Anda di halaman 1dari 11

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar belakang
Telah diketahui bahwa disamping kaidah kepercayaan atau keagamaan,
kaidah kesusilaan dan kaidah sopan santun masih diperlukan kaidah hukum.
Kaidah hukum ini melindungi lebih lanjut kepentingan-kepentingan manusia yang
sudah mendapat perlindungan dari ketiga kaidah lainnya dan melindungi
kepentingan-kepentingan manusia yang belum mendapat perlindungan dari ketiga
kaidah tadi.

Kaidah hukum ditujukan terutama kepada pelakunya yang konkrit yaitu


dipelaku pelanggaran yang nyata-nyata berbuat, bukan untuk penyempurnaan
manusia, melainkan untuk ketertiban masyarakatagar masyarakat tertib, agar
jangan sampai jatuh korban kejahatan, agar terjadi kejahatan.

Isi kaidah hukum itu ditujukan kepada sikap lahir manusia. Kaidah hukum
mengutamakan perbuatan lahir. Pada hakikatnya apa yang dibatin, apa yang
dipikirkan manusia tidak menjadi soal, asal lahirnya ia tidak melanggar hukum.
Apakah seseorang dalam mematuhi peraturan lalu lintas (misalnya : berhenti
ketika lampu lalu lintas menyalah merah) sambil menggerutu ia tergesa-gesa ia
mau pergi kuliah, tidaklah penting bagi hukum, yang penting ialah bahwa lahirnya
apa yang tampak dari luar ia patuh pada peraturan lalu lintas.

Kaidah hukum berasal dari luar manusia. Kaidah hukum berasal dari
kekuasaan luar diri manusia yang memaksakan kepada kita (heteronom),
masyarakatlah secara resmi diberi kuasa untuk memberi sanksi / menjatuhkan
hukuman.

B. Rumusan Masalah
1. pengertian kaidah hukum?
2. Bagaimana ilmu hukum sebagai kaidah?

1
BAB II
PEMBAHASAN

A. Pengertian Kaidah Hukum


Kaidah hukum bersal dari dua kata, yakni: kaidah dan hukum. Kaidah
berarti perumusan dari asas-asas yang menjadi hukum, antara yang pasti, patokan,
dalil dalam ilmu pasti. Sedang hukum sendiri berarti peraturan yang dibuat dan
disepkati baik secara tertulis meupun tidak tertulis, peraturan, undang-undang
yang mengikat prilaku setiap masyarakat tetentu. Dari sini dapat di kemukakan
bahwa keberlakuan tingkah laku didalm masyarakat. Kaidah hukum merupakan
ketentuan tentang prilaku. Pada hakikatnya apa yang dinamakan kaidah adalah
nilai karena berisi apa yang “seyogyanya” harus dilakukan. Sehingga harus
dibedakan dari peraturan konkrir yang dapat dilihat dalam bentuk kalimat-kalimat.
Kaidah hukum dapat berubah sementara undang-undang nya (Peraturan
konkritnya) tetap.

Kaidah hukum adalah hasil dari perundang-undangan atau tertulis yang di


buat melalui proses yang sah serta tidak tertulis, yang harus ditaati oleh warga
masyarakat. Kaidah hukum di tujukan pada sikap lahir manusia atau perbuatan
konkrit manusia. Kaidah hukum tidak mempersoalkan sikap batin manusia apakan
baik atau buruk, dan yang menjadi perhatianya adalah bagaimana sikap dan
perbuatan lahiriah manusia.1

Ditinjau dari segi isinya kaidah hukum dapat dibagi dua, yaitu:
a) Kaidah hukum yang berarti perintah, yang mau tidak mau harus di
jalankan atau di taati seperti misalnya ketentuan dalam pasal 1 UU no.1
tahun 1947 yang menentukan, bahwa perkawinan adalah ikatan lahir batin
antara seorang pria dan wanita sebagai suami istri dengan tujuan
membenmtuk keluarga yang berbahagia dan kekal berdasarkan ketuhanan
yang maha Esa.

1
Prof. Dr. Marwan Mas, S. H., M. H, Pengantar Ilmu hukum, Bogor:Ghalia Indonesia,
2015, hlm 44

2
b) Kaidah hukum yang berisi larangan , seperti yang tercantum dalam pasal 8
UU no.1 tahun 1974 mengenai larangan perkawinan antara dua orang laki-
laki dan perempuan dalam keadaan tertuentu.
Kaidah yang lebih rendah senantiasa tergantung atau didasarkan pada
kaidah-kaidah yang lebih tinggi pada tingkat tertib hukum nasional (National
legal order), konstitusi menduduki tempat yang paling tinggi. Jadi dalam tata
tertib hukum nasional negara kita, undang-undang dasar 1945 merupakan kaidah
hukum yang tertinggi, sehingga segala bentuk perundang-undangan yang ada
seharusnya merupakan pencerminan jiwa dan asas-asas yang terkandung dalam
undang-undang dasar 1945.
Konsekuensi dari ajaran Hans Kelsen tersebutlah bahwa setiap bentuk
perundang-undangan Yang tidak sesuai dengan undang-undang dasar 1945
seharus nya dinyatakan tidak berlaku atau dicabut, setelah melalui suatu proses
pengujian melalui Mahkamah Konsitusi (Psl.24 c UUD45).
Pengujian terhadap peraturan perundang-undangan yang menyangkut
isinya dinamakan pengujian secara material (meteriele toetsingrecht). Sedangkan
pengujian yang menyangkut tentang tata cara pembuatannya dinamakan pengujian
secara formal (formeele toetsingscrecht).

Menurut ketentuan perundang-undangan yang berlaku undang-undang


no.14 tahun 1970. Pengujian secara material terhadap perundang-undangan di
Indonesia hanya dimungkinkan terhadap peraturan-peraturan yang derajatnya
lebih rendah dari undang-undang. Hal tersebut dapat dibaca dalam pasal 26 ayat
(1) Undang-undang no.14 tahun 1970 tentang pokok kekuasaan kehakiman yang
berbunyi sebagai berikut: 2

“Mahkamah Agung berwenang, untuk menyatakan tidak sah perundangan


dari tingkat yang lebih rendah dari Undang-undang atas alasan bertentangan
dengan peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi”.

2
Huda, Ni’Matul, Hukum Tata Negara Indonesia, Jakarta:PT Raja Grafindo
Persada,2011, hlm 21.

3
Konstitusi sebagai kaidah hukum positif merupakan kaidah hukum
tertinggi yang tidak tergantung pada suatu bentuk kaidah hukum positif, tetapi
ditentukan oleh suatu kaidah yang dirumuskan oleh pemikiran yuridis yang
merupakan kaidah dasar hipotesis.

Proses lahirnya Kaidah Hukum Kaidah hukum yang merupakan bagian


dari kaidah sosial lahir ada kalanya berbentuk tulisan dan ada pula dalam bentuk
yang tidak tertulis.Yang tertulis ada kalanya dianggap bersumber dari Tuhan,
seperti hukum dalam Al-Quran,Injil, Taurat,Zabur Dll. Atau yang bersumber dari
pemegang otoritas tertinggi, seperti undang-undang dasar dan peraturan
lainnya.Sedangkan dilihat dari asal usul kaidah hukum tersebut dapat dibedakan
menjadi 2:
1. Kaidah hukum yang berasal dari kaidah-kaidah sosial lainnya di dalam
masyarakat, yang dalam istilah Paul Bohannan dinamakan kaidah hukum
yang berasal dari proses double legitimacy atau pemberian legitimasi ulang
dari kaidah sosial non hukum (agam,kesusilaan/moral,dan kesopanan
menjadi suatu kaidah hukum). Misalnya, Larangan membunuh, larangan
mencuri, larangan menipu, dll. kemudian melauli proses double
legitimacy (pemberian legitimasi ulang larangan-larangan tadi dijadikan
pula sebagai kaidah hukum yang tertuang dalam kitab undang-undang
Hukum pidana (KUHP) Indonesia pasal 262, 338, 285 dan lain-lain.
2. Kaidah hukum yang diturunkan dari otoritas tertinggi (dalam konteks
Indonesia berasal dari penyelenggara negara baik eksekutif (presiden)
maupun legislative (DPR).Sesuai dengan kebutuhan masyarakat pada saat
itu, dan langsung terwujud dalam wujud kaidah hukum, serta sama sekali
tidak berasal dari kaidah social lainnya (non hukum), contohnya undang-
undang lalu-lintas dan angkutan jalan, undang-undang Perseroan dan lain-
lain.Pada konteks ini, kaidah hukum sebagai salah satu kaidah sosial
mempunyai dua sifat alternatif, yaitu:3

3
Achmat Ali , menguak tabir hukum : suatu kajian filosofi dan sosiologis,
Jakarta :Gunung Agung, 2002, hml 43.

4
a) Ada kemungkinan bersifat imperatif, yaitu secara a priori wajib di taati.
Kaidah ini tidak dapat di kesampingkan dalam suatu keadaan konkrit,
hanya karena para pihak membuat perjanjian.
b) Ada kemungkinan bersifat fakultatif, yaitu tidaklah secara a
priorimengikat dan wajib di taati.jadi kaidah yang bersifat fakultatif ini
merupakan kaidah hukum yang ada di dalam keadaan konkrit dapat di
kesampingkan oleh perjanjian yang di buat oleh para pihak.
B. Ilmu Hukum Sebagai Kaidah
1. Proses lahirnya kaidah hukum

Kaidah hukum dilihat dari asal usul nya dapat kita bagi menjadi dua
bagian yang berbeda.

a. Kaidah hukum yang berasal dari kaidah kaidah social lainnya di dalam
masyarakat inilah yang dapat kita sebut sebagai hukum yang diadopsi dari
berbagai norma-norma yang kemudian menjadi hukum positif yang
berlaku di indonesia. Contohnya seperti larangan untuk membunuh
ataupun tentang larangan untuk minum minuman keras yang telah berlaku
sebelumnya dalam norma agama.
b. Kaidah hukum yang diturunkan dari otoritas tertinggi negara yang berasal
dari penyelenggaraan negara baik eksekutif atau pun legislative. Kaidah
hukum ini sama sekali tidak berasal dari kaidah social lainnya. Sebagai
contoh adalah hukum yang mengatur lalulintas.
2. Sifat Kaidah Hukum

Menurut sifatnya kaidah hokum dapat di bedakan menjadi dua

a. Kaidah hukum yang bersifat imperative yang merupakan hukum prioritas


yang berarti hukum tersebut bersifat memaksa atau harus ditaati,
mengikat, dan memaksa serta memiliki sanksi yang pasti.
b. Kaidah hukum yang bersifat fakultatif maksudnya adalah hukum yang
bukan hukum priortas atau hanya sebagai hukum yang melengkapi hukum
imperative.

5
3. Isi Kaidah Hukum

Ditinjau dari isinya maka kaidah hokum dapat kita bagi menjadi tiga
bagian yang berbeda.

a. Kaidah hukum yang berisi perintah yang artinya hukum tersebut mau tidak
mau wajib atau harus dijalankan dan ditaati oleh seluruh rakyat
indonesia.contohnya seperti memakai helm dalam berkendara atau
pencatatan dalam pernikahan.
b. Kaidah hukum yang berisi larangan yaitu hukum yang menghendaki suatu
perbuatan atau perilaku tidak boleh untuk dilakukan seperti halnya hokum
yang melarang warga indonesia untuk memakai narkotika atau obat obatan
terlarang dan melakukan hubungan suami istri diluar pernikahan.
c. Kaidah hukum yang berisi perkenan atau yang membolehkan suatu
perilaku atau perbuatan yang dianggap benar menurut hokum positif di
indonesia dan tidak mengandung perintah maupun larangan seperti
membolehkan seseorang yang diatas umur untuk menikahi seorang wanita.
4. Kegunaan Kaidah Hukum

Kegunaan dari kaidah hukum atau norma sendiri adalah untuk menjadi
pemberi petunjuk kepada manusia bagaimana seharusnya seorang itu harus
bertindak dalam masyarakat serta perbuatan perbuatan yang harus dijalankan dan
perbutan mana pula yang harus di hindari.

Serta untuk mencapai suatu keadilan yaitu keserasian antara nilai kepastian
hukum dengan nilai kesebandingan hukum yang mengarah pada ketentraman dan
kedamaian dalam masyarakat.kaidah hukum sendiri memiliki sanksi pasti yang
bertujuan untuk memberkan efek jera pada pelanggarnya agar tercipta rasa aman
dalam masyarakat.

5. Kaidah Lainnya

a. Kaidah agama merupakan kaidah yang ditujukan pada kewajiban seorang


manusia kepada tuhan yang diimaninya dengan penuntun dari sumber

6
ajaran ajaran kepercayaan agama yang diimani yang dianggap berasal dari
tuhan yang maha esa.

Contohnya adalah larangan ntuk mengatakan ‘ah’pada orang tua


menurut agama islam dan apa saja yang menjadi pedoman pada setiap
agama dengan berdasarkan kitab sucinya masing masing yang merupakan
kaidah agama.

b. Kaidah kesusilaan yang merupakan kaidah yang ditujukan agar manusia


memiliki akhlaq yang mulia. kaidah ini bersumber pada hati nurani
manusia yang membuat kaidah ini bersifat otonom sehingga hanya bisa
ditingkatkan oleh masing masing individu.
kaidah yang dianggap kaidah paling tua diindonesia ini menjadi
nilai pokok yang terus di kembangkan masyarakat contoh dari kaidah
asusila ini adalah berkata jujur yang memiliki pengaruh besar pada
kepercayaan yang diberikan manusia kepada kita.
c. Kaidah kesopanan merupakan aturan hidup manusia yang berlaku di
masyarakat. Aturan ini memiliki ciri khas yaitu tidak tertulis dan bersifat
non formal meskipun demikian bagi masyarakat yang melanggar tetap
akan diberikan sanksi dengan sanksi yang bersifat social.

Tujuannya adalah agar pergaulan hidup berlangsun dengan menyenangkan


dan timbul dari pada itu semua sebuah keharmonisan.contohnya adalah
menghrmati orang yang lebih tua dengan menundukkankepala apabila berpapasan
atau bertemu dengannya.

6. Penyimpangan Dalam Kaidah Hukum

Penyimpangan dalam kaidah hukum ini dapat kita bedakan menjadi dua
yaitu positif dan negative dengan pengertian sebagai berikut

a. Pengecualian atau dispensasi merupakan penyelewengan atau


penyimpangan terhadap kaidah hokum yang didasari oleh alasan yang sah
seperti contohnya seorang algojo yang mengevakuasi mati seorang

7
narapidana dia tidak boleh dijerat hukum dengan dasar melaksanakan
tugas.
b. Penyelewengan atau delik merupakan penyimpangan terhadap kaidah
hokum dengan dasar yang tidak sah inilah yang kita sebut penyimpangan
negative dan harus mendapatkan sanksi dari lembaga pelaksana hukum.
Sepeti orang yang membunuh dengan didasari dendam.
7. Pentingnya Kaidah Hukum

Kaidah hukum sendiri diperlukan karena beberapa aspek kepentingan


manusia yang harus terpenuhi dalam buku pengantar ilmu hukum karya Dr. Zainal
Asikin mengatakan bahwa kaidah hukumdi perlukan karena :

a. Masih banyak kepentingan kepentingan lain dari manusia dalam


pergaulan hidup yang memerlukan perlindungan karena belum
mendapat perlindungan yang sepenuhnya dari kaidah kaidah yang
lain sehingga masih harus dilengkapi oleh kaidah hukum .
b. Kepentingan-kepentingan manusia yang telah mendapat
perlindungandari kaidah kaidah tersebut diatas dirasa belum cukup
terlindungi karena apabila terjadi pelanggaran terhadap kaidah
tersebut diatas akibat atau ancamannya masih dipandang belum
cukup kuat sehingga harus ada kaidah lain yang memilikisifat
memaksa atau mengikat yang mengatur seluruh masyarakat.

8
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Dari penjelasan ringkas diatas dapat kita ketahui bahwa Kaidah hukum
berasal dari dua kata yaitu kaidah dan hokum kaidah sendiri berarti perumusan
dari asas asas yang menjadi hokum antara yang pasti patokan dalil dalam ilmu
pasti sedangkan hokum artinya peraturan yang telah disepakati baik tertulis
ataupun tidak tertulis.atau dikatakan sebagai undang undang yang mengikat setiap
masyarakat .

Kaidah sendiri hakikatnya merupakan pandangan mengenai perilaku dan


sikap tindak yang baik maupun yang buruk dalam ketentuan ketentuan yang telah
membumi atau telah menjadi adat didalam pergaulan hidup suatu kelompok dari
waktu kewaktu.kaidah sendiri memiliki banyak pembagian sesuai dengan dari
mana kita meninjau nya .

Proses lahirnya kaidah hokum dapat kita bagi menjadi dua yaitu kaidah
hokum yang lahir dari kaidah social yang lain atau kaidah social yang diadopsi
menjadi hokum positive yang berlaku dan ada juga kaidah hokum yang berasal
dari pembentukan yang di lakukan oleh badan pemeritahan eksekutif maupun
legislatif

Sifat kaidah hokum sendiri ada dua yaitu hokum yang bersifat
imperative atau prioritas dan memaksa dan ada juga hokum yang bersifat
facultative bukan hokum yang menjadi prioritas dan hanya sebagai pelengkap
bagi hokum yang bersifat imperative.

Di tinjau dari segi isi kaidah hkum sendiri dapat di bagi menjadi tiga
bagian yaitu hokum yang berisiperintah yang merupakan hokum yang
harusdipatuhi oleh seluruh masyarakat kemudian hokum yang berisi larangan
yang merupakan petunjuk bagi masyarakat untuk tidak melakukan apa saja yang

9
telah di larang dalam kaidah hokum yang terahir hokum yang berisi perkenan atau
membolehkan atau hokum yang berisi hak hak manusia dalam bermasyarakat.

Kegunaan dari kaidah hukum atau norma sendiri adalah untuk menjadi
pemberi petunjuk kepada manusia bagaimana seharusnya seorang itu harus
bertindak dalam masyarakat serta perbuatan perbuatan yang harus dijalankan dan
perbutan mana pula yang harus di hindari.

Adapun beberapa kaidah social lainnya selain kaidah hokum seperti


kadah agama yaitu kaidah yang asal nya langsung dari tuhan yang maha esa
kemudian kaidah asuila yang merupakan kaidah yang berasl dari hati nurani
manusia yang bersifat otonom serta kaidah kesopanan yang merupakan kaidah
yang mengatur tingkah laku manusia dalam bermasyarakat.

Tujuan hukum sebagai kaidah sosial yaitu untuk mengatur berbagai


kepentingan didalam masyarakat biar masyarakat selalu hidupnya terkondisi,
aman, dan tentram.Kaidah sosial dibagi menjadi empat yaitu kaidah keagamaam,
kaidahkesusilaan, kaidah hukum, dan kaidah kesopanan. Kaidah itu menjadi
gejala sosial, yaitu gejala dalam masyarakat, sehingga pada setiap masyarakat
selalu ada petunjuk hidup ( kaidah). Tanpa adanya petunjuk hidup atau kaidah
maka masyarakat bisa saja menjadi kacau.

10
DAFTAR PUSTAKA

Achmat Ali , 2002. Menguak Tabir Hukum : suatu kajian filosofi dan
sosiologis, Jakarta :Gunung Agung.
Bakti Syarifin Pipin. 1999. Pengantar Ilmu Hukum. Bandung: CV Pustaka
Setia.
Kansil, C.S.T.1989. Pengantar Ilmu hukum dan Tata Hukum Indonesia,
Jakarta: Balai Pustaka.
Prof. Dr. Marwan Mas, S. H., M. H, 2015. Pengantar Ilmu hukum,
Bogor:Ghalia Indonesia.
Rahardjo Satjipto. 2006. Ilmu Hukum. Bandung: PT Citra Aditya.
Riduan Syahrayni, 2004. Rangkuman Intisari Ilmu Hukum, Edisi Revisi,
Bandung: Citra Aditya Bakti.
R. Soeroso, 2002. Pengantar Ilmu hukum, Cet.5, Jakarta: Sinar Graafika.
J.B. Daliyo, 2011. Pengantar Ilmu hukum, Jakarta: Prenhallindo.

11

Anda mungkin juga menyukai