Anda di halaman 1dari 2

RENGAT BANJIR DARAH

Dulu……….
Hari Rabu, udara cerah langit terang benderang
Mentari menembus pepohonan
Laki dan perempuan – perempuan perkasa bergelut
Dengan tugasnya masing – masing.

Burung – burung berkicau sambut pagi kemilau


Seolah tuhan tidak akan menuliskan
Naskah kegelapan buat Kota Ku
Kota Mu
Kota Kita Semua……….

Rengat bersenandundung panjang pada hari itu


Ketika detak detik membakar waktu !
Hari rabu pun jadi kelabu………
Kota Ku yang damai ini ………
Di Bom Bardir hingga porak poranda.

Dari tangan – tangan kotor yang ingin menjarah


Kemerdekaan yang sudah diprolamirkan
Sejak 17 Agustus 1945

Mayat Bergelimpangan darahpun mengalir deras


Rengat yang ketika itu banjir, benar – benar banjir
Darah dan air mata
Dan
Sungai Indragiri menjadi saksi bisu kepergian para
Suhada – suhada itu.

Kini
Malampun bertambah tua, merayapi lorong – lorong sepi kota ku,
Bulan sabit pun begitu pucat melengket di tabir langit
Ya…….. Allah Ya Robbi
Wajahku………. Tertunduk
Seraya sambil meronce bunga rampai
Lalu ku tabor di aliran sungai
Indragiri yang kaku bisu
Tapi
Yang tapak riak – riak cermin dalam air
Wajah – Wajahku ………….. Yang tak kukenal

WAHAI..!!! PARA GENERASI GENERASI MUDA


HAPUS AIR MATAMU SAYANG………..
LIHAT KUNCUP SEROJA MULAI MEKAR……
SINSINGKAN LENGAN BAJUMU MARI MEGORAKI SILA.

MERDEKA…..!!!
MERDEKA…..!!!
MERDEKA…..!!!

Anda mungkin juga menyukai