupa daging untuk ayam broiler dan telur untuk ayam layer.
Beternak ayam komersial tentunya harus memiliki sistem manajemen yang baik,
karena penyakit yang dapat menginfeksi ayam komersial cukup banyak. Penyakit
pada ayam komersial dapat disebabkan oleh agen infeksius dan non-infeksius. Agen
infeksius disebabkan oleh virus, bakteri, parasit, dan jamur ; sedangkan agen non-
infeksius seperti faktor manajemen pakan, lingkungan, dan lainnya. Pada makalah ini
akan dibahas penyakit infeksius yang disebabkan oleh bakteri, khususnya Salmonella
pullorum yang menyebabkan penyakit pullorum pada ayam.

Pullorum pertama kali ditemukan oleh Rettger pada tahun 1899 dan pada
tahun 1929 dikenal dengan nama Bacillary White Diarrhea di Australia. Namanya
berasal dari tanda klinis khas yaitu diare berwarna putih. Penyebaran penyakit
pullorum pada unggas, terutama pada ayam komersial dengan tingkat mortalitas yang
cukup tinggi. Keadaan tersebut membuat kerugian ekonomi yang besar bagi
peternak, sehingga diharapkan dengan adanya makalah ini dapat membantu peternak
dalam menanggulangi dan mengatasi penyakit pullorum ini.

b. Alat, bahan dan prosedur kerja


Uji Pullorum
Uji ini menggunakan antigen salmonella Pullorum yang diberi zat warna
violet, agar memudahkan pembacaan bila terjadi aglutinasi.
Alat yang digunakan adalah Micropippete Single Channel atau pipet
effendrof (yang mempunyai ukuran 25 μl), microtip, pengaduk, dan kaca plate,

15
sedangkan bahan yang digunakan adalah serum darah unggas dan antigen salmonella
pullorum.

Prosedur kerja:
e. Sesuaikan temperatur sampel serum dan antigen pada temperatur kamar
f. Ambil serum dengan pipet effendrof 25 μl satu tetes pipet
g. Teteskan antigen 25 μl (satu tetes pipet) campur menggunakan pengaduk
h. Kocok dan goyang sampai rata dan baca hasilnya. Hasil positif ditandai
dengan adanya aglutinasi yang jelas dan hasil negatif ditandai dengan tidak
adanya aglutinasi.

e. Hasil dan Pembahasan


Hasil pengujian Pullorum
Dari sampel serum darah sapi yang diterima pada tanggal 5 Juli 2023
dilakukan uji pullorum yang terdiri dari 1 nomor epid dengan jumlah sampel 71
didapatkan hasil sebagai berikut :

Tabel 1. Hasil uji brucellosis pada darah sapi

No No Epid Jumlah Sampel Jumlah Positif Jumlah Negatif

1 PR12750123062 125 5 120

Gambar 1. Hasil pemeriksaan uji Pullorum pada unggas

Uji pullorum bertujuan melakukan screening untuk mendeteksi salmonella pullorum pada
berbagai jenis spesies unggas. Serum dikatakan positif apabila terbentuk aglutinat berwarna
violet dalam dua menit setelah homogen.

16
2.2.4 Swab Lingkungan RPH
Rumah Pemotongan Hewan adalah bangunan yang dirancang dengan desain
tersendiri yang memenuhi persyaratan dan kriteria teknis serta sistem higienis sanitas yang
digunakan sebagai lokasi/area penyembelihan ternak supaya kebutuhan konsumen terpenuhi
(BSN 1999). Hal tersebut berdasarkan penetapan Menteri Pertanian dalam Surat
Keputusannya berkaitan dengan syarat-syarat Rumah Pemotongan Hewan-Ruminansia dan
Unit Penghasil Daging yaitu lingkungan, fasilitas penunjang, konstruksi dan bentuk gedung
serta fasilitas yang digunakan. Persyaratan dan implementasi sistem manajemen di RPH
adalah suatu proses untuk mendapat produk asal hewan berupa daging yang aman dan halal.
Daging yang sehat dan aman adalah daging tidak terkontaminasi bakteri patogen
yang menimbulkan penyakit serta residu pada saat dikonsumsi oleh masyarakat.
Kontaminasi bakteri pada daging harus dapat diminimalkan supaya mendapatkan daging
dengan kualitas yang baik. Penerapan sistem manajemen di RPH terutama sistem higienis
sanitasi memiliki peranan penting karena sangat berpengaruh terhadap produk yang
dihasilkan.
Untuk memperoleh gambaran hasil proses pembersihan peralatan dan higiene
karyawan, maka dilakukan uji TPC dan Coliform dengan cara melakukan test swab pada
peralatan yang digunakan, pakaian dan lingkungan di dalam RPH .
a. Hasil Pengujian TPC, Escherichia coli dan Coliform

Gambar. Hasil Uji TPC

17
(A) (B)

Gambar 2. A.) Sampel dengan coloni cemaran Coliform yang tidak dapat
dihitung ; B.) Sampel dengan cemaran Coliform yang masih dapat dihitung

BAB III
PENUTUP
3.1. Kesimpulan
Balai Veteriner Medan adalah suatu instansi dibawah kementan yang
bergerak di bidang pengendalian dan penanggulangan penyakit hewan dan bahan
pangan asal hewan meliputi provinsi Sumatera Utara dan Aceh. Terdapat beberapa
laboratorium yang saling bekerjasama diantaranya epidemiologi, biomolekuler,
bakteriologi, virologi, parasitologi, patologi, biokimia, dan kesehatan masyarakat
veteriner. Pemeriksaan dilakukan dengan dengan 2 cara, pemeriksaan aktif dan pasif.

Pemeriksaan aktif sampel didapatkan langsung yang mengantarkan ke Balai


Veteriner Medan, sedangkan pemeriksaam pasif sampel didapatkan dari lapangan
yang dikunjungi atau dinas luar. Pertama, sampel akan memasuki laboratorium
epidemiologi. Selanjutnya sampel memasuki laboratorium sesuai dengan kebutuhan
pengujian sampel. Laboratorium pengujian sampel akan memberikan hasil yang
diperoleh dan dilakukan penyusunan arsip/pemetaan penyakit yang selanjutnya
menjadi laporan kepada pihak Dinas Peternakan dan Kesehatan Hewan.

18
3.2. Saran
Agar dapat memberikan lebih banyak informasi dalam bentuk iklan, brosur
atau penyuluhan kepada masyarakat terutama di provinsi Aceh tentang Balai
Veteriner Medan serta fungsinya, agar masyarakat lebih menyadari pentingnya
kesehatan hewan dan ternak.

19
DAFTAR PUSTAKA

[Kepmentan] Keputusan menteri pertanian. 2013. Penetapan penyakit menular strategis.


Jakarta (ID): Kementrian Pertanian.

[OIE] Office International des Epizooties. 2009. Bovine Brucellosis. Paris (FR): Office
International des Epizooties.

Abdoel T, Dias IT, Cardoso R, Smits HL. 2008. Simple and rapid field tests for brucellosis
in livestock. J Vet Microbiol.130: 312–319.

Alton, G.G ., J .M. Jones, R .D. Angus and J.M. Verger.1988 . Techniques for the
brucellosis laboratory . Institute National de la Recherche Agronomique . Paris . pp. 34
- 60 .

Andriani. 2012. Prevalensi Campylobacter Jejuni Pada Karkas Ayam Dan Pengembangan
Uji Deteksinya.

Atanasiu P, Tierkel ES. 1975. Rapid microscopic examination for negri bodies and
preparation of spesiment for biological test. In : Laboratory Techniques in rabies.
Geneva. Fourth Edition. hlm 55-56.

Badan Standarisasi Nasional. 2008. Metode Uji Tapis (Screening Test) Residu Antibiotika
Pada Daging, Telur dan Susu Secara Bioassay. SNI 7424:2008 Binarupa Aksara.

Brooks, G.F., Janet, S.B., Stepens, A.M., 2007. Jawetz, Melnick, AdellberG,

Dean DJ, Abelseth MK, Atanasiu P. 1996. The Fluorescence Antibody Test. In ; Laboratory
Techniques in Rabies. Geneva. Fourth Edition. hlm 88-95.

20

Anda mungkin juga menyukai