Anda di halaman 1dari 14

BAB 1.

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Kopi robusta (Coffea canephora P.) merupakan tanaman budidaya yang
termasuk dalam famili Rubiaceae dan genus Coffea. Ciri-ciri tanaman tersebut,
yaitu daun berbentuk bulat telur dengan ujung agak runcing, daun tumbuh
berhadapan dengan batang, cabang, dan ranting. Permukaan daun mengkilat, tepi
rata, pangkal tumpul, panjang sekitar 5 – 15 cm, dan lebar 4 – 6,5 cm. Tangkai
daunnya memiliki panjang sekitar 0,5 – 1 cm, memiliki susunan tulang daun
menyirip, dan daun berwarna hijau (Damayanti dkk., 2021). Pada umumnya fase
kematangan pada buah kopi robusta dilihat dari warnanya, yaitu mulai dari warna
hijau kekuningan yang menandakan masih muda, kuning kemerahan menandakan
mulai matang, merah penuh menandakan buah matang sempurna, dan merah tua
menandakan buah sudah kelewat matang.
Tanaman kopi robusta memiliki sifat penyerbukan silang yang menyebabkan
tanaman tidak sama dengan induknya. Oleh karena itu, agar didapatkan bahan
tanam yang bermutu baik, tanaman kopi robusta sering diperbanyak secara
vegetatif. Menurut Kartika dkk. (2021) , dalam melakukan pembibitan yang
berasal dari perbanyakan vegetatif membutuhkan Zat Pengatur Tumbuh (ZPT)
dan nutrisi tambahan untuk mempercepat regenerasi sel pada luka bagi
pertumbuhan awal tanaman. Salah satunya dapat ditambahkan penggunaan
hormon auksin dan pupuk seperti pupuk hayati yang mengandung bakteri pelarut
fosfat (Pseudomonas, Micrococcus, Bacillus, Azotobacter, Microbacterium, dan
Flavobacterium) agar dapat menunjang pertumbuhan dan perkembangan tanaman.
Hormon auksin sering diaplikasikan untuk merangsang pertumbuhan akar
sedangkan bakteri pelarut fosfat sangat penting bagi tanaman karena untuk
membantu pertumbuhan dalam fase vegetatif. Bakteri pelarut fosfat mampu
meningkatkan pertumbuhan dan hasil tanaman dengan meningkatkan ketersediaan
P di dalam tanah (Lovitna dkk., 2021).
Penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Kusbianto dkk. (2021)
menyatakan bahwa pemberian IAA sebanyak 100 ppm pada bibit kopi robusta
memberikan hasil yang selalu lebih tinggi pada variabel pengamatan persentase
bibit muncul tunas, jumlah tunas, jumlah daun, tinggi tanaman, dan diameter
batang bibit dibandingkan dengan pemberian IAA sebanyak 200 ppm. Penelitian
lainnya tentang penggunaan pupuk hayati bakteri pelarut fosfat yang telah
dilakukan oleh Larassati (2023) menyatakan bahwa pemberian Bacillus sp.
sebanyak 80ml/L pada bibit kopi robusta mampu meningkatkan jumlah daun,
diameter tunas, panjang tunas, berat segar tanaman, berat kering tanaman, dan
kandungan klorofil.
Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan di atas, maka akan dilakukan
penelitian dengan judul “Respon Pengaplikasian Auksin dan Bakteri Pelarut
Fosfat terhadap Pertumbuhan Bibit Kopi Robusta (Coffea canephora P.)”.

1.2 Rumusan Masalah


1. Apakah terdapat interaksi antara pengaplikasian auksin dan bakteri pelarut
fosfat terhadap pertumbuhan bibit kopi robusta?
2. Apakah pengaplikasian auksin berpengaruh terhadap pertumbuhan sambung
bibit kopi robusta?
3. Apakah pemberian bakteri pelarut fosfat berpengaruh terhadap pertumbuhan
bibit kopi robusta?

1.3 Tujuan
1. Untuk mengetahui interaksi antara pengaplikasian auksin dan bakteri pelarut
fosfat terhadap pertumbuhan bibit kopi robusta.
2. Untuk mengetahui pengaruh pengaplikasian auksin terhadap pertumbuhan bibit
kopi robusta.
3. Untuk mengetahui pengaruh pengaplikasian bakteri pelarut fosfat terhadap
pertumbuhan bibit kopi robusta.

1.4 Manfaat
1. Dapat mengetahui interaksi pengaplikasian auksin dan bakteri pelarut fosfat
terhadap pertumbuhan bibit kopi robusta.
2. Dapat dijadikan sebagai acuan bagi peneliti lain dalam pengembangan
penelitian di masa yang akan datang.
BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Kopi Robusta (Coffea canephora P.)


Kopi robusta (Coffea canephora P.) adalah tanaman budidaya berbentuk
pohon yang termasuk dalam famili Rubiaceae dan genus Coffea. Daun berbentuk
bulat telur dengan ujung agak meruncing dan tumbuh berhadapan dengan batang,
cabang, dan ranting. Permukaan atas daun mengkilat dan rata, pangkal tumpul,
panjang 5-15 cm, lebar 4,0-6,5 cm, pertulangan menyirip, tangkai panjang 0,5-1,0
cm, dan berwarna hijau (Borman dkk., 2020).

Gambar 2.1 Tanaman kopi robusta (Sumber : Borman dkk., 2020)


Klasifikasi kopi menurut Simorangkir & Rosiana (2022) adalah sebagai
berikut:
Kingdom : Plantae
Divisi : Magnoliophyta
Sub Divisi : Spermatophyta
Kelas : Magnoliopsida
Ordo : Rubiales
Famili : Rubiaceae
Genus : Coffea
Species : Coffea canephora
Perakaran tanaman kopi merupakan perakaran tunggang yang tidak mudah
rebah. Perakaran tanaman kopi relatif dangkal, lebih dari 90% dari berat akar
terdapat pada lapisan tanah 0-30 cm (Budihardjo & Fahmi, 2020).
Tanaman kopi mempunyai sifat dimorfisme dalam pertumbuhan vegetatifnya,
yaitu pertumbuhan tegak (ortotrop) dan pertumbuhan ke samping (plagiotrop)
dengan percabangan yang banyak. Batang kopi merupakan tumbuhan berkayu,
tumbuh tegak ke atas, dan berwarna putih keabu-abuan. Pada batang, terdapat 2
macam tunas yaitu tunas seri (tunas reproduksi) yang selalu tumbuh searah
dengan tempat tumbuh asalnya dan 10 tunas legitim yang hanya dapat tumbuh
sekali dengan arah tumbuh yang membentuk sudut nyata dengan tempat aslinya
(Wulandari dkk., 2019).
Daun tanaman kopi berwarna hijau mengkilap yang tumbuh berpasangan
dengan berlawanan arah. Bentuk daun tanaman kopi lonjong dengan tulang daun
menyirip (Septarianes dkk., 2020).
Organ generatif kopi terdiri atas tiga bagian yaitu bunga, buah, dan biji.
Bunga pada kopi robusta memiliki ciri yaitu berukuran kecil, mahkotanya
berwarna putih dan berbau harum semerbak. Kelopak bunga berwarna hijau.
Apabila bunga sudah dewasa, kelopak dan mahkotanya akan membuka dan segera
mengadakan penyerbukan kemudian akan terbentuk buah. Waktu yang diperlukan
sejak terbentuknya bunga hingga buah menjadi matang ± 8-11 bulan, tergantung
dari jenis dan faktor lingkungannya (Pratiwi dkk., 2019).
Buah tanaman kopi terdiri dari daging buah dan biji. Daging buah terdiri atas
tiga bagian yaitu lapisan kulit luar (eksokarp), lapisan daging (mesokarp), dan
lapisan kulit tanduk (endokarp) yang tipis tetapi keras. Biji kopi terdiri atas kulit
biji dan lembaga. Secara morfologi, biji kopi berbentuk bulat telur, bertekstur
keras, dan berwarna putih kotor (Putra & Pratita, 2021).
Kopi robusta dapat dibudidayakan pada ketinggian 400-800 m dpl dengan
temperatur rata-rata 21-24C sedangkan kopi arabika dapat dibudidayakan pada
ketinggian optimum 800-1500 m dpl dengan temperatur 17-21C. Kedua jenis
kopi ini membutuhkan curah hujan optimum sebesar 2000-3000 mm/thn dengan ±
3 bulan kering, tetapi dengan hujan kiriman yang cukup. Adanya musim kering
dengan temperatur yang tinggi sangat diperlukan untuk persiapan pembungaan
dan pembentukan buah, tetapi pada mekarnya bunga menghendaki curah hujan
secukupnya (Rosmainar, 2021).

2.2 Syarat Tumbuh Tanaman Kopi Robusta (Coffea canephora P.)


Menurut Rintiasti dkk. (2019) dalam budidaya tanaman kopi mempunyai
persyaratan tumbuh kopi robusta yaitu pada ketinggian 100 – 600 m dpl dengan
curah hujan 1.250 – 2500 mm/thn, bulan kering (curah hujan kurang dari 60
mm/bulan) ± 3 bulan dan suhu udara mencapai 21 – 24ºC. Dengan kemiringan
tanah kurang dari 30%. Kedalaman tanah yang efektif yaitu lebih dari 100 cm,
tekstur tanah berlempung dengan struktur tanah lapisan atas remah serta memiliki
sifat kimia tanah pada lapisan 0 – 30 cm dalam kadar bahan organik > 3,5% atau
C > 2%, C/N antara 10 sampai 12, KTK lebih dari 15 me/100g tanah, kejenuhan
basa lebih dari 35%, dan pH tanah 5,5 sampai 6,5.

2.3 Zat Pengatur Tumbuh (ZPT)


Zat pengatur tumbuh (ZPT) dibutuhkan untuk memacu pertumbuhan dan
perkembangan tanaman. ZPT adalah hormon yang dihasilkan secara buatan
dengan campur tangan manusia ataupun melalui rekayasa yang berfungsi untuk
merubah, menghambat, dan mempercepat proses fisiologi tanaman. Terdapat 5
jenis ZPT, yaitu auksin, giberelin, sitokinin, etilen, dan ABA (asam absisat atau
abscisic acid). Jenis ZPT yang sering digunakan adalah auksin.
Auksin berasal dari bahasa yunani, auxein yang berarti meningkatkan. Di
ujung koleoptil oat, auksin Indole-3-Acetic Acid (IAA) ditemukan pada tahun
1926 oleh Frits Went, seorang mahasiswa pascasarjana di Belanda. Tanaman juga
memiliki tiga auksin lain yang menyerupai struktur IAA. Ketiga auksin tersebut
adalah asam 4 kloro asam indol asetat (4-kloro IAA) yang terdapat pada biji muda
berbagai jenis kacang-kacangan, asam fenil asetat (PAA) yang terkandung
diberbagai jenis tanaman, dan asam indol butirat (IBA) yang terkandung di daun
jagung dan berbagai jenis tanaman dikotil (Zhai et al., 2021).
Auksin dibagi menjadi empat kategori berdasarkan bahan aktifnya, yaitu
indol/IAA (Indole-3-Acetic Acid), Naphthalene Acetic Acid (naftalen/NAA),
fenoksi/2,4-D (2,4-Diclorophenoxyacetic Acid), dan benzoat atau sering dikenal
sebagai TIBA (2,3,6-Trimethyl Benzoic Acetic acid). Auksin juga dapat
dibedakan menjadi auksin endogen (IAA dan IBA) dan auksin sintetik yang
meliputi asam benzoat (Dicamba), asam indol (IAA, IBA), asam naftalen (NAA,
NOA), asam klorofenoksi (2,4-D dan 2,4,5-T), dan asam pikolinat (Tordon).
Menurut (Habibi et al., 2022) , Indole Acetaldehyde diidentifikasi sebagai bahan
auksin yang aktif pada tanaman. Bahan kimia itu aktif dalam mendorong
pertumbuhan kemudian berubah menjadi IAA. Salah satu zat yang dihasilkan
dalam biosintesis IAA adalah konversi triptofan menjadi triptamin IAA sebagai
salah satu zat organik.
Menurut Cui et al. (2021) , auksin berperan dalam inisiasi tunas dalam
kaitannya dengan pertumbuhan tunas ketika tanaman diperbanyak secara
vegetatif. Menurut Kusbianto dkk. (2021) menyatakan bahwa pemberian IAA
sebanyak 100 ppm pada bibit kopi robusta memberikan hasil yang selalu lebih
tinggi pada variabel pengamatan persentase bibit muncul tunas, jumlah tunas,
jumlah daun, tinggi tanaman, dan diameter batang bibit dibandingkan dengan
pemberian IAA sebanyak 200 ppm.

2.4 Pupuk Hayati (Bakteri Pelarut Fosfat)


Pupuk hayati adalah nama kolektif untuk semua kelompok fungsional
mikroba tanah yang dapat berfungsi sebagai penyedia hara dalam tanah, sehingga
dapat tersedia bagi tanaman. Pemakaian istilah ini relatif baru dibandingkan
dengan saat penggunaan salah satu jenis pupuk hayati komersial pertama di dunia
yaitu inokulan Rhizobium yang sudah lebih dari 100 tahun yang lalu
(Ramadan dkk., 2023)
.
Menurut Ramadan dkk. (2023) mendefinisikan pupuk hayati sebagai bahan
yang mengandung sel hidup atau galur sel mikroba yang memiliki kemampuan
untuk menambat nitrogen maupun fosfat yang sukar larut. Penggunaan pupuk ini
biasanya dicampur dengan benih, tanah atau dengan kompos. Pengertian lain dari
pupuk hayati adalah bahan yang mengandung mikroba dan bermanfaat untuk
meningkatkan kesuburan tanah serta membantu pertumbuhan tanaman melalui
peningkatan aktivitas mikroba di dalam tanah. Kemungkinan penggunaan pupuk
hayati sebagai pengganti penggunaan pupuk kimiawi di Indonesia bukan
merupakan sesuatu yang mustahil di masa-masa mendatang
(Ramadan dkk., 2023)
.
Menurut Ramadan dkk. (2023) menganggap sebenarnya pemakaian inokulan
mikroba lebih tepat dari istilah pupuk hayati. Definisi pupuk hayati adalah sebagai
preparasi yang mengandung sel-sel dari strain-strain efektif mikroba penambat
nitrogen, pelarut fosfat atau selulolitik yang digunakan pada biji, tanah atau
tempat pengomposan dengan tujuan meningkatkan jumlah mikroba tersebut dan
mempercepat proses mikrobial tertentu untuk menambah banyak ketersediaan
hara dalam bentuk tersedia yang dapat diasimilasi tanaman.
Produk pupuk hayati bisa tunggal atau majemuk, yaitu terdiri dari dua atau
lebih jenis mikroba yang umumnya disebut konsorsia mikroba. Salah satu contoh
pupuk hayati tunggal adalah pupuk hayati yang mengandung Bacillus. Pupuk
hayati ini berfungsi sebagai pelarut fosfat. Bacillus memiliki kemampuan dapat
mengekstrak fosfat dari bentuk yang tidak larut menjadi tersedia melalui sekresi
asam-asam organik sehingga tanaman dapat menyerap unsur P untuk mencukupi
kebutuhannya (Lovitna dkk., 2021). Menurut Larassati (2023) menyatakan bahwa
pemberian Bacillus sp. sebanyak 80ml/L pada bibit kopi robusta mampu
meningkatkan jumlah daun, diameter tunas, panjang tunas, berat segar tanaman,
berat kering tanaman, dan kandungan klorofil.

2.5 Hipotesis
1. Terdapat interaksi antara pengaplikasian auksin dan bakteri pelarut fosfat
terhadap pertumbuhan bibit kopi robusta.
2. Terdapat pengaruh pengaplikasian auksin terhadap pertumbuhan bibit kopi
robusta.
3. Terdapat pengaruh pengaplikasian bakteri pelarut fosfat terhadap pertumbuhan
bibit kopi robusta.

BAB 3. METODE PENELITIAN

3.1 Waktu dan Tempat


Penelitian dari respon pengaplikasian auksin dan bakteri pelarut fosfat
terhadap pertumbuhan bibit kopi robusta dilaksanakan pada bulan September
2023 sampai selesai serta bertempat di Desa Mangaran, Kecamatan Ajung,
Kabupaten Jember.

3.2 Alat dan Bahan


3.2.1 Alat
Alat-alat yang digunakan dalam penelitian ini yaitu meliputi : (1) hand
sprayer, (2) gunting, (3) ember plastik, (4) timbangan analitik, (5) gelas ukur, (6)
spatula, (7) erlenmeyer 1000 ml, (8) pipet tetes, (9) hotplate, (10) magnetic stirrer,
(11) gelas beaker 100 ml, (12) gelas beaker 1000 ml, (13) penggaris, (14) jangka
sorong, (15) staples, (16) alat tulis, dan (17) kamera.

3.2.2 Bahan
Bahan yang digunakan dalam penelitian ini yaitu meliputi : (1) bibit kopi
robusta klon 936, (2) bakteri pelarut fosfat (Bacillus sp.), (4) IAA, (5) air, (6)
etanol 95%, (7) aquades, (8) aluminium foil, (9) karet, (10) kertas label, (11) gelas
plastik, dan (12) plastik mika.

3.3 Rancangan Percobaan


Percobaan dilakukan secara faktorial dengan pola dasar Rancangan Acak
Lengkap (RAL) dan diulang sebanyak tiga kali. Adapun perlakuan dari masing-
masing faktor adalah sebagai berikut :
 Faktor I merupakan konsentrasi IAA yang terdiri dari 4 taraf, yaitu :
a. I0 : 0 mg/L
b. I1 : 50 mg/L
c. I2 : 100 mg/L
d. I3 : 150 mg/L
 Faktor II merupakan konsentrasi bakteri pelarut fosfat yang terdiri dari 4 taraf,
yaitu :
a. P0 : 0 ml/L Bacillus
b. P1 : 40 ml/L Bacillus
c. P2 : 80 ml/L Bacillus
d. P3 : 120 ml/L Bacillus
Adapun denah percobaan Rancangan Acak Lengkap Faktorial pada penelitian
ini, yaitu sebagai berikut :
I3B2U3 I0B2U1 I2B2U2
I0B1U1 I3B0U1 I3B1U2
I0B2U2 I2B0U1 I1B2U3
I0B0U2 I1B1U1 I2B3U3
I0B3U2 I3B1U1 I0B2U3
I1B0U1 I0B3U3 I2B1U1
I1B3U3 I3B2U1 I1B0U3
I2B1U3 I1B1U2 I3B3U2
I0B0U3 I2B0U3 I1B2U2
I3B1U3 I3B3U1 I2B3U2
I3B3U3 I3B2U2 I1B3U1
I3B0U3 I0B1U3 I3B0U2
I1B2U1 I0B3U1 I1B3U2
I2B2U1 I2B0U2 I1B0U2
I2B2U3 I2B1U2 I1B1U3
I0B1U2 I0B0U1 I2B3U1
Setiap perlakuan terdapat 2 sampel tanaman sehingga total tanaman uji adalah
96 tanaman.
3.4 Prosedur Pelaksanaan
3.4.1 Penyiapan Bibit
Bibit yang dipilih umur dan ukurannya harus seragam serta bebas dari hama
penyakit.

3.4.2 Pemberian IAA


IAA digunakan untuk memacu perakaran. Caranya dengan membuat larutan
stok IAA dengan konsentrasi tertinggi sesuai dengan perlakuan yang ditentukan
pada rancangan percobaan sebelumnya, yaitu 150 mg/L. Jadi, sebanyak 150 mg
IAA dilarutkan dengan ethanol 95% secukupnya sambil diaduk sampai larut di
gelas beaker 100 ml lalu larutan dipindah ke dalam gelas beaker 1000 ml yang
sebelumnya telah terisi aquades 500 ml. Setelah itu, ditambahkan aquades lagi ke
dalam gelas beaker hingga volumenya mencapai 1000 ml kemudian larutan
diaduk hingga homogen. Selanjutnya, larutan dipindahkan ke erlenmeyer 1000 ml
dan ujungnya ditutup dengan aluminium foil dan diikat dengan karet serta diberi
label. Larutan stok disimpan dalam lemari pendingin.
Penghitungan volume larutan stok zat pengatur tumbuh yang dicari
menggunakan rumus di bawah ini :
V1.M1 = V2.M2
Keterangan :
V1 = volume larutan stok yang dicari
M1 = konsentrasi larutan stok yang tersedia
V2 = volume larutan stok yang akan dibuat
M2 = konsentrasi larutan stok yang akan dibuat
Jadi, didapatkan takaran untuk membuat larutan aplikasinya, yaitu :
0 mg/L = 300 ml aquades
50 mg/L = 100 ml IAA + 200 ml aquades
100 mg/L = 200 ml IAA + 100 ml aquades
150 mg/L = 300 ml IAA
Bibit yang telah disiapkan disiram zat pengatur tumbuh sesuai dengan
perlakuan.
3.4.3 Perlakuan Pemupukan Bakteri Pelarut Fosfat
Aplikasi perlakuan dilakukan berdasarkan rancangan percobaan yang sudah
dilakukan sebelumnya. Pertama membuat larutannya terlebih dahulu, contohnya
perlakuan B1 (40 ml/L Bacillus) sebanyak 40 ml Bacillus dilarutkan dengan air
sebanyak 1000 ml kemudian diaduk hingga homogen. Setelah itu, larutan
diaplikasikan dengan cara disiram sebanyak 100 ml ke media tanam. Tanaman
diberi perlakuan pemupukan seminggu setelah pengaplikasian IAA. Pemupukan
dilakukan dengan interval 2 minggu sekali selama 2 bulan.

3.4.4 Pemeliharaan
a. Penyiraman : dilakukan bila media terlihat kering.
b. Pengendalian hama dan penyakit : dilakukan dengan menggunakan pestisida
kimia apabila pada tanaman yang digunakan sebagai sampel terdapat
serangan jamur.
c. Penyiangan : dilakukan dengan cara mekanik yaitu mencabut gulma pada
polybag menggunakan tangan.

3.5 Variabel Pengamatan


3.5.1 Diameter Batang (mm)
Pengukuran diameter batang atas dilakukan menggunakan jangka sorong.
Diameter batang atas diukur pada 3 cm dari permukaan tanah. Pengambilan
data dilakukan dua minggu sekali selama dua bulan.

3.5.2 Tinggi Tanaman (cm)


Pengukuran tinggi tanaman dilakukan dengan menggunakan penggaris,
diukur mulai dari 2 cm di atas permukaan tanah hingga titik tumbuh.
Pengambilan data dilakukan dua minggu sekali selama dua bulan.

3.5.3 Jumlah Daun (helai)


Penghitungan jumlah daun dilakukan dengan cara menghitung satu
persatu daun yang tumbuh dari bibit hasil sambung pucuk. Daun kupir awal
tidak dihitung. Pengambilan data dilakukan dua minggu sekali selama dua
bulan.

3.5.4 Jumlah Tunas


Penghitungan jumlah tunas dilakukan dengan cara menghitung secara
manual ada berapa tunas yang tumbuh di akhir penelitian. Tunas yang dihitung
yaitu keseluruhan tunas baik yang arah tumbuhnya vertikal maupun horizontal.
Pengambilan data dilakukan dua minggu sekali selama dua bulan.

3.5.5 Kandungan Klorofil (unit SPAD)


Pengamatan klorofil daun dilakukan dengan menggunakan alat klorofil
meter (SPAD). Daun yang diamati yaitu daun baris kedua atau ketiga dari
ujung tunas. Pengamatan kandungan klorofil dilakukan pada akhir penelitian.

3.6 Analisis Data


Data yang diperoleh nantinya akan dilakukan analisis dengan
menggunakan analisis ragam atau ANOVA (Analisis of Variance). Hal tersebut
untuk menguji pengaruh perlakuan yang berbeda terhadap parameter yang
diamati dan apabila terdapat perbedaan yang nyata maka akan dilakukan uji
lanjut DMRT (Duncan Multiple Range Test) pada taraf eror 5%.
DAFTAR PUSTAKA

Borman, R. I., Megawaty, D. A., & Attohiroh. (2020). Implementasi metode TOPSIS
pada sistem pendukung keputusan pemilihan biji Kopi robusta yang bernilai
mutu ekspor (studi kasus: PT. Indo Cafco Fajar Bulan Lampung). Fountain of
Informatics Journal, 5(1), 14–20. https://doi.org/10.21111/fij.v5i1.3828
Budihardjo, K., & Fahmi, W. M. (2020). Strategi peningkatan produksi kopi robusta
(Coffea L.) di Desa Pentingsari, Kecamatan Cangkringan, Kabupaten Sleman,
Daerah Istimewa Yogyakarta. Ilmiah Mahasiswa AGROINFO GALUH, 7(2),
373–379.
Cui, Q., Xie, L., Dong, C., Gao, L., & Shang, Q. (2021). Stage-specific events in
tomato graft formation and the regulatory effects of auxin and cytokinin. Plant
Science, 304(1), 11–18.
Damayanti, N. P., Munandar, K., & Utomo, A. P. (2021). Budidaya dan karakteristik
kopi rakyat kawasan Meru Betiri sebagai bahan ajar atlas. Bioma, 1(1), 1–10.
Habibi, F., Liu, T., Folta, K., & Sarkhosh, A. (2022). Physiological, biochemical, and
molecular aspects of grafting in fruit trees. Horticulture Research, 9(1), 1–18.
https://doi.org/10.1093/hr/uhac032
Kartika, E., Gusniwati, & Duaja, M. D. (2021). Respons bibit kopi liberika hasil
sambung pucuk dengan kopi robusta pada berbagai panjang entres dan inokulasi
mikoriza. Jurnal Agro, 8(2), 164–177. https://doi.org/10.15575/12747
Kusbianto, D. E., Rosyadi, M. G., & Subroto, G. (2021). Pengaruh beberapa sumber
auksin terhadap tingkat keberhasilan perbanyakan kopi dengan metode sambung-
stek. Journal of Agricultural Science, 19(2), 166–173.
http://jurnal.unmuhjember.ac.id/
Larassati. (2023). SAMBUNG STEK KOPI ROBUSTA (Coffea canephora) DENGAN
MEMANFAATKAN BATANG BAWAH ORTHOTROP DAN PLAGIOTROP
YANG DIAPLIKASIKAN Bacillus DAN Pseudomonas TERHADAP
PERTUMBUHAN AWAL BIBIT. (Skripsi tidak dipublikasikan). Universitas
Jember, Jember, Jawa Timur, Indonesia.
Lovitna, G., Nuraini, Y., & Istiqomah, N. (2021). Pengaruh aplikasi bakteri pelarut
fosfat dan pupuk anorganik fosfat terhadap populasi bakteri pelarut fosfat, P-
tersedia, dan hasil tanaman jagung pada alfisol. Jurnal Tanah Dan Sumberdaya
Lahan, 8(2), 437–449. https://doi.org/10.21776/ub.jtsl.2021.008.2.15
Pratiwi, A. M., Kaskoyo, H., Herwanti, S., & Qurniati, R. (2019). Saluran pemasaran
kopi robusta (Coffea robusta) di Agroforestri Pekon Air Kubang, Kecamatan Air
Naningan, Kabupaten Tanggamus. Jurnal Belantara, 2(2), 76–83.
https://doi.org/10.29303/jbl.v2i2.183
Putra, M. E. Y., & Pratita, D. G. (2021). Strategi pengembangan agribisnis kopi
robusta produksi KSU Ketakasi Sidomulyo Kabupaten Jember. Jurnal
Manajemen Agribisnis Dan Agroindustri, 1(2), 82–88.
https://doi.org/10.25047/jmaa.v1i1.3
Ramadan, S., Kristalisasi, E. N., & Wilisiani, F. (2023). Pengaruh macam dan dosis
pupuk hayati pada bibit kelapa sawit pre nursery. AGROFORETECH, 1(1), 79–
83.
Rintiasti, A., Krisnadi, I., & Suhartono, A. A. (2019). Sistem pakar syarat tumbuh
optimal tanaman industri menggunakan Javascript dan Html. Teknologi Proses
Dan Inovasi Industri, 3(2), 63–72.
Rosmainar, L. (2021). Formulasi dan evaluasi sediaan sabun cair dari ekstrak daun
jeruk purut (Citrus hystrix) dan kopi robusta (Coffea canephora) serta uji cemaran
mikroba. Jurnal Kimia Riset, 6(1), 58–67.
Septarianes, S., Marimin, & Raharja, S. (2020). Strategi peningkatan kinerja dan
keberlanjutan rantai pasok agroindustri kopi robusta di Kabupaten Tanggamus.
Jurnal Teknologi Industri Pertanian, 30(2), 207–220.
https://doi.org/10.24961/j.tek.ind.pert.2020.30.2.207
Simorangkir, N. C., & Rosiana, N. (2022). Analisis efisiensi pemasaran kopi robusta.
Jurnal Agribisnis Indonesia, 10(1), 113–125.
https://doi.org/10.29244/jai.2022.10.1.113-125
Wulandari, A., Rustiani, E., Noorlaela, E., & Agustina, P. (2019). Formulasi ekstrak
dan biji kopi robusta dalam sediaan masker gel peel-off untuk meningkatkan
kelembaban dan kehalusan kulit. FITOFARMAKA: Jurnal Ilmiah Farmasi, 9(2),
77–85. https://doi.org/10.33751/jf.v9i2.1607
Zhai, L., Wang, X., Tang, D., Qi, Q., Yer, H., Jiang, X., Han, Z., McAvoy, R., Li, W.,
& Li, Y. (2021). Molecular and physiological characterization of the effects of
auxin-enriched rootstock on grafting. Horticulture Research, 8(74), 1–13.

Anda mungkin juga menyukai