Anda di halaman 1dari 33

TUTORIAL KLINIK

DENGUE SYOK SINDROME

Diajukan untuk Memenuhi Tugas dan Melengkapi Salah Satu Syarat dalam
Menempuh Program Pendidikan Profesi Dokter Bagian Ilmu Kesehatan Anak
RSUD Drs. H. Amri Tambunan

Pembimbing :

dr. Sondang Maniur LumbanBatu, Sp. A

Disusun Oleh :
Nikita Sari 2208320034
Yusnita Nur Sauma 2208320032
Evan Gustiansyah 2208320002
Nurul Fitria 2208320035
M. Raisan Adani Ichsan 2208320003

SMF ILMU KESEHATAN ANAK


RSUD DRS. H. AMRI TAMBUNAN
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SUMATERA UTARA
2023
LEMBAR PENGESAHAN

Telah dibacakan tanggal :

Nilai :

Dokter Pembimbing

dr. Sondang Maniur LumbanBatu, Sp. A

ii
KATA PENGANTAR

Assalamuálaikum Warahmatullahi Wabarakatuh

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT, Tuhan Yang Maha Esa karena berkat
rahmat dan karunia-Nya, penulis dapat menyelesaikan tutorial klinik dengan topik “Dengue Syok
Sindrome” sebagai salah satu persyaratan mengikuti Kepaniteraan Klinik Senior di SMF Ilmu
Kesehatan Anak Rumah Sakit Umum Daerah Drs. H. Amri Tambunan. Shalawat beserta salam tak
lupa penulis panjatkan kepada Rasulullah SAW yang telah membawa kita dari zaman jahiliyah
hingga zaman yang islamiyah seperti sekarang ini.

Dalam menyusun laporan kasus ini, penulis sadar bahwa tanpa bantuan dan bimbingan
dari berbagai pihak, penulis tidak akan mampu untuk menyelesaikan tugas ini. Oleh karena itu,
penulis mengucapkan terima kasih kepada seluruh pihak yang telah membantu dan membimbing
selama proses diskusi, terutama dr. Sondang Maniur LubanBatu, Sp. A sebagai pembimbing.

Penulis menyadari bahwa laporan kasus ini masih memiliki banyak kekurangan pada
berbagai sisi. Oleh karena itu, dengan segala kerendahan hati, penulis berharap agar dapat
diberikan kritik dan saran demi perbaikan di kemudian hari.

Medan, 10 Agustus 2023

Penulis

iii
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ...................................................................................................................... i


LEMBAR PENGESAHAN .......................................................................................................... ii
KATA PENGANTAR ................................................................................................................... iii
DAFTAR ISI ................................................................................................................................. iv
BAB I PENDAHULUAN .............................................................................................................. 1
1.1 Latar Belakang ................................................................................................................. 1
1.2 Data Pasien ....................................................................................................................... 2
BAB II PEMBAHASAN ............................................................................................................... 6
2.1 Definisi ............................................................................................................................. 6
2.2 Etiologi ............................................................................................................................. 6
2.3 Epidemiologi .................................................................................................................... 6
2.4 Penularan .......................................................................................................................... 6
2.5 Patogenesis ....................................................................................................................... 7
2.6 Diagnosis .........................................................................................................................11
2.7 Penatalaksanaan ............................................................................................................. 16
2.8 Komplikasi ..................................................................................................................... 19
2.9 Prognosis ........................................................................................................................ 19
BAB III KESIMPULAN............................................................................................................. 21
DAFTAR PUSTAKA .................................................................................................................. 23

iv
1

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Dengue shock syndrome (DSS) adalah sindrom syok/renjatan pada penderita demam berdarah
dengue (DBD). Sekitar 30-50% penderita DBD mengalami syok dan berakhir dengan kematian,
terutama bila tidak ditangani secara diri dan adekuat. Dengue shock syndrome (DSS) adalah
kegagalan sirkulari darah karena kehilangan plasma dalam darah akibat permeabilitas kapiler
darah yang meningkat ditandai dengan denyut nadi lemah dan cepat (tidak teraba), penyempitan
pembuluh darah atau nadi, hipotensi (tekanan darah tidak terukur), kulit yang dingin dan lembab,
tampak lesu, lemah, dan gelisah hingga terjadinya syok/renjatan berat. DSS terjadi pada tingkatan
DBD derajat III dan derajat IV. DBD derajat III terdapat tanda-tanda pada derajat III ditambah
syok berat dengan nadi yang tidak teraba, tekanan darah yang tidak terukur, penurunan kesadaran,
sianosis dan asidosis. Kebocoran plasma pada DSS sangat massif sehingga dapat menyebabkan
terjadinya syok hipovolemik.1

Data terbaru kementrian Republik Indonesia mencatata jumlah kasus DBD hingga tanggal 3
Februari 2019 adalah sebanyak 16.692 kasus dengan 169 orang meninggal dunia. Golongan
terbanyak yang mengalami DBD di indoensia pada usia 3-14 tahun menncapai 43,44% dan usia
15-44 tahun mencapai 33,25%. Berdasarkan data dinas keseharan provinsi Jawa Timur tercatat
angka kesakitan (Incident Rate) DBD mencapai 54,18 per 100.000 penduduk dengan angka
kematian (Case Fatality Rate) 1,37, angka ini masih diatas target nasional ≤ 49 per 100.000
penduduk dengan angka kematian ≤1. Kejadian DSS diberbagai rumah sakit di jawa timur
bervariasi antara.1

Departemen kesehatan Provinsi Jawa Timur menetapkan kejadian luar biasa (KLB) DBD sejak
tanggal 1 Januari 2015. Selama bulan Januari 2015 di Provinsi Jawa Timur KLB DBD terjadi di
37 Kabupaten/Kota, dengan total jumlah kasus sebanyak 3.136 kasus DBD dan angka kematian
sebanyak 52 kasus. Surabaya merupakan kota dengan penderita DBD tertinggi di Jawa Timur.
Dinas Kesehatan Kota Surabaya mencatat dalam kurun waktu lima tahun (2012- 2016) terdapat
5.692 kasus.1
2

Berdasarkan hasil studi pendahuluan yang dilakukan oleh peneliti pada tanggal 04 Oktober
2019 di Ruang Intensive Care Unit (ICU) RSU Haji Surabaya di dapatkan hasil data dari 01 Januari
– 31 Oktober 2019 terdapat 32 pasien dengan diagnosa medis Dengue Syok Syndrome (DSS).
Setiap bulanya rata-rata terdapat 2-3 kasus pasien dengan DSS. Sebagian besar adalah pasien
transfer dari IGD tetapi ada juga pasien transfer dari ruang rawat inap. Dari 32 pasien DSS terdapat
3 pasien meninggal dunia dan sisanya pasien mengalami perbaikan kondisi dan dilakukan
perawatan lanjut di ruang rawat inap.1

1.2 Data Pasien

Tanggal Masuk : 31 Juli 2023


Jam : 21:31:50
Ruangan : Melati Atas
DPJP : dr. Sondang LumbanBatu, Sp. A

Identitas Pasien
Nama : Revan Afriansyah (416563)
Usia : 14 Tahun 4 Bulan
Jenis Kelamin : Laki-laki
Agama : Islam
Suku : Jawa
Alamat : Pasar 7 Wonosari
Tanggal Masuk : 31 Juli
BB Masuk : 34 kg
TB Masuk : 160,5 cm

Anamnesis Orang Tua


Nama Ayah : Suerwin
Umur : 39 Tahun
Pendidikan : SD
Pekerjaan : Buruh
Perkawinan : Menikah
Alamat : Pasar 7 Wonosari
Riwayat Penyakit : Tidak dijumpai

Nama Ibu : Reni Andriani


Umur : 38 Tahun
Pendidikan : SMP
Pekerjaan : IRT
Perkawinan : Menikah
Alamat : Wonosari
Riwayat Penyakit : Tidak dijumpai
3

Riwayat Kelahiran
Tanggal Lahir : 30 April 2009
Tempat Lahir : Klinik
Kelahiran : Normal
Berat Badan Lahir : 2.800 gram
Panjang Badan Lahir : Tidak jelas
Ditolong Oleh : Bidan

Perkembangan Fisik
0-3 bulan : Mulai mampu mengangkat dan menahan kepala sebentar,
berusaha menggerakkan badan ke kanan dan kiri, bermain
dengan tangan, tersenyum.
4-6 bulan : Mampu memiringkan badan serta terlungkup, mulai mampu
duduk dengan dibantu, mampu menggenggam mainan.
7-12 bulan : Sudah mampu duduk dan mulai berdiri dengan bantuan,
kemudian sudah mampu berdiri sendiri dan berjalan dengan
dibantu pada usia 10 bulan, mulai mengoceh kata-kata
pendek di awal usia 7 bulan.
1 tahun : Sudah mampu berjalan 9-10 langkah tanpa dibantu, sudah
mampu mengucapkan 1-2 kata pendek secara penuh seperti
“mama, papa”

Riwayat Imunisasi
• Hepatitis B : 4x
• Polio : 3x
• BCG : 1x
• DPT : 3x
• Hib : 3x
• PCV : 3x
• MR : 1x

Penyakit yang Pernah : Tidak jelas


Diderita Pasien
Keterangan Mengenai : Anak pertama dari 2 bersaudara
Saudara Pasien

Keluhan Penyakit
Keluhan Utama : Demam 1 minggu
Telaah : Pasien baru datang dengan keluhan demam sejak 1 minggu
yang lalu, demam naik turun dijumpai, pasien juga ada mual
dan muntah dalam 1 minggu ini frekuensi 2-3 kali/hari,
nyeri perut bagian atas dijumpai dalam 3 hari ini seperti
ditusuk tusuk, riwayat bab 1 minggu ini hanya satu kali,
batuk berdahak dijumpai, sesak nafas tidak dijumpai,
riwayat perjalanan dan kontak dengan pasien terkonfirmasi
covid 19 tidak ada.
4

Pasien sudah berobat ke bidan namun demam tetap


dirasakan setelah mengkonsumsi obat yang diberikan.
Riwayat Obat : Sucrafate, ondansetron, mikrotina, omeprazole, sanmol, dan
stomac.
Riwayat Penyakit : -
Terdahulu

STATUS PRESENS
• Status Sensorium : Compos Mentis
• Tekanan Darah : 95 / 75 mmHg
• Frekuensi Nadi : 104 x/menit
• Frekuensi Napas : 22 x/menit
• Temperature : 37.9 °C
• Saturasi O2 : 98 %
• Berat Badan : 34 kg
• Tinggi Badan : 160.5 cm

STATUS LOKALISATA
• Kepala : Normosefali
• Rambut : Hitam
• Mata : Konjunctiva anemis (-/-), sklera ikterik (-/-), pupil isokor
kanan = kiri
• Hidung : Secret (-/-)
• Telinga : Secret (-/-)
• Mulut : Lidah kotor dijumpai
• Wajah : Pucat

COLLUM : Pembesaran kelenjar getah bening (-)

THORAX
• Inspeksi : Simetris, retraksi dinding dada tidak dijumpai
• Palpasi : Sonor
• Perkusi : Stremfemitus normal
• Auskultasi : Cor: BJ I-II normal reguler, murmur (-), gallop (-)
Pulmo: SP: Vesikuler (+/+), ST: Ronki (-/-), Wheezing (-/-)

ABDOMEN
• Inspeksi : Soepel, massa (-)
• Palpasi : Nyeri tekan epigastrium (+), hepar dan lien tak teraba
• Perkusi : Timpani
• Auskultasi : Peristaltik (+) normal

EKSTREMITAS
• Superior : Akral hangat (+/+), edema (-/-) CRT detik
• Inferior : Akral hangat (+/+), edema (-/-) CRT detik
5

GENITALIA : Dalam batas normal

ANTROPOMETRI
• BB/U : 64 % (Malnutrisi sedang (Grade II))
• TB/U : 95% (Stunting Grade I)
• BB/TB : 70% (Gizi kurang)
6
Pemeriksaan Penunjang
Darah Rutin

2
Pemeriksaan AGDA

Pemeriksaan Elektrolit

Pemeriksaan Serologi

3
Radiologi

Diagnosa : Trombositopenia + DSS + Bronkopneumonia + Typhoid


fever + Gizi Kurang
Tatalaksana : • Diet M II
• O2 2-3 liter/menit
• IVFD Asering 1360 cc dalam 2 jam selanjutnya 340 cc
dalam 1 jam, kemudian 30 tpm makro
• Inj. Ceftriaxone 1 g/12 jam
• Inj. OMZ 40 mg/12 jam
• Ambroksol tablet 3x1

Follow Up
02-08-2023 : S: Demam (-), sesak napas berkurang, batuk berdahak (+),
mual muntah (-), sakit kepala dan nyeri perut berkurang,
mencret (-), mimisan (-), nafsu makan mulai ada, BAK
banyak.

O: Sens: CM lemah, TD: 100/60 mmHg, HR: 83x/i, RR:


24x/i, T: 37,8 C, SpO2: 98%.

A: Trombositopenia + DSS + Bronkopneumonia + Typhoid


fever + Gizi Kurang

P:
• Diet M II
• O2 2-3 liter/menit
• IVFD Asering 30 tpm makro
• Inj. Ceftriaxone 1 g/12 jam
• Inj. OMZ 40 mg/12 jam
• Ambroksol tablet 3x1

2
03-08-2023 : S: Demam (-), sesak napas berkurang, batuk berdahak (+),
mual muntah (-), sakit kepala dan nyeri perut berkurang,
mencret (-), mimisan (-), nafsu makan mulai ada, BAK
banyak. Sudah tranfusi trombosit.

O: Sens: CM lemah, TD: 110/70 mmHg, HR: 87x/i, RR:


24x/i, T: 36 C, SpO2: 99%.

A: Trombositopenia + DSS + Bronkopneumonia + Typhoid


fever + Gizi Kurang

P:
• Diet M II
• O2 2-3 liter/menit

3
• IVFD Asering 30 tpm makro
• Inj. Ceftriaxone 1 g/12 jam
• Inj. OMZ 40 mg/12 jam
• Ambroksol tablet 3x1

04-08-2023 : S: Demam (-), sesak napas berkurang, batuk berdahak (+),


mual dan muntah (-), sakit kepala (-), nyeri perut (-),
mencret (-), mimisan (-), nafsu makan baik, BAK banyak.
Sudah tranfusi trombosit.

O: Sens: CM lemah, TD: 120/80 mmHg, HR: 90x/i, RR:


24x/i, T: 36 C, SpO2: 99%.

A: Trombositopenia + DSS + Bronkopneumonia + Typhoid


fever + Gizi Kurang

P:
• PBJ
• Cefixime 2x100mg tab
• Curcuma 2x1 tab
• Ambroksol 3x1 tab

4
5
6

BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Definisi
Dengue shock syndrome (DSS) adalah keadaan klinis yang memenuhi kriteria
DBD disertai dengan gejala dan tanda kegagalan sirkulasi atau syok. DSS adalah kelanjutan dari
DBD dan merupakan stadium akhir perjalanan penyakit infeksi virus dengue, derajat paling berat,
yang berakibat fatal. Pada keadaan yang parah bisa terjadi kegagalan sirkulasi darah dan pasien
jatuh dalam syok hipovolemik akibat kebocoran plasma. Keadaan ini disebut dengue shock
syndrome (DSS). 1
2.2 Etiologi
Demam dengue dan Demam Berdarah Dengue disebabkan oleh virus dengue, yang
termasuk genus Flavivirus, keluarga Flaviviridae. Virus mempunyai empat serotipe yang dikenal
dengan DEN-1, DEN-2, DEN-3, dan DEN-4 dengan serotipe DEN-3 yang dominan di Indonesia
yang paling banyak berkaitan dengan kasus berat. Terdapat reaksi silang antara serotipe Dengue
dengan Flavivirus lainnya. Infeksi Oleh salah satu serotipe Dengue akan memberikan imunitas
seumur hidup, namun tidak ada imunitas silang dengan jenis serotipe lain. 2
2.3 Epidemiologi
Demam berdarah dengue merupakan salah satu infeksi yang diderita 2,5 juta masyarakat
di dunia dan menjadi salah satu masalah kesehatan yang belum terselesaikan. Setiap tahun
diperkirakan terjadi infeksi pada 50 sampai 100 juta orang di dunia dengan angka rawat di rumah
sakit sebanyak 500.000 kasus dengan spektrum klinis ringan sampai berat. Tingkat insiden
penyakit demam berdarah dengue di Indonesia merupakan yang tertinggi di negara-negara Asia
Tenggara. Kemenkes mencatat di tahun 2022, jumlah kumulatif kasus Dengue di Indonesia sampai
dengan Minggu ke-22 dilaporkan 45.387 kasus, serta jumlah kematian akibat DBD mencapai 432
kasus. 2
2.4 Penularan
Penyakit DBD ditularkan melalui gigitan nyamuk Aedes aegypti danAedes albopictus yan
g sebelumnya sudah menggigit orang yang terinfeksi dengue. Kedua jenis nyamuk ini terdapat
hampir di seluruh pelosok Indonesia, terutama di tempat-tempat dengan ketinggian kurang dari
100 meter diatas permukaan air laut Populasi nyamuk ini akan meningkat pesat saat musim hujan,
tetapi nyamuk Aedes aegypti juga dapat hidup dan berkembang biak pada
tempat penampungan air sepanjang tahun. Satu gigitan nyamuk yang telah terinfeksi sudah
mampu untuk menimbulkan penyakit dengue pada orang yang sehat. 3
Setelah seseorang digigit oleh nyamuk yang terinfeksi Dengue, virus akan mengalami
masa inkubasi selama 3-14 hari (rata-rata 4-7 hari). Setelah itu, pasien akan mengalami gejala
demam akut disertai berbagai gejala dan tanda nonspesifik.
Selama masa demam akut yang dapat berlangsung 2-10 hari, virus dengue dapat bersirkulasi di
peredaran darah perifer. Jika nyamuk A. aegypti lain menggigit pasien pada masa viremia ini,
nyamuk tersebut akan terinfeksi dan dapat mentransmisikan virus pada orang lain, setelah masa
inkubasi ekstrinsik selama 8-12 hari. 4
2.5 Patogenesis
Patogenesis DBD dan DSS masih merupakan masalah yang kontroversial. Dua teori yang
banyak dianut adalah hipotesis infeksi sekunder (teori secondary heterologous infection) dan
hipotesis immune enhancement. Halstead (1973) menyatakan mengenai hipotesis secondary
heterologous infection. Pasien yang mengalami infeksi berulang dengan serotipe virus dengue
yang heterolog mempunyai risiko berat yang lebih besar untuk menderita DBD/Berat. Antibodi
heterolog yang telah ada sebelumnya akan mengenai virus lain yang akan menginfeksi dan
membentuk kompleks antigen antibodi kemudian berikatan dengan Fc reseptor dari membran sel
leukosit terutama makrofag. Oleh karena antibodi heterolog maka virus tidak dinetralisasikan oleh
tubuh sehingga akan bebas melakukan replikasi dalam sel makrofag (respon antibodi
anamnestik).5
Dalam waktu beberapa hari terjadi proliferasi dan transformasi limfosit dengan
menghasilkan titer tinggi antibodi IgG anti dengue. Terbentuknya virus kompleks antigen-antibodi
mengaktifkan sistem komplemen (C3 dan C5), melepaskan C3a dan C5a menyebabkan
peningkatan permeabilitas dinding pembuluh darah sehingga plasma merembes ke ruang
ekstravaskular. Volume plasma intravaskular menurun hingga menyebabkan hipovolemia hingga
syok. 6

7
Gambar 1. Imunopatogenesis Infeksi Virus Dengue
Hipotesis kedua antibody dependent enhancement (ADE), suatu proses yang akan
meningkatkan infeksi dan replikasi virus dengue di dalam sel mononuklear. Sebagai tanggapan
terhadap infeksi tersebut, terjadi sekresi mediator vasoaktif yang kemudianmenyebabkan
peningkatan permeabilitas pembuluh darah, sehingga mengakibatkan perembesan plasma
kemudian hipovolemia dan syok. Perembesan plasma ini terbukti dengan adanya, peningkatan
kadar hematokrit, penurunan kadar natrium, dan terdapatnya cairan di dalam rongga serosa (efusi
pleura, asites). Virus dengue dapat mengalami perubahan genetik akibat tekanan sewaktu virus
mengadakan replikasi baik pada tubuh manusia maupun pada tubuh nyamuk. Ekspresi fenotipik
dari perubahan genetik dalam genom virus dapat menyebabkan peningkatan replikasi virus dan
viremia, peningkatan virulensi dan mempunyai potensi untuk menimbulkan wabah. 6

8
Gambar 2. Patogenesis Syok pada DBD

9
Kompleks antigen-antibodi selain mengaktivasi sistem komplemen, juga menyebabkan
agregasi trombosit dan mengaktivasi sistem koagulasi melalui kerusakan sel endotel pembuluh
darah. Kedua faktor tersebut akan menyebabkan perdarahan pada DBD. Agregasi trombosit terjadi
sebagai akibat dari perlekatan kompleks antigen-antibodi pada membran trombosit mengakibatkan
pengeluaran ADP (adenosin di phosphat), sehingga trombosit melekat satu sama lain. Hal ini akan
menyebabkan trombosit dihancurkan oleh RES (reticulo endothelial system) sehingga terjadi
trombositopenia. Kadar trombopoetin dalam darah pada saat terjadi trombositopenia justru
menunjukkan kenaikan sebagai mekanisme kompensasi stimulasi trombopoesis saat keadaan
trombositopenia. Agregasi trombosit ini akan menyebabkan pengeluaran platelet faktor III
mengakibatkan terjadinya koagulopati konsumtif (KID = koagulasi intravaskular diseminata),
ditandai dengan peningkatan FDP (fibrinogen degradation product) sehingga terjadi penurunan
faktor pembekuan. 6

Gambar 3. Patogenesis Perdarahan pada DBD

10
Agregasi trombosit ini juga mengakibatkan gangguan fungsi trombosit, sehingga walaupun
jumlah trombosit masih cukup banyak, tidak berfungsi baik. Di sisi lain, aktivasi koagulasi akan
menyebabkan aktivasi faktor Hageman sehingga terjadi aktivasi sistem kinin sehingga memacu
peningkatan permeabilitas kapiler yang dapat mempercepat terjadinya syok. Jadi, perdarahan
masif pada DBD diakibatkan olehtrombositopenia, penurunan faktor pembekuan (akibat KID),
kelainan fungsi trombosit, dan kerusakan dinding endotel kapiler. Akhirnya, perdarahan akan
memperberat syok yang terjadi. 10
DSS terjadi biasanya pada saat atau setelah demam menurun, yaitu diantara hari ke- 3 dan
ke-7 sakit. Hal ini dapat diterangkan dengan hipotesis meningkatnya reaksi imunologis, yang
dasarnya sebagai berikut:
1. Pada manusia, sel fagosit mononukleus, yaitu monosit, histiosit, makrofag dan sel kupfer
merupakan tempat utama terjadinya infeksi verus dengue.
2. Non-neutralizing antibody, baik yang bebas di sirkulasi maupun spesifik pada sel, bertindak
sebagai reseptor spesifik untuk melekatnya virus dengue pada permukaan sel fogosit
mononukleus.
3. Virus dengue kemudian akan bereplikasi dalam sel fagosit mononukleus yang telah terinfeksi
itu. Parameter perbedaan terjadinya DHF dan DSS ialah jumlah sel yang terinfeksi.
4. Meningginya permeabilitas dinding pembuluh darah dan disseminated intravaskular
coagulation (DIC) terjadi sebagai akibat dilepaskannya mediator- mediator oleh sel fagosit
mononukleus yang terinfeksi itu. Mediator tersebut berupa monokin dan mediator lain yang
mengakibatkan aktivasi komplemen dengan efek peninggian permeabilitas dinding pembuluh
darah, serta tromboplastin yang memungkinkan terjadinya DIC. 11
2.6 Diagnosis
Diagnosis DBD ditegakkan berdasarkan kriteria diagnosis WHO yang terdiri dari kriteria
klinis dan laboratoris, yaitu sebagai berikut:

Kriteria klinis :
1. Demam tinggi mendadak, tanpa sebab yang jelas seperti anoreksia, lemah, nyeri pada
punggung, tulang, persendian , dan kepala, berlangsung terus menerus selama 2-7 hari.
2. Terdapat manifestasi perdarahan, termasuk uji tourniquet positif, petekie, ekimosis, epistaksis,
perdarahan gusi, hematemesis dan atau melena.

11
3. Hepatomegali
4. Syok, nadi kecil dan cepat dengan tekanan nadi ≤ 20 mmHg, atau hipotensi disertai gelisah
dan akral dingin.
Kriteria laboratoris :
1. Trombositopenia (≤ 100.000/μl)
2. Hemokonsentrasi (kadar Ht ≥ 20% dari orang normal)
Dua gejala klinis pertama ditambah 2 gejala laboratoris dianggap cukup untuk menegakkan
diagnosis kerja DBD. 8

Dengue Syok Syndrome


Seluruh kriteria DBD (4) disertai dengan tanda kegagalan sirkulasi yaitu : 7
1. Penurunan kesadaran, gelisah
2. Nadi cepat,lemah
3. Hipotensi
4. Tekanan nadi < 20 mmHg
5. Perfusi perifer menurun
6. Kulit dingin-lembab.

Penentuan Derajat Penyakit


Karena spektrum klinis infeksi virus dengue yang bervariasi, derajat klinis perlu ditentukan
sehubungan dengan tatalaksana yang akan dilakukan.

12
Penentuan Kesadaran Pada Anak
Modified Glasgow Coma Scalefor Infantsand Children

13
Kasus tipikal dari DBD ditandai oleh 4 manifestasi klinik mayor : demam tinggi, fenomena
perdarahan, hepatomegali, dan kegagalan sirkulasi. Trombositopenia sedang sampai berat yuang
disertai dengan hemokonsentrasi adalah temuan laboratorium yang khusus untuk DBD.
Patofisiologi yang menunjukkan derajat keparahan DBD dan membedakannya dari Demam
Dengue adalah keluarnya plasma yang bermanifestasi sebagai peningkatan hematokrit
(hemokonsentrasi), efusiserosa, atau hipoproteinemia. 12
Beberapa tanda dan gejala yang perlu diperhatikan dalam diagnostik klinik pada penderita DSS
menurut Wong:
1. Clouding of sensorium
2. Tanda-tanda hipovolemia, seperti akral dingin, tekanan darah menurun.
3. Nyeri perut.
4. Tanda-tanda perdarahan diluar kulit, dalam hal ini seperti epistaksis, hematemesis, melena,
hematuri dan hemoptisis.
5. Trombositopenia berat.
6. Adanya efusi pleura pada toraks foto.
7. Tanda-tanda miokarditis pada EKG. 9
Pembagian renjatan menurut Munir dan Rampengan:
1. Syok ringan/tingkat 1 (impending shock) yaitu gejala dan tanda-tanda syok disertai
menyempitnya tekanan nadi menjadi 20mmHg.
2. Syok sedang/tingkat 2 (moderate shock) yaitu = tingkat 1 ditambah tekanan nadi menjadi
<20mmHg, tetapi belum sampai nol, disertai menurunnya tekanan sistolik menjadi <80mmHg,
tetapi belum sampai nol.
3. Syok berat/tingkat 3 (profound shock) yaitu tekanan darah tidak terukur/nol,tetapi belum ada
sianosis/asidosis.
4. Syok sangat berat/tingkat 4 (moribund cases) yaitu tekanan darah tidak terukur lagi disertai
sianosis dan asidosis. 9

14
Pemeriksaan Laboratorium
Uji laboratorium meliputi :
1. Isolasi virus
Dapat dilakukan dengan menanam spesimen pada :
- Pertumbuhan virus ditunjukan dengan adanya antigen yang ditunjukkan dengan
immunoflouresen, atau adanya CPE (cytopathic effect) pada biakan jaringan manusia.
- Inokulasi/ penyuntikan pada nyamuk
- Pertumbuhan virus ditunjukan dengan adanya antigen dengue pada kepala
nyamuk yang dilihat dengan uji immunoflouresen.
2. Pemeriksaan Serologi
- Uji HI (Hemaglutination Inhibition Test)
- Uji Pengikatan komplemen (Complement Fixation Test)
- Uji Netralisasi (Neutralization Test)
- Uji Mac.Elisa (IgM capture enzyme-linked immunosorbent assay)
- Uji IgG Elisa indirek
- Uji NS-1

Pemeriksaan Radiologi
Pada pemeriksaan radiologi dan USG, Kasus DBD, terdapat beberapa kerlainan yang dapat
dideteksi yaitu :
1. Dilatasi pembuluh darah paru
2. Efusi pleura
3. Kardiomegali dan efusi perikard
4. Hepatomegali, dilatasi V. heapatika dan kelainan parenkim hati
5. Cairan dalam rongga peritoneum

Diagnosis Banding

15
1. Adanya demam pada awal penyakit dapat dibandingkan dengan infeksi bakteri maupun virus,
seperti bronkopneumonia, demam tifoid, malaria, dan sebagainya.
2. Adanya ruam yang akut perlu dibedakan dengan morbili.
3. Adanya pembesaran hati perlu dibedakan dengan hepatitis akut dan leptospirosis.
4. Penyakit-penyakit darah seperti idiophatic thrombocytopenic purpurae, leukemia pada
stadium lanjut, dan anemia aplastik.
5. Syok endotoksin.
6. Demam Chikunguya. 10

2.7 Penatalaksanaan
1. Pada DSS segera beri infus kristaloid ( Ringer laktat atau NaCl 0,9%) 10-20 ml/kgBB
secepatnya (diberikan dalam bolus selama 30 menit) dan oksigen 2 lt/mnt. Untuk DSS berat
(DBD derajat IV, nadi tidak teraba dan tensi tidak terukur) diberikan ringer laktat 20ml/kgBB
bersama koloid. Observasi tensi dan nadi tiap 15 menit, hematokrit dan trombosit tiap 4-6 jam.
Periksa elektrolit dan gula darah.
2. Apabila dalam waktu 30 menit syok belum teratasi, tetesan ringer laktat tetap dilanjutkan15-
20ml/kgBB, ditambah plasma (fresh frozen plasma) atau koloid (HES) sebanyak 10-
20ml/kgBB, maksimal 30ml/kgBB (koloid diberikan pada jalur infus yang sama dengan
kristaloid, diberikan secepatnya). Observasi keadaan umum, tekanan darah, keadaan nadi tiap
15 menit, dan periksa hematokrit tiap 4-6 jam. Koreksi asidosis, elektrolit dan gula darah. Pada
syok berat (tekanan nadi < 10 mmHg), penggunaan koloid (HES) sebagai cairan resusitasi
inisial memberi hasil perbaikan peningkatan tekanan nadi lebih cepat.
3. Apabila syok telah teratasi disertai penurunan kadar hemoglobin/hematokrit, tekanan nadi >
20mmHg, nadi kuat, maka tetesan cairan dikurangi menjadi 10ml/kgBB. Volume
10ml/kgBB/jam dapat tetap dipertahankan sampai 24 jam atau sampai klinis stabildan
hematokrit menurun <40%. Selanjutnya cairan diturunkan menjdi 7ml/kgBB sampai keadaan
klinis dan hematokrit stabil kemudian secara bertahap cairan diturunkan 5ml dan
seterusnya3ml/kgBB/jam. Dianjurkan pemberian cairan tidak melebihi 48 jam setelah syok
teratasi. Observasi klinis, nadi, tekanan darah, jumlah urin dikerjakan tiap jam (usahakan urin
>1ml/kgBB, BD urin <1,020) dan pemeriksaan hematokrit dan trombosit tiap 4-6 jam sampai
keadaan umum baik.

16
4. Apabila syok belum dapat teratasi, sedangkan kadar hematokrit menurun tetapi masih >40
vol% berikan darah dalam volume kecil10ml/kgBB. Apabila tampak perdarahan masif,berikan
darah segar 20ml/kgBB dan lanjutkan cairan kristaloid 10ml/kgBB/jam. Pemasangan CVP
(dipertahankan 5-8cmH2O) pada syok berat kadang-kadang diperlukan, sedangkan
pemasangan sonde lambung tidak dianjurkan.
5. Apabila syok masih belum teratasi, pasang CVP untuk mengetahui kebutuhan cairan dan
pasang kateter urin untuk mengetahui jumlah urin. Apabila CVP normal (>10cmH2O), maka
diberikan dopamin. 8

Bagan 1. Tatalaksana kasus DBD derajat III dan IV


Dengue Shock Syndrome (DSS)

17
Jenis Cairan Resusitasi (rekomendasi WHO)
1. Kristaloid
• Larutan ringer laktat (RL)
• Larutan ringer asetat (RA) Larutan garam faali (GF)
• Dekstrosa 5% dalam larutan ringer laktat (D5/RL)
• Dekstrosa 5% dalam larutan ringer asetat (D5/RA)
• Dekstrosa 5% dalam 1/2 larutan garam faali (D5/1/2LGF)
• (Catatan:Untuk resusitasi syok dipergunakan larutan RL atau RA tidak boleh larutan yang
mengandung dekstran)
2. Koloid
Dekstran 40, Plasma, Albumin

Pilihan Cairan Koloid pada Resusitasi Cairan DSS


Saat ini ada 3 golongan cairan koloid yang masing-masing mempunyai keunggulan dan
kekurangannya, yaitu golongan Dekstran, Gelatin, Hydroxy ethyl starch (HES). Golongan
Dekstran mempunyai sifat isotonik dan hiperonkotik, maka pemberian dengan larutan tersebut
akan menambah volume intravaskular oleh karena akan menarik cairan ekstravaskular. Efek
volume 6% Dekstran 70 dipertahankan selama 6-8 jam, sedangkan efek volume 10°/o Dekstran
40 dipertahankan selama 3-5 jam. 6-8 jam, sedangkan efek volume 10°/o Dekstran 40
dipertahankan selama 3-5 jam. Kedua larutan tersebut dapat menggangu mekanisme pembekuan
darah dengan cara menggangu fungsi trombosit dan menurunkan jumlah fibrinogen serta faktor
VIII, terutama bila diberikan lebih dari 1000 ml/24 jam. Pemberian dekstran tidak boleh diberikan
pada pasien dengan KID. Golongan Gelatin (Hemacell dan gelafundin merupakan larutan gelatin
yang mempunyai sifat isotonik dan isoonkotik. 8
Efek volume larutan gelatin menetap sekitar 2-3 jam dan tidak mengganggu mekanism
pembekuan darah. Hydroxy ethyl starch (HES) 6% HES 200/0,5; 6% HES 200/0,6; 6% HES
450/0,7 adalah larutan isotonik dan isonkotik, sedangkan 10% HES 200/0,5 adalah larutan isotonik
dan hiponkotik. Efek volume 6% / 10% HES 200/0,5 menetap dalam 4-8 jam, sedangkan larutan
6% HES 200/0,6 dan 6% HES 450/0,7 menetap selama 8-12 jam. Gangguan mekanisme
pembekuan tidak akan terjadi bila diberikan kurang dari 1500cc/24 jam, dan efek ini terjadi karena

18
pengenceran dengan penurunan hitung trombosit sementara, perpanjangan waktu protrombin dan
waktu tromboplastin parsial, serta penurunan kekuatan bekuan. 8
2.8 Komplikasi
komplikasi yang muncul yaitu kelainan hati, gagal ginjal akut dan ensefalopati. Pada pasien
ensefalopati biasanya ditemukan dengan kesadaran pasien menurun yaitu somnolen, gastric
bleeding (+), akral dingin, tekanan Darah hipotensi sampai dengan tidak terukur, nadi teraba cepat
dan lemah, pernafasan sesak dan apnea, serta disertai dengan peningkatan kadar SGOT/SGPT.
Tanda dan gejala yang ditemukan tersebut merupakan tanda dan gejala dari ensefalopati dengue.
Kelainan hati ditandai dengan peningkatan enzim hati (SGOT/SGPT). Virus dengue melakukan
replikasi dalam hati dan menyebabkan peningkatan berbagai enzim hati. Terdapat komplikasi
gagal ginjal akut karena pada pasien tersebut ditemukan adanya peningkatan kadar ureum dan
kreatinin. Kelainan ginjal pada penderita DBD yang mengalami shock disebabkan karena
hipoperfusi ginjal, azotemia pre renal dan nekrosis tubuler akut. Gagal ginjal akut pada umumnya
terjadi pada fase terminal akibat shock yang tidak teratasi dengan baik, yang ditandai dengan
Penurunan jumlah urin dan peningkatan kadar ureum dan kreatinin. 12
2.9 Prognosis
Dengue Shock Syndrome merupakan penyebab utama masuk rumah sakit dan kematian
pada anak-anak. Prognosis pada demam berdarah dengue dan dengue syok sindrom bergantung
pada pencegahan, atau pengenalan dini dan pengobatan syok. Angka kematian mungkin mencapai
12% hingga 44%. Namun, di pusat-pusat kesehatan dengan perawatan suportif intensif yang tepat,
angka kematian bisa kurang dari 1%. Tidak ada pengobatan antivirus khusus. Perawatan
standarnya adalah memberikan cairan intravena untuk meningkatkan volume plasma. Biasanya
pulih setelah perawatan suportif cairan dan elektrolit yang cepat dan memadai. Namun, regimen
cairan yang optimal masih menjadi bahan perdebatan. Hal ini sangat penting pada penyakit demam
berdarah, dimana salah satu kesulitan penatalaksanaannya adalah memperbaiki hipovolemia
dengan cepat tanpa memicu kelebihan cairan. 12

19
21

BAB III

KESIMPULAN

Dengue shock syndrome (DSS) adalah keadaan klinis yang memenuhi kriteria
DBD disertai dengan gejala dan tanda kegagalan sirkulasi atau syok. Demam dengue dan Demam
Berdarah Dengue disebabkan oleh virus dengue, yang termasuk genus Flavivirus, keluarga
Flaviviridae. Dengue Syok Syndrome Seluruh kriteria DBD (4) disertai dengan tanda kegagalan
sirkulasi yaitu : Penurunan kesadaran, gelisah. nadi cepat,lemah , hipotensi. tekanan nadi < 20
mmHg, Perfusi perifer menurun, kulit dingin. Komplikasi yang muncul yaitu kelainan hati, gagal
ginjal akut dan ensefalopati. Pada pasien ensefalopati biasanya ditemukan dengan kesadaran
pasien menurun yaitu somnolen, gastric bleeding (+), akral dingin, tekanan Darah hipotensi sampai
dengan tidak terukur, nadi teraba cepat dan lemah, pernafasan sesak dan apnea, serta disertai
dengan peningkatan kadar SGOT/SGPT. Prognosis pada demam berdarah dengue dan dengue
syok sindrom bergantung pada pencegahan, atau pengenalan dini dan pengobatan syok.
22

DAFTAR PUSTAKA

1. Tsheten T, Clements ACA, Gray DJ, Adhikary RK, Furuya-Kanamori L, Wangdi K. Clinical
predictors of severe dengue: a systematic review and meta-analysis. Infect Dis
Poverty 2021;10:123.
2. Roy SK, Bhattacharjee S. Dengue virus: epidemiology, biology, and disease aetiology. Can J
Microbiol 2021;67:687–702.
3. Karyanti MR. Pemilihan terapi cairan untuk demam berdarah dengue. In: Hadinegoro SR,
Kadim M,Devaera Y, Idris NS, Ambarsari CG, editors. update management of infectious
diseases and gastrointestinal disorders. Jakarta: Departemen Ilmu Kesehatan Anak FKUI-
RSCM; 2012.
4. Satari HI. Pitfalls pada diagnosis dan tata laksana infeksi dengue. In: Hadinegoro SR, Kadim
M,Devaera Y, Idris NS, Ambarsari CG, editors. update management of infectious diseases and
gastrointestinal disorders. Jakarta: Departemen Ilmu Kesehatan Anak FKUI-RSCM; 2012.
5. Dalugama C, Gawarammana IB. Lessons learnt from managing a case of dengue hemorrhagic
fever complicated with acute liver failure and acute kidney injury: a case report. J Med Case
Rep 2018;12:215.
6. Kularatne SA, Dalugama C. Dengue infection: Global importance, immunopathology and
management. Clin Med (Lond). 2022 Jan;22(1):9-13. doi: 10.7861/clinmed.2021-0791.
7. Armenda S, Rusmawatiningtyas D, Makrufardi F, Arguni E. Factors associated with clinical
outcomes of pediatric dengue shock syndrome admitted to pediatric intensive care unit: A
retrospective cohort study. Ann Med Surg (Lond). 2021 Jun 6;66:102472.
8. Tayal A, Kabra SK, Lodha R. Management of Dengue: An Updated Review. Indian J Pediatr.
2023 Feb;90(2):168-177.
9. Sundar V, Bhaskar E. Effect of platelet transfusion on clot strength in dengue fever with
thrombocytopenia related bleeding: a thromboelastography-based study. Transfus Med
Hemother. 2019;46:457–460.
10. Chuansumrit A, Apiwattanakul N, Sirachainan N, et al. The use of immature platelet fraction
to predict time to platelet recovery in patients with dengue infection. Paediatr Int Child
Health. 2020;40:124–128.
11. Leowattana W, Leowattana T. Dengue hemorrhagic fever and the liver. World J
Hepatol. 2021;13:1968–1976.
12. Owais SM, Ansar F, Saqib M, Wahid K, Rashid K, Mumtaz H. Unforeseen complications: a
case of dengue shock syndrome presenting with multi-organ dysfunction in a subtropical
region. Trop Med Health. 2023 Jul 17;51(1):39.

23

Anda mungkin juga menyukai