Bab I-IV Tugas KDM PD Rshs 2011
Bab I-IV Tugas KDM PD Rshs 2011
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Pemenuhan kebutuhan oksigen adalah salah satu kebutuhan dasar yang paling
vital dalam kehidupan. Oksigenisasi adalah proses mendapatkan O₂ dan
mengeluarkan CO₂ yang melibatkan sistem pernafasan dan sistem kardiovaskuler
melalui 3 tahap yaitu : ventilasi paru, difusi gas, dan transportasi gas.
Pada kondisi tertentu, seperti pada klien dengan penyakit paru obstruktif
kronis (PPOK) ketiga proses tersebut dapat mengalami hambatan yang
mengakibatkan proses pemenuhan kebutuhan oksigen terganggu. Gangguan ini bisa
bersifat ringan (hipoksia) namun bila tidak diatasi dengan baik dapat berakibat fatal
dan menyebabkan kematian.
Ada beberapa upaya penanganan yang bisa dijalankan oleh perawat guna
membantu klien dengan kondisi ini memenuhi kebutuhan O2nya, salah satu di
antaranya melalui fisioterapi dada. Fisioterapi dada (postural drainage, calpping, dan
vibrating) bermanfaat dalam membantu membersihkan jalan napas klien akibat
akumulasi sputum Mengingat fisioterapi dada ini adalah teknik yang efektif, murah
dan relative mudah dilakukan, maka menjadi penting bagi perawat untuk mengetahui
lebih jauh terkait teknik, prinsip, dan pengaplikasiannya dalam membantu klien
memenuhi kebutuhan O2nya.
B. Tujuan
1. Tujuan Umum
Penyusunan makalah ini bertujuan untuk menambah pemahaman tentang
pemenuhan kebutuhan oksigenisasi khususnya melalui fisioterapi dada (postural
drainage, vibrating, clapping) pada pasien PPOK
2. Tujuan Khusus
Adapun Tujuan khusus dari pembuatan makalah ini adalah, diharapkan
mahasiswa dapat :
a. Memahami definisi fisioterapi dada (postural drainage, vibrating & clapping)
b. Memahami tentang indikasi dan kontraindikasi fisioterapi dada (postural
drainage, dll)
1
c. Memahami prinsip dan teknik melakukan fisioterapi dada (Postural Drainase,
vibrasi dan perkusi/clapping)
[d.] Mampu mempraktekan teknik fisioterapi dada (postural drainage, dll)
sebagai salah satu upaya membantu klien dengan PPOK memenuhi
kebutuhan oksigen
C. Metoda Penulisan
Metode yang digunakan dalam penyusunan makalah ini adalah metode
deskriptif dengan menggunakan pendekatan studi literatur dan simulasi melalui case
study.
D. Sistematika Penulisan
Sistematika penulisan karya tulis ini dibagi 4 bab, yaitu :
BAB I PENDAHULUAN : memuat latar belakang, tujuan penulisan, metode
penulisan, dan sistematika penulisan.
BAB II TINJAUAN TEORITIS :Definisi PPOK, Etiologi, Patofisiologi,
Dampak terhadap sistem yang lain,
Penatalaksanaan medis dan keperawatan,
konsep asuhan keperawatan pada pasien
PPOK, definisi postural drainase, tujuan
postural drainase, Indikasi dan kontra
indikasi, pengkajian pasien saat akan
dilakukan postural drainase, Posisi
Postural drainase, langkah-langkah
postural drainase, prinsip yang harus
diperhatikan saat melakukan postural
drainase, evaluasi.
2
BAB II
TINJAUAN TEORITIS
2. Etiologi
Sampai saat ini belum diketahui faktor penyebab secara langsung dari PPOK
ini, walaupun demikian, terdapat beberapa faktor resiko yang memiliki peranan
sangat penting dalam menunjang pada terjadinya penyakit PPOK, di antaranya :
a. Kebiasaan merokok
Kebiasan merokok merupakan satu-satunya penyebab kausal terpenting
melebihi faktor resiko yang lain.
b. Riwayat pajanan polusi, seperti batubara, karbon, kapas, dll.
c. Faktor genetika ( hipereaktivitas bronkus )
d. Riwayat infeksi saluran nafas bagian bawah berulang
3
3. Patofisiologi
PPOK adalah sekelompok penyakit paru dengan etiologi yang tak jelas, yang
ditandai dengan perlambatan aliran udara yang bersifat persisten pada waktu
ekspirasi paksa. Penyebab paling sering adalah bronkitis kronik, dan empisema
paru, tetapi dapat pula disebabkan penyakit-penyakit lain seperti asma bronkiale,
dan tuberkulosis lanjut.
PPOK diklasifikasikan dalam tiga kelompok penyakit, antara lain:
a. Bronchitis kronik
Klien bronchitis kronik rentan terhadap infeksi karena ketidak mampuan
mereka untuk membersihkan mukus yang berlebihan pada percabangan
bronkus. Bakteri berfloriferasi dalam secret mukus di lumen bronkus.
Serangan terjadi berulang-ulang sehingga menyebabkan hipertropi dan
hiperplasia mukosa sehingga mukus menjadi kental dan dinding menebal.
Pembentukan mukus yang meningkat mengakibatkan gejala khas, yaitu batuk
produktif, apalagi batuk kronik yang disertai penigkatan sekresi bronkus yang
akan mempengaruhi bronkiolus kecil sehingga menjadi rusak dan dindingnya
melebar. Organisme yang sering ditemukan adalah streptokokus pneumonia
dan haemophillus infuensa.
Kesulitan bernafas terjadi karena adnya hiperplasia paru, yang akan
menyebabkan diafragma terdorong, sehingga klien membutuhkan kerja otot-
otot pernafasan tambahan, seperti muskulus sternokloidomastoides, dan
muskulus intercostalis interna.
Kapasitas difusi paru menurun sehingga menyebabkan hypoksemia yang
selanjutnya menyebabkan hipoksia. Udara pernafsan yang tertahan
menyebabkan tekanan CO2 meningkat.
b. Empisema Paru
Empisema paru merupakan suatu perubahan anatomis parenkhim paru yang
ditandai dengan pembersaran alveolus dan duktus alveolus serta destruksi
dinding alveolus. Empisema dibagi menurut pola asinus yang terkekang.
Meskipun beberapa pola morfologik telah diperkenalkan. Ada dua bentuk
yang paling penting sehubungan dengan PPOK, empisema sentribular, tipe ini
secara selektif hanya menyerang bagian bronkiolus respiratoris. Dinding-
dinding mulai membesar, berlubang, bergabung, dan akhirnya cenderung
4
menjadi satu ruang sewaktu dinding-dinding mengalami integrasi. Empisema
pantobular atau panasinar, tipe ini merupakan bentuk morfologik yang lebih
jarang, dimana alveolus yang terletak disebelah distal dari bronkiolus terminal
mengalami pembesaran serta kerusakan secara merata.
c. Asma Bronkiale
Suatu serangan asma yang merupakan akibat dari adanya reaksi antigen
antibody yang menyebabkan dilepaskannya mediator-mediator kimia, meliputi
histamin,dll. Hal ini menyebabkan timbulnya tiga reaksi utama, yaitu :
1. Kontraksi oto-otot polos baik saluran nafas yang besar maupun yang kecil,
yang menimbulkan bronkospasme.
2. Peningkatan permeabilitas kapiler yang berperan dalam terjadinya edema
mukosa yang menambah sempitnya saluran nafas.
3. Peningkatan sekresi kelenjar mukosa dan peningkatan produksi mukus.
Secara normal, alergen yang dapat masuk ke rongga nafas akan dieliminir
oleh makrofag dan silia saluran nafas dan dipenetrasi oleh mukus. Bila
terjadi bronkospasme, maka lumen bronkus menyempit, oksigen yang
masuk berkurang dan CO2 akan tertahan sehingga klien sesak. Ekspirasi
memanjang, terdengar suara wheezing, batuk dan banyak sputum. Bila
spasme berat, maka akan terjadi retraksi otot sternal, penggunaan otot-otot
abdomen, pernafasan cuping hidung, dan menyebabkan hipoksia berat.
Jika berlanjut akan menyebabkan kematian.
5
b. Sistem cardiovaskuler
PPOK menyebabkan penurunan suplai O2 ke seluruh tubuh, sebagai
kompensasinya jantung akan memompa darah lebih cepat. Lama-kelamaan,
jantung akan mengalami kelelahan, sehingga daya pompanya menjadi tidak
efektif lagi. Sehingga terjadi sianosis dan penurunan kapilari refil time. Dalam
jangka panjang akan menimbulkan kegagalan jantung.
c. Sistem pencernaan
Penurunan suplai O2 pada saluran cerna akan merangsang nervus vagus dalam
menyampaikan reflek local ke nasovagal, impuls disampaikanke medula
oblongata melalui eferen vagus dan lambung, menyebabkan terjadinya
peningkatan produksi asam lambung sehingga menimbulkan mual. Bila terjadi
penahanan abdomen, spinkter cardiak esofagus melemah sehingga
menimbulkan terjadinya penurunan peristaltik. Hal ini akan merangsang
thalamus bagian medial sebagai pusat kenyang, sehingga menyebabkan
anoreksia.
d. Sistem perkemihan
Penurunan suplai O2 ke ginjal lama-kelamaan akan menyebabkan kerusakan
parenkhim ginjal, sehingga terjadi penurunan fungsi ginjal.
e. Sistem muskuloskeletal
Menurunnya suplai O2 akan menghambat pembentukan ATP yang akan
disintesa menjadi ADP sebagai sumber energi menurun, akibatnya tubuh
menjadi lemah, tonus otot menurun, dan akan menyebabkan kelemahan.
f. Sistem persarafan
Otak membutuhkan suplai O2 sekitar 33cc/gr/menit. Bila suplai kurang dari 2
cc/gr/menit, akan menimbulkan kematian dalam waktu 4-5 menit. Maka bila
beberapa saat saja suplai O2 ke otak berkurang mak akan menyebabkan
kantuk, sakit kepala sampai kehilangan kesadaran.
g. Sistem endokrin
Biasanya lebih dipengaruhi karena efek samping pengobatan, misalnya
kortikosteroid dapat menimbulkan hiperglikemia.
h. Sistem integumen
Suplai O2 yang menurun, serta adanya ganguan difusi dan ferfusi
menyebabkan kulit menjadi dingin dan sianosis.
6
i. Sistem reproduksi
Kelemahan otot-otot yang disebabkan menurunnya suplai O2, terjadi juga
pada organ reproduksi, akibatnya klien jadi tidak produktif selama sakit.
5. Penatalaksanaan
a. penatalaksanaan medik
Pengobatan farmakologik
1) Bronkodilator
a) Adrenalin
b) Golongan yatin (aminofilin, teofilin)
c) Kortikosteroid
2) Antibiotika diberikan untuk mengatasi infeksi
3) Expectoran,dan obat-obatan mukolitik
4) Pengobatan dengan humidifikasi dan nebulisasi menggunakan NaCl dan
bronkodilator
5) Fisiotherapi
b. penatalaksanaan keperawatan
1) Tindakan suportif
Pendidikan bagi klien dan keluarganya tentang bahaya rokok dan cara
menghindarinya, menghindari iritan yang lainnya yang dapat terhirup,
menghindari kontak dengan penderita infeksi saluran nafas, mengontrol
suhu dan kelembaban lingkungan, nutrisi yang baik dan hidrasi yang
adekuat.
2) Penyesuaian fisik
a) Mempermudah pernafasan
b) Lakukan fisiotherapi dada (postural drainase, perkusi, vibrasi, batuk
efektif dan nafas dalam)
c) Bantu kenyamanan dan aktivitas latihan
d) Bantu perbaikan pola tidur
e) Bantu mengurangi ansietas
f) Bantu perbaikan toleransi aktivitas.
3) Rehabilitasi
Program penyesuaian kembali otot-otot pernafasan klien
7
6. Masalah Keperawatan yang sering muncul
Masalah keperawatan yang biasanya muncul pada klien dengan gangguan
sistem pernafasan akibat PPOK menurut Doenges (alih bahasa I made Karyasa,
2001), Bruner & Suddarth (alih Bahasa Agung Waluyo, I Made Karyasa, 2002)
adalah sebagai berikut:
1) Bersihan jalan nafas tidak efektif yang berhubungan dengan
bronkokonstriksi, peningkatan pembentukan mukus, batuk tidak efektif,
dan infeksi pulmonal.
2) Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan ketidaksamaan ventilasi
perfusi
3) Pola nafas tidak efektif yang berhubungan dengan nafas pendek dan cepat,
mukus, bronkokonstriksi dan iritan jalan nafas
4) Kurang perawatan diri berhubungan dengan keletihan sekunder akibat
peningkatan upaya pernafasan dan insufisiensi ventilasi dan oksigenasi
5) Intoleransi aktivitas akibat keletihan, hipoksemia, dan pola pernafasan
tidak efektifkoping individu tidak efektif berhubung dengan kurang
sosialisasi, ansietas, depresi
6) Koping individu tidak efektif yang berhubungan dengan kurang sosialisasi,
ansietas, depresi, dan ketidakmampuan untuk bekerja.
7) Gangguan pemenuhan kebutuhan nutrisi kurang dari kebutuhan berhubung
dengan anoreksia,
8) Gangguan istirahat tidur berhubung dengan batuk, sesak.
7. Intervensi Keperawatan
Adapun intervensi keperawatan yang bisa dilakukan pada klien dengan PPOK
adalah:
a. Bersihan jalan nafas tidak efektif yang berhubungan dengan bronkokonstriksi,
peningkatan pembentukan mukus, batuk tidak efektif, dan infeksi pulmonal
Tujuan : pencapaian klirens jalan nafas
Kriteria hasil :
1) Mengerti arti penting cairan
2) Dapat melakukan postural drainase dengan tepat
3) Batuk berkurang
4) Slem berkurang
8
No Intervensi Rasional
9
2 Evaluasi efektivitas tindakan Kombinasi dengan bronkodilator
nebuliser, inhaler dosis terukur dapat mengendalikan
atau IPPB bronkokonstriksi. Aerolisasi
memudahkan klierns bronkial
membantu mengendalikan proses
inflamasi dan memperbaiki fungsi
ventilasi.
3 Instruksikan dan ajarkan klien Teknik ini memperbaiki ventilasi
teknik pernafasan diafragmatik dengan membuka jalan nafas dan
dan batuk efektif membersihkannya dari sputum
4 Berikan oksigen dengan cara Oksigen akan memperbaiki
yang tepat hipoksemia. Hati-hati, kelebihan
oksigen dapat menekan dorongan
hipoksik dan dapat menyebabkan
kematian
5 Lakukan oksimetri nadi Untuk memantau saturasi oksigen
6 Lakukan pemeriksaan AGD Untuk mengevaluasi keberhasilan
terapi.
c. Pola nafas tidak efektif yang berhubungan dengan nafas pendek dan cepat,
mukus, bronkokonstriksi dan iritan jalan nafas
Tujuan : Perbaikan dalam pola pernafasan
Kriteria Hasil :
1) Dapat mempraktekan teknik nafas diafragmatik
2) Penurunan upaya pernafasan
3) Dapat mempraktekan latihan penguatan otot-otot inspirasi
No Intervensi Rasional
10
d. Kurang perawatan diri berhubungan dengan keletihan sekunder akibat
peningkatan upaya pernafasan dan insufisiensi ventilasi dan oksigenasi
Tujuan : dapat melakukan aktivitas perawatan diri secara mandiri
Kriteria hasil :
1) Menggunakan pernafasan terkontrol ketika mandi, berjalan,dll
2) Mengerti cara penghematan energi
3) Melakukan aktivitas perawatan diri seperti saat klien sehat
No Intervensi Rasional
11
3 Dukung klien dalam membuat Akan meningkatkan rasa
jadwal latihan tanggunga jawab akan pentingnya
pemulihan kondisi
12
No Intervensi Rasional
13
B. Konsep Fisioterapi Dada
1. Pengertian
Fisioterapi dada adalah salah satu tindakan keperawatan yang sangat berguna
bagi penderita penyakit dengan gangguan sistem respirasi baik yang bersifat akut
maupun kronis. Fisioterapi dada ini walaupun caranya kelihatan tidak istimewa
tetapi sangat efektif dalam upaya mengeluarkan sekret dan memperbaiki ventilasi
pada pasien dengan fungsi paru yang terganggu. Jadi tujuan pokok fisioterapi pada
penyakit paru adalah mengembalikan dan memelihara fungsi otot-otot pernafasan
dan membantu membersihkan sekret dari bronkus dan untuk mencegah
penumpukan sekret, memperbaiki pergerakan dan aliran sekret. Fisioterapi dada
ini dapat digunakan untuk pengobatan dan pencegahan pada penyakit paru
obstruktif menahun, penyakit pernafasan restriktif termasuk kelainan
neuromuskuler dan penyakit paru restriktif karena kelainan parenkim paru seperti
fibrosis dan pasien yang mendapat ventilasi mekanik. Fisioterapi dada ini meliputi
rangkaian tindakan : postural drainage, perkusi, dan vibrasi.
a. Postural Drainase
Postural drainase adalah komponen dari higiene pulmonal;terdiri atas
drainase, posisi, dan berbalik, serta terkadang disertai perkusi dada dan vibrasi
(AARC:1991) dalam (Fundamental of Nursing).
Definisi yang lain mengatakan bahwa portural drainase merupakan
pemberian posisi terapeutik pada pasien untuk memungkinkan sekresi paru-
paru mengalir berdasarkan gravitasi kedalam bronkus mayor dan trakhea.
(Irman Sumantri:2007)
Postural drainase merupakan suatu intervensi keperawatan untuk
mengatasi masalah bersihan jalan nafas yang biasanya tidak berdiri sendiri.
Pada pelaksanaannya postural drainase biasanya dikombinasikan dengan
Perkusi, Vibrasi dan Batuk efektif.
b. Perkusi/Clapping
Perkusi adalah tepukan yang dilakukan pada dinding dada atau punggung
diatas area yang didrainase dengan tangan dibentuk seperti kubah.
(Potter&Perry:2009). Tujuannya untuk melepaskan sekret yang tertahan atau
melekat pada bronkhus. Perkusi dada merupakan energi mekanik pada dada
yang diteruskan pada saluran nafas paru. Perkusi dapat dilakukan dengan
membentuk kedua tangan seperti mangkok.
14
c. Vibrasi
Vibrasi merupakan tekanan bergetar yang baik digunakan pada dinding
dada dan hanya pada saat ekspirasi. (Potter&Perry:2009). Teknik ini
meningkatkan kecepatan dan turbulensi udara yang dikeluarkan, serta
memfasilitasi pemindahan sekret. Vibrasi meningkatkan pengeluaran udara
yang terperangkap dan mempercepat pelepasan mukus dan menginduksi
batuk.
2. Tujuan
Postural drainase, Perkusi dan Vibrasi, merupakan suatu kelompok therapi
yang digunakan untuk memobilisasi seekret pulmonal. Terkadang kumpulan
therapi ini disebut sebagai Fisiotherapi dada(Chest Physiotherapy)
Adapun tujuan dari tindakan ini adalah :
a. Untuk membantu klien mengeluarkan sekret yang terdapat di paru-paru
b. Merangsang klien untuk batuk sehingga sekret mudah dikeluarkan.
c. Mencegah terjadinya ateletaksis.
d. Memperbaiki dan meningkatkan proses oksigenasi.
15
d. Edema paru.
e. Efusi pleura yang luas
c.
16
d.
e.
g.
17
h.
18
k.
Lobus bawah kiri–segmen lateral dan Lobus bawah kanan–segmen kardiak (medial )
m.
19
n.
Kedua lobus bawah– segmen posterior (Dengan beberapa bantal di bawah perut)
20
tersumbat (area pertama pilih yang
dipilih bervariasi dari klien yang
satu dengan yang lain). Bantu
klien memilih posisi sesuai
kebutuhan. Ajarkan klien
memposisikan postur dan lengan
dan posisi kaki yang tepat.
Letakan bantal untuk menyangga
dn memberikan kenyamanan. Pada orang dewasa, pengaliran tiap area
memerlukan waktu. Pada anak-anak
4. Minta klien mempertahankan cukup 3-5 menit.
posisi selama 10-15 menit.
Memberikan dorongan mekanik yang
bertujuan memobilisasi sekret jalan nafas
5. Selama drainase, lakukan perkusi
dan vibrasi. Setiap sekret yang dimobilisasi kedalam
jalan nafas pusat harus dikeluarkan
melalui batuk dan atau penghisapan
6. Setelah drainase pada postur yang sebelum klien dibaringkan pada posisi
pertama minta klien duduk dan drainase selanjutnya. Batuk paling efektif
batuk. Tampung sekresi yang bila klien duduk dan bersandar kedepan.
dikeluarkan dalam wadah yang
bersih. Bila klien tidak dapat Perioda istirahat sebentar dapat
batuk, harus dilakukan mencegah klien kelelahan dan membantu
penghisapan. klien mentoleransi tindakan dengan baik.
7. Minta klien istirahat sebentar bila Menjaga mulut tetap basah sehingga
perlu. membantu dlam ekspektorasi sekret.
21
8. Evaluasi
Penilaian hasil tindakan :
Pada auskultasi apakah suara pernafasan meningkat dan sama kiri dan kanan.
Pada inspeksi apakah kedua sisi dada bergerak sama.
Apakah batuk telah produktif, apakah sekret sangat encer atau kental.
Bagaimana perasaan pasien tentang pengobatan apakah ia merasa lelah,
merasa enakan, sakit.
Bagaimana efek yang nampak pada vital sign, adakah perubahan temperatur
dan nadi juga tekanan darah dan respirasi.
Apakah foto toraks ada perbaikan.
Kriteria untuk tidak melanjutkan tindakan :
Pasien tidak demam dalam 24 – 48 jam.
Suara pernafasan normal atau relative jelas.
Foto toraks relative jelas.Pasien mampu untuk bernafas dalam dan batuk.
22
BAB III
TINJAUAN KASUS DAN PEMBAHASAN
A. Kasus
Tn. A (56 tahun) datang ke RS dengan kondisi sesak nafas. Beliau adalah
lulusan SMA dan sekarang ia bekerja di sebuah pabrik pemintalan benang di
Bandung. Sejak SMP, Tn. A memiliki kebiasaan merokok, dari mulai coba-coba
hingga akhirnya setelah ia bekerja, ia mengkonsumsi rokok kurang lebih satu bungkus
per hari. Sejak usianya menginjak 40 tahun, Tn. A sering mengalami keluhan batuk
dan nafas terasa sesak, tetapi saat itu ia hanya berobat ke puskesmas atau dokter klinik
saja dan didiagnosa bronchitis. Sejak usianya mulai masuk 50 tahun, keluhannya ini
makin bertambah. Bahkan disaat ia batuk dan mengeluarkan banyak dahak, disaat itu
pula ia mengalami sesak nafas yang hebat, sehingga ia harus dirawat di rumah sakit.
Sejak itu ia sering dirawat dirumah sakit dengan keluhan yang sama. Menurut dokter
di rumah sakit, ia didiagnosa terkena PPOK.
Saat dilakukan pengkajian, ditemukan keluhan sesak, batuk dengan dahak
yang banyak dan terasa sulit untuk dikeluarkan. Kesadaran : Compos Menthis,
Tekanan Darah : 130/90 mmHg, Nadi : 88 x / menit, Respirasi Rate : 28 x / menit,
o
Suhu : 36.5 C, pada pemeriksaan fisik, ditemukan retraksi dada saat bernafas,
pergerakan dada simetris, pada taktil premitus teraba dinding paru kanan bawah lebih
lemah.terdengar suara ronchi pada paru-paru kanan bawah segmen anterior dan
posterior Klien terlihat batuk-batuk dan sesekali berusaha untuk mengeluarkan dahak.
Sputum yang keluar berwarna putih.
Hasil Rontgen:tidak terlihat tanda-tanda TB paru aktif, corakan paru bertambah. ,
Dahak : BTA negatif, Lab
B. Pembahasan
1. Pengkajian
Keluhan utama;
Klien mengeluh sesak nafas
Riwayat kesehatan sekarang:
Sejak 3 minggu sebelum masuk rumah sakit, klien mengeluh sesak yang
dirasakan terus menerus dan semakin bertambah. Sesak dirasakan klien terutama
saat klien batuk yang disertai dahak berwarna putih kental. Karena tidak kunjung
23
berkurang, maka klien memutuskan untuk berobat ke RS. Ujung Berung. Dari
RS Ujung Berung, klien dirujuk Ke RSUP Dr. Hasan Sadikin Bandung.
Saat dilakukan pengkajian klien mengeluh sesak yang klien rasakan terus
menerus. Sesak klien rasakan seperti ditimpa beban berat, sehingga klien
kesulitan untuk bernafas. Sesak ini dirasakan oleh klien semakin bertambah
terutama ketika klien batuk dan beraktifitas, dan berkurang apabila klien banyak
istirahat.
Pemeriksaan penunjang;:
Pemeriksaan Hasil Nilai rujukan
Hb 11,2 gr% 13,5-17 gr%
Leukosit 5400 /mm3 4.800-10.800 /mm3
Trombosit 250.000/ mm3 150-450rb/mm3
Ureum 31 mg/dl 15-50 mg/dl
Kreatinin 0,81 mg/dl 0,7-1,2 mg/dl
GDS 142 mg/dl < 140 mg/dl
24
terutama jika klien
beraktifitas Penyumbatan saluran nafas
Klien mengatakan
batuk berkurang Bersihan jalan nafas tidak efektif
jika istirahat
DO :
Dahak ada warna
putih dan kental
berbusa
RR 28x/menit
Klien terlihat
batuk terutama
setelah beraktifitas
2. Diagnosa Keperawatan
Dari masalah yang muncul di atas dapat dirumuskan diagnosa keperwatan:
a. Bersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan peningkatan
pembentukan mukus, dan batuk tidak efektif.
b. Perubahan pola nafas tidak efektif berhubungan dengan penyempitan saluran
nafas.
3. Intervensi
Intervensi keperawatan bisa dilakukan pada klien tn. A adalah sebagai
berikut :
No Intervensi Rasional
25
pada pagi dan sore hari atau
sesuai kebutuhan
4.[3.] Implementasi
a. Meminta klien agar minum minimal dalam sehari 6-8 gelas,serta,meminta
bantuan keluarga untuk mengingatkan klien.
b. Memberikan nebulusasi dengan NaCl 0,9%,
c. Melakukan teknik postural drainase dikombinasikan dengan perkusi, vibrasi
dan mengajrkan klien untuk batuk efektif, dikarenakan pada saat pengkajian,
didapatkan data pada paru-paru kanan segmen bawah dan tengah terdengar
suara ronchi, maka tindakan postural drainase dilakukan dengan tujuan
memobilisasi sekret dari lobus bawah dan tengah paru-paru kanan, sehingga
posisi yang digunakan adalah :
1. Lobus kanan bawah segmen anterior
26
5.[4.] Evaluasi
Setelah dilakukan tindakan fisiotherapi dada, didapatkan hasil:
Terjadi penurunan RR, dari 28x/menit menjadi 25x/menit.
Pada auskultasi suara ronchi pada lapang paru kanan segmen bawah anterior
dan posterior berkurang
Tn. A dapat mengeluarkan dahak pada saat diajarkan batuk efektif, dahak yang
keluar berwarna putih encer.
Setelah dilakukan fisiotherapi dada Tn. A mengatakan cukup lelah dengan
tindakan yang diberikan.
TD 130/90 mmHg, Nadi : 90x/menit.
Perlu diperhatikan tingkat toleransi klien terhadap berbagai posisi dari postural
drainase, karena untuk beberapa klien mereka merasa cepat lelah, karena teknik
postural darainase ini memerlukan waktu kerja yang cukup lama.
27
BAB IV
KESIMPULAN
28