Anda di halaman 1dari 46

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Kurikulum 2013 dirancang untuk memperkuat kompetensi siswa tentang


pengetahuan, ketrampilan dan sikap secara utuh, adapun proses pencapaiannya melalui
pembelajaran sejumlah mata pelajaran yang dirancang sebagai kesatuan yang saling
mendukung pencapauan kompetensi tersebut.

Sesuai dengan konsep diatas maka pembelajaran dalam menggali ilmu


pengetahuan harus berkelanjutan sampai siswa dapat membuat dan trampil dalam
menyajikan pengetahuan yang dikuasai secara konkrit dan abstrak dan bersikap
sebagai mahluk yang mensyukuri anugrah Tuhan YME akan alam semesta yang
dikaruniakan kepadanya memalui kehidupan yang mereka hadapi

Kegiatan pembelajaran yang dilakukan siswa dan guru adalah hanya sebagi
usaha minimal yang harus dilakukan untuk mencapai kompetensi yang diharapkan,
sedangkan usaha maksimalnya siswa harus menggali informasi yang lebih luas melalui
kerja kelompok, diskusi dan menyunting informasi dari sumber-sumber lain yang
berkaitan dengan materi yang disampaikan

Sesuai dengan pendekatan dalam peningkatan kompetensi ketrampilan siswa


harus menggali dan mencari atau menemukan suatu konsep dari sumber-sumber
pengetahuan yang sedang dipelajari,Peran guru sangat penting untuk meningkatkan dan
menyesuaikan daya serap siswa dengan berbagai metode pembelajaran, adapun salah
satu model pembelajaran dalam peningkatan kompetensi ketrampilan las oksi asetilena
pada siswa kelas X semester 1 di SMK Negeri Rengel adalah dengan prinsip Modeling
dalam pembelajaran kontektual.
B. Rumusan Masalah

Berpijak pada latar belakang diatas maka rumusan masalah dalam penelitian
ini adalah :

1. Apakah prinsip modeling dalam pembelajaran kontektual dapat


meningkatkan kompetensi ketrampilan las oksi asetilena pada siswa
kelas X di SMK Negeri Rengel.
2. Bagaimana Prinsip Modeling dalam pembelajaran kontektual sebagai
upaya meningkatkan kompetensi ketrampilan.

C. Tujuan Penelitian

Dengan penelitian ini, penulis bertujuan untuk meningkatkan kompetensi


ketrampilan las oksi asetilena memalui prinsip modeling dalam pembelajaran
kontekstual pada siswa kelas X semester I di SMK Negeri Rengel Tuban.

D. Manfaat Hasil Penelitian

Penelitian ini termasuk penelitian tindakan kelas oleh karena itu hasil
penelitian ini diharapkan memberi manfaat secara teoritis maupun praktis di SMK
Negeri Rengel Tuban.

1. Manfaat Teoritis.

Secara teoritis diharapkan penelitian ini dapat lebih memberitahu kepada para
pengguna teori belajar bahwa penerapan pembelajaran dengan modeling yang dapat
dipakai untuk mengembangkan pembelajaran. Dengan demikian, modeling
diharapkan dapat dipakai untuk menambah perbendaharaan metode yang telah ada
selama ini.

2. Manfaat Praktis.

Hasil penelitian ini diharapkan dapat dimanfaatkan untuk dapat meningkatkan


keberhasilan pada tujuan pembelajaran bidang studi las oksi asetilena.
Manfaat bagi guru diharapkan penelitian ini dapat lebih mendorong untuk
meningkatkan profesionalisme guru, membuat lebih gemar penelitian, serta
meningkatkan rasa kemandirian untuk mengembangkan diri. Seorang guru harus
tanggap pada permasalahan yang dihadapi siswanya dan akhirnya berusaha untuk
mencarikan jalan keluar yang terbaik untuk mencapai tujuan pembelajaran yang
diharapkan.

Manfaat bagi siswa diharapkan penelitian ini dapat memberi masukan bahwa
selama ada kemauan dan rasa percaya diri, para siswa pasti akan dapat merasa
bangga dengan kompetensi ketrampilan yang dimiliki. Selain itu dengan modeling
siswa mendapat kegembiraan karena dengan sedikit bermain tetap dapat mencapai
tujuan pembelajaran yang harus dicapai.

Manfaat bagi pengembang kurikulum diharapkan penelitian ini dapat


berguna untuk memberikan alternatif model pembelajaran. Selain itu dengan
penelitian ini para pengambang kurikulum dapat mengetahui efektivitas model
pembelajaran dengan modeling.

E. Batasan Istilah

Didalam penelitian ini digunakan istilah – istilah tertentu. Agar istilah-istilah


di dalam penelitian ini menjadi jelas dan operasional, maka penile memberi batasan
sebagai berikut :

Kompetensi adalah suatu keahlian dan nilai-nilai dasar yang direfrensikan


dalam kebiasaan berfikir dan bertindak. Kebiasaan berfikir dan bertindak secara
konsisten dan terus-menerus sehingga menunjukkan seseorang manjadi kompeten
artinya, memiliki keahlian dan nilai-nilai dasar untuk melakukan sesuatu.

Ketrampilan adalah kecakapan dalam bertindak atau mengerjakan sesuatu


yang didalamnya terdapat kegiatan fisik untuk melakukan aktifitas hingga dengan hasil
sangat baik dan memuaskan baik untuk diri sendiri maupun untuk orang lain.

Prinsip Modelling adalah prinsip pembelajaran dengan menggunakan


peragaan, pencontohan atau demontrasi, dalam modeling siswa atau guru memperagakan
untuk memberi contoh dan mendemonstrasikan.
Pembelajaran Kontikstual adalah suatu pengajaran dan pembelajaran yang
menggunakan pendekatan yang membantu guru mengkaitkan isi atau meteri pelajaran
dengan keadaan yang sebenarnya atau dunia nyata.
BAB II

KAJIAN TEORI

LAS OKSI-ASETILENA

Pengelasan dengan las oksi asetilena adalah menyambungkan logam dengan


menggunakan nyala api dari hasil pembakaran gas asetilin dan gas oksigen (zat asam) untuk
memanaskan bagian logam yang akan disambung dan mencairkan bahan pengisinya. Dalam
melaksanakan pekerjaan pengelasan dengan las oksi asetilin harus diperlihatkan masalah
kesehatan dan keselamatan kerja meliputi keselamatan orang (operator las) orang sekitar juga
alat-alat yang dipergunakan.

A. Peralatan Keselamatan dan Kesehatan Kerja Operator

1) Pakaian Praktek

Dalam ruang bengkel harus selalu menggunakan pakain kerja. Bahan pakaian
kerja harus harus terbuat dari bahan katun atau bahan campuran sejenisnya. Katun,
sedangkan kalau polyester atau sejenis akan cepat bereaksi dan mudah menempel pada
kulit badan. Syarat – syarat pakaian kerja :

a) Jangan terlalu sempit sehingga akan mengurangi gerak anggota tubuh.


b) Jangan terlalu banyak bagian yang terbuka seperti :

 Kantung harus tertutup

 Bagian kancing harus cukup kuat

 Bahan kain harus mempunyai daya serap panas yang baik, sehingga tidak
menimbulkan kegerahan pada pemakai.

Selama pakaian kerja dipakai untuk bekerja jangan sekali-kali mengantongi :


Benda-benda yang mudah terbakar seperti :
 Kertas

 Korek api

 Zat kimia
 Benda-benda tajam

 Dan lain-lain

2) Apron
Fungsi apron adalah untuk menghindari terbakarnya pakaian kerja karena
percikan cairan logam, goresan benda-benda panas dan cahaya yang timbul dari
pengelasan. Bahan apron harus terbuat dari kulit campur asbes. Bahan ini paling baik
untuk alat pelindung akibat panas, karena mempunyai daya serap panas yang lambat
seperti pada gambar 1.02.

Gambar 1.02. Apron 23


3) Kacamata Las

Didalam proses pengelasan terdapat sinar yang membahanyakan anggota


badan terutama pada bagian mata dan kulit. Jenis-jenis sinar pada pengelasan yang
berbahaya adalah sebagai berikut:
a) Sinar ultraviolet adalah pancaran yang mudah terserap, tetapi sinar ini mempunyai
pengaruh besar terhadap reaksi kimia yang ada pada tubuh. Bila sinar ultraviolet
terserap oleh lensa mata melebihi jumlah tertentu maka pada mata akan terasa
seakan-akan ada benda asing di dalamnya. Dalam waktu antara 6 sampai 24 jam dan
rasa sakitnya akan hilang setelah 24 jam.
b) Sinar cahaya tampak adalah semua cahanya tampak yang masuk ke mata diteruskan
oleh lensa dan kornea ke retina mata. Bila cahaya ini terlalu kuat, maka mata akan
segera menjadi lelah dan kalau lama mungkin akan terjadi sakit, rasa lelah dan kalau
terlalu lama mungkin akan terjadi sakit, rasa lelah ini sifatnya hanya sementara.
c) Sinar inframerah adalah adanya sinar ini tidak segera terasa oleh mata, oleh karena
itu sinar ini lebih berbahaya sebab tidak di ketahui, tidak terlihat dan tidak terasa.
Pengaruh sinar infra merah terhadap mata sama dengan pengaruh panas, yaitu
mengakibatkan pembengkakan pada kelopak mata, terjadinya penyakit kornea, dan
terjadi kerabunan.
Fungsi kacamata las adalah :
a) Untuk melindungi mata dari sinar ultraviolet, inframerah, cahaya tampak yang
dipancarkan oleh nyala
b) Untuk melidungi mata terhadap percikan api.

Kacamata las
Bagian-bagian kacamata las, adalah sebagai berikut:
a) Rumah kaca, tempat untuk menyimpan kaca
b) Kaca las, terdiri dari dua macam yaitu :

 Kaca penyaring yang berwarna hijau atau coklat

 Kaca bening sebagai pelindung kaca penyaring

Syarat-syarat kaca penyaring pada kaca mata las adalah :


a) Harus mempunyai daya penerus yang tepat terhadap cahaya tampak
b) Harus mampu menahan cahaya dan sinar yang berbahaya
c) Harus mempunyai sifat yang tidak melelahkan mata
d) Harus tahan lama dan tidak mudah berubah sifat
e) Harus memberikan rasa nyaman kepada pemakai

Untuk mengelas dan memotong dengan las oksi asetilena biasanya menggunakan
nomor kaca penyaring dengan daya saring No. 4 sampai dengan No. 6, tebal kaca
penyaring 1,5 dan 2,5 mm, sedangkan garis tengah kaca penyaring adalah 50 mm

4) Topi las
Topi las perlu digunakan, hal ini untuk menghindari :
a) Tumbukan langsung benda keras dengan kepala
b) Percikan api akibat ledakan kecil dari cairan las
c) Kejatuhan langsung benda keras terhadap kepala
Syarat-syarat pelindung kepala :
a) Nyaman dipakai
b) Terbuat dari “Fibre Glass”
c) Kuat dan tahan dari benturan, panas, dan goresan benda tajam.
d) Daya hantar panasnya kecil.
Dibawah ini diperlihatkan topi las seperti pada gambar 1.04.

Gambar 1.04. Topi Las

5) Sepatu Las.
Bengkel las bukan hanya tempat mengerjakan las, didalamnya terdapat juga seperti
pemotong dan alat mekanik lainya. Dengan demikian bukan hanya benda-benda panas saja
yang kecil atau serpihan-serpihan terak yang berbahaya bila terinjak kaki.Oleh karena itu
perlu alat khusus untuk melindungi kaki yaitu sepatu las. Sepatu las harus terbuat dari
bahan yang baik kualitasnya dan alasnya harus terbuat dari karet pejal yang kuat seperti
pada gambar 1.05. 26

Gambar 1.05. Sepatu Las


6) Sarung Tangan

Sarung tangan sangat penting digunakan dalam pengelasan. Bahan sarung


tangan harus berkualitas baik sebab harus mampu merendam panas pada proses
pengelasan akibat cipratan cairan las dan terkelupasnya terak yang ada pada bagian luar
logam. Sarung tangan harus terbebas dari oli atau bahan pelumas, karena dapat terjadi
persenyawaan dengan oksigen pada tekanan rendah sehingga menimbulkan ledakan
keras. Bahan sarung tangan tersebut dari kulit dicampur asbes atau bahan anti panas
seperti pada gambar 1.06.

Gambar 1.06. Sarung tangan 27

7) Pengisap Asap
Butir-butir debu asap bila terisap akan tertahan bulu hidung dan pipa pernapasan,
sedangkan debu asap yang halus akan terbawa masuk ke dalam paru-paru. Sebagian akan
terbuang kembali dan sebagian lagi akan melekat pada kantong paru-paru sehingga dapat
mengakibatkan gangguan-gangguan pernapasan dan lain sebagainya dapat dilihat gambar
1.07. Gas beracun dalam asap las terdiri dari :
a) Karbon monoksidasi (CO), mempengaruhi darah sehingga akan menyerap oksigen
pada darah.
b) Karbon dioksida (CO2), akan menurunkan O2 yang berada dalam udara luar dan akan
membahayakan terhadap pernapasan terutama di ruangan tertutup.
Tujuan pengisap asap adalah untuk membuang debu, asap dan gas sehingga ruangan
kerja tetap bersih.

Gambar 1.07. Pengisap asap

B. Peralatan Utama las oksi setilena


1) Silinder Gas

Silinder gas adalah botol baja yang dapat digunakan untuk menyimpan dan
mengangkut gas. Isi gas di dalam silinder bermacam-macam mulai dari : 3500 liter,
5000 liter, 6000 liter, 7000 liter, dan seluruhnya. Pada bagian atas silinder terdapat
keran/katup untuk mengisi dan mengeluarkan gas seperti pada gambar 2.02

Mur Rod
a

Mur Sumbat

Sumbat

Badan

Sumbat

Ulir luar

Gambar Katup Gas Asetilena

Ulir Botol
Sumbu dudukan

Mur Pengaman

Oksigen masuk

Sekat pengaman

Ulir kesilinderan

Oksigen keluar

Gambar 2.02. Katup Gas Oksigen

Bila silinder sedang tidak digunakan, hendaknya katup ditutup dengan tutup baja, dengan
cara memasukkan pada katup kemudian diputar ke kanan. Hal ini dimaksudkan agar katup
tersebut tetap bersih dan aman. Pada dinding silinder biasanya terdapat label yang
menyatakan jenis gas, tanggal pengisian dan tahun pemeriksaan. Didalam peralatan las oksi
Asetilena terdapat dua silinder, yaitu silinder oksigen dan silinder asetilena.

a) Silinder Oksigen
Silinder oksigen dibuat sesuai dengan keperluan, yaitu menyimpan oksigen dengan
tekan maksimum 150 kg/cm2 (2200 psi). Silinder ini dilengkapi dengan alat pengaman
berupa keping yang terdapat pada katup silinder lihat gambar 2.04. Isi oksingen 33
di dalam silinder dapat dihitung dengan mengalikan volume silinder dengan tekanan
didalamnya. Misalnya volume silinder 40 liter dan tekan di dalam 150 kg/cm2 maka isi
oksigen adalah : 40 x 150 = 6000 liter Pada keran/katup silinder terdapat ulir penghubung
antara silider dengan regulator. Cara menghubungkannya ialah dengan memasukkan baut
penghubung regulator pada katup silinder, kemudian diputar kearah kanan atau searah jarum
jam karena ulirnya adalah ulir kanan.
Gambar 2.04. Silinder Oksigen Keselamatan Kerja untuk Silinder Oksigen
Oksigen itu sendiri tidak dapat menyala dan meledak. Walaupun demikian oksigen akan
menyebabkan bahan terbakar dengan tidak terkehendaki. Secara umum hal-hal yang perlu
diperhatikan dalam menangani oksigen adalah :
a) Jangan mengoperasikan alat pneumatik dengan oksigen.
b) Jangan menggunakan oksigen untuk pengecatan dengan spray.
c) Jangan menggunakan oksigen sebagai pengganti udara yang dimanfaatkan.
d) Jangan menghembus pipa, bejana atau tangki dengan oksigen
e) Jangan menggunakan oksigen untuk penyegaran udara, membersihkan asap dalam ruang
tertentu atau mendinginkan diri Anda pada cuaca yang panas
Untuk hal tersebut, maka silinder oksigen harus ditangani secara baik, agar tidak
menimbulkan bahaya-bahaya yang tidak diingini. Adapun teknik-teknik penanganan
silinder oksigen adalah sebagai berikut :
a) Tangani silinder dengan hati-hati, tidak boleh terbentur, kena nyala api maupun
benda panas.
b) Silinder harus selalu dalam keadaan tegak dan terikat dengan baik agar tidak
jatuh.
c) Apabila silinder tidak memungkan berdiri tegak dapat juga direbahkan, tetapi
manometer harus disebelah atas
d) Panas matahari tidak boleh langsung memanasi silinder, maka silinder dapat
dilindungi dengan papan
e) Silinder-silinder tidak boleh tergeletak tanpa ganjal yang baik

Silinder Asetilena
Didalam silinder asetilena berisi bahan berpori (misalnya asbes, kapas dan
sutra). Bahan berpori ini berfungsi menyerap aseton dan aseton digunakan untuk
menyimpan gas asetilena. Aseton adalah suatu zat dimana asetilena dapat larut
dengan baik dibawah pengaruh tekanan asetilena pada silinder sebesar 17.5
kg/cm2 (250 psi). Silinder asetilena dilengkapi dengan sumbat pengaman yang
terdapat pada temperature lebih kurang 100/C. Apabila karena suatu sebab
silinder menjadi panas, sumbat pengaman akan melebur dan akan memberikan
jalan keluar bagi gas asetilena. Silinder asetilena harus disimpan dalam posisi
berdiri tegak, baik dalam keadaan terisi maupun kosong, pada posisi tidur cairan
aseton di dalam silinder akan dapat menyumbat lubang-lubang pada kutub
silinder. Bila terjadi kebocoran pada keren silinder maka keran tersebut dapat
dikeraskan dengan menggunakan kunci yang ukurannya sesuai, jika masih bocor
bawalah keluar ruangan dan diamkan pada tempat terbuka. Pada katup/keran
silinder terdapat mur untuk menghubungkan keran dengan regulator. Ulir pada
silinder asetilena ini adalah ulir kiri. Untuk mengeraskannya diputar ke kiri atau
berlawanan arah jarum jam, lihat gambar 2.05 berikut : 36

(2) Warna bak manmeter (tidak mutlak)


Regulator oksigen : terdapat tulisan oksigen warna bak biru/hitam/abu-abu
Regulator asetilena: terdapat tulisan Asetilena warna bak merah.
(a) Macam regulator
(1) Regulator satu tingkat
(2) Regulator dua tingkat
Keselamatan kerja untuk Regulator-Regulator terpasang di masing-masing
tabung oksigen untuk mengatur keluarnya gas dari dalam tabung menuju
pembakar melalui selang. Regulator memiliki dua buah manometer untuk
mengetahui tekanan isi gas didalam tabung yang disebut manometer tekanan isi.
Manometer tekanan kerja untuk melihat tekanan kerja yang dipakai mengelas.
Tindakan pengamanan alat ini meliputi : tangan atau sarung tangan harus
dibersihkan dari minyak atau pelumas sebelum memegang regulator. Saat
memasang regulator, bagian yang harus dipegang adalah badan regulator bukan
pada manometernya. Katup regulator harus dalam keadaan tertutup saat akan
membuka tabung. Membuka katup regulator dilakukan dengan memutar baut
pengatur searah dengan jarum jam hingga terbuka. Putar baut pengatur tekanan
kerja secara perlahan saat mengatur tekanan kerja agar tidak merusak membrane
manometer. Saat dilakukan pengaturan tekanan kerja pada regulator posisi badan
berdiri di samping. Regulator yang rusak harus segera diganti untuk pemakaian
selanjutnya.

3) Selang Las

Fungsi selang las adalah untuk mengalirkan gas dari silinder ke pembakaran.
Selang las dibuat dari karet yang berlapis-lapis dan diperkuat oleh serat-serat
bahan tahan panas seperti pada gambar 2.08. sedangkan sifat selang las adalah
sebagai berikut :
a) Kuat
1) Selang Asetilena harus tahan terhadap tekanan 10 kg/cm2
b) Selang oksigen harus tahan terhadap tekanan 20 kg/cm2
c) Tahan api/panas
d) Lemas/tidak kaku/fleksibel
1) Selang oksigen mempunyai warna hitam/biru/hijau
2) Selang asetilena mempunyai warna merah.
Gambar 2.08 Selang Las

Besarnya diameter dalam selang bermacam-macam dan ukuran yang paling


banyak digunakan ialah 3/16” dan 5/16”. Dalam dunia perdagangan selang
oksigen dan asetilena ada yang berdiri sendiri da nada pula yang diikat menjadi
satu (twin hose). Selang las jenis kedua lebih enak dipakai karena mudah
digulung dan tidak terpuntir. Dalam penggunaannya, selang las tidak di benarkan
dipertukarkan. Untuk menyalurkan gas oksigen pakailah selang yang berwarna
merah. Dengan perbedaan warna ini dapat dihindarkan kekeliruan pada waktu
pemasangan selang. Bentuk alat penyambung selang dapat dibedakan sebagai
beriut :
a) Nipel (alat penyambung) pada kedua ujung selang dibuat berlainan. Nipel
oksigen berbentuk setengah bulat, sedangkan Nipel asetilena berbentuk tirus
seperti pada gambar 2.09
b) Mur pengikat untuk oksigen mempunyai ulir kanan, sedangkan untuk
asetilena ulir kiri seperti pada gambar 2.10
c) Mur pengikat untuk oksigen berbentuk segi enam rata dan mur pengikat
asetilena berbentuk segi enam ditakik.

Keselamataan Kerja Selang Las.


Selang las menghubungkan tabung gas dengan pembakar las untuk mengalihkan
gas oksigen dan asetilena. Selang gas oksigen berwarna hitam atau biru dan
selang astilena berwarna merah atau oranye. Prosedur keselamatan kerja
menggunakan selang las adalah selang las tidak boleh terkilir dan terjepit saat
dipakai. Selang tidak boleh bersentuhan dengan dengan nyala api bunga api,
benda panas, benda tajam dan segala jenis minyak atau pelumas. Pemeriksaan
selang secara berkala dilakukan agar tidak terjadi kebocoran, hangus dan
sambungan longgar. Jangan menggunakan kawat, plastik atau isolasi yang
menutup kebocoran. Bagian yang bocor harus dipotong dan disambung kembali
menggunakan alat penyambung, pengikat atau penjepit khusus selang. Gulung
selang dengan rapi setelah menggunakannya. Tata cara yang tepat dalam
menggunakan peralatan las oksi asetilena sangat menguntungkan efisiensi
peralatan dan memberi rasa aman bagi operator las oksi asetilena akan
mengurangi resiko kecelakaan kerja.

D. Pembelajaran Melalui Metode Diskusi dengan Umpan Balik

1. Konstruktivistik

Teori belajar konstruktivistik dibangun dari gagasan Piaget dan Vigotsky


yang berkeyakinan bahwa anak belajar melalui interaksi dengan orang-orang
dan benda-benda atau obyek-obyek yang ada disekitarnya. Ketika anak
berinteraksi, mereka membentuk pemahaman bagaimana keduanya, yaitu
dunia atau lingkungan dan orang itu berinteraksi. Pada saat anak-anak
dihadapkan pada ide-ide yang mungkin tidak sesuai atau tidak cocok dengan
pemahamnnya, mereka mulai mengadaptasi ide-ide itu kedalam pemahaman
barunya. Dan ide-ide itu selalu berubah proses perubahan itu yang oleh
konstruksivistik disebut belajar.

Para penganut teori kontsruktivistik memandang bahwa seorang anak


mengkonstruksi pengetahuanya sendiri melalui interaksi yang terus menerus
dengan lingkungannya. Jadi, peranan pendidikan yaitu menyediakan
lingkungan yang dapat menstimulasi dan mendukung proses ini.

Meskipun teori belajar konstruktivistik berhubungan dengan belajar anak


(siswa) dan pengetahuan didapat melalui keaktifan sendiri, guru masih
dibutuhkan perannya. Guru memiliki tanggung jawab menyediakan dan
memberi kesempatan kepada siswa agar sebanyak mungkin belajar secara
aktif untuk menciptakan, membangun, mendiskusikan, membandingkan serta
bekerja sama dengan siswa lain. Nur dan Wikandri (1998;2) Bahwa “guru
dapat membantu proses siswa mencapai tingkat pemahaman yang lebih
tinggi, namun harus diupayakan agar siswa sendiri yang memanjat tangga
tersebut.

Ada empat prinsip yang perlu diperhatikan dalam teori belajar


konstruktivistik yaitu: (1) Pembelajaran sosial yaitu penelakan pada hakikat
sosial dan pembelajaran. (2) Zona perkembangan terdekat yaitu siswa
belajar konsep paling baik apabila berada dalam zona perkembangan terdekat
dengan mereka. (3) Pemagangan kognitif yaitu seseorang akan memperoleh
keahliannya, apabila telah melakukan interaksi dengan orang yang lebih ahli.
dan (4) Scoffelding yaitu siswa diberi tugas yang kompleks, sulit dan
realistis dan diberi bantuan secukupnya dalam penyelesaian.

2. Pembelajaran Kooperatif (Cooperative Learning)

Pembelajaran Kooperatif merupakan suatu pembelajaran dengan


penekanan pada aspek sosial dengan menggunakan kelompok untuk
menghasilkan pemikiran dan tantanngan karena memiliki kesesuaian ide-ide
sebagai unsur kuncinya. Ketidaksesuaian itu dikatakan sebagai kunci, karena
dengan perbedaan itu para siswa dapat memakai dan membawa ide-ide itu
kedalam pemahaman barunya.
Pembelajaran Kooperatif merupakan unsur penting dalam teori belajar
konstruktifistik, seperti yang dikatakan oleh Peaget dan Vigotsky dalam nur
dan wikandri (1998;3) Prinsip utamanya, yang memegang peran penting
yaitu hakikat social dalam pembelajaran. Pada proyek kooperatif ini siswa
dihadapkan pada proses berpikir teman sebaya mereka, metode ini tidak
hanya membuat hasil belajar terbuka untuk seluruh siswa tetapi juga proses
berpikir siswa lain terbuka untuk seluruh siswa lain.
Dari penjelasan itu diasumsikan bahwa siswa akan lebih mudah
mengkonstruksi pengetahuannya, lebih mudah menemukan dan memahami
pemecahan konsep-konsep yang sulit jika mereka saling mendiskusikan
masalah yang dihadapinya dengan temannya.

Pembelajaran kooperatif ternyata juga mampu mewadahi prinsip


pembelajaran masyarakat abad XX1 yang dicetuskan oleh UNISCO, yang
dirangkum dalam tonggak belajar, yaitu learning to learn (Belajar bagaimana
belajar), Learning How To Do (Belajar Untuk Melakukan), Learning to life
together (Belajar hidup bersama) dan Learning to be one self (belajar
menjadi diri sendiri). Dalam model pembelajaran kooperatif tidak hanya
kemampuan kelompok yang dapat dilihat, akan tetapi kemampuan individu
juga.

Adapun ciri-ciri pembelajaran kooperatif yaitu:

a). Setiap anggota memiliki peran .

b). Terjadi interaksi antar anggota,

c). Setiap anggota bertanggung jawab atas belajaranya.

d). Guru membantu sisiwa dalam mengembangkan ketrampilan interpersonal


kelompok, dan

e). Guru hanya berinteraksi dengan kelompok saat diperlukan.

Ciri – ciri ini didasari oleh teori – teori pembelajaran kooperatif.

a. Teori Kognitif.
Teori kognitif adalah teori yang berhubungan dengan proses internal ketika
belajar mengingat dan berfikir. Teori kognitif bila dikaitkan dengan teori
pembelajaran kooperatif melibatkan dua kategori yaitu; teori perkembangan dan
teori elaborasi. Teori perkembangan berasumsi bahwa interaksi antar siswa
dalam tugas-tugas yang sesuai akan meningkatkan penguasaan mereka terhadap
konsep – konsep yang sulit. Sedang teori elaborasi berasumsi bahwa dengan
adanya interaksi antar siswa, pemahaman yang umum tentang suatu konsep
berubah menjadi lebih rinci, karena masing-masiong siswa memiliki pemahaman
yang saling melengkapi. Dengan pengorganisasian, konsep yang sedemikian itu
akan menghasilkan pemahaman yang lebih mendalam, dan hasil belajar yang
lebih tinggi yang pada akhirnya akan menumbuhkan motivasi positif dan sikap
yang lebih baik. Degeng dalam santiasa (2000;3) mengatakan bahwa “Dalam
pembelajaran kooperastif konstruksifistik yang menggunakan strategi
pembelajaran dengan model elaborasi sebagai strategi yang pengorganisasian
materi ajar ternyata lebih efektif, lebih mudah dipelajarai, lebih menarik dan
dapat menerapkan perolehan mahasiswa sebagai wujud hasil belajarnya “

b. Teori Motivasi.

Menurut teori ini memberi penghargaan kepada kelompok sesuai dengan


penampilannya akan menciptakan struktur penghargaan antar individu sehingga
anggota-anggota tersebut akan saling memberi penguatan. Motivasi siswa pada
pembelajaran kooperatif terutama terletak bagaimana bentuk hadiah atau struktur
pencapaian saat siswa melaksanakan kegiatan belajar.

Santyasa (2000;6) menyatakan bahwa ada tiga struktur pencapaian tujuan yaitu:
(1) Kooperatif yaitu upaya-upaya orientasi tujuan tiap-tiap individu
menyumbang pencapaian tujuan individu lain. (2) Kompetitif yaitu upaya-upaya
berorientasi tujuan tiap individu membuat frustasi terhadap pencapaian tujuan
yang lain. Dan (3) individualistik, yaitu upaya-upaya berorientasi tujuan tiap
individu tidak memiliki konsekwensi terhadap pencapaian tujuan individu yang
lain.

Metode pembelajaran kooperatif dinyatakan dalam bentuk diskusi dengan


dikembangkan melalui beberapa cara:

1) Student teams Achivement division yaitu metode pembelajaran kooperatif


untuk pengelompokkan kemampuan campour yang melibatkan pengukuhan
tim dan tanggung jawab kelompok untuk pembelajaran individu anggota.

2) Kooperatif integratit reading and composition yaitu model pembelajaran


kooperatif dengan memakai program komprehensif untuk pengajaran
membaca dan menulis di kelas tinggi sekolah dasar.

3) Jigsaw yaitu model pembelajaran kooperatif dengan menempatkan siswa


dalam tim yang beranggotakan 6 orang untuk mempelajari materi akademik
yang telah dipecah menjadi bagian-bagian untuk tiap anggota.

4) Learning together (belajar bersama) yaitu model pembelajaran kooperatif


yang melibatkan kelompok heterogen beranggotakan 4 atau 5 orang dalam
menangani tugas.

5) Group Investigation (Penelitian kolompok) yaitu model pembelajaran


kooperatif yang melibatkan kelompok kecil. Para siswa yang bekerja
menggunakan inkuiri, kooperatif, perencanaan, proyek, dan diskusi
kelompok kemudian mempresentasikan penemuan mereka di depan kelas.

6) Skrip kooperatif yaitu metode pembelajaran kooperatif yang menempatkan


siswa untuk bekerja berpasangan dan bergantian, secara lisan
mengikhtisarkan bagian – bagian dari materi yang dipelajari.

Adapun manfaat dari penggunaan metode kooperatif oleh guru, sebagaimana


disampaikan oleh Lie (dalam Santoso, 1998;2) adalah sebagai berikut:

1) Siswa dapat meningkatkan kemampuannya untuk bekerjasama dengan siswa


lain.

2) Siswa mempungai lebih banyak kesempatan untuk menghargai perbedaan.

3) Partisipasi siswa dalam proses pembelajaran dapat meningkat.

4) Mengurangi kecemasan pada siswa, karena bekerjasama dengan orang lain


berarti ada yang diajak untuk memecahkan masalah.

5) Meningkatkan motivasi, harga diri dan sikap positif siswa.

6) Meningkatkan prestasi belajar siswa.

Metode yang dipakai untuk pembelajaran kooperatif biasa disebut metode


diskusi. Metode diskusi merupakan sebuah cara yang dipakai guru untuk
memberi kesempatan kepada siswa untuk memahami materi pembelajaran
dengan cara memberikan tugas mengerjakan soal yang dikerjakan olah beberapa
siswa dalam satu kelompok.

3. Umpan Balik

Setelah proses belajar mengajar selesai, guru perlu mengetahui


pemahaman siswa tentang bahan yang diajarkan karena dari hal itulah dapat
diketahui bahwa pembelajaran lanjutan segera dapat dilakukan. Apabila siswa
belum mengerti pada bagian tertentu, guru wajib mengulangi penjelasannya.

Ada beberapa cara yang dapat dilakukan oleh guru untuk mengetahui
bahwa siswa telah mengerti pada bahan yang diajarkan, salah satunya dengtan
mengajukan pertanyaan yang kemudian harus dijawab oleh para siswa. Jawaban
siswa tersebut kemudian dicocokkan untuk diketahui betul salahnya. Dengan
cara seperti itu, guru akan menemukan bahan pembelajaran yang sudah atau
yang belum di mengerti oleh siswa. Jadi dengan melakukan umpan balik
tersebut guru mendapatkan banyak kemanfaatannya, karena dengan umpan
balik, guru tidak hanya sekedar mencocokkan jawaban siswa tetapi langsung
memberi penilaian pada hasil belajar siswa.

Sehubungan dengan Roijakkers (1985;5) Menyatakan “Umpan


merupakan suatu usaha untuk mencari informasi tentang pemahaman siswa
pada bahan yang diajarkan. Dengan umpan balik, para siswa diberi kesempatan
untuk memeriksa pemahamannya pada materi yang diajarkan, sehingga para
siswa dapat mmelengkapi pengertian yang belum dipahaminya.

Seperti yang disampampaikan oleh Djajadisastra (1985;102) menyatakan


bahwa “memberikan umpoan balik memiliki 4 fungsi penjelasan yaitu:

1) Fungsi Peringatan, artinya peringatan hati-hati karena tujuan pembelajaran


belum tercapai.
2) Fungsi perbaikan strategi belajar.
3) Fungsi pengujian hipotesis artinya pengujian keterhubungan para siswa
dangan lingkungan belajarnya.
4) Fungsi komunikatif artinya pengukur efektifitas komunikasi yang sehat
antar manusia.

BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

Penelitian ini merupakan penelitian tindakan (action research), karena penelitian


dilakukan untuk memecahkan masalah pembelajaran di kelas. Penelitian ini juga termasuk
penelitian deskriptif, sebab menggambarkan bagaimana suatu teknik pembelajaran diterapkan
dan bagaimana hasil yang diinginkan dapat dicapai.

Menurut Oja dan Sumarjan (dalam Titik Sugiarti, 1997; 8) mengelompokkan


penelitian tindakan menjadi empat macam yaitu (a) guru bertindak sebagai peneliti, (b)
penelitian tindakan kolaboratif, (c) Simultan terintegratif, dan (d) administrasi social
ekperimental.

Dalam penelitian tindakan ini menggunakan bentuk guru sebagai peneliti,


penanggung jawab penuh penelitian tindakan. Tujuan utama dari penelitian tindakan ini
adalah meningkatkan hasil pembelajaran di kelas dimana guru secara penuh terlibat dalam
penelitian mulai dari perencanaan, tindakan, pengamatan dan refleksi.

Dalam penelitian ini peneliti tidak bekerjasama dengan siapapun, kehadiran peneliti
sebagai guru di kelas sebagai pengajar tetap dan dilakukan seperti biasa, sehingga siswa tidak
tahu kalau diteliti. Dengan cara ini diharapkan didapatkan data yang seobjektif mungkin demi
kevalidan data yang diperlukan.
A. Tempat, Waktu dan Subyek Penelitian

1. Tempat Penelitian

Tempat penelitian adalah tempat yang digunakan dalam melakukan penelitian


untuk memperoleh data yang diinginkan. Penelitian ini bertempat di Kelas XI SMK
Negeri Rengel Jln. Kalisat No 01 Desa Punggulrejo Kecamatan Rengel Kabupaten
Tuban, Tahun pelajaran 2017/2018.

2. Waktu Penelitian

Waktu penelitian adalah waktu berlangsungnya penelitian atau saat penelitian


ini dilangsungkan. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Agustus sampai September
semester gasal Tahun pelajaran 2017/2018.

3. Subyek Penelitian

Subyek penelitian adalah siswa-siswi kelas XI SMK Negeri Rengel dengan


Pokok Bahasa Teknik Pengelasan Jalur pada pelat baja lunak tanpa bahan tambahan
posisi bawah tangan.

B. Rancangan Penelitian

Penelitian ini menggunakan Penelitian Tindakan Kelas (PTK). Menurut Tim Pelatih
Proyek PGSM, PTK adalah suatu bentuk kajian yang bersifat reflektif oleh pelaku
tindakan yang dilakukan untuk meningkatkan kemantapan rasional dari tindakan mereka
dalam melaksanakan tugas, memperdalam pemahaman terhadap tindakan-tindakan yang
dilakukan itu, serta memperbaiki kondisi dimana praktek pembelajaran tersebut dilakukan
(dalam Mukhlis, 2000:3).

Sedangkah menurut Mukhlis (2000:5) PTK adalah suatu bentuk kajian yang bersifat
sistematis reflektif oleh pelaku tindakan untuk memperbaiki kondisi pembelajaran yang
dilakukan.
Adapun tujuan utama dari PTK adalah untuk memperbaiki/meningkatkan pratek
pembelajaran secara berkesinambungan, sedangkan tujuan penyertaannya adalah
menumbuhkan budaya meneliti di kalangan guru (Mukhlis, 2000:5).

Sesuai dengan jenis penelitian yang dipilih, yaitu penelitian tindakan, maka
penelitian ini menggunakan model penelitian tindakan dari Kemmis dan Taggart (dalam
Sugiarti, 1997:6), yaitu berbentuk spiral dari siklus yang satu ke siklus yang berikutnya.
Setiap siklus meliputi planning (rencana), action (tindakan), observation (pengamatan),
dan reflection (refleksi). Langkah pada siklus berikutnya adalah perencanaan yang sudah
direvisi, tindakan, pengamatan, dan refleksi. Sebelum masuk pada siklus 1 dilakukan
tindakan pendahuluan yang berupa identifikasi permasalahan.

Siklus spiral dari tahap-tahap penelitian tindakan kelas dapat dilihat pada gambar berikut.

Putaran
Refleksi Rencana
1
awal/rancangan

Tindakan/
Observasi Putaran
2
Rencana yang
Refleksi
direvisi

Tindakan/
Observasi
Putaran
3
Rencana yang
Refleksi
direvisi

Tindakan/
Observasi
Gambar 3.1 Alur PTK

Penjelasan alur di atas adalah:


1. Rancangan/rencana awal, sebelum mengadakan penelitian peneliti menyusun rumusan
masalah, tujuan dan membuat rencana tindakan, termasuk didalamnya instrumen
penelitian dan perangkat pembelajaran.
2. Kegiatan dan pengamatan, meliputi tindakan yang dilakukan oleh peneliti sebagai
upaya membangun pemahaman konsep siswa serta mengamati hasil atau dampak dari
diterapkannya metode pembelajaran model discovery .
3. Refleksi, peneliti mengkaji, melihat dan mempertimbangkan hasil atau dampak dari
tindakan yang dilakukan berdasarkan lembar pengamatan yang diisi oleh pengamat.
4. Rancangan/rencana yang direvisi, berdasarkan hasil refleksi dari pengamat membuat
rancangan yang direvisi untuk dilaksanakan pada siklus berikutnya.
Observasi dibagi dalam tiga putaran, yaitu putaran 1, 2 dan 3, dimana masing putaran
dikenai perlakuan yang sama (alur kegiatan yang sama) dan membahas satu sub
pokok bahasan yang diakhiri dengan tes formatif di akhir masing putaran. Dibuat
dalam tiga putaran dimaksudkan untuk memperbaiki sistem pengajaran yang telah
dilaksanakan.
C. Instrumen Penelitian

Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini terdiri dari:

1. Silabus

Yaitu seperangkat rencana dan pengaturan tentang kegiatan pembelajaran


pengelolahan kelas, serta penilaian hasil belajar.

2. Rencana Pelajaran (RPP)

Yaitu merupakan perangkat pembelajaran yang digunakan sebagai pedoman


guru dalam mengajar dan disusun untuk tiap putaran. Masing-masing RPP berisi
kompetensi dasar, indikator pencapaian hasil belajar, tujuan pembelajaran khusus, dan
kegiatan belajar mengajar.

3. Lembar Kegiatan Siswa


Lembar kegiatan ini yang dipergunakan siswa untuk membantu proses
pengumpulan data hasil eksperimen.

4. Lembar Observasi Kegiatan Belajar Mengajar

a. Lembar observasi pengolahan pembelajaran model jigsaw, untuk mengamati


kemampuan guru dalam mengelola pembelajaran.
b. Lembar observasi aktivitas siswa dan guru, untuk mengamati aktivitas siswa dan
guru selama proses pembelajaran.

5. Tes formatif

Tes ini disusun berdasarkan tujuan pembelajaran yang akan dicapai. Tes
formatif ini diberikan setiap akhir putaran. Bentuk soal yang diberikan adalah pilihan
ganda (objektif). Sebelumnya soal-soal ini berjumlah 25

D. Metode Pengumpulan Data

Data-data yang diperlukan dalam penelitian ini diperoleh melalui observasi


pengolahan pembelajaran model diskusi dengan umpan balik, observasi aktivitas siswa
dan guru, dan tes formatif.

E. Teknik Analisis Data

Untuk mengetahui keefektivan suatu metode dalam kegiatan pembelajaran perlu


diadakan analisa data. Pada penelitian ini menggunakan teknik analisis deskriptif
kualitatif, yaitu suatu metode penelitian yang bersifat menggambarkan kenyataan atau
fakta sesuai dengan data yang diperoleh dengan tujuan untuk mengetahui prestasi belajar
yang dicapai siswa juga untuk memperoleh respon siswa terhadap kegiatan pembelajaran
serta aktivitas siswa selama proses pembelajaran.

Untuk mengalisis tingkat keberhasilan atau persentase keberhasilan siswa setelah


proses belajar mengajar setiap putarannya dilakukan dengan cara memberikan evaluasi
berupa soal tes tertulis pada setiap akhir putaran.

Analisis ini dihitung dengan menggunakan statistik sederhana yaitu:

1. Untuk menilai ulangan atau tes formatif


Peneliti melakukan penjumlahan nilai yang diperoleh siswa, yang selanjutnya
dibagi dengan jumlah siswa yang ada di kelas tersebut sehingga diperoleh rata-rata tes
formatif dapat dirumuskan:

X=
∑X
∑N
: X = Nilai rata-rata
Dengan

ΣX = Jumlah semua nilai siswa

ΣN = Jumlah siswa

2. Untuk ketuntasan belajar

Ada dua kategori ketuntasan belajar yaitu secara perorangan dan secara
klasikal. Berdasarkan petunjuk pelaksanaan belajar mengajar kurikulum 1994
(Depdikbud,1994), yaitu seorang siswa dikatakan belum tuntas apabila nilainya
kurang dari 64 % atau < 64 sedang nilai siswa dikatakan telah tuntas belajar bila
telah mencapai skor 65% atau nilai > 65, dan kelas disebut tuntas belajar bila di kelas
tersebut terdapat 85% yang telah mencapai daya serap dan lebih dari sama dengan >
65%. Untuk menghitung persentase ketuntasan belajar digunakan rumus sebagai
berikut:

P=
∑ Siswa. yang .tuntas . belajar x 100 %
∑ Siswa
BAB IV

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

Data penelitian yang diperoleh berupa hasil uji coba item butir soal, data observasi
berupa pengamatan pengelolaan pembelajaran model diskusi dengan umpan balik dan
pengamatan aktivitas siswa dan guru pada akhir pembelajaran, dan data tes formatif siswa
pada setiap siklus.Data hasil uji coba item butir soal digunakan untuk mendapatkan tes yang
betul-betul mewakili apa yang diinginka.

Data lembar observasi diambil dari dua pengamatan yaitu data pengamatan
penglolaan pembelajaran model Diskusi dan umpan balik yang digunakan untuk mengetahui
pengaruh penerapan metode pembelajaran model diskusi dengan umpan baik dalam
meningkatkan prestasi

Data tes formatif untuk mengetahui peningkatan prestasi belajar siswa setelah
diterapkan pembelajaran model diskusi dengan umpan balik.

A. Analisis Data Penelitian Persiklus

1. Siklus I

a. Tahap Perencanaan
Pada tahap ini peneliti mempersiapkan perangkat pembelajaran yang
terdiri dari rencana pelajaran 1, LKS 1, soal tes formatif 1, dan alat-alat
pengajaran yang mendukung.

b. Tahap Kegiatan dan Pelaksanaan

Pelaksanaan kegiatan belajar mengajar untuk siklus I dilaksanakan pada


tanggal 4 Agustus 2017 di kelas XI dengan jumlah siswa 35 siswa. Dalam hal ini
peneliti bertindak sebagai guru. Adapun proses belajar mengajar mengacu pada
rencana pelajaran yang telah dipersiapkan. Pengamatan (observasi) dilaksanakan
bersamaan dengan pelaksanaan belajar mengajar.

Pada akhir proses belajar mengajar siswa diberi tes formatif I dengan
tujuan untuk mengetahui tingkat keberhasilan siswa dalam proses belajar
mengajar yang telah dilakukan. Adapun data hasil penelitian pada siklus I adalah
sebagai berikut:

Tabel 4.2. Hasil Tes Formatif Siswa Pada Siklus I

Keterangan No Nama Siswa Nilai Keterangan


No Nama Siswa Nilai
T TT

Angga Danang nur


1. 60 √ 19. 60 √
supriyanto muizz

David
2. Aan setyawan 60 √ 20. 60 √
alamsyah

Abdul muid ulin Dhita dwiki


3. 60 √ 21. 60 √
nuha sagita

Dian eko
4. Abdul rokim 70 √ 22. 70 √
saputro

Achmad abdul
5. 70 √ 23. Doni sariyanto 70 √
karim
Achmad khoirul
6. 60 √ 24. Elyadin 60 √
rohman

Febru nur
Afrizal bayu
7. 60 √ 25. agung 70 √
mawardi
pramudita

Agung hasan
8. 60 √ 26. Ihvan ul akbar 60 √
albana

Aldo fatma
9. 60 √ 27 Ilham afandi 60 √
azara

Imam hustanul
10. Ali afinudin 70 √ 28. 70 √
qodrat

Irfan eka
11. Almas mustofik 60 √ 29. 60 √
prasetyo

12. Alung roy 70 √ 30. Khoirul ihsan 60 √

13. Andi kurniawan 60 √ 31. Krisna dharma 60 √

Andika ilhah
14. 60 √ 32. Lilik setiawan 60 √
pradianto

Ardika budi M. Anang


15. 70 √ 33. 60 √
pratama sugiantoro

Arya mudi M. Kevin


16. 60 √ 34. 70 √
sularso reifaldi

Bisma ainul
17. 60 √ 35. M. Ma`ruf 70 √
yakin

Candra yudi
18. 70 √
prastyo

Jumlah 6 12 Jumlah 1080 6 11


1140

Jumlah siswa yang Tuntas = 12

Jumlah Siswa tuntas maksimal = 35

12

Tara-rata Prosentase ketuntasan = _______ X 100 = 34,28 %

35

Keterangan : T : Tuntas

TT : Tidak Tuntas

Jumlah siswa yang tuntas : 12

Jumlah siswa yang belum tuntas : 23

Ketuntasan Klasikal : 34,28 % (Belum tuntas)

Tabel 4.3. Rekapitulasi Hasil Tes Siklus I

No Uraian Hasil Siklus I

1 Nilai rata-rata tes formatif 63

2 Jumlah siswa yang tuntas belajar 12

3 Persentase ketuntasan belajar 34,28 %


Dari tabel di atas dapat dijelaskan bahwa dengan menerapkan metode pembelajaran
model diskusi dengan umpan balik diperoleh nilai rata-rata prestasi belajar siswa adalah 63
dan ketuntasan belajar mencapai 34,28 % atau ada 12 siswa dari 35 siswa sudah tuntas
belajar. Hasil tersebut menunjukkan bahwa pada siklus pertama secara klasikal siswa belum
tuntas belajar, karena siswa yang memperoleh nilai ≥ 65 hanya sebesar 34,28% lebih kecil dari
persentase ketuntasan yang dikehendaki yaitu sebesar 85%.

2. Siklus II

a. Tahap perencanaan

Pada tahap ini peneliti mempersiapkan perangkat pembelajaran yang terdiri dari
rencana pelajaran 2, LKS 2, soal tes formatif II, dan alat-alat pengajaran yang
mendukung.

b. Tahap kegiatan dan pelaksanaan

Pelaksanaan kegiatan belajar mengajar untuk siklus I dilaksanakan pada tanggal


12 Agustus 2017 di kelas XI dengan jumlah siswa 35 siswa. Dalam hal ini peneliti
bertindak sebagai guru. Adapun proses belajar mengajar mengacu pada rencana
pelajaran dengan memperhatikan revisi pada siklus I, sehingga kesalahan atau
kekurangan pada siklus I tidak terulang lagi pada siklus II. Pengamatan (observasi)
dilaksanakan bersamaan dengan pelaksanaan belajar mengajar.

Pada akhir proses belajar mengajar siswa diberi tes formatif II dengan tujuan
untuk mengetahui tingkat keberhasilan siswa selama proses belajar mengajar yang
telah dilakukan. Instrument yang digunakan adalah tes formatif II. Adapun data hasil
penelitian pada siklus II adalah sebagai berikut.

Tabel 4.2. Hasil Tes Formatif Siswa Pada Siklus II

No Nama Siswa Nilai Keterangan No Keterangan

Nama Siswa Nilai


T TT T TT

Angga Danang nur


1. 60 √ 19. 60 √
supriyanto muizz

David
2. Aan setyawan 60 √ 20. 60 √
alamsyah

Abdul muid Dhita dwiki


3. 60 √ 21. 60 √
ulin nuha sagita

Dian eko
4. Abdul rokim 70 √ 22. 70 √
saputro

Achmad Doni
5. 70 √ 23. 70 √
abdul karim sariyanto

Achmad
6. khoirul 60 √ 24. Elyadin 60 √
rohman

Febru nur
Afrizal bayu
7. 80 √ 25. agung 70 √
mawardi
pramudita

Agung hasan Ihvan ul


8. 70 √ 26. 60 √
albana akbar

Aldo fatma
9. 60 √ 27 Ilham afandi 60 √
azara

Imam
10. Ali afinudin 70 √ 28. hustanul 70 √
qodrat

Almas Irfan eka


11. 60 √ 29. 60 √
mustofik prasetyo

12. Alung roy 70 √ 30. Khoirul ihsan 60 √


Andi Krisna
13. 60 √ 31. 70 √
kurniawan dharma

Andika ilhah
14. 60 √ 32. Lilik setiawan 70 √
pradianto

Ardika budi M. Anang


15. 70 √ 33. 60 √
pratama sugiantoro

Arya mudi M. Kevin


16. 60 √ 34. 70 √
sularso reifaldi

Bisma ainul
17. 60 √ 35. M. Ma`ruf 70 √
yakin

Candra yudi
18. 70 √
prastyo

Jumlah 1140 9 9 Jumlah 1080 8 9

Jumlah siswa yang Tuntas = 17

Jumlah Siswa tuntas maksimal = 35

17

Rata-rata Prosentase ketuntasan = _______ X 100 = 48,57 %

35

Keterangan :

T : Tuntas

TT : Tidak Tuntas
Jumlah siswa yang tuntas : 17

Jumlah siswa yang belum tuntas : 28

Ketuntasan Klasikal : 48,57 % (Belum tuntas)

Tabel 4.3. Rekapitulasi Hasil Tes Siklus II

No Uraian Hasil Siklus II

1 Nilai rata-rata tes formatif 64,85

2 Jumlah siswa yang tuntas belajar 17

3 Persentase ketuntasan belajar 48,57 %

Dari tabel di atas dapat dijelaskan bahwa dengan menerapkan metode


pembelajaran model diskudi dengan umpan balik diperoleh nilai rata-rata prestasi
belajar siswa adalah 64,85 dan ketuntasan belajar mencapai 48,57 % atau ada 17
siswa dari 35 siswa sudah tuntas belajar. Hasil tersebut menunjukkan bahwa pada
siklus kedua secara klasikal siswa belum tuntas belajar, karena siswa yang
memperoleh nilai ≥ 65 hanya sebesar 48,57 % lebih kecil dari persentase ketuntasan
yang dikehendaki yaitu sebesar 85%

2. Siklus III
a. Tahap Perencanaan

Pada tahap ini peneliti mempersiapkan perangkat pembelajaran yang


terdiri dari rencana pelajaran 3, LKS 3, soal tes formatif 3, dan alat-alat
pengajaran yang mendukung.

b. Tahap kegiatan dan pengamatan

Pelaksanaan kegiatan belajar mengajar untuk siklus III dilaksanakan pada


tanggal 19 September 2017 di kelas XI dengan jumlah siswa 35 siswa. Dalam hal
ini peneliti bertindak sebagai guru. Adapun proses belajar mengajar mengacu
pada rencana pelajaran dengan memperhatikan revisi pada siklus II, sehingga
kesalahan atau kekurangan pada siklus II tidak terulang lagi pada siklus III.
Pengamatan (observasi) dilaksanakan bersamaan dengan pelaksanaan belajar
mengajar.

Pada akhir proses belajar mengajar siswa diberi tes formatif III dengan
tujuan untuk mengetahui tingkat keberhasilan siswa dalam proses belajar
mengajar yang telah dilakukan. Instrumen yang digunakan adalah tes formatif III.
Adapun data hasil peneitian pada siklus III adalah sebagai berikut:

Tabel 4.2. Hasil Tes Formatif Siswa Pada Siklus III

Keterangan Keterangan
No Nama Siswa Nilai No Nama Siswa Nilai
T TT

Angga Danang nur


1. 70 √ 19. 70 √
supriyanto muizz

David
2. Aan setyawan 80 √ 20. 70 √
alamsyah

Abdul muid Dhita dwiki


3. 70 √ 21. 80 √
ulin nuha sagita

Dian eko
4. Abdul rokim 70 √ 22. 80 √
saputro

Achmad abdul
5. 70 √ 23. Doni sariyanto 70 √
karim

Achmad khoirul
6. 70 √ 24. Elyadin 60 √
rohman

Febru nur
Afrizal bayu
7. 80 √ 25. agung 80 √
mawardi
pramudita
Agung hasan
8. 70 √ 26. Ihvan ul akbar 60 √
albana

Aldo fatma
9. 60 √ 27 Ilham afandi 70 √
azara

Imam hustanul
10. Ali afinudin 80 √ 28. 70 √
qodrat

Irfan eka
11. Almas mustofik 60 √ 29. 70 √
prasetyo

12. Alung roy 70 √ 30. Khoirul ihsan 60 √

13. Andi kurniawan 80 √ 31. Krisna dharma 80 √

Andika ilhah
14. 80 √ 32. Lilik setiawan 70 √
pradianto

Ardika budi M. Anang


15. 70 √ 33. 70 √
pratama sugiantoro

Arya mudi M. Kevin


16. 60 √ 34. 80 √
sularso reifaldi

Bisma ainul
17. 70 √ 35. M. Ma`ruf 80 √
yakin

Candra yudi
18. 80 √
prastyo

Jumlah 1290 15 3 Jumlah 1080 14 3

Jumlah siswa yang Tuntas = 29


Jumlah Siswa tuntas maksimal = 35

29

Tara-rata Prosentase ketuntasan = _______ X 100 = 82,85 %

35

Keterangan: T : Tuntas

TT : Tidak Tuntas

Jumlah siswa yang tuntas : 29

Jumlah siswa yang belum tuntas : 16

Ketuntasan Klasikal : 82,85 % ( Tuntas )

Tabel 4.3. Rekapitulasi Hasil Tes Siklus III

No Uraian Hasil Siklus III

1 Nilai rata-rata tes formatif 72,28

2 Jumlah siswa yang tuntas belajar 29

3 Persentase ketuntasan belajar 83,85 %

Dari tabel di atas dapat dijelaskan bahwa dengan menerapkan metode pembelajaran
model diskudi dengan umpan balik diperoleh nilai rata-rata prestasi belajar siswa adalah
72,28 dan ketuntasan belajar mencapai 83,85 % atau ada 29 siswa dari 35 siswa sudah
tuntas belajar. Hasil tersebut menunjukkan bahwa pada siklus ketiga secara klasikal siswa
sudah tuntas belajar.

c. Refleksi

Pada tahap ini akan dikaji apa yang telah terlaksana dengan baik maupun yang
masih kurang baik dalam proses belajar mengajar dengan penerapan pembelajaran
model diskusi dengan umpan balik. Dari data-data yang telah diperoleh dapat
duraikan sebagai berikut:

1) Selama proses belajar mengajar guru telah melaksanakan semua pembelajaran


dengan baik. Meskipun ada beberapa aspek yang belum sempurna, tetapi
persentase pelaksanaannya untuk masing-masing aspek cukup besar.
2) Berdasarkan data hasil pengamatan diketahui bahwa siswa aktif selama proses
belajar berlangsung.
3) Kekurangan pada siklus-siklus sebelumnya sudah mengalami perbaikan dan
peningkatan sehingga menjadi lebih baik.
4) Hasil belajar siswa pada siklus III mencapai ketuntasan.
d. Revisi Pelaksanaan

Pada siklus III guru telah menerapkan pembelajaran model diskusi dengan umpan
balik dapat dilaksanakan dengan baik dan dilihat dari aktivitas siswa serta hasil
belajar siswa pelaksanaan proses belajar mengajar sudah berjalan dengan baik. Maka
tidak diperlukan revisi terlalu banyak, tetapi yang perlu diperhatikan untuk tindakan
selanjutnya adalah memaksimalkan dan mepertahankan apa yang telah ada dengan
tujuan agar pada pelaksanaan proses belajar mengajar selanjutnya penerapan
pembelajaran model diskusi dengan umpan balik dapat meningkatkan proses belajar
mengajar sehingga tujuan pembelajaran dapat tercapai.

C. Pembahasan

1. Ketuntasan Hasil belajar Siswa

Melalui hasil peneilitian ini menunjukkan bahwa pembelajaran model diskusi


dengan umpan balik memiliki dampak positif dalam meningkatkan prestasi belajar
siswa. Hal ini dapat dilihat dari semakin mantapnya pemahaman siswa terhadap
materi yang disampaikan guru (ketuntasan belajar meningkat dari sklus I, II, dan III)
yaitu masing-masing 34,28 %, 48,57 %, dan 83,85 %. Pada siklus III ketuntasan
belajar siswa secara klasikal telah tercapai.

2. Kemampuan Guru dalam Mengelola Pembelajaran

Berdasarkan analisis data, diperoleh aktivitas siswa dalam proses


pembelajaran model diskusi dengan umpan balik bidang studi las Oksi asetilena
dalam setiap siklus mengalami peningkatan. Hal ini berdampak positif terhadap
prestasi belajar siswa yaitu dapat ditunjukkan dengan meningkatnya nilai rata-rata
siswa pada setiap siklus yang terus mengalami peningkatan.

3. Aktivitas Guru dan Siswa Dalam Pembelajaran

Berdasarkan analisis data, diperoleh aktivitas siswa dalam proses


pembelajaran bahasa Indonesia pada pokok bahasan las oksi asetilena yang paling
dominan adalah bekerja dengan memberi kesempatan kepada siswa untuk berdiskusi
dengan benar dan dapat memberi umpan balik yang tepat sehingga aktifitas siswa
sangat aktif.
BAB V

PENUTUP

A. Kesimpulan
Dari hasil kegiatan pembelajaran yang telah dilakukan selama tiga siklus, dan
berdasarkan seluruh pembahasan serta analisis yang telah dilakukan dapat disimpulkan
sebagai berikut:
1. Pembelajaran dengan model diskusi dengan umpan balik bidang studi Las oksi
asetilena memiliki dampak positif dalam meningkatkan prestasi belajar siswa yang
ditandai dengan peningkatan ketuntasan belajar siswa dalam setiap siklus, yaitu
siklus I (34,28 %), siklus II ( 48,57 %), siklus III (83,85 %).
2. Penerapan metode pembelajaran model diskusi dengan umpan balik mempunyai
pengaruh positif, yaitu dapat meningkatkan motivasi belajar siswa yang ditunjukan
dengan hasil wawancara dengan sebagian siswa, rata-rata jawaban siswa menyatakan
bahwa siswa tertarik dan berminat dengan metode pembelajaran model diskusi
dengan umpan balik, sehingga mereka menjadi termotivasi untuk belajar.

B. Saran

Dari hasil penelitian yang diperoleh dari uraian sebelumnya agar proses belajar
mengajar bahasa Indonesia lebih efektif dan lebih memberikan hasil yang optimal bagi
siswa, maka disampaikan saran sebagai berikut:
1. Untuk melaksanakan model diskusi dengan umpan balik memerlukan persiapan yang
cukup matang, sehingga guru harus mampu menentukan atau memilih topik yang
benar-benar bias diterapkan dengan model diskusi dengan umpan balik dalam proses
belajar mengajar sehingga diperoleh hasil yang optimal.
2. Dalam rangka meningkatkan prestasi belajar siswa, guru hendaknya lebih sering
melatih siswa dengan berbagai metode pembelajaran, walau dalam taraf yang
sederhana, dimana siswa nantinya dapat menemukan pengetahuan baru, memperoleh
konsep dan keterampilan, sehingga siswa berhasil atau mampu memecahkan
masalah-masalah yang dihadapinya.

DAFTAR PUSTAKA

Arikunto, Suharsimi. 1997. Dasar-dasar Evaluasi Pendidikan. Jakarta: Bumi Aksara.

Joyce, Bruce dan Weil, Marsh. 1972. Models of Teaching Model. Boston: A Liyn dan Bacon.

Mukhlis, Abdul. (Ed). 2000. Penelitian Tindakan Kelas. Makalah Panitia Pelatihan Penulisan
Karya Ilmiah untuk Guru-guru se-Kabupaten Tuban.

Nur, Moh. 2001. Pemotivasian Siswa untuk Belajar. Surabaya. University Press. Universitas
Negeri Surabaya.

Soedjadi, dkk. 2000. Pedoman Penulisan dan Ujian Skripsi. Surabaya; Unesa Universitas
Press.

Suryosubroto, B. 1997. Proses Belajar Mengajar di Sekolah. Jakarta: PT. Rineksa Cipta.

Usman, Uzer. 2000. Menjadi Guru Profesional. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya.

Widoko. 2002. Metode Pembelajaran Konsep. Surabaya: Universitas Negeri Surabaya.


.

Anda mungkin juga menyukai