Anda di halaman 1dari 22

LAJU INFILTRASI PADA AREAL BEKAS TERBAKAR DAN

HUTAN RAWA GAMBUT

PROPOSAL

MUHAMAD FADEL AYUANDARU


CAA 117 059

FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS PALANGKA RAYA
2020
LAJU INFILTRASI PADA AREAL BEKAS TERBAKAR DAN
HUTAN RAWA GAMBUT

MUHAMAD FADEL AYUANDARU


CAA 117 059

Program Studi Agroteknologi


Jurusan Budidaya Pertanian

Disetujui Oleh:
Pembimbing I, Pembimbing II,

Ir. Adi Jaya, M.Si., Ph.D Dr. Lusia Widiastuti, S.P., M.P
Tanggal: Tanggal:

Mengetahui :

Fakultas Pertanian Jurusan Budidaya Pertanian


Dekan, Ketua,

ii

Dr. Ir. SOSILAWATY, MP Ir. ROBERTHO IMANUEL, MP


NIP. 19660326 199303 2 008 NIP. 19640308 198903 1 002
DAFTAR ISI

ii
DAFTAR ISI...................................................................................................... iii
DAFTAR GAMBAR......................................................................................... iv
BAB I. PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang................................................................................... 1
1.2. Rumusan Masalah.............................................................................. 5
1.3. Tujuan Penelitian............................................................................... 5
1.4. Hipotesis............................................................................................ 5
1.5. Manfaat Penelitian ............................................................................ 5
BAB II. TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Laju Infiltrasi..................................................................................... 7
2.2. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Infiltrasi.................................... 8

BAB III. BAHAN DAN METODE


3.1. Waktu dan Tempat............................................................................. 10
3.2. Deskripsi Areal Pengeambilan Sampel............................................. 11
3.3. Bahan dan Alat.................................................................................. 11
3.4. Metode Penelitian.............................................................................. 11
3.5. Pelaksanaan Penelitian...................................................................... 11
3.5.1. Pengambilan Data infiltrasi................................................... 11
3.5.2. Memasukan Data ke Rumus di Microsoft Excel................... 11
3.6. Variabel Pengamatan......................................................................... 12
3.7. Analisis Data...................................................................................... 12
DAFTAR PUSTAKA......................................................................................... 13
DAFTAR LAMPIRAN.................................................................................................. 16

DAFTAR GAMBAR

iii
iii

ii
Gambar 1. Areal Terbakar................................................................................... 10
Gambar 2. Hutan Rawa Gambut....................................................................... 11

iv

ii
xii
I. PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang


Tanah gambut terbentuk dari timbunan sisa-sisa tanaman yang telah mati, baik yang
sudah lapuk maupun belum. Timbunan terus bertambah karena proses dekomposisi terhambat
oleh kondisi anaerob dan/atau kondisi lingkungan lainnya yang menyebabkan rendahnya
tingkat perkembangan biota pengurai. Pembentukan tanah gambut merupakan proses
geogenik, yaitu pembentukan tanah yang disebabkan oleh proses deposisi dan tranportasi,
berbeda dengan proses pembentukan tanah mineral yang umumnya merupakan proses
pedogenik, tanah gambut menunjukkan lapisan-lapisan, hal ini berkaitan dengan faktor alam
yang ada di sekelilingnya. Lapisan lapisan tersebut berupa perbedaan tingkat dekomposisi,
jenis tanaman yang diendapkan atau lapisan tanah mineral secara berselang-seling. Lapisan-
lapisan mineral tersebut menunjukkan gejala alam banjir dan sedimentasi dari waktu ke
waktu pada lahan rawa. Kebakaran hutan yang kemudian diikuti oleh suksesi hutan
menyebabkan bahan yang diendapkan menjadi berbeda-beda yang akhirnya menyebabkan
terjadinya lapisan-lapisan bahan gambut dalam profil tanah. Berdasarkan proses dan lokasi
pembentukannya, tanah gambut dibagi menjadi: a). tanah gambut pantai yang terbentuk dekat
pantai dan mendapat pengkayaan mineral dari air laut; b). tanah gambut pedalaman yang
terbentuk di daerah yang tidak dipengaruhi oleh pasang surut air laut tetapi dipengaruhi oleh
air hujan, dan tanah gambut transisi yang terbentuk di antara kedua wilayah tersebut, yang
secara tidak langsung dipengaruhi oleh air pasang laut (Hardjowigeno, 1986).
Lahan gambut dunia mencakup total luas 420 juta hektar dan yang termasuk gambut
tropika mencapai 30-45 juta hektar. Di Indonesia sebaran gambut tropika terluas terdapat di
tiga pulau besar (Sumatera, Kalimantan dan Papua) mencapai luas sekitar 14,9 juta hektar,
tidak termasuk lahan gambut di pulau lainnya(Ritung, 2011). Sekitar 30% gambut tersebut
berpotensi untuk pengembangan pertanian. Secara regional Indonesia mempunyai lahan
gambut terluas di kawasan ASEAN dan secara global Indonesia mempunyai lahan gambut
tropiha paling luas. Gambut mempunyai fungsi produksi, penyimpan air, habitat keragaman
hayati, fungsi lindungdan ekonomi. Harmonisasi antara berbagai fungsi tersebut memerlukan
tata kelola yang memanfaatkan teknologi tepat guna dan ramah lingkungan untuk
mempertahankan keberadaan ekosistem lahan gambut sehinggamampu memenuhi kebutuhan
manusia secara lestari. Di Indonesia pemanfaatan lahan gambut berdasarkan teknologi hasil
penelitian dan kearifan lokal dalam penataan air dan pengaturan tanaman,terbukti mampu
mengendalikan/menghindari munculnya kerusakan gambut. Keharmonisan yang sudah ada

xii
i
antara manusia dan lahangambut seperti ini perlu terus dipertahankan dan dilestarikan.
Mengekploitasi lahan gambut untuk maksud memberikan kemakmuran pada manusia,tanpa
mengindahkan aspek konservasi, akan berdampak terhadap hilangnya fungsi lindung,
keragaman hayatidan kemampunan gambut menyimpan karbon (C) dalam jumlah yang
tinggi. Hal ini selanjutnya dapat menyebabkan hilangnya fungsi gambut menyimpan air
sehingga areal sekitar kubah gambut akan rentan terhadap kebanjiran dan kekeringan
(Immirzi, 1992).
Pentingnya gambut sebagai penyimpan karbon Cadangan karbon atau karbon
tersimpan mempunyai arti sangat penting sehubungan dengan isu pemanasan global. Efek
gas rumah kaca yang berlebihan, yang menjadi penyebab terjadinya pemanasan global
utamanya terjadi karena lepasnya cadangan karbon, baik yang tersimpan dalam biomassa
tanaman, fosil, tanah dan lainnya. Cadangan karbon pada lahan gambut tersimpan di atas
dan di bawah permukaan tanah. Cadangan karbon yang tersimpan di atas permukaan tanah,
ditentukan oleh jenis tanaman atau vegetasi yang tumbuh di lahan gambut, kerapatan
vegetasi, umur tanaman, iklim dan tingkat kesuburan tanah. Hutan merupakan vegetasi
dengan rata-rata cadangan karbon relatif tinggi. Nilai time average cadangan karbon (nilai
tengah selama siklus hidup tanaman) vegetasi hutan adalah 90-200 t/ha dengan nilai
tengah 162 t/ha 102. Cadangan karbon yang tersimpan dalam tanah selain, ditentukan oleh
luasan lahannya, juga ditentukan ketebalan tanah gambut dan kerapatan karbon dalam tanah
gambut (yang didapat dari hasil perkalian berat jenis dengan kadar C dalam tanah gambut)
(Agus, 2013). Fungsi gambut sebagai penyimpan air dalam kondisi alaminya, lahan gambut
juga berfungsi sebagai penyimpan air (Water storage/reservoir). Air yang terkandung dalam
tanah gambut bisa mencapai 300-3.000% bobot keringnya, bandingkan dengan tanah mineral
yang hanya 20-35% bobot keringnya. Selain karena kemampuan yang relatif tinggi dalam
menyerap air, kapasitas lahan gambut sebagai penyimpan air menjadi lebih besar karena
sebagian besar gambut terbentuk dalam suatu cekungan atau rawa (swamp forest) yaitu lahan
yang sepanjang tahun atau dalam periode waktu yang panjang dalam setahun selalu jenuh air
(water logged). Sesuai dengan karakteristiknya yang jenuh air dan keberadaannya yang
umumnya terdapat di daerah cekungan atau bagian-bagian yang rendah, serta lapisan tanah
mineral di bawahnya (lapisan substratum) yang umumnya juga bersifat kedap air , maka air
yang tersimpan pada lahan gambut menjadi tinggi (Elon, 2011). Fungsi lahan gambut sebagai
penyimpan keanekaragaman hayati Konservasi keragaman hayati (biodiversity conservasion)
merupakan fungsi penting lainnya dari lahan gambut, karena lahan gambut merupakan
ekosistem unik, tempat berkembangnya spesies-spesies (flora, fauna) yang bersifat spesifik.

xiv
Jenis pohon yang mendiami hutan gambut sangat khas, misalnya: Jelutung rawa (Dyera
lowii), Ramin (Gonystylus bancanus), Kempas atau Bengeris (Kompassia malaccensis),
Punak (Tetrameristaglabra), Perepat (Combretocarpus rotundatus), Pulai rawa (Alstonia
pneumatophora), Terentang (Campnospermaspp.), Bungur (Lagerstroemia speciosa), Nyatoh
(Palaquium spp.), Bintangur (Callophylum spp.), Belangeran (Shorea balangeran), Meranti
rawa (Shorea pauciflora) dan Rengas (Melanorrhoea walichii).Semua jenis vegetasi tersebut
hanya tumbuh baik pada habitat rawa gambut. Selain dari jenis kayu-kayuan, hutan rawa
gambut juga memiliki vegetasi lainnya yang memiliki nilai estetika seperti Palem merah
(Cyrtoctachys lakka), Ara hantu (Poikilospermum suavolens), Palas (Licuala paludosa),
Kantong semar (Nephentes mirabilis), Liran (Pholidocarpus sumatranus), Flagellaria indica,
Akar elang (Uncaria schlerophylla), Putat (Barringtonia racemosa), dan Rasau (Pandanus
helicopus) (Wibison, 2011).
Kerusakan lahan gambut terbesar terjadi melalui drainase dalam dan pembakaran tak
terkendali. Saluran drainase lebar dan dalam pada lahan pertanian sebagai penyebab
kehilangan air tanah dan menghasilkan muka air tanah semakin dalam pada tanah gambut.
Lahan gambut yang rusak dan kering juga sangat rentan terhadap bencana kebakaran, banjir,
dan pencemaran tanah. Sehingga untuk menanggulanginya perlu adanya pengelolaan secara
baik. Pengelolaan tersebut salah satunya adalah melalui konservasi ini sifatnya eksploitatif
yang mempunyai tujuan untuk mempertahankan dan memperbaiki ekosistem. Ekosistem
gambut merupakan potensi sumber daya alam yang sangat kaya dengan keanekaragaman
hayatinya. Pengelolaan tata air di lahan gambut merupakan faktor kunci terwujudnya
sistem pengelolaan lahan gambut berkelanjutan.Perubahan penggunaan lahan khususnya dari
hutan gambut menjadi lahan pertanian perlu disertai dengan tindakan drainase,
karena dalam kondisi alaminya gambut dalam keadaan tergenang, sementara
sebagian besar tanaman budidaya tidak tahan genangan.Oleh karena itu, tujuan utama
dilakukannya drainase adalah untuk menurunkan muka air tanah, sehingga tercipta kondisi
aerob, minimal sampai kedalaman perakaran tanaman yang dibudidayakan, sehingga
kebutuhan tanaman akan oksigen bisa terpenuhi. Tujuan lain dari dilakukannya
drainase pada lahan gambut adalah untuk membuang sebagian asam-asam organik
yang dapatmeracuni tanaman. Oleh karena itu, meskipun jenis tanaman yang
dikembangkan pada lahan gambut merupakan tanaman yang bisa tumbuh dalam
kondisi tergenangmisalnya padi, namun tindakan drainase masih perlu dilakukan agar
konsentrasi asam organik berada pada tingkat yang tidak meracuni tanaman.Tindakan
drainase juga bisa berdampak terhadap terjadinya perbaikan sifat fisik tanah.Dalam

xv
kondisi tergenang, tanah gambut dalam kondisi lembek sehingga daya menahan
bebannya menjadi rendah.Setelah didrainse kondisi gambut menjadi lebih padat, selain
akibat pengurangan kadar air, peningkatan daya menahan beban juga terjadi karena
proses pemadatan.Penurunan permukaan lahan gambut yang senantiasa menyertai
proses drainase salah satunya diakibatkan oleh proses pemadatan (konsolodasi)
tanah gambut.Meskipun memberikan beberapa manfaat, namun tindakan drainase harus
dilakukan secara hati-hati dan terkendali, karena jika proses drainase tidak disertai
dengan pengaturan dan pengelolaan tata air yang tepat, maka beberapa fungsi
lingkungan dari lahan gambut (diantaranya sebagai penyimpan karbon dan pengatur tata
air daerah sekitarnya) akan mengalami penurunan.Tulisan ini membahas prinsip
pengaturan tata air di lahan gambut, kearifan lokal pengelolaan air di lahan gambut,
teknologi pengelolaan tata air pada lahan gambut berbasis tanaman semusim, dan teknologi
pengelolaan tata air pada lahan gambut berbasis tanaman tahunan (Suhandini, 2011).
Jelaskan pentingnya laju infiltrasi, dan faktor apa saja yang mempengaruhi
Kebakaran mempengaruhi beberapa sifat tanah gambut yang selanjutnya dapat
mempengaruhi laju infirtrasi
I.2. Rumusan Masalah
Apakah terdapat perbedaan laju infiltrasi di areal bekas terbakar dan hutan rawa gambut
yang Berada di Tumbang Nusa Kabupaten Pulang Pisau ?

I.3. Tujuan Penelitian


Untuk Menganalisis Laju Infiltrasi di Beberapa Tata Guna lahan bekas terbakar dan
hutan rawa gambut yang berada di Tumbang Nusa Kabupaten Pulang Pisau

1.4 Hipotesis
Terdapat Perbedaan Laju Infiltrasi pada lahan bekas terbakar dan hutan rawa gambut
Beberapa Tata Guna Lahan yang berbeda di Tumbang Nusa Kabupaten Pulang Pisau.

1.5 Manfaat Penelitian


Penelitian ini bermanfaat sebagai sumber informasi mengenai infiltrasi tanah pada
tutupan lahan gambut yang berbeda di Tumbang Nusa Kabupaten Pulang Pisau dan
mengetahui perbedaan kapasitas laju infiltrasi serta dapat digunakan sebagai salah satu
sumber data dan informasi mengenai karakteristik tanah gambut dan kualitas sumber daya
lahan di wilayah Tumbang Nusa Kabupaten Pulang Pisau.

xvi
II. TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Infiltrasi
Infiltrasi adalah masuknya air ke dalam tanah melalui permukaan tanah secara
vertikal. Sedangkan banyaknya air persatuan waktu yang masuk melalui permukaan
tanah dikenal sebagai laju infiltrasi(infiltration rate). Nilai laju infiltrasi sangat bergantung
pada kapasitas infiltrasi tanah. Kapasitas infiltrasi tanah adalah kemampuan suatu tanah
untuk melalukan air dari permukaan ke dalam tanah secara vertikal. Infiltrasi ke dalam
tanah pada mulanya tidak jenuh, karena pengaruh tarikan hisapan matrik dan gravitasi.
Infiltrasi yang efektif akan menurunkan run off, sebaliknya infiltrasi yang tidak efektif
akan memperbesar (Arsyad, 2006).
Laju infiltrasi (infiltration rate) adalah banyaknya air persatuan waktu yang masuk
melalui permukaan tanah, dinyatakan dalam mm per jam atau cm per jam. Pada saat tanah
masih kering, laju infiltrasi tinggi. Setelah tanah menjadi jenuh air, maka laju infiltrasi
akan menurun dan menjadi konstan. Faktor-faktor yang mempengaruhi laju infiltrasi
antara lain jenis permukaan tanah, cara pengolahan lahan, kepadatan tanah, dan sifat
serta jenis tanaman Kemampuan tanah untuk menyerap air infiltrasi pada suatu saat 8
dinamai kapasitas infiltrasi tanah (Arsyad, 2006).
Menurut Horton (1940) laju infiltrasi adalah volume air yang mengalir kedalam profil
persatuan luas dikenal dengan laju infiltrasi. Pengaliran yang memiliki satuan kecepatan juga
dikenal dengan kecepatan infiltrasi. Pada kondisi laju hujan melebihi kemampuan tanah
untuk menyerap air dan infiltrasi akan berlarut dengan laju maksimal. Kemampuan tanah
menyerap air akan semakin berkurang dengan makin bertambahnya waktu. Pada tingkat awal
kecepatan penyerapan air cukup tinggi dan pada tingkat waktu tertentu kecepatan penyerapan
air ini akan menjadi konstan.
2.2. Faktor – faktor yang Mempengaruhi Infiltrasi
2.4.1 Kandungan Air Tanah
Air tanah adalah suatu fase cair tanah yang menempati ruang-ruang pori tanah dalam
seluruh total ruang pori tanah atau sebagian ruang pori. Tanah basah merupakan tanah dengan
kandungan air di atas kapasitas lapang dalam hal ini pori makro tanah terisi udara sementara
pori mikro terisi air secara menyeluruh atau sebagian. Laju infiltrasi terbesar terjadi pada

xvi
i
tanah yang terdapat sedikit kandungan air didalamnya dan sebaliknya tanah yang memiliki
kandungan air tinggi maka akan membuat laju infiltrasi semakin menurun hingga mencapai
konstan. Pada saat air jatuh ke tanah yang kering, bagian permukaan dari tanah tersebut
menjadi basah, sedang bagian bawahnya relatif masih kering. Seiring bertambahnya waktu
dan bertambah banyak nya air hujan yang berada di permukaan tanah berangsur-angsur turun
ke bagian bawah tanah sehingga tanah menjadi basah dan lembab. Semakin lembab kondisi
suatu tanah, maka laju infiltrasi semakin berkurang karena tanah tersebut semakin dekat
dengan keadaan jenuh (Asdak, 2010).
2.4.2 Ukuran Pori
Laju masuknya air hujan ke dalam tanah ditentukan oleh ukuran pori dan susunan
pori-pori makro. Pori yang demikian ini dinamai porositas aerasi, karena pori memiliki
diameter yang cukup besar > 0,06 mm yang memungkinkan air keluar dengan cepat. Begitu
pula dengan udara yang keluar dari tanah sehingga tanah mempunyai aerasi yang baik. Tanah
dengan pori besar ini di sebabkan oleh tekstur kasar dan agregasi butir-butir primer (Arsyad,
2010).
2.4.3 Tekstur dan Struktur Tanah
Faktor yang juga penting dalam mempengaruhi infiltrasi adalah tekstur tanah karena
faktor ini menentukan jumlah antara pori makro dan mikro di dalam tanah. Tanah berpasir
akan memiliki pori makro lebih banyak dibandingkan tanah liat yang bertekstur halus
sehingga mempunyai kapasitas infiltrasi yang besar dan sebaliknya tanah dengan tekstur
halus seperti tanah liat memiliki kapasitas infiltrasi yang kecil. Tekstur tanah adalah keadaan
tingkat kehalusan tanah yang terjadi karena terdapat perbedaan komposisi kandungan fraksi
pasir, debu dan liat. Untuk menentukan kriteria tekstur tanah digunakan segitiga tekstur untuk
menentukan kelas-kelas tekstur tersebut. Struktur merupakan susunan antar partikel tanah
9
bersama dengan bahan organik dan oksida, yang akan membentuk agregat tanah. Agregat
tanah mencakup diantaranya bahan padatan dan pori tanah. Faktor yang mempengaruhi
pembentukan struktur tergantung pada bahan pembentuk yaitu koloid mineral, bahan organik,
mikroorganisme tanah, dan perakaran tanaman tingkat tinggi (Asdak, 2010).
2.4.4 Kemantapan Pori
Kapasitas infiltrasi dapat terjaga apabila porositas semula tidak terganggu pada saat
terjadi hujan. Tanah-tanah yang mudah terdispersi akan membuat pori-pori tanah tertutup
yang mengakibatkan kapasitas infltrasi menurun dengan cepat sedangkan tanah yang memilki
agregat yang stabil membuat kapasitas infiltrasi tetap tinggi (furukawa, 2005).
2.4.5 Permeabilitas Tanah

xvi
ii
Tanah dengan struktur yang baik adalah tanah dengan drainase dan permeabilitas yang
baik dan tidak mudah terdispersi ketika terjadi hujan ataupun tertiup angin. Aliran permukaan
dipengaruhi oleh kapasitas infiltrasi dan permeabilitas lapisan tanah pada tanah yang
memiliki kapasitas infiltrasi dan permeabilitas tinggi serta lapisan kedap air yang dalam maka
akan membuat aliran permukaan menurun, sedangkan untuk tanah dengan tekstur yang halus
akan membuat pori di dalam tanah rapat dan mengakibatkan penyerapan air ke dalam tanah
rendah sehingga membuat aliran permukaan tinggi
Dalam suatu penelitian menyatakan bahwa permeabilitas secara kualitatif adalah
pengurangan gas-gas, cairan, atau penetrasi akar yang melewati massa tanah atau profil
tanah. Permeabilitas menunjukan kualitas tanah dalam meloloskan air. (Andayani, 2009)
2.4.6 Profil Tanah
Sifat berbagai lapisan suatu profil tanah akan menentukan laju infiltrasi, pada tanah
yang diolah biasanya akan membuat masuknya air terhambat diakibatkan agregat tanah yang
terdispersi sehingga menutupi pori-pori tanah, kemudian akibat pembentukan lapisan tapak
bajak akibat pembajakan yang berulang kali pada tempat dan kedalaman yang sama
(Hardjowigeno, 2007).
2.3. Metode Pengukuran Infiltrasi
Ada beberapa macam infiltrometer yang dapat digunakan untukmenetapkan laju
infiltrasi, yaitu: ring infiltrometer (single atau double/concentric-ring infiltrometer);
wells, auger hole permeameter; pressure infiltrometer; closed-top permeameter; crust test;
tension and disc infiltrometer; driper; dan rainfall. Metode yang akan diuraikan dalam bab
ini adalahpengukuran infiltrasi dengan menggunakan disk infiltrometer. (Clothier, 2001).
Mini-disk Infiltrometer menyediakan pengukuran konduktivitas hidrolik tanah yang
cepat dan nyaman. Infiltrometer dibuat dari tabung polikarbonat dengan disk sinter baja tahan
karat semi permeabel. Tabung baja yang dapat disesuaikan dipasang di atas ruang sampel
untuk mengatur laju isap. Infiltrometer ideal untuk studi hidrologi tanah, instruksi ruang
kelas, dan banyak aplikasi lain yang mengandalkan pengukuran konduktivitas hidrolik yang
akurat. Laju hisap dapat disesuaikan untuk mengakomodasi pengukuran jenis tanah apa pun.
Infiltrometer Mini Disk sangat ideal untuk pengukuran lapangan karena ukurannya yang
ringkas dan sedikit air yang dibutuhkan untuk mengoperasikannya. Prinsip kerja disk
infiltrometer akan terjadi setelah infiltrometer di tanah, air mulai meninggalkan ruang bawah
dan menyusup ke dalam tanah di tingkat yang ditentukan oleh sifat hidrolik tanah. (Arsyad,
2006).
Mini disk infiltrometer dibuat oleh Decagon Devices (Pullman, WA, USA). Mini disk

xix
infiltrometer asli, pertama kali dijual pada tahun 1997, terdiri dari tabung plastik, panjang
22,5 cm dan diameter luar 3,1 cm, ditandai dengan gradasi mililiter (0–100 ml), sumbat karet
ditempatkan di bagian atas, dan penutup berbentuk styrofoam. dasar yang menahan
ketegangan. Satu setengah sentimeter di atas alas adalah tabung saluran masuk udara.
Perangkat Decagon mengembangkan dua lagi infiltrometer mini disk pada set hisap 0,5 dan
6,0 cm (masing-masing dengan radius 1,59 cm) (Zhang, 1997).

xx
III. BAHAN DAN METODE

3.1. Waktu dan Tempat


Penelitian ini dilaksanakan pada bulan januari – Februari 2021 di Areal bekas terbakas
dan hutan rawa gambut Tumbang Nusa Kabupaten Pulang Pisau, Kota Palangka Raya,
Provinsi Kalimantan Tengah

3.2. Deskripsi Areal Pengambilan Sampel


Lahan yang akan digunakan untuk pengambilan data adalah areal bekas terbakar dan
hutan rawa gambut. Pada areal bekas terbakar yang mengalami kerusakan akibat kebakaran
secara alami memiliki kemampuan untuk pulih kembali menuju keseimbangan selama
kerusakan akibat kebakaran tersebut tidak lebih besar dari daya lenting (resilience) hutan
untuk pulih kembali dan pada lahan hutan rawa gambut merupakan suatu ekosistem yang
unik dan di dalamnya terdapat beranekaragam flora dan fauna. Hutan rawa gambut
memainkan suatu peranan yang penting dalam memelihara keseimbangan lingkungan,
mencegah kebanjiran di musim basah dan melepaskan kelembaban kembali ke udara selama
musim kering.
Penelitian dilaksanakan pada areal bekas terbakar dan hutan rawa gambut di sektor 1
repeat. Pengambilan sampel infiltrasi tersebut diambil pada satu titik yang ditentukan dan
jarak titik antara titik sampel tersebur sejauh 10 m Batas – batas wilayah pengambilan sampel
yaitu sebelah barat sungai kecil, sebelah timur hutan rawa gambut, sebelah utara areal
terbakar, sebelah selatan hutan.

xxi
Gambar 1. Lahan areal terbakar lokasi penelitian di Tumbang Nusa Kabupaten Pulang pisau, 11

Kota Palangkaraya, Provinsi Kalimantan Tengah

Gambar 2. Lahan hutan rawa gambut lokasi penelitian di Tumbang Nusa Kabupaten Pulang
Pisau, Kota Palangkaraya, Provinsi Kalimantan Tengah

3.3. Bahan dan Alat


Bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian ini, yaitu aquades dan bahan penunjang
lainnya.
Alat yang digunakan adalah infiltrometer, tongsis, kamera ( handphone), power bank

3.4. Metode Penelitian


Penelitian ini dilakukan secara kuantitatif deskriptif dengan metode survei/observasi
dilapangan. Pengambilan data menggunakan eksplorasi, yaitu dengan melakukan pengamatan
menggunakan infiltrometer pada areal bekas terbakar dan hutan rawa gambut yang diambil di

xxi
i
titik yang sudah ditentukan. Data infiltrasi tersebut diambil dari video setiap 30 detik pada
areal bekas terbakar dan hutan rawa gambut setelah itu data tersebut dimasukan ke rumus
yang sudah tersedia di program Microsoft excel.

4.4. Pelaksanaan Penelitian


Kegiatan penelitian baru dimulai sejak pengambikah data infiltrasi pada areal terbakar
dan hutan terbakar. Semua kegiatan penelitian di lapangan dari awal sampai pengambilan
data. Berikut ini beberapa tahapan dalam pengambilan data infiltrasi :
4.4.1. Pengambilan Data Infiltrasi
Pengambilan data infiltrasi diambil menggunakan infiltrometer dengan cara
penggunaan: isi tabung infiltrometer dengan aquades setelah itu atur section infiltrometer
12
untuk menentukan data, siapkan kamera dan tongsis untuk mengambil video sampai
pengambilan data selesai.
4.4.2. Memasukan Data ke Rumus di Program Microsoft Excel
Data yang sudah didapat dilapangan akan dihitung menggunakan rumus pada
progaram microsoft excel dengan cara mengambil data di video tersebut setiap 30 detik dan
kita mengatur section pada program excel dengan 0,5 section dan 2 section, Data tersebut
nanti akan mendapatkan hasil sesuai rumus di program excel tersebut beserta grafiknya.

5.4. Variabel Pengamatan


Variabel yang digunakan pengamatan penelitian ini yaitu areal terbakar dan hutan rawa
gambut yang diambil datanya dilapangan.
1) Infiltrometer, untuk mengambil data laju infiltrasi.
2) Rumus infiltrasi di program microsoft excel untuk menghitung laju infiltrasi.

6.4. Analisis Data


Data hasil pengamatan yang akan disajikan dalam betuk tabel dan grafik. Dalam
pengambilan data di video akan diambil setiap 30 detik dengan section 0,5 dan section 2
sehingga akan menghasilkan data sebagai berikut :
Volume
Time (s) sqrt (t) Infilt (cm)
(mL)
0 0,00 70 0,00
30 5,48 68 0,13
60 7,75 68 0,13
90 9,49 68 0,13
120 10,95 65 0,31
150 12,25 62 0,50
180 13,42 53 1,07

xxi
ii
210 14,49 42 1,76
240 15,49 28 2,64
270 16,43 13 3,58
300 17,32 0 4,40 13
330 18,17 0 4,40

5.00
Cumulative Infiltration (cm)

4.50 f(x) = 0.0458215711588541 x² − 0.13946671760641 x


R² = 0.986508352498539
4.00
3.50
3.00
2.50
2.00
1.50
1.00
0.50
0.00
0.00 2.00 4.00 6.00 8.00 10.00 12.00 14.00

Square Root of Time

Selanjutnya laju infiltrasi dihitung dengan program yang sudah disediakan sebagai paket
program untuk penggunaan Diskinfiltrometer.

xxi
v
DAFTAR PUSTAKA

Perbaiki-urutan sesuai abjad (lihat aturan/panduan penulisan skripsi)

Clothier, B. 2001. Infiltration. p. 237-277.InSoil and EnvironmentalAnalyses: Physical


methods.InSmithet al. (Eds.). Marcel Dekker,Inc. United States of
America.

Immirzi,C.P. and E. Maltby. 1992.Wetlands Ecosystem Research Group.Report 11.


University of Exeter, Department of Geography: Exeter, UK. <http://www.
peatsociety.org/peatlands-and-peat/tropical-peatlands(access 1/7/2014)>.

Ritung, S., Wahyunto, K. Nugroho,Sukarman, Hikmatullah, Suparto, dan C.


Tafakresnanto. 2011. Peta Lahan Gambut Indonesia Skala 1:250.000
(Indonesian peatland map at the scale 1:250,000). Balai Besar Penelitian
dan Pengembangan Sumberdaya Lahan Pertanian, Bogor. Indonesia.

Agus, F., A. Dariah, dan A. Jamil. 2013a.Kontroversi pengembangan perkebunan sawit pada
lahan gambut. Hlm. 454-473. Dalam Haryono et al. (Eds.). Politik Pengembangan
Pertanian Menghadapi Perubahan Iklim. Badan Penelitian dan Pengembangan
Pertanian. Kementrian Pertanian. IAARD, Jakarta

UNEP. 2008. Assesment on Peatland, Biodiversity, and Climate Change. Main


Report.UNEP, GEF, Global Environment Center, Wetland
International.Global Environment Center and Wetland International. 179 hlm

Elon, S.,V., D.H. Boetler, J. Paivanen, D.S. Nichols, T. Malterer, and A. Gafni.
2011.Physical Properties of Organic Soils. Taylor and Francis Group, LLC. Pp
135-176.

Sabiham, S.2000. Kadar air kritis gambut Kalimantan Tengah dalam kaitannya dengan
kejadian kering tidak balik.J. Tanah Tropika11:21-30.

Suhandini, 2011. Banjir Bandang di DAS Garang Jawa Tengah (penyebab dan implikasinya).
Disertasi. Fakultas Geografi UGM. Yogyakarta
Seyhan, E. 1990. Dasar-dasar Hidrologi. Gadjah Mada University Press.
Yogyakarta

xx
v
Arsyad,S. 2006. Konservasi Tanah dan Air. IPB Press. Bogor

Stenstrom, A.; S.J. Ingibjorg; and M. Augner. 2002. Genetic and environmental effects on
morphology in clonal sedges in the Eurasian Arctic. American Journal of
Botany89 (9) : 1410 –1421.
15
Keeley, J. E. And C.J. Fatheringham. 2000. Seeds : The Ecology of Regeneration in Plant
Communities. 2 nd Edition (ed M. Furner).

Asdak, C.2010. Hidrologi dan Pengelolaan Daerah Aliran Sungai.Yogyakarta: Gadjah Mada
University Press.

Hardjowigeno, S. 1986. Sumber daya fisik wilayah dan tata guna lahan: Histosol. Fakultas
Pertanian IPB. Hal 86-94.

Hardjowigeno, S. 2007. Ilmu Tanah. Jakarta: Buku. AkademikaPressindo.

Arsyad, S.2010. Konservasi Tanah dan Air.Bogor: Jurusan Ilmu Tanah IPB

Andayani. W,S.2009. Laju Infiltrasi Tanah pada Tegakan Jati (Techtona grandis Linn F) di
BKPH Subah KPH Kendal Unit I Jawa Tengah. Fakultas Kehutanan
IPB. Skripsi. DiaksesPada Tanggal 25 Mei 2015.

Zhang Renduo, 1997. Infiltration Models for the Disk Infiltrometer. volume 61 halaman
1597 - 1603.

xx
vi
DAFTAR LAMPIRAN

Gambar 1. Lahan areal terbakar lokasi penelitian di Tumbang Nusa Kabupaten Pulang pisau,
Kota Palangkaraya, Provinsi Kalimantan Tengah

xx
vii
Gambar 2. Lahan hutan rawa gambut lokasi penelitian di Tumbang Nusa Kabupaten Pulang
Pisau, Kota Palangkaraya, Provinsi Kalimantan Tengah

xx
vii

Anda mungkin juga menyukai