Anda di halaman 1dari 10

MAKALAH PERILAKU KESEHATAN

PENCEGAHAN PENYEMBUHAN PENYAKIT


DIARE PADA ANAK

Disusun Oleh :
MUSLIM
NIM. 196070042

UNIVERSITAS RESPATI INDONESIA (URINDO)


PROGRAM PASCA SARJANA MAGISTER ILMU KESEHATAN
TA. 2020/2021
BAB 1

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Diare adalah kejadian frekuensi buang air besar lebih dari 4 kali pada bayi dan
lebih dari 3 kali pada anak, konsistensi feses encer, dapat berwarna hijau atau dapat
pula bercampur lendir dan darah atau lendir saja (Ngastiyah, 2005). Sedangkan
menurut Suharyono (2008) diare adalah buang air besar dengan frekuensi yang tidak
normal (meningkat) dan konsistensi tinja yang lebih lembek atau cair. Hingga kini
Diare masih menjadi child killer (pembunuh anak-anak) peringkatpertama di
Indonesia. Semua kelompok usia diserang oleh Diare, baik balita,anak-anak dan
orang dewasa. Tetapi penyakit Diare berat dengan kematian yangtinggi terutama
terjadi pada bayi dan anak balita (Zubir, 2006). Kejadian diare pada kelompok umur
balita di Indonesia sebanyak 5,2%. Kejadian diare diIndonesia tergolong penyakit
menular tertinggi kedua pada balita usia 12-24 bulan yaitu sebanyak 7,6%.
(Riskesdas, 2013)
Faktor penyebab (agent) diare dapat dibagi menjadi empat faktor yaitu meliputi
faktor infeksi, faktor makanan dan faktor psikologis. Faktor infeksi dibagi menjadi
dua yaitu infeksi enternal adalah infeksi saluran pencernaan makanan yang
merupakan penyebab utama diare pada anak, disebabkan oleh bakteri E. Coli,
rotavirus, cacing, protozoa dan jamur, sedangkan infeksi parenteral adalah infeksi
diluar alat pencernaan makanan seperti Tonsilitis, Bronkopneumonia dan Ensefalitis.
Faktormal absorbsi misalnya malabsorbsi karbohidrat, lemak, dan protein.
Selanjutnya faktor makanan yaitu apabila seseorang mengkonsumsi seperti makanan
basi, beracun, dan alergi terhadap makanan. Apabila seseorang mengalami ketakutan
atau rasa cemas itu merupakan faktor psikologis yang juga dapat menyebabkan diare,
biasanya terjadi pada orang yang lebih besar (Ngastiyah, 2005).
Faktor penjamu yang meningkatkan kerentanan terhadap diare (agent),
beberapa faktor pada penjamu dapat meningkatkan insiden penyakit dan lamanya
diare yaitu :
1) Status gizi
Beratnya penyakit, lama dan risiko kematian karena diare meningkat pada anak-
anak yang menderita gangguan gizi, terutama pada penderita gizi buruk. Status
gizi adalah keadaan tubuh sebagai akibat konsumsi makanan dan penggunaan zat-
zat gizi. Balita yang mengalami status gizi kurang akan terjadi penurunan
produksi antibodi serta terjadinya atropi pada dinding usus yang menyebabkan
berkurangnya sekresi berbagai enzim sehingga memudahkanmasuknya bibit
penyakit ke dalam tubuh terutama penyakit diare.
2) Perilaku hidup bersih dan sehat (PHBS) yaitu kebiasaan mencuci tangan,
kebiasaan membuang tinja, pemberian imunisasi campak, penimbangan balita,
dan menggunakan air bersih yang cukup
Selanjutnya faktor lingkungan (environment) yang merupakan epidemiologi diare
atau penyebaran diare sebagian besar disebabkan karena faktor lingkungan yaitu
sanitasi lingkungan yang buruk (sumber air yang tidak bersih, pembuangan tinja yang
tidak hygienis, pembuangan sampah dan pembuangan air limbah) dan lingkungan
sosial ekonomi dimana sosial ekonomi yang rendah dapat mempengaruhi tingkat
partisipasi aktif dalam melaksanakan upaya pelayanan masyarakat, misalnya
meningkatkan fasilitas kesehatan lingkungan, meningkatkan status gizi masyarakat
yang merupakan faktor yang berhubungan dengan kejadian diare di masyarakat. Selain
itu misalnya orangtua yang pendidikannya tinggi akan senantiasa memiliki pngetahuan
yang baik tentang perilku hidup sehat, selanjutnya berpenghasilan rendah pada
umumnya mempunyai keadaan sanitasi yang buruk dan kebersihan perorangannya
juga buruk.
BAB II
PERILAKU DAN PERILAKU KESEHATAN

A. Perilaku
Menurut Notoatmodjo (2007) perilaku adalah sesuatu yang dilakukan;
perbuatan. Perilaku terdiri dari empat tingkatan yaitu:
1. Persepsi (Perception), mengenal dan memilih berbagai object sehubungan
dengan perilaku yang akan diambil.
2. Respon Terpimpin (Guided response), melakukan sesuatu sesuai dengan
urutan yang benar sesuai dengan contoh
3. Mekanisme (Mechanism), apabila seseorang telah dapat melakukan sesuatu
dengan benar secara otomatis, atau sesuatu itu sudah merupakan kebiasaan.
4. Adaptasi (Adaptation) adalah suatu praktek atau perilaku yang sudah
berkembang dengan baik. Perilaku itu sudah dimodifikasinya tanpa
mengurangi kebenaran perilaku. Perilaku manusia merupakan refleksi dari
berbagai gejala kejiwaan, seperti keinginan, minat, kehendak, pengetahuan,
emosi, berpikir, sifat, motivasi, reaksi dan sebagainya, namun demikian pada
realitasnya sulit dibedakan atau dideteksi gejala kejiwaan yang menentukan
perilaku seseorang. Apabila ditelusuri lebih lanjut, gejala kejiwaan ditentukan
atau dipengaruhi oleh berbagai faktor lain diantaranya adalah pengalaman,
keyakinan, sarana fisik, sosio budaya masyarakat.

B. Perilaku Kesehatan
Perilaku kesehatan atau yang sering disebut juga dengan istilah “health
behavior” mencakup tingkah budaya masyarakat dan perilaku seseorang yang erat
hubungannya dengan masalah status kesehatan. Perilaku kesehatan pada dasarnya
adalah suatu respons seseorang (organisme) terhadap stimulus yang berkaitan dengan
sakit atau penyakit, sistem pelayanan kesehatan,makanan, serta lingkungan (Suryani
dan Widyasih, 2008). Menurut Notoatmodjo (2011) perilaku kesehatan adalah
tindakan atau kegiatan seseorang dalam memelihara dan meningkatkan
kesehatannya. Termasuk juga tindakan-tindakan untuk mencegah penyakit,
kebersihan peroorangan, memilih makanan, sanitasi dan sebagainya.
C. Perilaku Pencegahan Penyakit Diare
Menurut Widoyono (2008) penyakit diare dapat dicegah melalui promosi kesehatan,
antara lain :
1) Menggunakan air bersih.
Tanda-tanda air bersih adalah ada 3 yaitu,tidak berwarna, tidak berbau, dan tidak
berasab.
2) Memasak air sampai mendidih sebelum diminum untuk mematikan sebagian
besar kuman penyakit
3) Mencuci tangan dengan sabun pada waktu sebelum makan, sesudah makan, dan
sesudah buang air besar (BAB)
4) Memberikan ASI pada anak sampai berusia dua tahun
5) Menggunakan jamban yang sehat
6) Membuang tinja bayi dan anak dengan benar

Faktor Predisposisi :

1. Pengetahuan
2. Keyakinan
3. Kepercayaan
4. Nilai-nilai
5. Tradisi Perilaku Pencegahan Diare
6. Sikap
a) Menggunakan air bersih
b) Memasak air sampai mendidih
Faktor Pendukung
c) Mencuci tangan dengan sabun pada
1. Ketersedian sumber- waktu sebelum makan, sesudah
sumber makan, dan sesudah buang air besar
2. Atau Sarana dan (BAB)
prasarana(fasilitas d) Memberikan ASI pada anak sampai
berusia dua tahun
e) Menggunakan jamban yang sehat
Faktor Pendorong
f) Membuang tinja bayi dan anak
Sikap dan perilaku dengan benar
petugas kesehatan atau
tokoh masyarakat.
Sumber : Lawrence Green (1980)
Menurut Lawrence Green (1980) perilaku kesehatan dipengaruhi 3 faktor yitu
a) Faktor-faktor predisposisi (predisposing factors) yaitu seseorang dibrikan
pengetahuan tentang diare, bagaimana sikap orangtua yang baik untuk mencegah
diare pada anaknya, keyakinan tentang pentingnya mencegah diare, kepercayaan
bahwa diare merpakan penyakit yang berbahaya, nilai-nilai, tradisi, dan
sebagainya.
b) Faktor-faktor pendukung (enabling factors) adalah faktor-faktor yang
memungkinkan atau yang memfasilitasi prilaku atau tindakan. Yang dimaksud
dengan faktor pemungkin adalah sarana dan prasarana atau fasilitas- fasilitas
kesehatan misalnya : puskesmas, obat-obatan diare seperti oralit dan obat-obatan
yang mengandung zinc, alat-alat seperti sanitasi yang baik, pembuangan sampah
yang memadai, jamban yang bersih dan sebagainya.
c) Faktor-faktor penguat atau pendorong (reinforcing factors) yaitu sikap dan
perilaku petugas kesehatan, atau petugas yang lain yang merupakan kelompok
referensi dari perilaku masyarakat misalnya dengan melakukan penyuluhan
tentang diare. Sehingga diharapkan semakin baik faktor-faktor tersebut maka
perilaku pencegahan diare akan semakin berhasil.
Tahapan perilaku pencegahan menurut teori ABC terdiri dari pemicu yang
menyebabkan seseorang berperilaku (Antecendent) yaitu petugas kesehatan
memperhatikan fenomena kejadian diare, bagaimana pola penyebaran penyakit, pola
penyebaran dan perkembangan vektor, siapa saja sasaran yang rentan terkena diare,
yang kemudian semua ini dapat dijadikan sebagai beberapa teknik pencegahan yang
hasil rumusan pencegahannya dapat disebarluaskan kepada masyarakat umum.
selanjutnya, reaksi atau tindakan terhadap adanya pemicu (Behavior) misalnya
dengan merencanakan strategi dan menyusun rencana pencegahan diare misalnya
membuat pamflet dan promosi kesehatan, dan kejadian selanjutnya yang mengikuti
perilaku (Concewuences) dalam hal ini yang harus dilakukan oleh petugas kesehatan
adalah berhubungan langsung dengan masyarakat dan memberikan contoh perilaku
pencegahan diare yang benar kepada masyarakat sehingga masyarakat mengikuti.
Berdasarkan teori WHO sehubungan dengan pencegahan diare yaitu Thoughts
and Feeling (Pemikiran & Perasaan), Personnal References (Referensi
seseorang)/orang penting sebagai referensi, Resources (Ketersediaan Sumber Daya),
Culture (Sosio Budaya). Misalnya bagaimana merubah perilaku seorang anak yang
merasa mencuci tangan menggunakan sabun setelah BAB adalah hal yang wajar,
selanjutnya petugas kesehatan memberikan promkes kapada orangtua agar mampu
memberikan contoh hidup bersih tersebut sehingga anak mampu mengikuti. Atau
dan bersama-sama orangtua mengajarkan kebiasaan PHBS sehingga merubah
kebiasaan anak .

D. Pengobatan Diare
Menurut Whaley and Wong (2009) penatalaksanaan diare pada balita
difokuskan pada penyebab, keseimbangan cairan dan elektrolit, serta fungsi perut.
Prinsipnya adalah mengganti cairan yang hilang (dehidrasi),tetap memberikan
makanan, tidak memberikan obat anti diare (antibiotik hanya diberikan atau
indikasi), dan penyuluhan. Penderita diare kebanyakan dapat sembuh tanpa
pengobatan khusus. Serangan diare yang berulang akan mendorong tanpa serangan
diare yang berulang akan mendorong penderita ke dalam keaaan malnutrisi oleh
karena itu penatalaksanaan yang benar sangat dibutuhkan karena dapat menurunkan
angka kesakitan dan kematian, apalagi pada anak-anak. Selain itukeluarga dapat
menjaga balita atau anak-anak dari diare dengan menjaga kebersihan lingkungan
serta makanan. Selain itu bila sudah terkena maka keluarga dapat melakukan
pertolongan dengan memberikan oralit atau campuran gula dan garam. Adapun cara
membuatnya, yaitu: tuangkan air matang ke dalam gelas bersih (200 ml), ditambah 1
sendok teh munjung gula pasir dan ¼ sendok teh garam dapur, aduk sampai larut
benar. Cairan rumah tangga adalah cairan yang berasal dari makanan seperti bubur
encer dari tepung, sup, air tajin, air kelapa muda, dan makanan yang diencerkan.
Menurut Widjaja (2004) pengobatan diare antara lain sebagai berikut:
1) Pengobatan Medis
Pengobatan medis dilakukan setelah diketahui dengan tepat penyebab munculnya
diare. Jika penyebabnya infeksi, pengobatan hanya ditujukan untuk
menghilangkan infeksi tersebut. Dalam pengobatan laboratorium agar diketahui
dengan pasti antibiotik yang dapat igunakan. Di samping itu, jenis antibiotik yang
digunakan juga harus disesuaikan dengan umur penderita. Pengobatan medis
hanya dapat dilakukan oleh dokter.
2) Pengobatan Dietetik
Pengobatan dietetik dibagi menjadi tiga fase, yaitu fase puasa,realimentasi
(pemulihan), dan fase kembali ke makan semula
.
Selanjutnya Konsep Health Belief Model dalam pengobatan DBD memberikan
gambaran bahwa terdapat 5 indikator yaitu Pertama, kerentanan yang dirasakan
(Perceived Susceptibility) dengan memunculkan pendapat kerentaan pada saat berada
kondisi lingkungan tertentu, kerentanan pada seluruh usia dan seluruh orang, dan
kerentanan bila tidak melakukan upaya pengobatan diare. Kedua, keparahan yang
dirasakan (Perceived Severity). Pengukuran keparahan dilihat pada anggapan bahwa
diare bisa menyebabkan kematian, dan kerugian yang didapat, serta penilaian pada
akibat yang ditimbulkan dari diare. Anggapan keparahan pada DBD dikategorikan
mulai tidak parah, cukup parah, dan parah. Ketiga, isyarat untuk melakukan tindakan
(Cues to action) yaitu isyarat melakukan tindakan mulai dari media massa,
elektronik, dan non elektronik. Keempat, manfaat yang dirasakan (Perceived
Benefits). Faktor persepsi manfaat tentang anggapan manfaat dari melakukan
pengobatan diare. Kelima, hambatan yang dirasakan (Perceived Barriers). Variabel
ini merupakan lawan dari persepsi manfaat. Persepsi hambatan menggambarkan
beberapa kendala yang dirasa oleh pasien untuk melakukan tindakan pengobatan
diare.
DAFTAR PERTANYAAN.

Pengetahuan
No Pertanyaan Benar Salah
1. Diare adalah buang air besar dalam bentuk cairan lebih dari
tiga kali dalam satu hari
2. Dehidrasi adalah gangguan dalam keseimbangan cairan atau
air pada tubuh
3. kekurangan cairan (dehidrasi) disebabkan karena fBanyaknya
cairan yang keluar saat mengalami diare
4. Untuk menentukan tingkat dehidrasi yang diderita anak
dapat dilihat dari penurunan berat badan anak
5. Diare dapat ditularkan melalui Feces, udara, tangan dan
makanan
6. Langkah pertama yang harus dilakukan pada anak yang
mengalami dehidrasi akibat diare adalah Memberikan oralit
pada anak
7. Komplikasi yang sering dijumpai akibat diare pada anak adalah
kekurangan cairan dan gangguan gizi akibat kelaparan
8. Cara membuat larutan gula garam sebagai pengganti
Oralit 1 sendok teh gula ditambah ¼ sendok teh garam
dilarutkan dalam 1 liter air
9. Ketika anak diare makanan apa saja yang harus dihindari
Minuman bersoda dan dengan pemanis buatan
10. Waktu yang tepat membawa anak yang terserang diare ke
Dokter adalah ketika buang air besar cair lebih sering dan
tidak membaik dalam tiga hari
11. Langkah yang dapat dilakukan untuk mencegah diare
pada anak adalah membuang tinja dengan benar dan
menggunakan air yang bersih

Sikap
No Pertanyaan SS S KS TS STS
1. Diare dapat menyebabkan anak kekurangan cairan
2. Setelah anak selesai bermain sebaiknya mencuci
tangan anak dengan sabun
3. Anak dapat terserang diare karena diberikan susu
formula dengan dot yang tidak bersih
4. Pengobatan diare memerlukan biaya yang besar
5. Penanganan diare pada anak cukup dengan
memberikan cairan oralit sesuai tingkat diare yang
diderita anak
6. Bila makanan disimpan lebih dari 6 jam kuman
tidak dapat berkembang biak pada makanan
tersebut
7. Pemberian susu formula sebaiknnya dihentikan
ketika anak mengalami dehidrasi
8. Mencuci tangan sebelum memberi makan dan
sesudah buang air besar merupakan langkah
mencegah diare pada anak
9. Ibu akan segera memberikan larutan oralit saat anak
balitanya buang air besar terus-menerus yang
disertai mual dan muntah
10. Ibu akan tetap menggunakan larutan oralit yang
sudah dibuat lebih dari 24 jam
11. Ibu dapat menghentikan pemberian cairan oralit
ketika balita tidak buang air besar terus menerus
dalam bentuk cair
12. Ibu dapat memberikan air tajin, air kelapa atau
larutan gula garam untuk mencegah dehidrasi jika
oralit tidak tersedia dirumah

Perilaku Pencegahan Diare


No Pertanyaan Ya Tidak
1. Apakah ketika anak ibu buang air besar tidak seperti biasanya ibu
akan langsung membawanya kedokter atau pelayanan kesehatan
2. Apakah ibu tetap memberikan susu formula ketika anak mengalami
kekurangan cairan akibat diare
3. Ketika anak mengalami dehidrasi apakah ibu mempuasakan anak
dari makanan dan minuman
4. Ketika anak diare apakah ibu segera memberikan oralit atau larutan
gula garam
5. Apakah ibu memberikan jus buah atau teh manis sebagai pengganti
oralit ketika anak mengalami kekurangan cairan
6. Apakah ibu memberikan oralit setiap 30 menit sekali saat anak
mengalami kekurangan cairan
7. Apakah ibu menyediakan ORS atau oralit dirumah
8. Apakah selain memberikan oralit ibu juga memberikan makanan
tambahan pada anak
9. Apakah ketika anak mengalami kekurangan cairan ibu memberikan
antibiotik
10. Apakah ibu memberikan oralit ketika anak diare walaupun anak
belum memasuki tahap kekurangan cairan
11. Apakah ketika anak muntah ibu menghentikan pemberian oralit
selama 10 menit
12. Apakah ibu menghentikan pemberian ASI pada saat anak mengalami
dehidrasi akibat diare
13. Apakah ibu memberikan cairan oralit secara terus menerus sampai
diare yang diderita anak sembuh

Anda mungkin juga menyukai