Anda di halaman 1dari 34

LAPORAN PENDAHULUAN

DIABETES MELITUS (DM)


DI RUANG SOKA A RSUD dr. DARSONO PACITAN
Disusun untuk memenuhi tugas Praktik Profesi Keperawatan Medikal Bedah
Clinical Instructure : Neti Yuni Hertanti, S.Kep.,Ns
Clinical Teacher : Ratna Wirawati R, S.Kep., Ns., M.Kep

Disusun Oleh:

LINA APRILIASARI
P27220023294

PROGRAM STUDI PROFESI NERS


POLITEKNIK KESEHATAN KEMENTERIAN
KESEHATAN SURAKARTA
TAHUN 2023
LAPORAN PENDAHULUAN

A. Konsep Diabetes Melitus


1. Definisi
Diabetes melitus adalah suatu keadaan ketika tubuh tidak mampu
menghasilkan atau menggunakan insulin (hormon yang membawa glukosa
darah ke sel-sel dan menyimpannya sebagai glikogen). Dengan demikian,
terjadi hiperglikemia yang disertai berbagai kelainan metabolik akibat
gangguan hormonal, melibatkan kelainan metabolisme karbohidrat, protein,
dan lemak serta menimbulkan berbagai komplikasi kronis pada organ tubuh
(Aini & Aridiana, 2016).
Menurut American Diabetes Association (2005), diabetes melitus
merupakan suatu kelompok penyakit metabolik dengan karakteristik
hiperglikemia yang terjadi karena sekresi insulin, kerja insulin, atau kedua-
duanya (Aini & Aridiana, 2016).
2. Etiologi
Etiologi diabetes melitus berdasarkan tipenya :
a. Diabetes Melitus Tipe I
1) Genetik
Faktor genetik Penderita diabetes tidak mewarisi diabetes tipe I, tetapi
mewarisi suatu presdisposisi atau kecenderungan genetik kearah
terjadinya diabetes tipe I. Kecenderungan genetik ini ditentukan pada
individu yang memililiki tipe antigen HLA(Human Leucocyte
Antigen) tertentu. HLA merupakan kumpulan gen yang bertanggung
jawab atas antigen tranplantasi dan proses imun lainnya, (Padila,
2012).
2) Imunologi
Adanya respons autoimun yang merupakan respons abnormal dimana
antibodi terarah pada jaringan normal tubuh dengan cara bereaksi
terhadap jaringan tersebut yang dianggapnya seolah-olah sebagai
jaringan asing, yaitu auto antibodi terhadap sel-sel Langerhans dan
insulin endogen (Padila, 2012).
3) Lingkungan
Virus atau toksin tertentu dapat memicu proses autoimun yang
menimbulkan destruksi sel beta (Padila, 2012).
b. Diabetes Mellitus Tipe II
1) Genetik
Faktor genetik memegang peranan dalam proses terjadinya resistansi
insulin (Padila, 2012).
2) Usia
Umumnya manusia mengalami penurunan fisiologis yang secara
dramatis menurun dengan cepat pada usia setelah 40 tahun. Penurunan
ini yang akan berisiko pada penurunan fungsi endokrin pankreas
untuk memproduksi insulin (Aini & Aridiana, 2016).
3) Gaya Hidup dan Stress
Stress kronis cenderung membuat seseorang mencari makanan yang
cepat saji kaya akan pengawet, lemak, dan gula. Makanan ini
berpengaruh besar terhadap kerja pankreas. Stress juga akan
meningkatkan kerja metabolisme dan meningkatkan kebutuhan akan
sumber energi yang berakibat pada kenaikan kerja pankreas. Beban
yang tinggi membuat pankreas mudah rusak hingga berdampak pada
penurunan insulin (Aini & Aridiana, 2016).
4) Pola Makan Yang Salah
Kurang gizi atau kelebihan berat badan sama-sama meningkatkan
risiko terkena diabetes (Aini & Aridiana, 2016).
5) Obesitas
Obesitas mengakibatkan sel-sel β pankreas mengalami hipertrofi
sehingga akan berpengaruh terhadap penurunan produksi insulin.
Peningkatan BB 10 kg pada pria dan 8 kg pada wanita dari batas
normal IMT (indeks masa tubuh) akan meningkatkan risko DM tipe
II. Pada obesitas juga terjadi penurunan adiponektin. Adiponektin
adalah hormon yang dihasilkan adiposit yang berfungsi untuk
memperbaiki sensitivitas insulin dengan cara menstimulasi
peningkatan penggunaan glukosa dan oksidasi asam lemak otot dan
hati sehingga kadar trigliserida turun. Penurunan adiponektin
menyebabkan resistansi insulin. Adiponektin berkorelasi positif
dengan HDL dan berkorelasi negatif dengan LDL (Aini & Aridiana,
2016).
6) Infeksi
Masuknya bakteri atau virus ke dalam pankreas akan berakibat
rusaknya sel-sel pankreas. Kerusakan ini berakibat pada penurunan
fungsi pankreas (Aini & Aridiana, 2016)
3. Patofisiologi
Patofisiologi menurut, Darliana, 2017 :
Pada keadaan normal kurang lebih 50% glukosa yang dimakan
mengalami metabolisme sempurna menjadi CO2 dan air, 10% menjadi
glikogen dan 20% sampai 40% diubah menjadi lemak. Pada Diabetes
Melitus semua proses tersebut terganggu karena terdapat defisiensi insulin.
Penyerapan glukosa ke dalam sel macet dan metabolismenya terganggu.
Keadaan ini menyebabkan sebagian besar glukosa tetap berada dalam
sirkulasi darah sehingga terjadi hiperglikemia.
Penyakit Diabetes Melitus disebabkan oleh karena gagalnya hormon
insulin. Akibat kekurangan insulin maka glukosa tidak dapat diubah
menjadi glikogen sehingga kadar gula darah meningkat dan terjadi
hiperglikemi. Ginjal tidak dapat menahan hiperglikemi ini, karena ambang
batas untuk gula darah adalah 180 mg% sehingga apabila terjadi
hiperglikemi maka ginjal tidak bisa menyaring dan mengabsorbsi sejumlah
glukosa dalam darah.
Sehubungan dengan sifat gula yang menyerap air maka semua
kelebihan dikeluarkan bersama urine yang disebut glukosuria. Bersamaan
keadaan glukosuria maka sejumlah air hilang dalam urine yang disebut
poliuria. Poliuria mengakibatkan dehidrasi intra selluler, hal ini akan
merangsang pusat haus sehingga pasien akan merasakan haus terus menerus
sehingga pasien akan minum terus yang disebut polidipsi.
Produksi insulin yang kurang akan menyebabkan menurunnya
transport glukosa ke sel-sel sehingga sel-sel kekurangan makanan dan
simpanan karbohidrat, lemak dan protein menjadi menipis. Karena
digunakan untuk melakukan pembakaran dalam tubuh, maka klien akan
merasa lapar sehingga menyebabkan banyak makan yang disebut
poliphagia.
Terlalu banyak lemak yang dibakar maka akan terjadi penumpukan
asetat dalam darah yang menyebabkan keasaman darah meningkat atau
asidosis. Zat ini akan meracuni tubuh bila terlalu banyak hingga tubuh
berusaha mengeluarkan melalui urine dan pernapasan, akibatnya bau urine
dan napas penderita berbau aseton atau bau buah-buahan. Keadaan asidosis
ini apabila tidak segera diobati akan terjadi koma yang disebut koma
diabetik.

Pathway
Risiko Infeksi
4. Manifestasi Klinik
manifestasi diabetes melitus (Smeltzer, 2021).
a. Diabetes Melitus Tipe I (IDDM)
1) Hiperglikemia berpuasa
2) glukosuria, diuresis osmotik, poliuria, polidipsia, polifagia
3) keletihan dan kelemahan
4) ketoasidosis diabetik (mual, nyeri abdomen, muntah, hiperventilasi,
nafas bau buah, ada perubahan tingkat kesadaran, koma, kematian)
b. Diabetes Melitus Tipe II (NIDDM)
1) Lambat (selama tahunan), intoleransi glukosa progresif .
2) Gejala seringkali ringan mencakup keletihan, mudah tersinggung,
poliuria, polidipsia, luka pada kulit yang sembuhnya lama, infeksi
vaginal, penglihatan kabur.
3) Komplikaasi jangka panjang (retinopati, neuropati, penyakit vaskular
perifer).
c. Ulkus Diabetik
Ulkus Diabetik akibat mikroangiopatik disebut juga ulkus panas
walaupun nekrosis, daerah akral itu tampak merah dan terasa hangat oleh
peradangan dan biasanya teraba pulsasi arteri dibagian distal . Proses
mikroangipati menyebabkan sumbatan pembuluh darah, sedangkan
secara akut emboli memberikan gejala klinis 5 P yaitu :
1) Pain (nyeri)
2) Paleness (kepucatan)
3) Paresthesia (kesemutan)
4) Pulselessness (denyut nadi hilang)
5) Paralysis (lumpuh).
Bila terjadi sumbatan kronik, akan timbul gambaran klinis
menurut pola dari fontaine:

1) Stadium I : asimptomatis atau gejala tidak khas


(kesemutan).
2) Stadium II : terjadi klaudikasio intermiten
3) Stadium III : timbul nyeri saat istitrahat.
4) Stadium IV : terjadinya kerusakan jaringan karena anoksia(ulkus)
Gangren kaki diabetik dibagi menjadi enam tingkatan,yaitu:
1) Derajat I : Ulkus superfisial terbatas pada kulit.
2) Derajat II : Ulkus dalam menembus tendon dan tulang
3) Derajat III : Abses dalam, dengan atau tanpa osteomielitis.
4) Derajat IV : Gangren jari kaki atau bagian distal kaki dengan atau
tanpa selulitis.
5) Derajat V : Gangren seluruh kaki atau sebagian tungkai.
5. Penatalaksanaan
Ada empat pilar dalam penatalaksanaan DM, yaitu edukasi, terapi
gizi/diet, olahraga, dan obat (Aini & Aridiana, 2016).
a. Edukasi
Perubahan perilaku sangat dibutuhkan agar mendapat hasil
pegelolaan diabetes yang optimal. Supaya perubahan perilaku berhasil,
dibutuhkan edukasiyang komprehensif dan upaya peningkatan motivasi.
Perubahan perilaku bertujuan agar penyandang diabetes dapat menjalani
pola hidup sehat. Beberapa perubahan perilaku yang diharapkan seperti
mengikuti pola makan sehat, meningkatkan kegiatan jasmani,
menggunakan obat diabetes dan obat-obat pada keadaan khusus secara
aman dan teratur, melakukan Pemantauan Glukosa Darah Mandiri
(PGDM) dan memanfaatkan data yang ada, melakukan perawatan kaki
secara berkala, memiliki kemampuan untuk mengenal dan menghadapi
keadaan keadaan sakit akut dengan tepat, mempunyai keterampilan
mengatasi masalah yang sederhana dan mau bergabung dengan
kelompok penyandang diabetes, serta memanfaatkan fasilitas pelayanan
kesehatan yang ada, (Aini & Aridiana, 2016).
b. Terapi Gizi Medis

Pada umumnya, diet untuk penderita diabetes diatur berdasarkan 3J


yaitu jumlah (kalori), jenis, dan jadwal. Faktor-faktor yang memerlukan
kebutuhan kalori antara lain jenis kelamin, umur, aktivitas fisik atau
pekerjaan, dan berat badan. Penentuan status gizi dapat menggunakan
indeks massa tubuh (IMT). Berikut adalah cara menentukan kebutuhan
kalori per hari.
1) Kebutuhan basal

Lakilaki : BBI (kg) x 30 Perempuan : BBI (kg) x 30


BBI : (TB cm – 100) – 10%

2) Koreksi atau penyesuaian

a) Umur di atas 40 tahun: -5%

b) Aktivitas ringan: +10%

c) Aktivitas sedang: +20%

d) Aktivitas berat: +30%

e) Berat badan gemuk: -20%

f) Berat badan lebih: -10%

g) Stres metabolik (infeksi, operasi, dll): +10-30%


h) Kehamilan trimester I dan II: +300

i) Kehamilan trimester III: +500

c. Olahraga

Olahraga selain untuk menjaga kebugaran juga dapat menurunkan


berat badan dan memperbaiki sensitivitas insulin sehingga akan
memperbaiki kendali glukosa darah. Latihan jasmani yang dianjurkan
berupa latihan jasmani yang bersifat aerobik seperti jalan kaki, bersepeda
santai, jogging, dan berenang. Latihan jasmani sebaiknya disesuaikan
dengan umur dan status kesegaran jasmani, (Aini & Aridiana, 2016).
d. Farmakologis

Intervensi farmakologis ditambahkan jika sasaran glukosa darah


belum tercapai dengan pengaturan makan dan latihan jasmani. Intervensi
farmakologis terdiri atas pemberian Obat Hipoglikemik Oral (OHO) dan
injeksi insulin (Aini & Aridiana, 2016).
1) Obat Hipoglikemik Oral (OHO)

Berdasarkan cara kerjanya, OHO dibagi menjadi empat


golongan berikut, (Aini & Aridiana, 2016).
a) Pemicu sekresi insulin (insulin secretagogue)
(1)Sulfonilurea
Obat golongan ini mempunyai efek utama meningkatkan sekresi
insulin oleh sel beta pankreas dan merupakan pilihan utama
untuk pasien dengan berat badan normal dan kurang, namun
masih boleh diberikan kepada pasien dengan berat badan lebih.
Penggunaan sulfonilurea jangka panjang tidak dianjurkan untuk
orang tua, gangguan fungsi ginjal dan hati, kurang nutrisi serta
penyakit kardiovaskular, hal ini bertujuan untuk mencegah
hipoglikemia.
(2)Glinid
Glinid merupakan obat yang cara kerjanya sama dengan
sulfonilurea, dengan penekanan pada meningkatkan sekresi
insulin fase pertama. Golongan ini terdiri atas dua macam obat
yaitu Repaglinid (derivat asam benzoat) dan Nateglinid (derivat
fenilalanin). Obat ini diabsorbsi dengan cepat setelah
pemberian secara oral dan diekskresi secara cepat melalui hati.
b) Penambah sensitivitas terhadap insulin
Tiazolidindion (rosiglitazon dan pioglitazon) berikatan pada
Peroxisome Proliferator Activated Receptor Gamma (PPAR-ᵞ),
suatu reseptor inti di sel otot dan sel lemak. Golongan ini
mempunyai efek menurunkan resistansi insulin dengan
meningkatkan jumlah protein pengangkut glukosa sehingga
meningkatkan ambilan glukosa di perifer.Tiazolidindion
dikontraindikasikan pada pasien dengan gagal jantung kelas I-IV
karena dapat memperberat edema atau retensi cairan dan juga
gangguan fungsi hati. Pasien yang menggunakan tiazolidindion
perlu dilakukan pemantauan fungsi hati secara berkala.
c) Penghambat glukoneogenesis (Metformin)
Obat ini mempunyai efek utama mengurangi produksi gula hati
(glukoneogenesis), di samping juga memperbaiki ambilan glukosa
perifer. Obat ini utamanya dipakai pada penyandang diabetes yang
bertubuh gemuk. Metmorfin dikontraindikasikan pada pasien
dengan gangguan fungsi ginjal (serum kreatinin > 1,5 mg/dL) dan
hati, serta pasien-pasien dengan kecenderungan hipoksemia
(misalnya penyakit serebrovaskular, sepsis, renjatan, dan gagal
jantung). Metmorfin dapat memberikan efek samping mual, untuk
mengurangi keluhan tersebut dapat diberikan pada saat atau
sesudah makan.
d)Penghambat glukosidase alfa (Acarbose)
Obat ini bekerja dengan mengurangi absorbsi glukosa di usus halus
sehingga mempunyai efek menurunkan kadar glukosa darah
sesudah makan. Acarbose tidak menimbulkan efek samping
hipoglikemia. Efek samping yang paling sering ditemukan adalah
kembung dan flatunens.
2)Insulin

Berdasarkan berbagai penelitian klinis, insulin selain dapat


memperbaiki status metabolik dengan cepat (terutama kadar glukosa
darah), juga memiliki efek lain yang bermanfaat, antara lain
perbaikan inflamasi. Pada pasien DM Tipe 1, terapi insulin dapat
diberikan segera setelah diagnosis ditegakkan. Sementara pada
Diabetes Tipe 2 dapat menggunakan hasil Konsensus PERKENI
2006, yaitu jika glukosa darah tidak terkontrol dengan baik (A 1C >
6,5%) dalam jangka waktu 3 bulan dengan 2 obat oral, maka sudah
ada indikasi untuk memulai terapi kombinasi obat antidiabetik oral
dan insulin.

Penatalksanaan Ulkus Diabetikum : Tujuan utama dalam


penatalaksanaan ulkus diabetes adalah penutupan luka. Regulasi glukosa darah
perlu dilakukan. Hal ini disebabkan fungsi leukosit terganggu pada pasien
dengan hiperglikemia kronik. Menurut Hariani, L, dan Perdanakusuma, D.,
(2015) dalam Aini & Aridiana (2016), perawatan ulkus diabetes meliputi hal
berikut.
a. Debridement
Debridement menjadi salah satu tindakan yang terpenting dalam perawatan
luka. Debridement adalah suatu tindakan untuk membuang jaringan
nekrosis, kalus, dan jaringan fibrotik. Jaringan mati yang dibuang sekitar 2-
3 mm dari tepi luka ke jaringan sehat. Debridement meningkatkan
pengeluaran faktor pertumbuhan yang membantu proses penyembuhan luka.
Ketika infeksi telah merusak fungsi kaki atau membahayakan jiwa pasien,
amputasi diperlukan untuk memungkinkan kontrol infeksi, dan penutupan
luka selanjutnya.
b. Perawatan Luka
Penggunaan balutan yang efektif dan tepat menjadi bagian yang penting
untuk memastikan penanganan ulkus diabetes yang optimal. Keuntungan
pendekatan ini yaitu mencegah dehidrasi jaringan dan kematian sel,
akselerasi angiogenesis, dan memungkinkan interaksi antara faktor
pertumbuhan dengan sel target. Beberapa jenis balutan telah banyak
digunakan pada perawatan luka serta didesain untuk mencegah infeksi pada
ulkus (antibiotika), membantu debridement (enzim), dan mempercepat
penyembuhan luka.
c. Terapi tekanan negatif dan terapi oksigen hiperbarik
Penggunaan terapi tekanan negatif berguna pada perawatan diabetik ulkus
karena dapat mengurangi edema, membuang produk bakteri, dan
mendekatkan tepi luka sehingga mempercepat penutupan luka. Terapi
oksigen hiperbarik juga dapat dilakukan, hal itu dibuktikan dengan
berkurangnya angka amputasi pada pasien dengan ulkus diabetes.Sedangkan
menurut Kartika (2015) dalam jurnal berjudul Perawatan Luka Kronis
dengan Modern Dressing, metode perawatan luka yang berkembang saat ini
adalah menggunakan prinsip moisture balance, yang disebutkan lebih
efektif dibandingkan metode konvensional. Perawatan luka menggunakan
prinsip moisture balance ini dikenal sebagai metode modern dressing.
Selama ini, ada anggapan bahwa suatu luka akan cepat sembuh jika luka
tersebut telah mengering. Namun faktanya, lingkungan luka yang
kelembapannya seimbang memfasilitasi pertumbuhan sel dan proliferasi
kolagen dalam matriks non seluler yang sehat. Pada luka akut, moisture
balance memfasilitasi aksi faktor pertumbuhan, cytokines, dan chemokines
yang mempromosi pertumbuhan sel dan menstabilkan matriks jaringan luka.
Jadi, luka harus dijaga kelembapannya. Lingkungan yang terlalu lembap
dapat menyebabkan maserasi tepi luka, sedangkan kondisi kurang lembap
menyebabkan kematian sel, tidak terjadi perpindahan epitel dan jaringan
matriks.
Perawatan luka modern harus tetap memperhatikan tiga tahap, yakni
mencuci luka, membuang jaringan mati, dan memilih balutan. Mencuci luka
bertujuan menurunkan jumlah bakteri dan membersihkan sisa balutan lama,
debridement jaringan nekrotik atau membuang jaringan dan sel mati dari
permukaan luka (Kartika, 2015).
Perawatan luka konvensional harus sering mengganti kain kasa pembalut
luka, sedangkan perawatan luka modern memiliki prinsip menjaga
kelembapan luka dengan menggunakan bahan seperti hydrogel. Hydrogel
berfungsi menciptakan lingkungan luka tetap lembap, melunakkan serta
menghancurkan jaringan nekrotik tanpa merusak jaringan sehat, yang
kemudian terserap ke dalam struktur gel dan terbuang bersama pembalut
(debridemen autolitik alami). Balutan dapat diaplikasikan selama tiga
sampai lima hari, sehingga tidak sering menimbulkan trauma dan nyeri pada
saat penggantian balutan.
Teori yang mendasari perawatan luka dengan suasana lembab antara lain
(Kartika, 2015):

a. Mempercepat fibrinolisis. Fibrin yang terbentuk pada luka kronis


dapat dihilangkan lebih cepat oleh neutrofi l dan sel endotel dalam
suasana lembap.
b. Mempercepat angiogenesis. Keadaan hipoksia pada perawatan luka
tertutup akan merangsang pembentukan pembuluh darah lebih cepat.
c. Menurunkan risiko infeksi; kejadian infeksi ternyata relatif lebih
rendah jika dibandingkan dengan perawatan kering.
d. Mempercepat pembentukan growth factor. Growth factor berperan pada
proses penyembuhan luka untuk membentuk stratum korneum dan
angiogenesis.
e. Mempercepat pembentukan sel aktif.
6. Pemeriksaan Penunjang
Menurut Hariani, L dan Perdanakusuma, D., 2015 dalam Aini &
Aridiana, 2016, pemeriksaan diabetes mellitus meliputi beberapa hal
berikut.
a. Tanda neuropati perifer, meliputi hilangnya sensasi rasa getar dan posisi,
hilangnya refleks tendon dalam, ulserasi tropik, foot drop, atrofi otot, dan
pembentukan kalus hipertropik khususnya pada daerah penekanan
misalnya pada tumit.
b. Status neurologis, dapat diperiksa dengan menggunakan monofilament
Semmes-Weinsten untuk mengetahui apakah penderita masih memiliki
“sensasi protektif”. Pemeriksaan menunjukkan hasil abnormal jika
penderita tidak dapat merasakan sentuhan monofilamen ketika
ditekankan pada kaki dengan tekanan yang cukup sampai monofilamen
bengkok.
c. Hasil pemeriksaan darah menunjukkan leukositosis yang mungkin
menandakan adanya abses atau infeksi lainnya pada kaki. Penyembuhan
Iuka dihambat oleh adanya anemia. Adanya insufisiensi arterial yang
telah ada, keadaan anemia menimbulkan nyeri saat istirahat.
d. Pemeriksaan profil metabolik yang meliputi pengukuran kadar glukosa
darah, glikohemoglobin, dan kreatinin serum dapat membantu dalam
menentukan kecukupan regulasi glukosa dan fungsi ginjal.
e. Pemeriksaan foto polos pada kaki diabetik dapat menunjukkan
demineralisasi dan sendi Charcot serta adanya osteomielitis.
7. Komplikasi
Diabetes yang tidak terkontrol dengan baik akan menimbulkan
komplikasi akut dan kronis. Menurut Perkeni, komplikasi DM dapat dibagi
menjadi dua kategori, yaitu (Noor F, 2015):
a. Komplikasi Akut

1) Hipoglikemia

Hipoglikemia adalah kadar glukosa darah seseorang di


bawah nilai normal (< 50 mg/dl). Hipoglikemia lebih sering
terjadi pada penderita DM tipe 1 yang dapat dialami 1-2 kali
per minggu, Kadar gula darah yang terlalu rendah
menyebabkan sel-sel otak tidak mendapat pasokan energi
sehingga tidak berfungsi bahkan dapat mengalami kerusakan.
2) Hiperglikemia
Hiperglikemia adalah apabila kadar gula darah meningkat secara
tiba-tiba, dapat berkembang menjadi keadaan metabolisme yang
berbahaya, antara lain ketoasidosis diabetik, Koma Hiperosmoler Non
Ketotik (KHNK) dan kemolakto asidosis.

b. Komplikasi Kronis

1) Komplikasi Makrovaskuler

Komplikasi makrovaskuler yang umum berkembang pada


penderita DM adalah trombosit otak (apembekuan darah pada
sebagian otak), mengalami penyakit jantung koroner (PJK), gagal
jantung kongetif, dan stroke.
2) Komplikasi Mikrovaskuler
Komplikasi mikrovaskuler terutama terjadi pada penderita DM
tipe 1 seperti nefropati, diabetik retinopati (kebutaan), neuropati,
dan amputasi.

B. Konsep Asuhan Keperawatan


1. Pengkajian
a. Biodata
1) Identitas Klien
Nama Klien : ………………………………..
Jenis Kelamin :…………………………………
Alamat : ………………………………..
Umur : ………………………………..
Agama : ………………………………..
Status Perkawinan : ………………………………..
Pendidikan : ………………………………..
Pekerjaan : ………………………………..
2) Identitas Penanggung jawab
Nama : ………………………………...
Jenis Kelamin : ………………………………...
Umur : ..................................................
Pendidikan : ..................................................
Pekerjaan : …………………………………
Alamat : ………………………………...
Hubungan dengan Klien : ..................................................
b. Riwayat Kesehatan
1) Keluhan Utama
Keluhan yang paling dirasakan pada saat pengkajian
2) Riwayat Penyakit Sekarang
3) Riwayat Penyakit Dahulu
4) Riwayat Kesehatan Keluarga
5) Genogram
c. Pola Pengkajian Fungsi Gordon
1) Pola persepsi dan pemeliharaan kesehatan
2) Pola Aktifitas dan Latihan (Kegiatan sehari-hari)
a) Sebelum sakit
b) Selama sakit:
3) Pola istirahat dan tidur
a) Sebelum sakit :
(1)Kualitas dan kuantitas tidur
(2)Gangguan tidur
b) Selama sakit :
(1)Kualitas dan kuantitas tidur
(2)Gangguan tidur
4) Pola nutrisi metabolik
a) Pengkajian Nutrisi (ABCD)
A (Antropometri)
B ( Biomechanical)
C (Clinical Sign)
D (Diet)
b) Pola Nutrisi
Sebelum Sakit :
(1)Frekuensi
(2)Jenis
(3)Porsi
(4)Keluhan
Selama Sakit :
(1)Frekuensi
(2)Jenis
(3)Porsi
(4)Keluhan
5) Pola eliminasi
a) BAB
Sebelum Sakit
(1)Frekuensi BAB
(2)Konsistensi
(3)Warna
(4)Keluhan/ kesulitan BAB
(5)Penggunaan obat pencahar
Selama Sakit
(1)Frekuensi BAB
(2)Konsistensi
(3)Warna
(4)Keluhan/ Kesulitan BAB
(5)Penggunaan obat pencahar
b) BAK
Sebelum Sakit
(1)Frekuensi BAK
(2)Jumlah Urine
(3)Warna
(4)Keluhan/ kesulitan BAK
Selama Sakit
(1)Frekuensi BAK
(2)Jumlah urine
(3)Warna
(4)Keluhan/ Kesulitan BAK
Analisis Keseimbangan Cairan Selama Perawatan
Intake Output Analisis
a. Minuman … cc a. Urine ………cc Intake : ………cc
b. Makanan … cc a. Feses ………cc Output: ………cc
b. IWL ………cc

Total cc Total cc Balance cc

6) Pola kognitif dan perceptual

a) Nyeri (kualitas, intensitas, durasi, skala, cara mengurangi nyeri)


b) Fungsi panca indra (penglihatan, pendengaran, pengecapan,
penghidu, perasa)
c) Kemampuan bicara
d) Kemampuan membaca
7) Pola konsep diri
a) Harga diri
b) Ideal diri
c) Identitas diri
d) Gambaran diri
e) Peran
8) Pola koping
a) Masalah utama selama masuk RS (keuangan,dll)
b) Kehilangan/ perubahan yang terjadi sebelumnya
c) Pandangan terhadap masa depan
d) Koping mekanisme yang digunakan saat terjadinya masalah
9) Pola seksual-reproduksi
a) Masalah menstruasi
b) Papsmear terakhir
c) Perawatan payudara setiap bulan
d) Alat kontrasepsi yang digunakan
e) Apakah ada kesukaran dalam berhubungan seksual
f) Apakah penyakit sekarang menggangu fungsi seksual
10) Pola peran hubungan
a) Peran pasien dalam keluarga dan masyarakat
b) Apakah klien punya teman dekat
c) Siapa yang dipercaya untuk membantu klien jika ada kesulitan
d) Apakah klien ikut dalam kegiatan masyarakat? Bagaimana
keterlibatan klien
11) Pola nilai dan kepercayaan
a) Agama
b) Ibadah
d. Pemeriksaan Fisik
1) Pemeriksaan umum
a) Keadaan umum : Baik / cukup / Lemah
b) Kesadaran
c) TTV
2) Pemeriksaan fisik head to toe
a) Kepala
a) Bentuk dan ukuran kepala
b) pertumbuhan rambut
c) Kulit kepala
b) Muka
(1)Mata
- Kebersihan
- Fungsi penglihatan
- Palpebra
- Konjungtiva
- Sclera
- Pupil
- Diameter ki/ka
- Reflek Terhadap Cahaya
- Penggunaan alat bantu penglihatan
(2)Hidung
- Fungsi penghidu.
- Sekret
- Nyeri sinus
- Polip
- Napas Cuping hidung
(3)Mulut
- Kemampuan bicara
- Keadaan bibir
- Selaput mukosa
- Warna lidah
- Keadaan gigi
- Bau nafas
- Dahak
(4)Gigi
- Jumlah
- Kebersihan
- Masalah
(5)Telinga
- Fungsi pendengaran
- Bentuk
- Kebersihan
- Serumen
- Nyeri telinga
c) Leher
(1)Bentuk
(2)Pembesaran tyroid
(3)Kelenjar getah bening
(4)Nyeri waktu menelan
(5)JVP
d) Thorax
(1)Paru
Inspeksi :
Memperhatikan bentuk dan kondisi dada.
Palpasi :
Mengetahui getaran dan pengembangan dada.
Perkusi :
menentukan gerakan diafragma dada.
Auskultasi :
Mendengarkan suara paru dengan stetoskop
(2)Jantung
Inspeksi :
Memperhatikan bentuk dan kondisi dada, memeriksa pembuluh
darah di bagian leher, serta mendeteksi ada tidaknya
pembengkakan di tungkai atau organ tubuh lainnya.
Palpasi :
Memeriksa detak jantung di permukaan dinding dada dan
menilai apakah pembengkakan di tungkai diakibatan oleh
penumpukan cairan atau bukan..
Perkusi :
Menentukan batas – batas jantung.
Auskultasi :
Mendengarkan bunyi jantung dengan stetoskop.
e) Payudara dan Ketiak
Kebersihannya, ada lesi atau tidak, ada benjolan atau tidak, bentuk
simetris atau tidak.
f) Abdomen
(1) Inspeksi
Amati bentuk abdomen secara umum, kontur permukaan
abdomen, dan adanya retraksi, penonjolan, serta
ketidaksimetrisan

(2) Auskultasi
Auskultasi untuk mendengarkan dua suara abdomen, yaitu
bising usus (peristaltic) yang disebabkan oleh perpindahan gas
atau makanan sepanjang intestinum dan suara pembuluh darah.
(3) Palpasi
Mengetahui adanya nyeri tekan
(4) Perkusi
Perkusi dilakukan untuk mendengarkan / mendeteksi adanya
gas, cairan, atau massa di dalam abdomen. Perkusi juga
dilakukan untuk mengetahui posisi limpa dan hepar. Bunyi
perkusi pada abdomen yang normal adalah timpani, namun
bunyi ini dapat berubah pada keadaan – keadaan tertentu.
Misalnya, apabila hepar dan limpa membesar, bunyi perkusi
akan menjadi redup, khususnya perkusi di area bawwah arkus
kostalis kanan dan kiri. Apabila terdapat udara bebas pada
rongga abdomen, daerah pekak pada hepar akan hilang.
g) Integument : elasitas kulit, ada tidaknya lesi, tugor kulit
h) Genetalia : Kebersihan dan ada tidaknya kelainan
i) Ekstermitas : adanya tidaknya gangguan gerak ( Ramadhan 2016 )
2. Pemeriksaan Penunjang

Jenis
Nilai Normal Satuan Hasil Keterangan Hasil
Pemeriksaan

3. Pemeriksaan Diagnostik
Jenis Pemeriksaan Hasil Pemeriksaan

4. Terapi Medis

Hari / Golongan &


Jenis Terapi Dosis Fungsi
Tanggal Kandungan

Cairan IV:
Obat Peroral:
Obat Parenteral:
Obat Topikal:

5. Diagnosa Keperawatan
a. Risiko Defisit Nutrisi (D.0019)
b. Risiko Ketidakseimbangan cairan (D.0036)
c. Risiko cedera (D.00136)
d. Risiko Gangguan Integritas Kulit / jaringan (D.00139)
e. Risiko Infeki (D.00142)
f. Ketidakstabilan kadar glukosa darah (D.0027)
6. Perencanaan Keperawatan / Intervensi

No. Tujuan dan


Diagnosa keperawatan Intervensi
Kriteria Hasil
1. Risiko Defisit Nutrisi Status Nutrisi (L.06053) Manajemen Mual (l. 03117)
(D.0019) Setelah dilakukan tindakan keperawatan 3 x 24 jam, Manajemen Nutrisi (l.03119)
diharapkan status nutrisi membaik dengan kriteria Observasi
Definisi : hasil: - Identifikasi status nutrisi
Berisiko mengalami asupan - Porsi makanan yang dihabiskan meningkat - Identifikasi alergi dan intoleransi makanan
nutrisi tidak cukup untuk - Pengetahuan tentang pilihan makanan yang sehat - Identifikasi makanan yang disukai
memenuhi kebutuhan meningkat - Identifikasi kebutuhan kalori dan jenis
metabolism. - Nyeri abdomen menurun nutrient
- Frekuensi makan membaik - Identifikasi perlunya penggunaan selang
nasogastrik
- Nafsu makan membaik
- Monitor asupan makanan
- Membrane mukosa membaik - Monitor berat badan
- Monitor hasil pemeriksaan laboratorium
Terapeutik
- Lakukan oral hygiene sebelum makan, jika
perlu
- Fasilitasi menentukan pedoman
diet (mis. Piramida makanan)
- Sajikan makanan secara menarik dan suhu
yang sesuai
- Berikan makan tinggi serat untuk
mencegah konstipasi
- Berikan makanan tinggi kalori dan tinggi
protein
- Berikan suplemen makanan, jika perlu
- Hentikan pemberian makan melalui
selang nasogastrik jika asupan oral
dapat ditoleransi
- Kurangi atau hilangkan penyebab mual
(kecemasan, ketakutan, kelelahan)
Edukasi
- Anjurkan posisi duduk, jika mampu
- Ajarkan diet yang diprogramkan
- Ajarkan teknik nonfarmakologis untuk
mengatasi mual (relaksasi, terapi musik,
akupresur)
- Anjurkan isirahat dan tidur yang cukup.
Kolaborasi
- Kolaborasi pemberian medikasi sebelum
makan (mis. Pereda nyeri, antiemetik), jika
perlu
- Kolaborasi dengan ahli gizi untuk
menentukan jumlah kalori dan jenis
nutrien yang dibutuhkan, jika perlu
2. Risiko ketidakseimbangan Keseimbangan Cairan (L.05020) Manajemen cairan (I. 03098)
cairan (D.0036) Setelah dilakukan tindakan keperawatan 3 x 24 jam, Observasi
diharapkan status cairan membaik dengan kriteria hasil - Monitor status hidrasi
Definisi : : - Monitor berat badan sebelum dan setelah
Berisiko mengalami - Aspan cairan tercukupi dianalisis
penurunan, peningkatan, - Keuaran urine balance - Monitor hasil pemeriksaan laboratorium
atau percepatan - Membrane mukosa lembab Terapeutik
perpindahan cairan dari - Tidak ada edema - Berikan cairan intravena, bila perlu
intravaskuer, interstitial
- Tidk dehidrasi - Catat intake – output, hitung blance cairan 24
atau intraseluler
- Tidak asites jam
- Turgor kulit baik - Berikan asupan cairan sesuai kebutuhan
Edukasi
- Anjurkan memenuhi kebutuhan cairan
Kolaborasi
- Kolaborasi pemberian diuretik, bila perlu
3 Risiko cedera (D.00136) Tingkat Cedera (L.14136) Pecegahan Cedera (I. 14537)
Setelah dilakukan tindakan keperawatan 3 x 24 jam, Observasi
Definisi : diharapkan risiko cedera teratasi dengan kriteria hasil : - Identifikasi area ingkungan yang berpotensi
Berisiko mengalami bahaya - Toleransi aktivitas meniggkat menyebabkan cedera
atau kerusakan fisik yang - Nafsu makan mennngkat - Identifikais obat yang menyebabkan cedera
menyebabkan seseorang - Toleransi makan meningkat - Indentifikasi kesesuaian alas kaki atau stoking
tidak lagi sepenuhnya sehat - Pola istirahat tidurr membaik elastis pada ekstermitas bawah.
atau dalam kondisi baik. Terapeutik
- Gunakan pencahayaan yang memadahi
- Diskusikan bersama keluarga yang dapat
mendampingi keluarga
- Diskusikan alat bantu mobilitas yang sesuai
Edukasi
- Jelaskan alasan intervensi pencegahan jatuh
dan pengawasan pasien, sesuai kebutuhan.
- Anjurkan berganti posisi secara perlha dan
duduk selama beberapa menit sebelm berdiri.
4. Gangguan Integritas Kulit / Integritas Kulit dan Jaringan (L. 14125) Perawatan Integritas Kulit (I. 11353)
jaringan (D.00139) Setelah dilakukan tindakan keperawatan 3 x 24 jam, Observasi
diharapkan risiko gangguan inegritas kulit / jaringan - Indetifikasi penyebab integritas kulit
Definisi : teratasi dengan kriteria hasil : (perubahn sirkulasi, perubahan stats nutrisi,
Berisiko mengalami - Nyeri menurun penurunan kelembaban, suhu lingkungan
kerusakan kulit (dermis - Tidak terjadi perdarahan estrem, penurunan mobilitas).
dan/atau epidermis) atau - Kemerahan menurun Terapeutik
jaringan (membran mukosa, - Tidak nekrosis - Ubah posisi tiap 2 jam jika tirah baring
kornea, fasia, otot, tendon, - Lakukan pemijatan pada area penonjol tulang,
tulang, kartilago, kapsul jika perlu
sendi dan/atau ligamen). - Bersihkan perinial dengan air hangat
- Hindari produk berbahan dasar alkohol pada
kulit kering
Edukasi
- Anjurkan minum yang cukup
- Anjuran meningkatan nutrisi sesuai kebutuhan
- Anjurkan menghindari terpapar suhu eksterm
5. Risiko Infeki (D.00142) Tingkat Infeksi (L. 141337) Pencegahan Infeksi (I. 14539)
Setelah dilakukan tindakan keperawatan 3 x 24 jam, Observasi
Definisi : diharapkan risiko infeksi teratasi dengan kriteria hasil : - Monitor tanda dan gejala infeksi local dan
Berisiko mengalami - Nyeri menurun sistemik
peningkatan terserang - Bengkak menurun Terapeutik
organisme patogenik. - Cairan berbau busuk menurun - Batasi jumlah pengunjung
- Kadar sel darah putih membaik - Berikan perwatan kulit pada daerah edema
- Cuci tangan sebelum dan sesudah kontak
dengan pasien dan lingkungan pasien
- Pertahankan teknik aseptic pada pasien
berisiko tinggi
Edukasi
- Jelaskan tanda dan gejala infeksi
- Ajarkan cara mencuci tangan dengan benar
- Ajarkan cara memeriksa kondisi luka
- Ajarrkan meningkatkan asupan nutrisi
- Ajarkan meningkatkan asupan cairan
Kolaborasi
- Kolaborasi pemberian program, jika perlu
6. Ketidakstabilan Ketidakstabilan kadar glukosa darah Manajemen Hiperglikemi (I. 03115)
kadar glukosa darah (L.05022) Observasi:
(D.0027) Tujuan : Setelah dilakukan tindakan  Identifikasi kemungkinan penyebab
keperawatan selama 3x24 jam diharapkan hiperlikemia
kadar glukosa darah berada pada rentang  Monitor kadar glukosa darah
normal dengan kriteria hasil :  Monitor tanda dan gejala hiperglikemia
- Pasien tidak meras lemas (polyuria, plodipsia, polifagia, kelemaham,
- Kadar glukosa dalam darah menurun sakit kepala)
- Pasien tidak pusing Terapeutik:
- Keluhan lapar menurun  Berikan asupan cairan oral
- Rasa haus berlebih menurun  Konsultasi dengan medis jika tanda dan gejala
tetap ada atau memburuk
 Fasilitasi ambulasi jika ada hipotensi ortostatik
Edukasi:
 Anjurkan menghindari olahraa saat kadar
glukosa darah >250 mg/dl
 Anjurkan monitor kadar glukosa darah secara
mandiri
 Anjurkan kepatuhan terhadap diet dan
olahraga
 Anjurkan pengelolaan diabetes
Kolaborasi
 Kolaborasi pemberian insulin, jika perlu
 Kolaborasi pemberian cairan IV, jika perlu
 Kolaborasi pemberian kalium, jika perlu
Dukungan Kepatuhan Program Pengobatan
(I.12361)
Observasi
 Identifikasi kepatuhan menjalani program
pengobatan
Terapeutik
 Buat komitmen menjalaniprogram pengobatan
dengan baik
 Diskusikan hal-hal yang dapat mendukung
atau menghambat berjalannya program
pengobatan
 Libatkan keluarga untuk mendukung program
pengobatan yang dijalani
Edukasi
 Informasikan proram pengobatan yang harus
dijalani
7. Evaluasi
Evaluasi atau tahap penilaian meupakan tindakan perbandingan yang
sistematis dan terencana tentang kesehatan klien dengan tujuan yang telah
ditetapkan, dilakukan dengan cara bersambungan dengan melibatkan klien,
keluarga dan tenaga kesehatan. Tujuan evaluasi adalah untuk melihat
kemampuan klien menapai tujuan yang disesuaikan dengan kriteria hasil
pada tahap perencnaan (Sri Wahyuni,2016).
Teknik penulisan SOAP sebagai berikut:
a. S (Subjective) :
Data subjektif atau informasi didapatkan dari pasien setelah mendapatkan
tindakan, seperti saat klien menjelaskan tanda sakit atau menyatakan
keinginannya untuk mengetahui tentang pengobatan. Ada tidaknya data
sujektif dalam catatan perkembangan tergantung pada keakutan penyakit
klien.
b. O (Objective) : informasi yang didapatkan dari hasil pengamatan,
penilaian, pengukuran yang dilakukan perawat setelah tindakan.
Misalnya hasil laboratorium, pemeriksaan fisik, hasil observasi at 31
radiologi.
c. A (Assessment) :
membandingkan antara informasi subjektif dengan informasi objektif
dengan tujuan dan kriteria hasil yang kemudian dapat ditarik kesimpulan
bahwa masalah teratasi, masalah teratasi sbagian atau masalah tidak
teratasi.
d. P (planning) :
perencanaan bergantung pada pengkajian situasi yang dilakukan olrh
tenaga kesehatan. Rencana dapat meliputi instruksi untuk mengatasi
masalah klien, pendidikan klien bagi individu atau keluarga dan tujuan
asuhan. Rencana yang terdengan dalam evaluasi atau catatan SOAP
dibandinngkan dengan rencana pada catatan terdahulu, kemudian dapat
ditarik keputusan untuk merevisi, memodifikasi atau meneruskan
tindakan yang lalu. 5. Rencana tindak lanjut dapat berupa : rencana
diteruskan apabila masalah tidak berubah, rencana dimodifikasi apabila
masalah tetap dan semua tindakan telah dijalankan tetapi hasil belum
memuaskan, rencana dibatalkan apabila muncul masalah baru dan
bertolak belakang dengan masalah yang ada serta diagnose lama
dibatalkan, rencana atau diagnose selesai ika tujuan sudah tercapai dan
yang diperlukan adalah memelihara dan mempertahankan kondisi yang
baru (Hermanus, 2015). Menurut Olfah (2016) ada 3 tahap keputusan
dalam evaluasi antara lain:
1. Klien telah mencapai hasil yang ditentukan dalam tujuan, rencana
mungkin dibatalkan. 2. Klien masih dalam proses mencapai hasil yang
ditentukan, sehingga pada penambahan waktu, resources dan intervensi
sebelum tujuan berhasil. 3. Klien tidak dapat mencapai hasil yang
ditentukan sehingga perlu: a. Mengkaji ulang masalah atau respon yang
lebih akurat. b. Membuat outcome yang baru mungkin outcome yang
pertama tidak merealistis atau mungkin keluarga tidak menghendaki
terhadap tujuan yang disusun oleh perawat. c. Intervensi keperawatan
harus dievaluasi daam hal ketepatan untuk mencapai tujuan sebelumnya.
Setelah dilakukan tindakan fisioterapi dada peneliti berharap pasien
dengan masalah bersihan jalan nafas tidak efektif dapat mengeluarkan
dahak, frekuensi nafas dalam batas normal, tidak ada suara tambahan,
dan batuk berkurang.
Daftar Pustaka

Aini, N., & Aridiana, L. M. (2016). Asuhan Keperawatan pada Sistem Endokrin
dengan Pendekatan NANDA NIC NOC. Jakarta: Salemba Medika.

Maryunani, A. (2013). Perawatan Luka Modern Praktis pada Wanita dengan


Luka Diabetes. Jakarta: Trans Info Media.

Maryunani, A. (2015). Perawatan Luka (Modern Woundcare). Bogor: In Media.

Padila. (2012). Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah. Yogyakarta:


Nuha Medika.

SDKI.2016.Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia.Jakarta:Dewan Pengurus


pusat PPNI.

SIKI. 2018. Standar Intervensi Keperawatan Indonesia. Jakarta : Dewan Pengurus


pusat PPNI.

SLKI. 2019. Standar Luaran Keperawatan Indonesia. Jakarta : Dewan Pengurus


Pusat PPN.

Anda mungkin juga menyukai