Anda di halaman 1dari 51

LAPORAN PRAKTIKUM

LABORATORIUM INTRUKSIONAL II TEKNIK KIMIA

Materi:
Perpindahan Panas Gas

Disusun Oleh:
KELOMPOK 13

Alfido Samdoi Bancin 121280142


Melani Karisma Sitorus 121280143
Tria Aulia Wulandari 121280141

PROGRAM STUDI TEKNIK KIMIA

JURUSAN TEKNOLOGI PRODUKSI DAN INDUSTRI

INSTITUT TEKNOLOGI SUMATERA

2023
ABSTRAK

Pada praktikum perpindahan panas gas ini bertujuan untuk mempelajari


peristiwa/fenomena perpindahan panas melalui percobaan dengan alat penukar
panas jenis cross flow, mampu menentukan panas yang hilang pada batang (heated
rod), mengetahui posisi penurunan panas pada batang (heated rod) yang paling
cepat, dan menentukan nilai koefisien perpindahan panas. Adapun bahan yang
digunakan pada praktikum ini adalah udara dan alat yang digunakan adalah cross
flow heat exchanger. Pada praktikum kali ini, kita akan mengamati perubahan
temperatur yang terjadi setiap 10 detik sekali selama 150 detik atau 2,5 menit.
Percobaan dilakukan pada 4 variasi kolom yang berbeda, dimana heated rod
diletakkan pada bagian kolom yang tidak diisi dengan rod secara bergantian. Hal
ini dilakukan untuk mengamati kolom yang paling cepat mengalami penurunan
panas dengan heated rod. Dari hasil praktikum didapat bahwa posisi penurunan
panas pada heated rod dalam rentang 2,5 menit yang paling tinggi terletak pada
kolom 4. Hal tersebut dikarenakan heated rod yang dipasang pada kolom 4 saat
udara masuk sudah bersilangan dengan heated rod, sehingga temperatur heated rod
dikolom 4 lebih cepat menurun. Nilai koefisien perpindahan panas paling besar
terletak pada kolom 4 sebesar 260,3 J/m2.s.K. Nilai Q terbesar pada kolom 4
sebesar -30,14 J. Nilai koefisien perpindahan panas berbanding terbalik dengan
nilai effective area (A1) sedangkan berbanding lurus dengan massa heated rod (m),
spesific heat transfer (c) dan slope (M) pada masing-masing kolom. Kesimpulan
yang didapat dari percobaan kali ini yaitu besarnya panas yang hilang pada heated
rod berbanding lurus dengan koefisien panas, slope serta perbedaan temperatur
disetiap kolom sehingga semakin besar nilai dari koefisien perpindahan panas (a),
effective area (A) dan perbedaan temperatur (ΔT) maka panas yang hilang pada
heated rod juga akan semakin besar, begitupun sebaliknya.

Kata Kunci: coefficient of heat transfer, cross flow, heated rod, rods, slope.

i
DAFTAR ISI
ABSTRAK ............................................................................................................... i
DAFTAR ISI ........................................................................................................... ii
DAFTAR GAMBAR ............................................................................................. iii
DAFTAR TABEL .................................................................................................. iv
BAB I PENDAHULUAN ........................................................................................1
1.1 Latar Belakang ...............................................................................................1
1.2 Tujuan Percobaan ...........................................................................................2
1.3 Sasaran Percobaan ..........................................................................................2
BAB II TINJAUAN PUSTAKA..............................................................................3
2.1 Perpindahan Panas .........................................................................................3
2.2 Perpindahan Panas Gas ..................................................................................3
2.3 Alat Penukar Panas ........................................................................................4
2.4 Tipe Aliran Perpindahan .................................................................................6
2.5 Macam-macam Perpindahan Panas................................................................7
2.6 Persamaan-Persamaan ....................................................................................7
BAB III METODOLOGI PERCOBAAN................................................................8
3.1 Skema Alat Percobaan ...................................................................................9
3.2 Alat Pendukung Percobaan ............................................................................9
3.3 Bahan .............................................................................................................9
3.4 Kondisi Operasi / Parameter Percobaan .........................................................9
3.4 Diagram Alir Percobaan .................................................................................9
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN ...............................................................12
4.1 Hasil .............................................................................................................12
4.2 Pembahasan ..................................................................................................14
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN .................................................................21
5.1 Kesimpulan ..................................................................................................21
5.2 Saran .............................................................................................................21
DAFTAR PUSTAKA ............................................................................................22
LAMPIRAN A .......................................................................................................23
LAMPIRAN B .......................................................................................................32
LAMPIRAN C .......................................................................................................45

ii
DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1 Plate and Frame Heat Exchanger…………………………………….4

Gambar 2.2 Shell and Tube Heat Exchanger…………………………………...…5

Gambar 2.3 Double Pipe Heat Exchanger………………………………………...5

Gambar 2.4 Tipe Aliran Counter current flow…………………………………....6

Gambar 2.5 Tipe Aliran Parallel Flow…………………………………………...6

Gambar 3.1 Rangkaian Alat Percobaan Penukar Panas Gas……………….……..9

Gambar 3.2 Diagram Alir Percobaan Perpindahan Panas Gas…………………...10

Gambar 4.1 Hubungan Antara Waktu (s) Terhadap Log 10 (T2-T1) Pada Kolom
1…………………………………………………………………………………..14

Gambar 4.2 Hubungan Antara Waktu (s) Terhadap Log 10 (T2-T1) Pada Kolom
2…………………………………………………………………………………..15

Gambar 4.3 Hubungan Antara Waktu (s) Terhadap Log 10 (T2-T1) Pada Kolom
3…………………………………………………………………………………..16

Gambar 4.4 Hubungan Antara Waktu (s) Terhadap Log 10 (T2-T1) Pada Kolom
4…………………………………………………………………………………..17

Gambar 4.5 Hubungan Antara Waktu (s) Terhadap Log Ke-4 Kolom………….18

Gambar 4.6 Ilustrasi pergerakan udara dalam heat exchanger…………………..20

Gambar C.1 Pemasangan Batang Alumunium………………………………..…39

Gambar C.2 Pemanasan Heated Rod……………………………………………39

Gambar C.3 Pemasangan Heated Rod pada Area Kerja…………………………40

Gambar C.4 Pencatatan waktu setiap 10 detik…………………………………...40

iii
DAFTAR TABEL

Tabel A.1 Kolom 1 baris 3…………………………………………………..……12

Tabel A.2 Kolom 2 baris 2………………………………………………………..12

Tabel A.3 Kolom 3 baris 2………………………………………………………..13

Tabel A.4 Kolom 4 baris 3………………………………………………………..14

iv
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Salah satu faktor yang sangat menentukan operasional suatu pabrik kimia
adalah perpindahan panas. Perpindahan panas akan terjadi apabila ada perbedaan
temperatur antara 2 bagian benda. Panas dapat berpindah dengan 3 cara, yaitu
konduksi, konveksi, dan radiasi. Panas akan berpindah secara estafet dari satu
partikel ke partikel yang lainnya dalam medium. Pada peristiwa konveksi,
perpindahan panas terjadi karena terbawa aliran fluida.
Secara termodinamika, konveksi dinyatakan sebagai aliran entalpi, bukan aliran
panas. Perpindahan panas akan terjadi jika terdapat perbedaan temperature yang
berbeda dalam suatu proses industri. Perpindahan panas mempelajari cara
menghasilkan panas, menggunakan panas, mengubah panas, dan menukarkan panas
diantara sistem panas. Pada perpindahan panas kita juga dapat mengetahui tentang
penukar panas dengan aliran searah atau penukar panas dengan aliran berlawanan
arah dengan melihat perpindahan panas yang terjadi. Proses perpindahan panas ini
dilakukan menggunakan Heat Exchanger. Pada alat penukar panas, perpindahan
panas dipengaruhi oleh bilangan Reynolds, kualitas fasa, dan kecepatan aliran.
Ada beberapa tipe aliran pada sebuah heat exchanger yaitu counter current
flow (aliran berlawanan arah), paralel flow/co current flow (aliran searah), cross
flow (aliran silang), cross counter flow (aliran silang berlawanan). Pada praktikum
yang akan dilakukan menggunakan jenis tipe aliran penukar panas cross flow (aliran
silang). Tipe aliran jenis ini menghasilkan perpindahan panas paling efisien yang
terjadi pada sudut-sudut ujung aliran. Cross flow pada alat penukar panas memiliki
arah yang saling tegak lurus atau aliran silang. Selain itu ada juga tipe aliran
berlawanan arah (counter-current), aliran searah (co-current), dan aliran silang
berlawanan (cross counter flow). Fluida bukan hanya air tetapi ada juga fluida gas
(udara). Fluida jenis gas digunakan sebagai fluida operasi dikarenakan kalor hasil
flue gas dari operasi suatu pabrik belum dimanfaatkan secara maksimal.

1
1.2 Tujuan Percobaan
Praktikum ini bertujuan untuk mempelajari peristiwa/fenomena perpindahan
panas melalui percobaan penukar panas jenis cross flow.
1.3 Sasaran Percobaan
Sasaran-sasaran yang hendak dicapai melalui percobaan ini adalah sebagai
berikut:
1. Praktikan mampu menentukan panas yang hilang pada batang (heatedrod).
2. Praktikan mampu mengetahui posisi penurunan panas pada batang (heatedrod)
yang paling cepat.
3. Praktikan menentukan nilai koefisien perpindahan panas.

2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Perpindahan Panas

Perpindahan panas adalah ilmu yang mempelajari tentang laju perpindahan


panas diantara material/benda karena adanya perbedaan suhu (panas dan dingin).
Prinsip panas sendiri bergerak dari suhu tinggi ke suhu rendah, oleh sebab itu
perpindahan panas tidak terjadi pada sistem yang memiliki temperatur yang sama.
Dalam dunia industri perpindahan panas digunakan untuk mencapai suhu yang
diperlukan dalam proses industri serta mempertahankan suhu yang diinginkan saat
berlangsungnya sebuah proses. Dalam perpindahan panas, perbedaan temperatur
menjadi gaya penggerak untuk terjadinya perpindahan kalor, sama dengan
perpindahan tegangan, perbedaan tegangan sebagai penggerak arus listrik.
(Buchori, 2011)
Perpindahan kalor adalah perpindahan energi yang terjadi pada benda atau
material yang bersuhu tinggi ke benda atau material yang bersuhu rendah, hingga
tercapainya kesetimbangan panas. Perpindahan kalor (heat transfer) adalah ilmu
untuk menggambarkan perpindahan energi yang terjadi karena adanya perbedaan
suhu di antara benda atau material. Bila dua sistem yang suhunya berbeda
disinggungkan maka akan terjadi perpindahan panas. Perpindahan panas akan
terjadi apabila ada perbedaan temperatur antara 2 bagian benda. Panas akan
berpindah dari temperatur tinggi ke temperatur yang lebih rendah.

2.2 Perpindahan Panas Gas


Perpindahan panas gas bekerja secara konveksi dimana perpindahannya terjadi
dari satu tempat ke tempat lain karena adanya perpindahan fluida. Perpindahan
panas secara konveksi terjadi pada lapisan fluida di sekitar permukaan padatan.
Dapat digunakan persamaan hukum Newton pada perhitungan. Prinsip yang berlaku
ialah bahwa perpindahan panas konveksi berbanding lurus dengan perbedaan
temperatur antara benda tersebut dengan lingkungannya. “Kecepatan hilangnya
panas pada benda sebanding dengan perbedaan temperatur antara benda tersebut
dengan lingkungannya” (Suprapto, 2017). Pada praktikum perpindahan panas gas
ini, digunakan fluida gas, oleh karena itu penggunaan head exchanger yang cocok

3
untuk praktikum kali ini adalah head exchanger jenis cross flow. Cross flow heat
exchanger digunakan dalam sistem pendingin dan ventilasi yang membutuhkan
panas untukdipindahkan dari satu aliran udara ke aliran udara lain. Charger terbuat
dari logam tipis biasanya aluminium, energi termal ditukar melalui panel. Cross
flow heat exchanger tradisional memiliki penampang persegi dan efisiensi termal
40-65%. Cross Flow atau dual cross low heat exchanger dapat digunakan jika
efisiensi termal yang lebih besar diperlukan, biasanya hingga 75-85%. Fluida yang
mengalir dari cross flow heat exchanger memiliki arahyang sangat tegak lurus atau
bersilangan. Perpindahan panas yang paling efisien terjadi padasudut-sudut aliran.
Tidak ada resiko arus pendek aliran udara dan pertukaran kelembaban. Hasil
praktikum diharapkan mampu menentukan koefisien perpindahan panas percobaan
(Tim Penyusun Modul Praktikum Laboratorium Instruksional Teknik Kimia II,
2021).

2.3 Alat Penukar Panas


Alat penukar panas atau yang biasa disebut heat exchanger digunakan untuk
menukarkan panas tanpa adanya perpindahan massa. Alat penukar panas dirancang
untuk agar perpindahan panas yang terjadi dalam suatu proses berjalan secara
efisien. Terdapat beberapa alat penukar panas penukar panas antara lain : (Utami,
2011)
a) Plate and Frame
Jenis heat exchanger ini terdiri dari plat-plat tegak lurus
bergelombang.Pemisah diantara plat tegak lurus dipasang penyekat lunak.
Alat-alat dan sekat disatukan oleh sesuatu perangkat penekan. (Utami,
2011)

Gambar 2.1 Plate and Frame Heat Exchanger

4
b) Shell and Tube
Jenis heat exchanger yang digunakan dalam industri perminyakan, jenis
ini terdiri darishell (tabung) dan didalamnya terdapat suhu bundle (berkas
atau tube) pipa dengan diameter relatif kecil. Satu jenis fluida mengalir di
dalam pipa-pipa sedangkan fluidalainnya mengalir pada bagian luar pipa
tetapi masih di dalam shell. (Utami, 2011)

Gambar 2.2 Shell and Tube Heat Exchanger

c) Double Pipe
Jenis heat exchanger atau penukar panas ini terdiri dari dua pipa logam
standar yangkedua ujungnya di las menjadi satu atau dihubungkan dengan
kotak penyekat. Alat ini dapat digunakan secara searah maupun
berlawanan arah. proses perpindahan panasnya terjadi secara tidak
langsung (indirect contact) karena terdapat dinding pembatas antara fluida
panas dengan fluida dingin yang mengalir. (Utami, 2011)

Gambar 2.3 Double Pipe Heat Exchanger

5
2.4 Tipe Aliran Perpindahan
Panas fluida yang bergerak didalam heat exchanger membentuk suatau
aliran. Menurut (ZA, Tendra.2011), alat heat exchanger terdapat beberapa tipe
aliran dalam alat penukar panas, yaitu : (Sari, 2019)
a. Counter Current Flow (berlawanan arah)
Counter current flow atau counter flow adalah aliran berlawanan
arah, dimana fluidayang satu masuk pada satu ujung penukar kalor,
sedangkan fluida yang satu lagi masuk pada ujung penukar panas
yang lain, masingmasing fluida mengalir menurut arah yang
berlawanan. Untuk tipe counter current flow ini memberikan panas
yang lebih baik bila dibandingkan dengan aliran searah atau parallel.
Sedangkan banyaknya pass (lintasan) juga berpengaruh terhadap
efektifitas dari alat penukar panas yang digunakan.

Gambar 2.4 Tipe Aliran Counter current flow

b. Parallel Flow/Co-current (searah)


Parallel flow/co-current adalah aliran searah, dimana kedua aliran
masuk pada ujungpenukar panas yang sama dan kedua fluida mengalir
searah menuju ujung penukar panas yang lain.

Gambar 2.5 Tipe Aliran Parallel Flow

6
c. Cross Counter Flow (silang berlawanan)
Cross counter flow, tipe aliran silang berlawanan yang merupakan
gabungan antara aliran lurus dan berlawanan dimana satu aliran
mengalir di aliran lurus sedangkan aliran lain mengikuti jalur
berlawanan arah aliran pertama, sehingga pola aliran dapat dilihat
counter flow dengan aliran lintas menyilang.
2.5 Macam-macam Perpindahan Panas
Ada tiga macam perpindahan panas, yaitu: (Utami, 2011)
1. Konduksi
Perpindahan panas yang terjadi antarmolekul yang saling berdekatan dan
tidak diikutioleh perpindahan molekul terswbut secara fisik. Contoh : Pada
saat pemanasan ujunglogam maka ujung logam lainnya akan ikut menjadi
panas.
2. Konveksi
Perpindahan panas antara bagian panas dan dingin dari suatu fluida
karena adanya proses pencampuran. Atau dapat dikatakan suatu
perpindahan panas yang disertai dengan molekul pembawa panasnya.
Contoh: Angin darat dan angin laut.
3. Radiasi
Perpindahan panas tanpa melalui media. Suatu energi dapat menghantarkan
dari suatutempat ke tempat lain (dari benda panas ke benda dingin) dengan
menggunakan gelombang elektromagnetik dimana tenaga ini akan diubah
menjadi panas jika tenaganya diserap oleh benda lain. Contoh : Panas
matahari yang sampai ke bumi tanpa adanya zat perantara atau contoh
sederhananya dalam kehidupan sehari-hari microwave.
2.6 Persamaan-Persamaan
Dalam Laporan Perpindahan Panas Gas Perhitungan-perhitungan dalam
laporan ini akan dibantu dengan menggunakan persamaan-persamaan berikut: (Tim
Penyusun ModulPraktikum Laboratorium Instruksional Teknik Kimia II, 2021)
1) Perhitungan T Logaritmik
Untuk penukar Cross Flow Heat Exchanger Beda temperatur yang

7
digunakan adalahlog mean temperature difference yang dihitung melalui
persamaan berikut:

∆𝑇 = 𝑇1 − 𝑇2.............................................................(2.1)

∆𝑇 𝐿𝑜𝑔𝑎𝑟𝑖𝑡𝑚𝑖𝑥 = 𝑙𝑜𝑔10(𝑇1 − 𝑇2) ...............................................(2.2)


Kemudian dapat menghitung slope melalui persamaan berikut:

log(𝑇2−𝑇1)𝑎𝑘ℎ𝑖𝑟−log(𝑇2−𝑇1)𝑎𝑤𝑎𝑙
𝑀= ……………..………(2.3)
𝑇2−𝑇1

Keterangan:
T1 = Suhu awal (K)
T2 = Suhu akhir (K)
M = Slope (Ks-1)
2) Penentuan koefisien perpindahan panas
Koefisien perpindahan panas konveksi ditentukan melalui persamaan
berikut:
𝑚.𝑐
𝑎 = 2,302 𝑥 𝑀……………………………...(2.4)
𝐴

Keterangan:

m = Mass of Heated rod (Kg)

M = Slope (Ks-1)
C = Specific heat capacity at room temperature (J/KgK)
A = Effective area of heated rod (m2)
A = Coefficient of heat transfer (J/m2 s)
3) Penentuan panas yang dibuang ke udara
𝑄 = 𝑎 𝑥 𝐴 𝑥 ∆𝑇 𝑙𝑜𝑔𝑎𝑟𝑖𝑡𝑚𝑖𝑘...................................(2.5)
(Tim Penyusun Modul Praktikum Laboratorium Instruksional Teknik
Kimia II,2021)

BAB III
METODOLOGI PERCOBAAN

8
3.1 Skema Alat Percobaan

Gambar 3.1 Rangkaian Alat Percobaan Penukar Panas Gas

3.2 Alat Pendukung Percobaan


Perangkat dan alat ukur:
a. Cross flow heat exchanger
b. Stopwatch
c. Control and instrumentation unit
d. Heated rod
e. Head rod
f. Fan motor
3.3 Bahan
Bahan yang digunakan untuk praktikum perpindahan panas gas yaitu udara.
3.4 Kondisi Operasi / Parameter Percobaan
Kondisi operasi dan parameter – parameter percobaan yang dibuat tetap, yaitu:
1. Tekanan ruangan (660 – 760 mmHg)
2. Temperatur ruangan (23 - 30℃)

3.4 Diagram Alir Percobaan

Mulai

9
Persiapkan Alat Percobaan

Pastikan selang udara sesuai gambar

Pasang semua batang aluminium


pada area kerja kecuali satu posisi
tengah di kolom 1,2,3 dan 4 secara
bergantian

Nyalakan pemanas dengan menekan


heater power dan tunggu hingga
temperature terbaca stabil (340K)
sebelum heated rod digunakan

Katub udara dibuka penuh 100%


Ulangi
Langkah 6-10
dengan posisi
heated rod Matikan Heater
yang berbeda

Pindahkan heated rod dari instrument


kearea kerja ditengah dikolom 1,2,3
dan 4 secara bergantian

Hidupkan kipas dengan menekan tombol


A
ON

Catat T2 pada table dengan


interval 10s selama 2,5 menit

10

9150 sekon)
A
A

Matikan kipas dengan menekan tombol


OFF

Matikan Heater dan power mesin

Mulai

Gambar 3.2 Diagram Alir Percobaan Perpindahan Panas Gas

11
Mana Nilai Q????

Sepakati 2 atau 3 di belakang koma jangan di


BAB IV tulis semua

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Hasil
Tabel A.1 Kolom 1 baris 3

t (s) T1 T2 T2-T1 Log10(T2-T1)


10 335,1 34,3 1,53529412
20 329,3 28,5 1,45484486
30 324,1 23,3 1,367355921
40 320,5 19,7 1,294466226
50 317,2 16,4 1,214843848
60 314,3 13,5 1,130333768
70 311,9 11,1 1,045322979
80 300,8 309,8 9 0,954242509
90 308,2 7,4 0,86923172
100 307 6,2 0,792391689
110 305,9 5,1 0,707570176
120 304,9 4,1 0,612783857
130 304,2 3,4 0,531478917
140 303,6 2,8 0,447158031
150 303,1 2,3 0,361727836

Tabel A.2 Kolom 2 baris 2

t (s) T1 T2 T2-T1 Log10(T2-T1)


10 335,2 34,4 1,536558443
20 330,6 29,8 1,474216264
30 326,7 25,9 1,413299764
40 300,8 323,5 22,7 1,356025857
50 320,1 19,3 1,285557309
60 317,2 16,4 1,214843848
70 315,1 14,3 1,155336037

12
80 313,1 12,3 1,089905111
90 311,8 11 1,041392685
100 310,1 9,3 0,968482949
110 308,7 7,9 0,897627091
120 307,6 6,8 0,832508913
130 306,7 5,9 0,770852012
140 305,9 5,1 0,707570176
150 305,1 4,3 0,633468456

Tabel A.3 Kolom 3 baris 2

t (s) T1 T2 T2-T1 Log10(T2-T1)


10 333,1 32,3 1,509202522
20 327,6 26,8 1,428134794
30 322 21,2 1,326335861
40 317,8 17 1,230448921
50 314,2 13,4 1,127104798
60 311,4 10,6 1,025305865
70 309,9 9,1 0,959041392
80 300,8 307,4 6,6 0,819543936
90 306,9 6,1 0,785329835
100 304,8 4 0,602059991
110 304 3,2 0,505149978
120 303,3 2,5 0,397940009
130 302,7 1,9 0,278753601
140 302,3 1,5 0,176091259
150 301,9 1,1 0,041392685

13
Tabel A.4 Kolom 4 baris 3

t (s) T1 T2 T2-T1 Log10(T2-T1)


10 333,2 32,4 1,51054501
20 327 26,2 1,418301291
30 321,5 20,7 1,315970345
40 318,2 17,4 1,240549248
50 312,8 12 1,079181246
60 311 10,2 1,008600172
70 309 8,2 0,913813852
80 300,8 307,1 6,3 0,799340549
90 305,8 5 0,698970004
100 304,6 3,8 0,579783597
110 303,8 3 0,477121255
120 303,2 2,4 0,380211242
130 302,7 1,9 0,278753601
140 302,2 1,4 0,146128036
150 301,9 1,1 0,041392685

4.2 Pembahasan

Grafik Hubungan waktu dengan Logaritmix Kolom


1
1.8
1.6
1.4
LOG 10 ∆T (K)

1.2
1
0.8
0.6
0.4
0.2
0
0 20 40 60 80 100 120 140 160
Waktu (s)

Gambar 4.1 Hubungan Antara Waktu (s) Terhadap Log 10 (T2-T1)


Pada Kolom 1

14
Pada grafik diatas dapat dilihat bahwa data yang diperoleh data hubungan antara
waktu dengan Log ΔT. Interval waktu yang digunakan pada saat percobaan yaitu
10detik selama 2,5 menit atau 150 detik. Hasil analisis menunjukkan bahwa
pada kolom pertama menghasilkan penurunan nilai Log ΔT yang cukup
signifikan.Dimana semakin lama waktupercobaan nilai Log ΔT yang dihasilkan
mengalami penurunan akibat dari nilai temperatur T2 yang semakin kecil. Pada
ΔT menit awalterjadi perpindahan panas yang cukup besar namun di menit
terakhir perpindah panas hanya sedikit, karena semakin lama waktu yangkita
tetapkan maka panas yang dipindahkan semakin besar karena pengaruh dari
temperaturpendingin yaitu berupafaktor udara lingkungan Penurunan nilai T2
disebabkan karena terjadinya peristiwa perpindahan panas yang terjadi pada
fluida gas (udara) dari sistem yang memiliki temperatur tinggi ke sistem yang
temperaturnya lebih rendah. Selain itu, dari perhitungan hasil data praktikum
didapat nilai slope (M) sebesar -0,00838/S. Nilai negatif slope menandakan
besaran waktu yang ditetapkan berbanding terbalik dengan nilai Log 10 (T2-
T1), dimana semakin lama waktu yang digunakan maka nilai Log 10 (T2-T1)
akan semakin kecil (Dr. Aqli Mursadin, 2016). Nilai Koefisien perpindahanpanas
(α)saat heated rod diletakkan pada kolom 1 didapat sebesar 207,9483 J/m2.sK.
Nilai negatife pada Q menunjukkan arah pelepasan panas secara eksotermis.

Grafik Hubungan waktu dengan Logaritmix Kolom


2
1.8
1.6
LOG 10 ∆T (K)

1.4
1.2
1
0.8
0.6
0.4
0.2
0
0 20 40 60 80 100 120 140 160
Waktu (s)

Gambar 4.2 Hubungan Antara Waktu (s) Terhadap Log 10 (T2-T1)


Pada Kolom 2

15
Grafik pada gambar diatas menunjukkan bahwa pada kolom kedua
menghasilkan penurunan nilai Log ΔT yang cukup signifikan. Dimana semakin
lama waktu percobaan nilaiLog ΔT yang dihasilkan mengalami penurunan akibat
dari nilai temperatur T2 yang semakin kecil. Pada ΔT menit awal terjadi
perpindahan panas yang cukup besar namun di menitterakhir perpindahan
panas hanya sedikit, karena semakin lama waktu yang kita tetapkanmaka panas
yang dipindahkan semakin besar karena pengaruh dari temperatur pendingin
yaitu berupa faktor udara lingkungan.

Penurunan nilai T2 disebabkan karena terjadinya peristiwa perpindahan


panas yang terjadi pada fluida gas (udara) dari sistem yang memiliki temperatur
tinggi ke sistem yang temperaturnya lebih rendah. Selain itu, dari perhitungan
hasil data praktikum didapat nilai slope (M) sebesar -0,00645/s. Nilai negative
slope menandakan besaran waktu yang ditetapkan berbanding terbalik dengan
nilai Log 10 (T2-T1), dimana semakin lama waktu yang digunakan maka nilai
Log 10 (T2-T1) akan semakin kecil. Nilai Koefisien perpindahanpanas (α) saat
heated rod diletakkan pada kolom 2 didapat sebesar 160,0216 J/m2.sK. Nilai
negatife pada Q menunjukkan arah pelepasan panas secara eksotermis.

Grafik Hubungan waktu dengan Logaritmix Kolom


3
1.6
1.4
1.2
LOG 10 ∆T (K)

1
0.8
0.6
0.4
0.2
0
0 20 40 60 80 100 120 140 160
Waktu (s)

Gambar 4.3 Hubungan Antara Waktu (s) Terhadap Log 10 (T2-T1)


Pada Kolom 3

16
Pada grafik diatas dapat dilihat data yang diperoleh pada kolom ke 3.
Hasil analisis menunjukkan bahwa pada kolom ketiga menghasilkan
penurunan nilai Log ΔT yang cukup signifikan. Dimana semakin lama waktu
percobaan nilai Log ΔT yang dihasilkan mengalamipenurunan akibat dari nilai
temperatur T2 yang semakin kecil. Pada ΔT menit awal terjadi perpindahan
panas yang cukup besar namun di menit terakhir perpindahan panas hanya
sedikit, karena semakin lama waktu yang kita tetapkan maka panas yang
dipindahkan semakin besar karena pengaruh dari temperatur pendingin yaitu
berupa faktor udara lingkungan.

Penurunan nilai T2 disebabkan karena terjadinya peristiwa perpindahan


panas yang terjadi pada fluida gas (udara) dari sistem yang memiliki temperatur
tinggi ke sistem yang temperaturnya lebih rendah. Selain itu, dari perhitungan
hasil data praktikum didapat nilai slope (M) sebesar -0,01048/s. Nilai negatif
slope menandakan besaran waktu yang ditetapkanberbanding terbalik dengan
nilai Log 10 (T2-T1), dimana semakin lama waktu yang digunakan maka nilai
Log 10 (T2-T1) akan semakin kecil. Nilai Koefisien perpindahanpanas(α) saat
heated rod diletakkan pada kolom 3 didapat sebesar 260,0863 J/m2.s.K. Nilai
negatife pada Q menunjukkan arah pelepasan panas secara eksotermis.

Grafik Hubungan waktu dengan Logaritmix Kolom 4


1.6
1.4
1.2
LOG 10 ∆T (K)

1
0.8
0.6
0.4
0.2
0
0 20 40 60 80 100 120 140 160
Waktu (s)

Gambar 4.4 Hubungan Antara Waktu (s) Terhadap Log 10 (T2-T1)


Pada Kolom 4

17
Pada grafik diatas dapat dilihat data yang diperoleh pada kolom ke 4. Hasil
analisis menunjukkan bahwa pada kolom kedua menghasilkan penurunan nilai Log
ΔT yang cukup signifikan. Dimana semakin lama waktu percobaan nilai Log ΔT
yang dihasilkan mengalamipenurunan akibat dari nilai temperatur T2 yang semakin
kecil. Pada ΔT menit awal terjadi perpindahan panas yang cukup besar namun di
menit terakhir perpindahan panas hanya sedikit, karena semakin lama waktu yang
kita tetapkan maka panas yang dipindahkan semakin besar karena pengaruh dari
temperatur pendingin yaitu berupa faktor udara lingkungan.

Penurunan nilai T2 disebabkan karena terjadinya peristiwa perpindahan


panas yang terjadi pada fluida gas (udara) dari sistem yang memiliki temperatur
tinggi ke sistem yang temperaturnya lebih rendah. Selain itu, dari perhitungan hasil
data praktikum didapat nilai slope (M) sebesar -0,0149/s. Nilai negatif slope
menandakan besaran waktu yang ditetapkanberbanding terbalik dengan nilai Log
10 (T2-T1), dimana semakin lama waktu yang digunakan maka nilai Log 10 (T2-
T1) akan semakin kecil. Nilai Koefisien perpindahanpanas (α) saat heated rod
diletakkan pada kolom 4 didapat sebesar 260,3242 J/m2.sK. Nilai negatife pada Q
menunjukkan arah pelepasan panas secara eksotermis.

Hubungan Antara Waktu dan Logaritmix Ke-4 Kolom


1.8
1.6
1.4
1.2
LOG 10 ∆T (K)

1
Kolom 1
0.8
Kolom 2
0.6
Kolom 3
0.4 Kolom 4
0.2
0
0 20 40 60 80 100 120 140 160
Waktu (s)

Gambar 4.5 Hubungan Antara Waktu (s) Terhadap Log Ke-4 Kolom

18
Pada grafik 4.5 dapat dilihat representasi dari data percobaan untuk kolom
1,2,3,4 untuk hubungan waktu (s) dengan log 10(T2-T1) dimana dapat dilihat
jika waktu semakin lama maka temperatur juga akan semakin turun mengikuti
lamanya waktu percobaan. Pada grafik diamati bahwa pada setiap kolom
percobaan yang digunakan terjadi penurunan temperatur yang berbeda-beda. Hal
ini dapat terjadi nilai slope, koefisien perpindahan panasdan perpindahan yang
dilepas ke udara pada setiap kolom percobaan berbeda. Hal ini dikarena suhu
semakin mendekati temperatur suhu kamar seiring semakin lamanya waktu maka
suhu akan semakin turun. Temperatur heated rod pada kolom 4 lebih cepat turun
karenalaju alir udaranya. Pada saat heated rod berada pada kolom 4 udara yang
masuk sudah salingbersilangan dengan batang lain, sehingga di kolom 4 lebih
cepat turun. Hal ini dikarenakan pada percobaan ini jenis aliran yang digunakan
adalah cross flow. Sedangkan untuk panas yang dibuang ke udara (Q) itu
berbanding lurus dengan T Logaritmik. Pada percobaan ini, perpindahan panas
terjadi semakin lambat seiring berjalannya waktu semakin lama. Pada awal
proses perpindahan panas terjadi penurunan panas yang cepat dan cukup besar.
Akan tetapi, seiring dengan berjalannya waktu perpindahan panas yang terjadi
semakin lama dan panas yang berpindah lebih sedikit dari awal. Hal ini
dikarenakan saat awal proses perpindahan panas suhu heated rod sangat tinggi
kemudian mengalami kontak dengan fluida gas yang dingin sehingga terjadi
perpindahan panas yang cukup besar. Seiring berjalannya waktu maka suhu
fluida gas tersebut akan meningkat sehingga efisiensi perpindahan panas juga
akan berkurang (Gawande, 2019). Terdapat perbedaan suhu yang besar di awal
dan di akhir akibat dari telah terjadi perpindahan panas secara cross flow pada
aliran permukaan alat.

19
Gambar 4.6 Ilustrasi pergerakan udara dalam heat exchanger

Hal ini dipengaruhi oleh bagaimana aliran udara bergerak diantara rod yang ada di
dalam heat exchanger. Dari gambar 4.6 dapat dilihat bagaimana udara melalui
celahcelah rod. Dapat dilihat kolom 3 mendapatkan suplai udara yang lebih banyak
akibat dari rod yangada di depannya membelah aliran udara menjadi dua. Hal yang
membuat kolom 4 mempunyai Log (T2-T1) yang lebih kecil dari kolom 3 adalah
karena rod di kolom 4 tidak memiliki rod di belakangnya. Hal ini menyebabkan
aliran udara yang melalui kolom 4 akanmembuat pusaran udara di belakang kolom
4. Pusaran udara ini mengandung panas yang telah berpindah dari heated rod kolom
4 dan membuat proses perpindahan panas jadi melambat karena kecilnya perbedaan
suhu diantara heated rod dan udara.

20
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan
Kesimpulan dari hasil praktikum perpindahan panas gas kali ini adalah:

1. Peristiwa perpindahan panas yang terjadi pada penukar panas jenis cross flow
yaitu karena adanya kontak, baik antara fluida terdapat dinding yang
memisahkannya maupun keduanya bercampur langsung begitu saja. Laju
perpindahan panas antara kedua fluida pada alat penukar kalor bergantung
pada besarnya perbedaan temperatur pada lokasi tersebut, dimana bervariasi
sepanjang alat penukar kalor.
2. Hal yang mempengaruhi percobaan perpindahan panas yaitu beda suhu antara
kedua permukaan (𝛥𝑇) dimana makin besar beda suhu maka akan semakin
cepat perpindahan kalor. Kemudian koefisien perpindahan kalor (α), dimana
semakin besar koefisien perpindahan kalor maka perpindahan kalor akan
semakin cepat. Dan ada luas permukaan (A), semakin luas permukaan maka
akan semakin cepat perpindahan kalor.
5.2 Saran
Saran dari hasil praktikum perpindahan panas gas kali ini adalah:
1. Memperhatikan temperature agar tidak terlewat saat memindahkan heated rod.
2. Diharapkan telah mengatur kolom yang akan digunakan, agar tepat waktu saat
memasukkan heated rod yang telah dipanaskan.
3. Praktikan memegang batang heated rod secara berhati-hati dengan cara
memegangbatang kayu agar tidak terkena panas dari heated rod.

21
DAFTAR PUSTAKA
Adimsyah. (2010). Perpindahan Panas. Jakarta: Gramedia.
Aslamawati. (2021). Hantaran Kalor Konduksi, Konveksi, dan Radiasi dan
Pengaruh Kalor Terhadap Benda. Surakarta: Universitas Sebelas Maret.
Buchori, L. (2011). Buku Ajar Perpindahan Panas. Semarang: Universitas
Diponegoro.
Gawande, B. (2019). Recent Advancement in Heat Transfer and Fluid Flow
Characteristic in Cross-Flow Heat Exchanger. Departement of Mechanical
Engineering, Visvesvaraya National Institute of Technology, Nagpur, India.
Mursadin, & Rachmat. (2016). Bahan Ajar Perpindahan Panas HMKK.
Fakultas Teknik Universitas Lambung Mangkurat.
Syaichurrozi. (2014). Study of Plate and Frame Heat Exchanger Performance: The
Effects of Mass Flow Rate, Inlate Temperature and Type of Againts the
Overall Heat Transfer Coefficient. Eksergi.

22
LAMPIRAN A
PERHITUNGAN

1. Mencari ΔT (Beda Temperatur)


a. Posisi heated rod di kolom 1
- ΔT = T2 – T1 = 335,1 – 300,8 = 34,3
- ΔT = T2 – T1 = 329,3 – 300,8 = 28,5
- ΔT = T2 – T1 = 324,1 – 300,8 = 23,3
- ΔT = T2 – T1 = 320,5 – 300,8 = 19,7
- ΔT = T2 – T1 = 317,2 – 300,8 = 16,4
- ΔT = T2 – T1 = 314,3 – 300,8 = 13,5
- ΔT = T2 – T1 = 311,9 – 300,8 = 11,1
- ΔT = T2 – T1 = 309,8 – 300,8 = 9
- ΔT = T2 – T1 = 308,2 – 300,8 = 7,4
- ΔT = T2 – T1 = 307 – 300,8 = 6,2
- ΔT = T2 – T1 = 305,9 – 300,8 = 5,1
- ΔT = T2 – T1 = 304,9 – 300,8 = 4,1
- ΔT = T2 – T1 = 304,2 – 300,8 = 3,4
- ΔT = T2 – T1 = 303,6 – 300,8 = 2,8
- ΔT = T2 – T1 = 303,1 – 300,8 = 2,3
b. Posisi heated rod di kolom 2
ΔT = T2 – T1 = 335,2 – 300,8 = 34,4
ΔT = T2 – T1 = 330,6 – 300,8 = 29,8
ΔT = T2 – T1 = 326,7 – 300,8 = 25,9
ΔT = T2 – T1 = 323,5 – 300,8 = 22,7
ΔT = T2 – T1 = 320,1 – 300,8 = 19,3
ΔT = T2 – T1 = 317,2 – 300,8 = 16,4
ΔT = T2 – T1 = 315,1 – 300,8 = 14,3
ΔT = T2 – T1 = 313,1 – 300,8 = 12,3
ΔT = T2 – T1 = 311,8 – 300,8 = 11
ΔT = T2 – T1 = 310,1 – 300,8 = 9,3
ΔT = T2 – T1 = 308,7 – 300,8 = 7,9
ΔT = T2 – T1 = 307,6 – 300,8 = 6,8
ΔT = T2 – T1 = 306,7 – 300,8 = 5,9
ΔT = T2 – T1 = 305,9 – 300,8 = 5,1
ΔT = T2 – T1 = 305,1 – 300,8 = 4,3
c. Posisi heated rod di kolom 3

23
- ΔT = T2 – T1 = 333,1 – 300,8 = 32,3
- ΔT = T2 – T1 = 327,6 – 300,8 = 26,8
- ΔT = T2 – T1 = 322 – 300,8 = 21,2
- ΔT = T2 – T1 = 317,8 – 300,8 = 17
- ΔT = T2 – T1 = 314,2 – 300,8 = 13,4
- ΔT = T2 – T1 = 311,4 – 300,8 = 10,6
- ΔT = T2 – T1 = 309,9 – 300,8 = 9,1
- ΔT = T2 – T1 = 307,4 – 300,8 = 6,6
- ΔT = T2 – T1 = 306,9 – 300,8 = 6,1
- ΔT = T2 – T1 = 304,8 – 300,8 = 4
- ΔT = T2 – T1 = 304 – 300,8 = 3,2
- ΔT = T2 – T1 = 303,3 – 300,8 = 2,5
- ΔT = T2 – T1 = 302,7 – 300,8 = 1,9
- ΔT = T2 – T1 = 302,3 – 300,8 = 1,5
- ΔT = T2 – T1 = 301,9 – 300,8 = 1,1
d. Posisi heated rod di kolom 4
- ΔT = T2 – T1 = 333,2 – 300,8 = 32,4
- ΔT = T2 – T1 = 327 – 300,8 = 26,2
- ΔT = T2 – T1 = 321,5 – 300,8 = 20,7
- ΔT = T2 – T1 = 318,2 – 300,8 = 17,4
- ΔT = T2 – T1 = 312,8 – 300,8 = 12
- ΔT = T2 – T1 = 311 – 300,8 = 10,2
- ΔT = T2 – T1 = 309 – 300,8 = 8,2
- ΔT = T2 – T1 = 307,1 – 300,8 = 6,3
- ΔT = T2 – T1 = 305,8 – 300,8 = 5
- ΔT = T2 – T1 = 304,6 – 300,8 = 3,8
- ΔT = T2 – T1 = 303,8 – 300,8 = 3
- ΔT = T2 – T1 = 303,2 – 300,8 = 2,4
- ΔT = T2 – T1 = 302,7 – 300,8 = 1,9
- ΔT = T2 – T1 = 302,2 – 300,8 = 1,4
- ΔT = T2 – T1 = 301,9 – 300,8 = 1,1
2. Mencari Log Mean Temperature Difference

24
a. Posisi heated rod di kolom 1
- ΔT Logaritmik = Log 10 (ΔT) = Log 10 (34,3) = 1,535
- ΔT Logaritmik = Log 10 (ΔT) = Log 10 (28,5) = 1,454
- ΔT Logaritmik = Log 10 (ΔT) = Log 10 (23,3) = 1,367
- ΔT Logaritmik = Log 10 (ΔT) = Log 10 (19,7) = 1,2944
- ΔT Logaritmik = Log 10 (ΔT) = Log 10 (16,4) = 1,2148
- ΔT Logaritmik = Log 10 (ΔT) = Log 10 (13,5) = 1,1303
- ΔT Logaritmik = Log 10 (ΔT) = Log 10 (11,1) = 1,0453
- ΔT Logaritmik = Log 10 (ΔT) = Log 10 (9) = 0,9542
- ΔT Logaritmik = Log 10 (ΔT) = Log 10 (7,4) = 0,8692
- ΔT Logaritmik = Log 10 (ΔT) = Log 10 (6,2) = 0,7923
- ΔT Logaritmik = Log 10 (ΔT) = Log 10 (5,1) = 0,7075
- ΔT Logaritmik = Log 10 (ΔT) = Log 10 (4,1) = 0,6127
- ΔT Logaritmik = Log 10 (ΔT) = Log 10 (3,4) = 0,5314
- ΔT Logaritmik = Log 10 (ΔT) = Log 10 (2,8) = 0,4471
- ΔT Logaritmik = Log 10 (ΔT) = Log 10 (2,3) = 0,3617
b. Posisi heated rod di kolom 2
- ΔT Logaritmik = Log 10 (ΔT) = Log 10 (34,4) = 1,536
- ΔT Logaritmik = Log 10 (ΔT) = Log 10 (29,8) = 1,474
- ΔT Logaritmik = Log 10 (ΔT) = Log 10 (25,9) = 1,413
- ΔT Logaritmik = Log 10 (ΔT) = Log 10 (22,7) = 1,356
- ΔT Logaritmik = Log 10 (ΔT) = Log 10 (19,3) = 1,285
- ΔT Logaritmik = Log 10 (ΔT) = Log 10 (16,4) = 1,214
- ΔT Logaritmik = Log 10 (ΔT) = Log 10 (14,3) = 1,155
- ΔT Logaritmik = Log 10 (ΔT) = Log 10 (12,3) = 1,089
- ΔT Logaritmik = Log 10 (ΔT) = Log 10 (11) = 1,0413
- ΔT Logaritmik = Log 10 (ΔT) = Log 10 (9,3) = 0,968
- ΔT Logaritmik = Log 10 (ΔT) = Log 10 (7,9) = 0,897
- ΔT Logaritmik = Log 10 (ΔT) = Log 10 (6,8) = 0,832
- ΔT Logaritmik = Log 10 (ΔT) = Log 10 (5,9) = 0,770
- ΔT Logaritmik = Log 10 (ΔT) = Log 10 (5,1) = 0,707
- ΔT Logaritmik = Log 10 (ΔT) = Log 10 (4,3) = 0,633

25
c. Posisi heated rod di kolom 3
- ΔT Logaritmik = Log 10 (ΔT) = Log 10 (32,3) = 1,509
- ΔT Logaritmik = Log 10 (ΔT) = Log 10 (26,8) = 1,428
- ΔT Logaritmik = Log 10 (ΔT) = Log 10 (21,2) = 1,326
- ΔT Logaritmik = Log 10 (ΔT) = Log 10 (17) = 1,230
- ΔT Logaritmik = Log 10 (ΔT) = Log 10 (13,4) = 1,127
- ΔT Logaritmik = Log 10 (ΔT) = Log 10 (10,6) = 1,025
- ΔT Logaritmik = Log 10 (ΔT) = Log 10 (9,1) = 0,959
- ΔT Logaritmik = Log 10 (ΔT) = Log 10 (6,6) = 0,819
- ΔT Logaritmik = Log 10 (ΔT) = Log 10 (6,1) = 0,785
- ΔT Logaritmik = Log 10 (ΔT) = Log 10 (4) = 0,602
- ΔT Logaritmik = Log 10 (ΔT) = Log 10 (3,2) = 0,505
- ΔT Logaritmik = Log 10 (ΔT) = Log 10 (2,5) = 0,397
- ΔT Logaritmik = Log 10 (ΔT) = Log 10 (1,9) = 0,278
- ΔT Logaritmik = Log 10 (ΔT) = Log 10 (1,5) = 0,176
- ΔT Logaritmik = Log 10 (ΔT) = Log 10 (1,1) = 0,041
d. Posisi heated rod di kolom 4
- ΔT Logaritmik = Log 10 (ΔT) = Log 10 (32,4) = 1,510
- ΔT Logaritmik = Log 10 (ΔT) = Log 10 (26,2) = 1,418
- ΔT Logaritmik = Log 10 (ΔT) = Log 10 (20,7) = 1,315
- ΔT Logaritmik = Log 10 (ΔT) = Log 10 (17,4) = 1,240
- ΔT Logaritmik = Log 10 (ΔT) = Log 10 (12) = 1,079
- ΔT Logaritmik = Log 10 (ΔT) = Log 10 (10,2) = 1,008
- ΔT Logaritmik = Log 10 (ΔT) = Log 10 (8,2) = 0,913
- ΔT Logaritmik = Log 10 (ΔT) = Log 10 (6,3) = 0,799
- ΔT Logaritmik = Log 10 (ΔT) = Log 10 (5) = 0,698
- ΔT Logaritmik = Log 10 (ΔT) = Log 10 (3,8) = 0,579
- ΔT Logaritmik = Log 10 (ΔT) = Log 10 (3) = 0,477
- ΔT Logaritmik = Log 10 (ΔT) = Log 10 (2,4) = 0,380
- ΔT Logaritmik = Log 10 (ΔT) = Log 10 (1,9) = 0,278
- ΔT Logaritmik = Log 10 (ΔT) = Log 10 (1,4) = 0,146
- ΔT Logaritmik = Log 10 (ΔT) = Log 10 (1,1) = 0,041

26
3. Mencari slope (M)
a. Posisi heated rod di kolom 1
ΔT Logaritmik awal = 1,5352 K
ΔT Logaritmik akhir = 0,3167 K
t awal = 10 s
t akhir = 150 s
log(ΔT)Akhir − log(ΔT)Awal
- 𝑀=
t2 − t1
0,3167 K−1,5352 K
- M= 150 s − 10 s

- M = - 0,00838 /s

b. Posisi heated rod di kolom 2


ΔT Logaritmik awal = 1,5365 K
ΔT Logaritmik akhir = 0,6334 K
t awal = 10 s
t akhir = 150 s
log(ΔT)Akhir − log(ΔT)Awal
- 𝑀= t2 − t1
0,6334 K−1,5365 K
- M=
150 s − 10 s

- M = - 0,00645 /s
c. Posisi heated rod di kolom 3
ΔT Logaritmik awal = 1,5092 K
ΔT Logaritmik akhir = 0,0413 K
t awal = 10 s
t akhir = 150 s
log(ΔT)Akhir − log(ΔT)Awal
- 𝑀= t2 − t1
0,0413 K−1,5092K
- M= 150 s −1 0 s

- M = -0,01048 /s
d. Posisi heated rod di kolom 4
ΔT Logaritmik awal = 1,5105 K
ΔT Logaritmik akhir = 0,0413 K
t awal = 10 s
t akhir = 150 s

27
log(ΔT)Akhir − log(ΔT)Awal
- 𝑀= t2 − t1
0,0413 K−1,510 K
- M= 150 −1 0

- M = - 0,01049 /s
4. Mencari koefisien perpindahan panas
a. Posisi heated rod di kolom 1
Diketahui:
m = 104.9 gr = 0.1049 kg
L = 95 mm = 0.095 m
d = 12.4 mm = 0.0124 m
cp = 380 J/kg.K
A1 = L1 x πd
= 0.095 m x 3.14 x 0.0124 m
= 0.0037 m
M = - 0,00838 /s
m.c
- α = -2,3026 x A1
xM
J
0,1049 kg x 380 .k
kg
- α = -2,3026 x 0,0037 m2
x (- 0,00838 /s)

- α = 207,9483 J/m2.s.K
b. Posisi heated rod di kolom 2
Diketahui:
m = 104.9 gr = 0.1049 kg
L = 95 mm = 0.095 m
d = 12.4 mm = 0.0124 m
cp = 380 J/kg.K
A1 = L1 x πd
= 0.095 m x 3.14 x 0.0124 m
= 0.0037 m
M = - 0,00645 /s
m.c
- α = -2,3026 x xM
A1
J
0,1049 kg x 380 .k
kg
- α = -2,3026 x 0,0037 m2
x ( - 0,00645 /s)

- α = 160,0216 J/m2.s.K

28
c. Posisi heated rod di kolom 3
Diketahui:
m = 104.9 gr = 0.1049 kg
L = 95 mm = 0.095 m
d = 12.4 mm = 0.0124 m
cp = 380 J/kg.K
A1 = L1 x πd
= 0.095 m x 3.14 x 0.0124 m
= 0.0037 m
M = - 0,01048 /s
m.c
- α = -2,3026 x A1
xM
J
0,1049 kg x 380 .k
kg
- α = -2,3026 x 0,0037 m2
x (- 0,01048 /s)

- α = 260,0863 J/m2.s.K
d. Posisi heated rod di kolom 4
Diketahui:
m = 104.9 gr = 0.1049 kg
L = 95 mm = 0.095 m
d = 12.4 mm = 0.0124 m
cp = 380 J/kg.K
A1 = L1 x πd
= 0.095 m x 3.14 x 0.0124 m
= 0.0037 m
M = - 0,01049 /s
m.c
- α = -2,3026 x A1
xM
J
0,1049 kg x 380 .k
kg
- α = -2,3026 x 0,0037 m2
x (= - 0,01049 /s)

- α = 260,3242 J/m2.s.K
5. Penentuan Panas yang dibuang ke udara
𝑄 = α. A. ΔT

a. Posisi heated rod di kolom 1


Diketahui:

29
α = 207,9483 J/m2.s.K
A1 = L1 x πd
= 0.095 m x 3.14 x 0.0124 m
= 0.0037 m2
ΔT awal = 34,3 K
ΔT akhir = 2,3 K
ΔT = ΔT akhir - ΔT awal = -32 K
𝑄 = α. A. ΔT

𝑄 = 207,9483 J/m2.s.K x 0.0037 m2 x (-32 K) = -24,6210 J

b. Posisi heated rod di kolom 2


Diketahui:
α = 160,0216 J/m2.s.K
A1 = L1 x πd
= 0.095 m x 3.14 x 0.0124 m
= 0.0037 m2
ΔT awal = 34,4 K
ΔT akhir = 4,3 K
ΔT = ΔT akhir - ΔT awal = -30,1 K
𝑄 = α. A. ΔT
𝑄 = 160,0216 J/m2.s.K x 0.0037 m2 x (-30,1) = -17,8216 J

c. Posisi heated rod di kolom 3


Diketahui:
α = 260,0863 J/m2.s.K
A1 = L1 x πd
= 0.095 m x 3.14 x 0.0124 m
= 0.0037 m2
ΔT awal = 32,2 K
ΔT akhir = 1,1 K
ΔT = ΔT akhir - ΔT awal= - 31,2 K
𝑄 = α. A. ΔT

30
𝑄 = 260,0863 J/m2.s.K x 0.0037 m2 x (-31,2) = -30,0243 J

d. Posisi heated rod di kolom 4


Diketahui:
α = 260,3242 J/m2.s.K
A1 = L1 x πd
= 0.095 m x 3.14 x 0.0124 m
= 0.0037 m2
ΔT awal = 32,4 K
ΔT akhir = 1,1 K
ΔT = ΔT akhir - ΔT awal= -31,3 K
𝑄 = α. A. ΔT
𝑄 = 260,3242 J/m2.s.K x 0.0037 m2 x (-38,4) = -30,1481J

31
LAMPIRAN B
RA DAN MSDS

32
33
34
35
36
37
38
39
40
41
42
43
44
LAMPIRAN C
DOKUMENTASI

Gambar C.1 Pemasangan Batang Alumunium

Gambar C.2 Pemanasan Heated Rod

45
Gambar C.3 Pemasangan Heated Rod pada Area Kerja

Gambar C.4 Pencatatan waktu setiap 10 detik

46

Anda mungkin juga menyukai