Anda di halaman 1dari 3

Pemilahan sampah dalam UU adalah kewajiban semua orang.

Jadi ada dukungan hukum untuk


di dirive melalui sistem pengawasan sampai penindakan (ada sanksi), selain itu perlu didorong
untuk diperkuat dengan sistem insentif dan dukungan sarana dan sistem.

Jadi peran edukasi setidaknya untuk memastikan masyarakat paham untuk bisa comply, itu
basicnya. Kemudian aspek2 motivasi tentunya akan membantu

terkait memampukan masyarakat untuk comply inilah perlu dipertimbangkan aspek komunikasi
publik regulasi dan sistem pemilahan sampah. Mungkinkan konsep literasi bisa menjadi
kerangka analisis di sini. (mis tingkat literasi eksisting terkait berbagai peristilahan dan
konsep dari pemilahan... --> pemahaman dan cara yang saat ini masyarakat lakukan)
Kuncinya dalam strategi komunikasi yang akan bersifat massif (karena UU meminta agar setiap
orang melakukan pemilhan), gap antara pemahaman eksisting misalnya terkait istilah yang
digunakan perlu jadi pertimbangan, walaupun tetap harus maksimal mendukung operasional
pengelolaan...

MIsalnya perlu dibandingkan :


organik dan non organik
dengan
sisa makanan, sisa kebun, botol, kaca, logam + dan lain-lain (general waste) --> lebih banyak
tetapi apakah lebih workable ?

keduanya bisa dengan relatif mudah di integrasikan dengan sistem operasional pengelolaan
sampah yang standar dan sesuai dengan masterplan

2… Aspek Sosial Budaya


Pemilahan Sampah
Aspek sosial budaya dalam pemilahan sampah terkait dengan kebiasaan masyarakat
dalam memperlakukan sampah. Dalam perspektif komunikasi jika mengacu pada hierarki
pengelolaan sampah yang dikemukakan oleh ISWA EU (2011) maka pengelolaan sampah
dapat digambarkan sebagai berikut:

Gambar 2... Hirarki Pengelolaan Sampah dalam konteks komunikasi


Hirarki tersebut menunjukkan bahwa untuk dapat memilih seseorang harus memiliki
pengetahuan tentang potensi sampah yang akan dihasilkan dari produk yang
digunakannya. Bekal pengetahuan tersebut merupakan upaya pencegahan dari
menghasilkan sampah yang tidak dapat memasuki proses selanjutnya yaitu persiapan
untuk menggunakan bahan-bahan yang tidak dipakai pada fungsi utamanya, mendaur
ulang, memperbaiki dan baru membuang sisa yang benar-benar sudah tidak memiliki
manfaat lagi. Dalam konteks komunikasi, pencegahan menggunakan produk yang dapat
menghasilkan sampah yang tidak dapat diolah lebih lanjut ini terkait dengan konteks,
budaya dan bahasa. Artinya istilah sampah sendiri akan beragam sesuai dengan konteks
sosial dan budaya pengguna produk, misalnya bagi konsumen pada umumnya botol
plastik adalah sisa produk yang tidak akan dipergunakan lagi, tetapi bagi pekerja seni,
pengerajin atau pemulung botol plastik yang dianggap sisa tersebut bisa menjadi bahan
utama dari produk yang mereka hasilkan.
Dengan demikian, masalah pemilahan harus sudah terjadi mulai dari tahap
prevention (pencegahan), artinya masyarakat harus memiliki pengetahuan untuk mulai
mengurangi atau membatasi konsumsinya agar mengurangi produksi sampah. Namun
proses pengurangan konsumsi ini tidak akan berhasil jika tidak didukung dengan sistem
yang memadai, yang dimaksud dengan sistem dalam konteks pemilhan dari sumber
bukan saja terkait dengan ketersediaan sistem pengelolaan sampah, tetapi secara luas
termasuk dalam penyediaan informasi tentang kategori produk yang dikonsumsi.
Misalnya apakah produk yang dikonsumsi tersebut dapat dipergunakan ulang, di daur
ulang atau langsung dibuang ketika fungsi utamanya sudah digunakan, semisal produk
kesehatan atau produk yang mengandung kimia berbahaya.
Penyediaan informasi juga harus memperhatikan keterbacaan (literasi) masyarakat
tentang sampah, artinya dalam menggunakan berbagai istilah yang dikenal dalam
berbagai peraturan yang tersedia tentang pengelolaan sampah, harus menghasilkan
persepsi (pemaknaan pesan) bagi yang membacanya. Dengan kata lain siapapun yang
menggunakan informasi yang disediakan harus memahaminya dalam derajat yang sama,
karena perbedaan persepsi akan menghasilkan perbedaan makna dan tentunya akan
berdampak pada proses pengaplikasiannya.
Merujuk pada karakter sosial-budaya masyarakat Indonesia dalam membuang
sampah, maka pengelolaan sampah di tanah air termasuk di Bandung perlu dilakukan
seperti konsep yang dikemukakan oleh Manfred Fehr (2012) dari Institute of Geographic,
Federal University Uberlandia, Brazil dalam penelitiannya tentang pengembangan zero
waste area di kota Araguari Brazil. Hasil penelitiannya menunjukkan bahwa dalam
mengelola sampah juga sekaligus mengelola perilaku manusia, karena merubah
kebiasaan dari tidak memilah menjadi memilah, dari tidak mendaur ulang menjadi
mendaur ulang membutuhkan proses dan waktu yang tidak sebentar.
Lebih jauh Fehr (2012) menjalaskan bahwa sistem pengelolaan sampah dan
ketersediaan peraturan juga menjadi komponen penting yang harus diperhatikan.
Masyarakat tidak akan dapat bergerak jika tidak ada sistem dan peraturan yang
mendukung, juga ketersediaan sarana seperti sarana pewadahan untuk pemilahan
sampah, pusat pengomposan, atau tempat-tempah pengolahan sampah an-organik.

Anda mungkin juga menyukai