Anda di halaman 1dari 15

RESUME PENGUATAN SKILL DALAM UNIVERSAL

PRECAUTION DAN PRAKTIK PROFESIONAL BIDAN

Di Susun Oleh :
RIEFNA YASMINE
NPM : 230505304484
Kelas : A2

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN DAN PROFESI BIDAN


STIKES BHAKTI PERTIWI INDONESIA
TAHUN AJARAN 2023/2024
UNIVERSAL PRECAUTIONS

UNIVERSAL PRECAUTIONS

Kebijakan baru yang bernama kewaspadaan universal atau universal


precaution dikembangkan sejak adanya penyakit AIDS, Adanya kasus
417,359 meninggal. Sejak pertama kali th1996, hingga skrg < 42%. Sejak
menurun 20% angka kematian akibat AIDS.
December 1998, 688,200 di Amerika dinyatakan menderita AIDS.
Diperkirakan minimal 40,000 penderita HIV baru tiap tahun. Tiap tahun bayi
baru lahir terinfeksi HIV. Lebih 80% anak diatas terinfeksi melalui ibu atau
melalui proses kelahiran. Antara telah menurun 43%. 1,000,000 orang
amerika carrier Hepatitis B dalam darahnya. Sekitar 300,000 terinfeksi melalui
ibunya.

Tujuan utamanya adalah untuk melindungi keluarga/tim perawatan dari


berbagai infeksi
Bukan hanya HIV, justru risiko penularan HIV pada keluarga di rumah sangat
amat rendah.
Jadi kita harus menganggap sebagian besar cairan tubuh sebagai sumber
infeksi.

Cairan tubuh yang perlu diwaspadai


Semen, Cairan vagina, Cairan ketuban, Cairan limfa, Cairan cerebrospinal,
Cairan pleura dan peritoneal, Cairan pericardial

Universal precaution tidak mencakup :


Faeses, Nasal secretions, Sputum, Keringat,Urine, Cairan muntah, Air liur
(kecuali ketika tercampur darah dalam tindakan mulut).

Kegiatan yang paling berisiko yaitu:


Menyuntik/mengambil darah, Tindakan bedah, Tindakan kedokteran gigi,
Persalinan, Membersihkan darah/cairan lain.

Perilaku yang menempatkan petugas layanan kesehatan atau pasien


dalam keadaan berisiko :
Menutup jarum suntik kembali , Salah meletakkan jarum, pisau/alat tajam,
Menyentuh pasien tanpa cuci tangan.
Petugas layanan kesehatan hrs menerapkan kewaspadaan universal secara
penuh dalam hubungan dengan semua pasien
1. Administrative Controls
2. Standard Precautions
3. Alat Pelindung
4. Perawatan dirumah

Administrative Controls
 Pendidikan : Mengembangkan sistem pendidikan tentang tindakan
pencegahan kepada pasien, petugas, dan pengunjung rumah sakit
untuk meyakinkan mereka dan bertanggung jawab dalam
menjalankannya
 Ketaatan terhadap tindakan pencegahan (Adherence to Precaution) :
Secara periodik menilai ketaatan terhadap tindakan pencegahan dan
adanya perbaikan langsung

Standard Precautions
 Cuci tangan dengan menggunakan antiseptik setelah berhub. dengan
pasien atau setelah membuka sarung tangan
 Segera cuci tangan setelah ada hubungan dengan cairan tubuh
 Pakai sarung tangan bila mungkin akan ada hubungan dengan cairan
tubuh atau peralatan yang terkontaminasi dan saat menangani
peralatan habis pakai
 Pakai masker dan kacamata pelindung bila mungkin ada percikan
cairan tubuh
 Tangani dan buang jarum suntik dan alat tajam lain secara aman; yang
sekali pakai tidak boleh dipakai ulang
 Bersihkan dan disinfeksikan tumpahan cairan tubuh dengan bahan
yang cocok
 Patuhi standar untuk disinfeksi dan sterilisasi alat medis
 Tangani semua bahan yang tercemar dengan cairan tubuh sesuai
dengan prosedur
 Buang limbah sesuai prosedur
 Kesehatan karyawan dan darah yang terinfeksi bakteri patogen

Pemisahan limbah sesuai jenisnya diawali sejak limbah tersebut


dihasilkan
 Limbah padat terkontaminasi dengan darah atau cairan tubuh dibuang
ke tempat sampah kantong plastik kuning
 Limbah padat tidak terkontaminasi dengan darah atau cairan tubuh
dibuang ke tempat sampah kantong plastik hitam
 Limbah benda tajam atau jarum dibuang ke kontainer yang berwarna
kuning tahan tusuk dan tahan air

Untuk mencegah luka tusuk benda tajam:


 Berhati-hati saat menangani jarum, scalpel, instrumen yang tajam atau
alat kesehatan lainnya dengan permukaan tajam,
 Jangan pernah menutup kembali jarum bekas pakai atau
memanipulasinya dengan kedua tangan.
 Jangan pernah membengkokkan atau mematahkan jarum
 Buanglah benda tajam atau jarum bekas pakai ke dalam wadah yang
tahan tusuk dan air, dan tempatkan pada area yang mudah dijangkau
dari area tindakan.
 Gunakan mouthpieces, ressucitation bags atau peralatan ventilasi lain
sebagai alternatif mulut ke mulut

Alat pelindung yang dibutuhkan antara lain :


 Sarung tangan, digunakan sebab tangan atau kulit berpotensi kontak
dengan darah atau cairan lain dan material yang terkontaminasi.
 Celemek
 Masker atau pelindung muka, untuk menghindari droplet darah atau
cairan lain dari mulut, mata atau hidung
 Kacamata
 Pelindung kaki
 Prosedur universal precaution untuk perawatan di rumah serupa
dengan di rumah sakit, hanya mungkin lebih sederhana.
 Bila tidak ada sarung tangan, secara darurat kita dapat memakai
kantong plastik yang utuh.
 Menutup semua luka pada kulit dengan plester
 Menjaga kebersihan di rumah.
 Cucian bila tercemar cairan lebih baik dicuci dengan pemutih dulu
(larutan klorin 0,5%) dengan memakai sarung tangan, kemudian dapat
dicuci dengan sabun seperti biasa.
ATRIBUT BIDAN PROFESIONAL

Latar Belakang
Bidan adalah seorang yang telah menyelesaikan program pendidikan
bidan yang diakui oleh negara dan memperoleh kualifikasi dan diberi izin
untuk menjalankan praktek kebidanan di negara itu.
Harus mampu memberikan supervisi, asuhan dan memberikan nasehat
yang dibutuhkan kepada wanita selama masa hamil, persalinan dan masa
pasca persalinani serta asuhan pada bayi baru lahir dan anak
 Kompetensi adalah pengetahuan yang dilandasi oleh pengetahuan,
ketrampilan, dan sikap yang harus dimiliki oleh seorang bidan dalam
melaksanakan praktik kebidanan pada berbagai tatanan pelayanan
kesehatan, secara aman, dan tanggung jawab sesuai dengan standar
dengan syarat untuk dianggap mampu oleh masyarakat (PP IBI, 2004).

PROFESIONALISME BIDAN
 Profesionalisme adalah pilar yang akan menempatkan birokrasi sebagai
mesin efektif bagi pemerintah dan sebagai parameter kecakapan
aparatur dalam bekerja secara baik. profesionalisme adalah kompetensi,
efektivitas, dan efisiensi serta bertanggung jawab
 Menurut Soedijarto mendefinisikan profesionalisme sebagai perangkat
atribut-atribut yang diperlukan guna menunjang suatu tugas agar

sesuai dengan standar kerja yang diinginkan. Menurut Philips


memberikan definisi
 profesionalisme sebagai individu yang bekerja sesuai dengan standar
moral dan etika yang ditentukan oleh pekerjaan

Aspek-Aspek Profesionalisme
 Aspek potensial, yaitu memiliki potensi herediter yang bersifat dinamis
yang terus berkembang dan dapat dikembangkan.
 Aspek profesionalisme atau vokasional, yaitu memiliki kemampuan dan
ketrampilan kerja atau kejujuran dalam bidang tertentu dengan
kemampuan dan ketrampilan yang dapat mengabdikan dirinya dalam
bekerja dan menciptakan hasil secara optimal.
 Aspek fungsional, yaitu melaksanakan pekerjaannya secara tepat guna
dengan bekerja sesuai tugas fungsinya
 Aspek operasional, yaitu mendayagunakan kemampuan dan
ketrampilannya dalam proses dan prosedur pelaksanaan kegiatan kerja
yang ditekuninya.
 Aspek produktifitas, yaitu memiliki motif berprestasi, berupaya agar
berhasil, dan memberikan hasil yang baik secara kuantitas dan kualitas

Karakteristik dan Ciri Profesionalisme


 Profesionalisme menghendaki sifat mengejar kesempurnaan hasil,
sehingga dituntut untuk selalu mencari peningkatan mutu
 Profesionalisme memerlukan kesungguhan dan ketelitian kerja yang
hanya dapat diperoleh melalui pengalaman dan kebiasaan
 Profesionalisme menuntut ketekunan dan ketabahan yaitu sifat tidak
mudah puas atau putus asa sampai hasil tercapai
 Profesionalisme memerlukan integritas tinggi yang tidak tergoyahkan
oleh ”keadaan terpaksa” atau goadaan iman seperti harta dan
kenikmatan hidup
 Profesionalisme memerlukan adanya kebulatan fikiran dan perbuatan
sehingga terjaga efektivitas kerja yang tinggi

Dimensi Profesionalisme
Sikap profesionalisme dinilai melalui lima dimensi :
1. Pengabdian pada profesi
2. Kewajiban sosial
3. Kemandirian
4. Keyakinan terhadap profesi
5. Hubungan dengan sesama profesi

Indikator Profesionalisme Bidan


1. Kode etik profesi
2. Tanggung jawab
3. Melakukan kolaborasi dan rujukan yang tepat
4. Pendidikan berkelanjutan
5. Berkompeten

KESIMPULAN
 Kompetensi merupakan pengetahuan, keterampilan, nilai dan sikap
dasar yang direfleksikan dalam kebiasaan berpikir dan bertindak yang
bersifat dinamis, berkembang, dan dapat diraih setiap waktu.
 Kompetensi tersebut dibagi atas 2 kategori, yaitu
1. Kompetensi Inti atau Dasar
2. Kompetensi Tambahan atau Lanjutan

PERAN BIDAN SEBAGAI PRAKTISI YANG OTONOMI, TEORI OTONOMI,


AKUNTABILITAS, DAN REGULASI

Pengertian Akuntabilitas
 Akuntabilitas dalam Sedarmayanti (2009:195) menyebutkan bahwa
akuntabilitas ditujukan untuk mencari jawaban terhadap pertanyaan
yang berhubungan dengan pelayanan apa, siapa, kepada siapa, milik
siapa, yang mana, dan bagaimana.
 Akuntabilitas bidan adalah pertanggungjawaban dan tanggung gugat
(accountability) atas semua tindakan yang dilakukannya. Oleh karena
itu, semua tindakan yang dilakukan oleh bidan harus berbasis
kompetensi dan didasari suatu evidence based.

Pengertian Regulasi
 Regulasi adalah seperangkat peraturan untuk mengendalikan suatu
tatanan yang
 dibuat supaya bebas dari pelanggaran dan dipatuhi semua anggotanya.

Pengertian Otonomi
 Menurut Wayong (1979) otonomi sebagai kebebasan untuk memelihara
dan memajukan kepentingan khusus daerah, keuangan sendiri,
menentukan hukuman sendiri, dan pemerintahan sendiri.

Otonomi Bidan Dalam Pelayanan Kebidanan


 Profesi yang berhubungan dengan keselamatan jiwa manusia, adalah
pertanggungjawaban dan tanggung gugat (accountability) atas semua
tindakan yang dilakukannya. semua tindakan yang dilakukan oleh
bidan harus berbasis kompetensi dan didasari evidence based.
 Akuntabilitas diperkuat dengan satu landasan hukum yang mengatur
batas-batas wewenang profesi, dengan adanya legitimasi kewenangan
bidan memiliki hak otonomi dan mandiri untuk bertindak secara
profesional yg dilandasi kemampuan berfikir logis dan bertindak sesuai
standar profesi dan etika profesi.
Praktik kebidanan merupakan inti dari berbagai kegiatan bidan dalam
penyelenggaraan upaya kesehatan yang harus terus ditingkatkan mutunya
melalui:
1. Pendidikan dan pelatihan berkelanjutan.
2. Penelitian dalam bidang kebidanan.
3. Pengembangan ilmu dan tekhnologi dalam kebidanan.
4. Akreditasi.
5. Sertifikasi.
6. Registrasi.
7. Uji kompetensi.
8. Lisensi.

Beberapa dasar dalam otonomi dan aspek legal (regulasi hukum) yang
mendasari dan terkait dengan pelayanan kebidanan adalah :
1. Keputusan Menteri Kesehatan RI No. 900/ Menkes/ SK/ VII/ 2002
tentang Registrasi dan Praktik Bidan.
2. Standar Pelayanan Kebidanan, 2001.
3. Keputusan Menteri Kesehatan No. 369/ Menkes/ SK/ III/ 2007
tentang Standar Profesi Bidan. No. 23 tahun 1992 tentang Tugas dan
Tanggung Jawab Tenaga Keseh
4. Undang-undang Kesehatan.
5. Undang-undang No. 36 tahun 2014 tentang Tenaga Kesehatan.
6. Keputusan Menteri Kesehatan RI No. 1277/ Menkes/ SK/ XI/ 2001
tentang Organisasi & Tata Kerja DepKes
7. PMK No. 28 tahun 2017 tentang Izin & Penyelenggaraan Praktik Bidan.
8. Undang-undang No. 38 tahun 2014 tentang Keperawatan.
9. Undang-undang tentang Aborsi, Adopsi, Bayi Tabung, dan
Transplantasi.
10. Peraturan Menteri Kesehatan RI No. 1464/ Menkes/ SK/ X/ 2010
tentang Izin dan Penyelenggaraan Praktik Bidan.
11. Peraturan Menteri Kesehatan RI No. 585/ Menkes/ Per/ IX/ 1989
tentang Persetujuan Tindakan Medik.
12. Undang-undang yang terkait dengan Hak Reproduksi dan Keluarga
Berencana.
a. UU No. 10 tahun 1992 tentang Pengembangan Kependudukan dan
Pembangunan Keluarga Sejahtera.
b. UU No. 23 tahun 2003 tentang Penghapusan Kekerasan terhadap
Perempuan di dalam Rumah Tangga.
13. Undang-undang No.4 tahun 2019 tentang Kebidanan.
Tujuan Otonomi dalam Pelayanan Kebidanan
Tujuan otonomi dalam pelayanan kebidanan adalah supaya bidan mengetahui
kewajiban otonomi dan mandiri yang sesuai dengan kewenangan yang didasari
oleh undang-undang kesehatan yang berlaku.

Selain itu, tujuan dari otonomi pelayanan kebidanan ini meliputi:


1. Untuk mengkaji kebutuhan dan masalah kesehatan.
2. Untuk menyusun rencana asuhan kebidanan.
3. Untuk mengetahui perkembangan kebidanan melalui penelitian.
4. Berperan sebagai anggota tim kesehatan.
5. Untuk melaksanakan dokumetasi kebidanan.
6. Untuk mengelola perawatan pasien sesuai dengan lingkup tanggung
jawabnya.

Bentuk-bentuk Otonomi dalam Pelayanan Kebidanan


Bentuk otonomi dalam pelayanan kebidanan :
1.Mengkaji kebutuhan dan masalah kesehatan.
2.Menyusun rencana asuhan kebidanan.
3.Melaksanakan asuhan kebidanan.
4.Melaksanakan dokumentasi kebidanan.
5.Mengelola keperawatan pasien dengan lingkup tanggung jawab.

Kegunaan Otonomi dalam Pelayanan Kebidanan


Otonomi pelayanan kesehatan meliputi pembangunan kesehatan untuk
meningkatkan kesadaran, kemauan dan kemampuan hidup sehat dalam
upaya promotif, preventif, kuratif, dan rehabilitatif untuk meningkatkan
sumber daya manusia yang berkualitas.

Registrasi
Pengertian registrasi menurut Kepmenkes RI No. 900/ MENKES/ SK/ VII/
2002 yaitu proses pendaftaran, pendokumentasian, dan pengakuan terhadap
seorang bidan setelah memenuhi standar penampilan minimal yang
ditetapkan sehingga mampu dalam melaksanakan profesinya. Setelah
terpenuhinya persyaratan yang ada maka tenaga profesi tersebut telah
mendapatkan surat izin melakukan praktik.
Lisensi Praktik Kebidanan
 Lisensi praktik kebidanan merupakan proses administrasi yang
dilakukan pemerintah dalam mengeluarkan surat izin praktik yang
diberikan kepada suatu tenaga profesi untuk pelayanan yang mandiri.
 Menurut Ikatan Bidan Indonesia (IBI), lisensi adalah pemberian izin
praktiksebelum diperkenankan melakukan pekerjaan yang telah
ditetapkan.

Tujuan Lisensi Praktik Kebidanan


 Memberikan kejelasan batas wewenang
 Menetapkan sarana dan prasarana
 Meyakinkan klien
Persyaratan Lisensi Praktik Kebidanan
Syarat-syarat yang harus penuhi dalam melakukan lisensi praktik suatu
profesi antara lain:
 Fotocopy STR yang masih berlaku.
 Fotocopy ijazah bidan.
 Surat keterangan sehat.
 Rekomendari dari organisasi profesi.
 Pas foto 4 x 6 cm sebanyak 2 lembar.

Wewenang / Otonomi Bidan dalam Melakukan Praktik Profesi


Berdasarkan regulasi hukum yang tertuang dalam Undang-undang Nomor 4
tahun 2019 tentang Kebidanan pada pasal 46-48 tentang Tugas dan
Wewenang Bidan.
Pada pasal 47, dalam menyelenggarakan praktik kebidanan, Bidan dapat
berperan sebagai:
1. Pemberi pelayanan kebidanan;
2. Pengelola Pelayanan Kebidanan;
3. Penyuluh dan konselor;
4. Pendidik, pembimbing, dan fasilitator klinik;
5. Penggerak peran serta masyarakat dan pemberdayaan perempuan;
dan/atau
6. Peneliti.

Pada pasal 46, Bidan dalam menjalankan praktik kebidanannya bertugas


memberikan pelayanan yang meliputi:
1. Pelayanan kesehatan ibu (pasal 49)
a. Memberikan Asuhan Kebidanan pada masa sebelum hamil
b. Memberikan Asuhan Kebidanan pada masa kehamilan normal
c. Memberikan Asuhan Kebidanan pada masa persalinan dan menolong
persalinan normal
d. Memberikan Asuhan Kebidanan pada masa nifas
e. Melakukan pertolongan pertama kegawatdaruratan ibu hamil, bersalin,
nifas, dan rujukan
f. Melakukan deteksi dini kasus risiko dan komplikasi pada masa
kehamilan, masa persalinan, pascapersalinan, masa nifas, serta asuhan
pasca keguguran dan dilanjutkan dengan rujukan.

2. Pelayanan kesehatan anak (pasal 50)


a. Memberikan asuhan kebidanan pada bayi baru lahir, bayi, balita, dan
anak prasekolah
b. Memberikan imunisasi sesuai program Pemerintah Pusat
c. Melakukan pemantauan tumbuh kembang pada bayi, balita, dan anak
prasekolah serta deteksi dini kasus penyulit, gangguan tumbuh kembang,
dan rujukan
d. Memberikan pertolongan pertama kegawatdaruratan pada bayi baru lahir
dilanjutkan dengan rujukan.

3. Pelayanan kesehatan reproduksi perempuan dan keluarga berencana


(pasal 51-52).
Bidan berwenang melakukan komunikasi, informasi, edukasi, konseling,
dan memberikan pelayanan kesehatan ibu, pelayanan kesehatan anak, dan
pelayanan kesehatan reproduksi perempuan dan keluarga berencana.

4. Pelaksanaan tugas berdasarkan pelimpahan wewenang (pasal 53-58)

5 Pelaksanaan tugas dalam keadaan keterbatasan tertentu atau keadaan


gawat darurat (pasal 59) yang berbunyi :
a. Dalam keadaan gawat darurat untuk pemberian pertolongan pertama,
Bidan dapat melakukan pelayanan kesehatan di luar kewenangan sesuai
dengan kompetensinya.
b. Pertolongan pertama sebagaimana dimaksud pada ayat (1) bertujuan
untuk menyelamatkan nyawa Klien.
c. Keadaan gawat darurat sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
merupakan keadaan yang mengancam nyawa Klien.
d. Keadaan gawat darurat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan
oleh Bidan sesuai dengan hasil evaluasi berdasarkan keilmuannya.
e. Penanganan keadaan gawat darurat sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) sampai dengan ayat (4) dilaksanakan sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan.
Berdasarkan regulasi hokum yang tertuang dalam Keputusan Menteri
Kesehatan RI Nomor 900/Menkes/SK/VII/2002, bidan dalam
menjalankan praktik profesinya berwenang untuk memberikan pelayanan
yang meliputi:
1. Pelayanan kebidanan kepada ibu pada masa pranikah, prakonsepsi, masa
kehamilan, masa persalinan, masa nifas, menyusui
2. Pelayanan Keluarga Berencana
3. Pelayanan Kesehatan Masyarakat

TANGGUNG JAWAB BIDAN DALAM BERBAGAI TATANAN PELAYANAN


KESEHATAN, LINGKUP PRAKTIS DAN LEGISLASI

Tanggung jawab dalam memberi pelayanan ANC


Menurut Kemenkes RI (2011), pemeriksaan antenatal dilakukan dengan
standar pelayanan antenatal dimulai dengan :
1. Ukur tinggi badan
2. Timbang berat badan dan Lingkar Lengan Atas (LILA)
3. Ukur Tekanan Darah
4. Ukur Tinggi Fundus Uteri (TFU)
5. Imunisasi Tetanus Toxoid (TT)
6. Pemberian Tablet besi (fe)
7. Tentukan presentasi janin
8. Test laboratorium
9. Tatalaksana kasus
10. Tanya/Temu wicara

Tanggung jawab bidan dalam memberi pelayanan pada ibu bersalin


Standar pertolongan persalinan:
1. Asuhan persalinan Kala I
2. Asuhan persalinan Kala II
3. Penatalaksanaan aktif Kala III
4. Penanganan gawat janin melalui episiotomy

Tanggung jawab bidan dalam memberi pelayanan pada bayi baru lahir
Standar pelayanan bayi baru lahir:
1. Bidan memeriksa dan dan menilai BBL untuk memeriksa pernafasan dan
mencegah terjadinya hipotermi
2. Penanganan pada 2 jam setelah persalinan
3. Melakukan pemantauan terhadap ibu dan bayi akan terjadinya komplikasi
pada 2 jam pertama
4. Melakukan kunjungan rumah pada hari ketiga minggu kedua dan minggu
keenam setelah persalinan, mencakup, tali pusat, komplikasi yang terjadi
pada masas nifas, gizi dan kebersihan.

Tanggung jawab bidan dalam memberi pelayanan pada ibu nifas


Standar pelayanan ibu nifas
1. Memberikan pelayanan kepda ibu dan bayi selama 42 hari setelah
persalihan dan memberikan penyuluhan tentang ASI ekslusif.
2. Penanganan pada 2 jam setelah persalinan
3. Melakukan pemantauan terhadap ibu dan bayi akan terjadinya komplikasi
pada 2 jam pertama
4. Melakukan kunjungan rumah pada hari ketiga minggu kedua dan minggu
keenam setelah persalinan, mencakup, tali pusat, komplikasi yang terjadi
pada masas nifas, gizi dan kebersihan.

Tanggung jawab bidan dalam memberi pelayanan KB


Pelayanan keluarga berencana yang merupakan salah satu di dalam paket
pelayanan kesehatan reproduksi esensi perlu mendapatkan perhatian yang
serius , karena dengan mutu pelayanan keluarga berencana berkualitas

Tanggung jawab bidan dalam mamberi pelayanan rujukan kebidanan


Standar Pelayanan Rujukan Kebidanan:
1. Pengkajian
2. Perumusan diognosa atau masalah kebidanan
3. Perencanaan
4. Implementasi
5. Evaluasi
6. Pencatatan asuhan kebidanan

Tanggung Jawab Bidan Dalam Lingkup Praktis dan Legislasi


 Kewenangan bidan menurut UU No. 36 Tahun 2014 tentang Tenaga
Kesehatan dan Permenkes No. 1464/Menkes/X/2010 tentang Izin
Penyelenggaraan Praktek Bidan dan Kewenangan Bidan
 Wewenang bidan dalam menjalankan praktik adalah memberikan
pelayanan yang meliputi (Pasal 9 Permenkes 1464/2010):
1. pelayanan kesehatan ibu
2. pelayanan kesehatan anak; dan
3. pelayanan kesehatan reproduksi perempuan dan keluarga berencana.

Tanggung Jawab Bidan Dalam Lingkup Praktis dan Legislasi


Bidan dalam memberikan pelayanan kesehatan ibu berwenang untuk (Pasal
10 ayat 3 Permenkes 1464/2010):
1. episiotomi;
2. penjahitan luka jalan lahir tingkat I dan II;
3. penanganan kegawat-daruratan, dilanjutkan dengan perujukan;
4. pemberian tablet Fe pada ibu hamil;
5. pemberian vitamin A dosis tinggi pada ibu nifas;
6. fasilitasi/bimbingan inisiasi menyusu dini dan promosi air susu ibu
eksklusif;
7. pemberian uterotonika pada manajemen aktif kala tiga dan postpartum;
8. penyuluhan dan konseling;
9. bimbingan pada kelompok ibu hamil;
10. pemberian surat keterangan kematian; dan
11. pemberian surat keterangan cuti bersalin.

Tanggung Jawab Bidan Dalam Lingkup Praktis dan Legislasi


Bidan dalam memberikan pelayanan kesehatan anak berwenang untuk (Pasal
11 ayat (2) Permenkes 1464/2010):
1. melakukan asuhan bayi baru lahir normal termasuk resusitasi, pencegahan
hipotermi, inisiasi menyusu dini, injeksi Vitamin K 1, perawatan bayi
baru lahir pada masa neonatal (0 - 28 hari), dan perawatan tali pusat;
2. penanganan hipotermi pada bayi baru lahir dan segera merujuk;
3. penanganan kegawat-daruratan, dilanjutkan dengan perujukan;
4. pemberian imunisasi rutin sesuai program pemerintah;
5. pemantauan tumbuh kembang bayi, anak balita dan anak pra sekolah;
6. pemberian konseling dan penyuluhan;
7. pemberian surat keterangan kelahiran; dan
8. pemberian surat keterangan kematian.

Tanggung Jawab Bidan Dalam Lingkup Praktis dan Legislasi


Selain itu, bidan yang menjalankan program pemerintah berwenang
melakukan pelayanan kesehatan meliputi pemberian alat kontrasepsi
suntikan, alat kontrasepsi dalam rahim, dan memberikan pelayanan alat
kontrasepsi bawah kulit (Pasal 13 ayat (1) huruf a Permenkes 1464/2010).

Tanggung Jawab Bidan Dalam Lingkup Praktis dan Legislasi


Menurut Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomer
1464/Menkes/Per/X/2010 Bab 1 Pasal 6 yang berbunyi “Standar adalah
pedoman yang harus di gunakan sebagai petunjuk dalam
menjalankamenjalankan profesi yang meliputi standar pelayanan, standar
profesi dan standar operasional prosedur” dan pasal 18 ayat 1 (g) yang
berbunyi “mematuhi standar”.
Dengan adanya ketentuan tentang standarisasi, dengan demikian ruang
lingkup standar pelayanan kebidanan meliputi 24 standar.

Sanksi Terhadap Bidan yang Melanggar Undang-Undang Peraturan


Pemerintah dan Kode Etik Kebidanan
Sebagai salah satu tenaga kesehatan, bidan dalam menjalankan praktik harus
sesuai dengan kewenangan yang didasarkan pada kompetensi yang
dimilikinya (lihat Pasal 62 ayat (1) UU Tenaga Kesehatan).
Jika bidan tidak melaksanakan ketentuan dalam Pasal 62 ayat (1) UU Tenaga
Kesehatan, ia dikenai sanksi administratif. Ketentuan sanksi ini diatur dalam
Pasal 82 ayat (1) UU Tenaga Kesehatan.

Sanksi Terhadap Bidan yang Melanggar Undang-Undang Peraturan


Pemerintah dan Kode Etik Kebidanan
Pasal 63 ayat (1) UU Tenaga Kesehatan:
“Dalam keadaan tertentu Tenaga Kesehatan dapat memberikan pelayanan di
luar kewenangannya.”

Sanksi Terhadap Bidan yang Melanggar Undang-Undang Peraturan


Pemerintah dan Kode Etik Kebidanan
Contoh pelanggaran kode etik yang dilakukan oleh bidan adalah penanganan
kasus kelahiran sungsang, melakukan aborsi, menolong partus patologis dan
yang lainnya.
1. Undang-Undang Kesehatan Pasal 5 Ayat (2) yang menyatakan bahwa
“Setiap orang mempunyai hak dalam memperoleh pelayanan kesehatan
yang aman”.
2. Permenkes RI tentang Izin dan Penyelenggaraan Praktik Bidan Pada Pasal
10 point (d) disebutkan bahwa “Pelayanan kebidanan kepada ibu meliputi
pertolongan persalinan normal”.

Anda mungkin juga menyukai