Pengaruh Islam Dalam Budaya Politik
Pengaruh Islam Dalam Budaya Politik
PENDAHULUAN
Masalah Negara merupakan urusan duniawi yang bersifat umum, karena itu Negara
termasuk wilayah ijtihad umat islam. Mereka harus berusaha untuk menjadikan Al-Qur’an
sebagai system yang konkrit agar dapat diterjemahkan dalam permerintahan sepanjang
jaman. Dalam rangka menyusun teori politik mengenai konsep Negara yang ditekankan
bukanlah struktur “Negara Islam”, melaikan substruktur dan tujuannya. Islam adalah agama
yg universal, agama yang membawa misi rahmatan lil a’lamin. Islam juga memberikan
konsep kepada umat manusia mengenai persoalan dengan urusan duniawi seperti pemikiran
politik di kalangan umat islam, khususnya dalam system pergantian kepala Negara.
Munculnya pemikiran ini paling awal jika dibandingkan dengan pemikiran dalam bidang
teologi dan hukum.
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang yang telah dijabarkan diatas maka dapat dirumuskan
beberapa masalah, antara lain :
Bagaimana Politik dalam islam ?
Bagaimana konsep Negara dalam Islam ?
Pentingnya pemimpin dalam sebuah Negara ?
Syarat, hak dan kewajiban seorang pemimpin ?
1.3 Tujuan
PEMBAHASAN
Dengan demikian, Islam secara substantif adalah siyasah, yaitu menghendaki agar
ummat menjalankan kepemimpinan politik. Salah satu tujuan Islam adalah bagaimana agar
bisa menerapkan kehidupan secara Islami dan agar sampai tidak ada lagi fitnah di muka
bumi. Untuk itu perlu dilakukan suatu tindakan untuk merubah situasi saat yang masih jauh
dari harapan ini agar mencapai tujuan di atas.
Kemudian Politik di dalam bahasa Arab dikenal dengan istilah sasayasusu-siyasah .
Yang berarti (mengurusinya, melatihnya, dan mendidiknya) dan secara bahasa adalah cara
pemerintahan Islam mengurus urusan rakyatnya, serta urusan negara, umat dan rakyatnya
terkait dengan negara, umat dan bangsa lain. Urusan tersebut meliputi seluruh aspek
kehidupan: politik, sosial, ekonomi, pendidikan, keamanan, dll, yang mana pada masa
Rasulullah SAW makna siyasah (politik) tersebut diterapkan pada pengurusan dan pelatihan
gembalaannya. Lalu, kata tersebut digunakan dalam pengaturan urusan-urusan manusia; dan
pelaku pengurusan urusan-urusan manusia tersebut dinamai politikus (siyasiyun). Dalam
realitas bahasa Arab dikatakan bahwa ulil amri mengurusi (yasûsu) rakyatnya saat mengurusi
urusan rakyat, mengaturnya, dan menjaganya.
Teranglah bahwa politik atau siyasah itu makna awalnya adalah mengurusi urusan
masyarakat. Berkecimpung dalam politik berarti memperhatikan kondisi kaum muslimin
dengan cara menghilangkan kezhaliman penguasa pada kaum muslimin dan melenyapkan
kejahatan musuh kafir dari mereka.
Untuk itu perlu mengetahui apa yang dilakukan penguasa dalam rangka mengurusi
urusan kaum muslimin, mengingkari keburukannya, menasihati pemimpin yang mendurhakai
rakyatnya, serta memeranginya pada saat terjadi kekufuran yang nyata (kufran bawahan)
seperti ditegaskan dalam banyak hadits terkenal. Ini adalah perintah Allah SWT melalui
Rasulullah SAW. Berkaitan dengan persoalan ini Nabi Muhammad SAW bersabda : "Siapa
saja yang bangun pagi dengan gapaiannya bukan Allah maka ia bukanlah (hamba) Allah,
dan siapa saja yang bangun pagi namum tidak memperhatikan urusan kaum muslimin maka
ia bukan dari golongan mereka." (HR. Al Hakim)
Rasulullah SAW bersabda: "Setiap kamu adalah pemimpin dan setiap kamu akan
dimintai pertanggungjawaban tentang kepemimpinan kamu." (HR Bukhari dan Muslim)
Salah satu elemen penting dalam kehidupan seorang manusia adalah memimpin. Bila kita
mampu memimpin diri kita ke arah Syakhsiah (kepribadian) Islam yang cemerlang maka
akan menjadi kemuliaan bagi diri kita. Di samping itu, kita mesti memimpin diri orang lain
agar kehidupan kita bersama manusia lain di dunia ini dapat diseimbangkan ke arah generasi
Al-Quran. Hadis di atas jelas menunjukan bahwa setiap diri kita adalah pemimpin. Namun
demikian, tidak semua orang mampu mampu menjadi pemimpin bagi orang lain dengan baik
mengikuti landasan Islam yang sebenarnya. Dunia akan kacau jika semua manusia ingin
menjadi pemimpin dan enggan menjadi orang yang dipimpin, ataupun sebaliknya semua
orang ingin menjadi yang dipimpin dan tidak seorangpun yang mau menjadi pemimpin. Oleh
karena itu, Allah SWT dengan sifat bijaksananya dalam masalah kepemimpinan telah
menjadikan manusia dalam 3 kategori sesuai dengan kepribadian manusia tersebut, yaitu ada
segolongan manusia yang dijadikan menjadi seorang pemimpin, golongan lain sebagai yang
orang-orang yang dipimpin, serta orang-orang yang digolongkan sebagai pengadu-domba
yaitu mereka yang enggan menjadi pemimpin dan enggan dipimpin.
Demikian juga jika kita lihat dalam sejarah Islam (Tarikh Islam) mengenai
pentingnya kedudukan pemimpin dalam kehidupan ummat muslim. Kita lihat dalam sejarah,
ketika Rasulullah saw. wafat, maka para shahabat segera mengadakan musyawarah untuk
menentukan seorang khalifah. Hingga jenazah Rasulullah pun harus tertunda penguburanya
selama tiga hari. Para shahabat ketika itu lebih mementingkan terpilihnya pemimpin
pengganti Rasulullah, karena kekhawatiran akan terjadinya ikhlilaf (perpecahan) di kalangan
ummat muslim kala itu. Hingga akhirnya terpilihlah Abu Bakar sebagai khalifah yang
pertama setelah Rasulullah saw. wafat.
Pemimpin dalam islam adalah hal yang fundamental dan sangat riskan untuk
disalah gunakan, jadi dalam perspektif penulis syarat-syarat untuk menjadi seorang
pemimpin antara lain :
"Sesungguhnya kami tidak akan memberikan jabatan ini kepada seseorang yang
memintanya, tidak pula kepada orang yang sangat berambisi untuk mendapatkannya"
(HR Muslim). "Sesungguhnya engkau ini lemah (ketika abu dzar meminta jabatan
dijawab demikian oleh Rasulullah), sementara jabatan adalah amanah, di hari kiamat
dia akan mendatangkan penyesalan dan kerugian, kecuali bagi mereka yang
menunaikannya dengan baik dan melaksanakan apa yang menjadi kewajiban atas
dirinya". (HR Muslim).
Kecuali, jika tidak ada lagi kandidat dan tugas kepemimpinan akan jatuh pada
orang yang tidak amanah dan akan lebih banyak membawa modhorot daripada
manfaat, hal ini sebagaimana ayat : "Jadikanlah aku bendaharawan negeri (mesir),
karena sesungguhnya aku adalah orang yang pandai menjaga dan berpengetahuan".
(Qs : Yusuf :55) Dengan catatan bahwa amanah kepemimpinan dilakukan dengan ;
1. Ikhlas.
2. Amanah.
3. Memiliki keunggulan dari para kompetitor lainnya.
4. Menyebabkan terjadinya bencana jika dibiarkan jabatan itu diserahkan kepada
orang lain.
3. Kuat dan amanah
"Salah seorang dari kedua wanita itu berkata: "Ya bapakku ambillah ia sebagai
orang yang bekerja (pada kita), karena sesungguhnya orang yang paling baik yang
kamu ambil untuk bekerja (pada kita) ialah orang yang kuat lagi dapat dipercaya."
(Qs : 28: 26).
4. Profesional
"Sesungguhnya Allah sangat senang pada pekerjaan salah seorang di antara kalian
jika dilakukan dengan profesional" (HR : Baihaqi)
a) Seorang pemimpin harus bisa melihat potensi seseorang.
Setiap manusia tentunya diberikan kelebihan dan
kekurangan.Kesalahan terbesar bagi seorang pemimpin adalah ketika
dirinya tidak bisa melihat potensi seseorang dan menempatkannya pada
tempat yang semestinya. Begitu pentingnya perhatian bagi seorang
pemimpin terhadap hal ini, maka Rasulullah saw bersabda sebagaiman
hadits pada poin 5 di atas.
Ketidakmampuan pemimpin dalam hal ini hanya akan membuat
jama'ah atau organisasi yang di pimpinnya menjadi tidak efektif dan
efisien, bahkan tidak sedikit kesalahan pemimpin dalam hal ini
menimbulkan kekacauan yang membawa kepada kehancuran.
Hak-hak pemimpin erat sekali kaitannya dengan kewajiban rakyat. Hak untuk di
taati dan di bantu misalnya adalah kewajiban rakyat untuk mentaati dan membantu. Selain itu
Dhafir Al-Qasimy menyebutkan lagi hak pemimpin dalam melaksanakan tugas Negara:
1. Hak mendapat penghasilan (Al-Qasimy). Hal ini terang adanya. Sebab imam telah
melakukan pekerjaan demi kemaslahatan umum, sehingga tak ada waktu lagi baginya
memikirkan kepentingan pribadinya. Hal ini jelas sekali jika di lihat dari ukuran
sekarang, meskipun lain halnya dibandingkan di masa-masa awal dahulunya, Khalifah
Abu Bakar ra, atas desakan beberapa Sahabat juga mendapatkan penghasilan dari jabatan
khalifahnya.
2. Hak mengeluarkan peraturan (Haq Al-Tasyri’). Seorang imam juga berhak mengeluarkan
peraturan yang mengikat warganya, sepanjang peraturan itu tidak terdapat dalam Al-
Qu’an dan mengikuti Al-Sunnah. Dalam mengeluarkan peraturan-peraturan imam
mestilah mengetahui kaedah-kaedah dan pedoman-pedoman yang terdapat dalam Nash.
Yang terpenting di antaranya ialah musyawarah (Al-Syura) yakni bahwa dalam
mengeluarkan suatu peraturan, imam tidak boleh bertindak sewenang-wenang, ia harus
mempertimbangkan fikiran dari para ahli dalam masalah yang bersangkutan. Selain itu
peraturan tersebut juga tidak boleh bertentangan dengan nash syara’ atau dengan ruh-
tasyri’ dalam al-qur’an dan sunnah.
1. Memelihara agama, dasar-dasarnya yang telah di tetapkan dan apa yang telah di sepakati
oleh ulama salaf.
2. Mentafidzkan hukum-hukum di antara orang-orang yang bersengketa, dan menyelesaikan
perselisihan, sehingga keadilan terlaksana secara umum.
3. Memelihara dan menjaga keamanan agar manusia dapat dengan tentram dan tenang
berusaha mencari kehidupan, serta dapat berpergian dengan aman, tanpa ada gangguan
terhadap jiwanya atau hartanya.
4. Menegakkan hukum-hukum Allah, agar orang tidak berani melanggar hukum dan
memelihara hak-hak hamba dari kebinasaan dan kerusakan.
5. Menjaga wilayah batasan dengan kekuatan yang cukup, agar musuh tidak berani
menyerang dan menumpahkan darah muslim atau non muslim yang mengadakan
perjanjian damai dengan muslim (mu’ahid).
6. Memerangi orang yang menentang islam setelah melakukan dakwah dengan baik tapi
mereka tidak mau masuk islam dan tidak pula menjadi kafir dzimmi.
7. Memungut Pajak dan shadaqah-shadaqah sesuai dengan ke tentuan syara’ atas dasar nash
atau ijtihad tanpa ragu-ragu.
8. Manatapkan kadar-kadar tertentu pemberian untuk orang-orang yang berhak
menerimanya dari Baitul Mal dengan wajar serta membayarkanya pada waktunya.
Adapun poin penting penting di ketahui oleh Ulil Amri harus menjaga dan
melindungi hak-hak rakyat dan mewujudkan Hak Asasi Manusia, seperti hak milik, hak
hidup, hak mengemukakan pendapat dengan baik dan benar, hak mendapatkan penghasilan
yang layak melalui kash al-halal, hak beragama, dan lain-lainnya.
Di dunia islam sekarang ini, kriteria kepala Negara (presiden) juga sangat beragam.
Di Pakistan, misalnya, seseorang dapat dipilih menjadi presiden dengan syarat: muslim dan
berusia sekurang-kurangnya 45 tahun (pasal 41 ayat 2 konsitusi Pakistan). Di Iran, kualifikasi
seorang presiden mencakup : Iranian origin, Iranian nationality, a good pastrecord,
trustworthy and piety, and conviced belief in the fundamental principles of Islamic Republic
of Iran, and the official madzab of the country (Article 115, the constitution of the Islamic
Rebublic of Iran).
PENUTUP
Mengakhiri pembahasan singkat dalam makalah ini, suatu kesimpulan ialah bahwa
umat Islam sepanjang ajaran agamanya, tidaklah menghendaki sesuatu kecuali kebaikan
bersama, sebagaimana dicontohkah oleh Rasulullah s.a.w dan sahabat-sahabt beliau. Ukuran
kebaikan itu tidak harus disesuaikan dengan kepentingan golongan sendiri saja, sebab
akhirnya agama Islam disebut sebagai rahmat Allah bagi seluruh alam, umat manusia.
Ukuran kebaikan itu ialah kebaikan umum sejagad, dan meliputi pula sesama makhluk hidup
lain dalam lingkungan yang lebih luas. Ajaran-ajaran universal Islam menyediakan bagi
kaum Muslimin pandangan etika asasi untuk melandasi pilihan dan keputusan dalam
tindakan hidup, termasuk dalam bidang sosial politik.
Masalah negara merupakan urusan duniawi yang bersifat umum, karena itu ia
termasuk wilayah ijtihad umat Islam. Mereka harus berusaha untuk menjadikan al-Qur'ân
sebagai sistem yang konkrit supaya dapat diterjemahkan dalam pemerintahan sepanjang
zaman.
Sebuah negara bisa berdiri apabila ia memiliki wilayah, rakyat, dan pemimpin bagi
rakyat tersebut. Hubungan antara rakyat dan pemimpin terwujud dalam aturan-aturan.
Khilafah Islam (Negara Islam), meskipun bersifat universal (‘alamiyyat), tidaklah harus
berwilayahkan seluruh penjuru bumi, untuk bisa disebut sebagai sebuah negara (Islam). Kita
sebagai penghuni Negara umat islam,mari kita berprilaku yang diajarkan khalifah kita(Nabi
Muhammad SAW)agar Negara umat Islam ini benar-benar sebagai Negara yang menjunjung
tinggi Agama Islam sebagai Landasan dan Ideologinya.