(KEL.2) Gangguan Pada Anak-Anak - PsiAbnormal
(KEL.2) Gangguan Pada Anak-Anak - PsiAbnormal
DISUSUN OLEH:
KELAS A
1444 H/2022 M
KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat dan
hidayah-Nya sehingga kami dapat menyelesaikan tugas makalah yang berjudul
Gangguan Pada Anak-Anak
Adapun tujuan dari penulisan dari makalah ini adalah untuk memenuhi
tugas Dosen pada Psikologi Abnormal. Selain itu, makalah ini juga bertujuan
untuk menambah wawasan tentang Gangguan Pada Anak-Anak
Kami mengucapkan terima kasih kepada Bapak Erwanto, S. Psi, M. Psi
selaku Dosen Psikologi Abnormal yang telah memberikan tugas ini sehingga
dapat menambah pengetahuan dan wawasan sesuai dengan bidang studi yang
kami tekuni.
Kami juga mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah
membagi sebagian pengetahuannya sehingga kami dapat menyelesaikan makalah
ini.
Kami menyadari, makalah yang kami tulis ini masih jauh dari kata
sempurna. Oleh karena itu, kritik dan saran yang membangun akan kami terima
demi kesempurnaan makalah ini.
Kelompok 2
DAFTAR ISI
COVER .................................................................................................................. 1
KATA PENGANTAR ........................................................................................... 2
DAFTAR ISI .......................................................................................................... 3
BAB I PENDAHULUAN ...................................................................................... 5
1.1 Latar Belakang .............................................................................................. 5
1.2 Rumusan Masalah ......................................................................................... 5
1.3 Tujuan ............................................................................................................ 6
BAB II PEMBAHASAN ....................................................................................... 7
2.1 Gangguan Cacat Mental ............................................................................. 7
2.1.1 Pengertian Gangguan Cacat Mental ....................................................... 7
2.1.2 Penyebab Gangguan Cacat Mental ......................................................... 9
2.1.3 Treatment Gangguan Cacat Mental ...................................................... 17
2.2 Gangguan Kesulitan Belajar .................................................................... 19
2.2.1 Pengertian Gangguan Kesulitan Belajar ............................................... 19
2.2.2 Penyebab Gangguan Kesulitan Belajar................................................. 21
2.2.3 Klasifikasi Gangguan Kesulitan Belajar ............................................... 23
2.2.4 Treatment Gangguan Kesulitan Belajar ................................................ 25
2.3 Gangguan Berbahasa ................................................................................ 26
2.3.1 Pengertian Gangguan Berbahasa .......................................................... 26
2.3.2 Penyebab Gangguan Berbahasa ............................................................ 26
2.3.3 Bentuk Gangguan Berbahasa ................................................................ 27
2.3.4 Gejala Gangguan Berbahasa ................................................................. 31
2.3.5 Treatment Gangguan Berbahasa ........................................................... 31
2.4 School phobia ............................................................................................. 32
2.4.1 Pengertian School phobia ..................................................................... 32
2.4.2 Tingkatan School phobia ...................................................................... 33
2.4.3 Penyebab School phobia ....................................................................... 33
2.4.4 Faktor Yang Mempengaruhi School phobia ......................................... 34
2.4.5 Treatment School phobia ...................................................................... 37
BAB III PENUTUP ............................................................................................. 39
3
3.1 Kesimpulan .................................................................................................. 39
3.2 Saran ............................................................................................................ 39
DAFTAR PUSTAKA .......................................................................................... 40
4
BAB I
PENDAHULUAN
5
12. Bagaimana treatment yang dilakukan untuk anak dengan gangguan school
phobia?
1.3 Tujuan
1. Menjelaskan pengertian gangguan cacat mental
2. Menjelaskan penyebab gangguan cacat mental
3. Menjelaskan reatment yang dilakukan untuk anak dengan gangguan cacat
mental
4. Menjelaskan pengertian gangguan kesulitan belajar
5. Menjelaskan penyebab gangguan kesulitan belajar
6. Menjelaskan treatment yang dilakukan untuk anak dengan gangguan
kesulitan belajar
7. Menjelaskan pengertian gangguan kesulitan bahasa
8. Menjelaskan penyebab gangguan kesulitan bahasa
9. Menjelaskan treatment yang dilakukan untuk anak dengan gangguan
kesulitan bahasa
10. Menjelaskan pengertian gangguan school phobia
11. Menjelaskan penyebab gangguan school phobia
12. Menjelaskan treatment yang dilakukan untuk anak dengan gangguan
school phobia
6
BAB II
PEMBAHASAN
7
dididik atau dilatih dan kemampuan sosial atau kerja. Tingkatannya mulai dari
taraf yang ringan, sedang, berat, dan sangat berat. Retardasi mental 1,5 kali lebih
banyak pada laki-laki dibandingkan dengan perempuan.
Seseorang dikatakan retardasi mental bila memenuhi kriteria sebagai
berikut:
1. Fungsi intelektual umum dibawah normal
2. Terdapat kendala dalam perilaku adaptif sosial
3. Gejalanya timbul dalam masa perkembangan yaitu dibawah usia 18 tahun
Berdasarkan The ICD-10 Classification of Mental and Behavioural
Disorders, WHO, Geneva tahun 1994 retardasi mental dibagi menjadi 4 golongan
yaitu :
• Mild retardation (retardasi mental ringan), IQ 50- 69
• Moderate retardation (retardasi mental sedang), IQ 35-49
• Severe retardation (retardasi mental berat), IQ 20- 34
• Profound retardation (retardasi mental sangat berat), IQ <20
Penjelasan:
Retardasi mental rendah
Retardasi mental ringan dikategorikan sebagai retardasi mental dapat
dididik (educable). Anak mengalami gangguan berbahasa tetapi masih mampu
menguasainya untuk keperluan bicara sehari-hari dan untuk wawancara klinik.
Umumnya mereka juga mampu mengurus diri sendiri secara independen (makan,
mencuci, memakai baju, mengontrol saluran cerna dan kandung kemih), meskipun
tingkat perkembangannya sedikit lebih lambat dari ukuran normal. Kesulitan
utama biasanya terlihat pada pekerjaan akademik sekolah, dan banyak yang
bermasalah dalam membaca dan menulis. Dalam konteks sosiokultural yang
memerlukan sedikit kemampuan akademik, mereka tidak ada masalah. Tetapi jika
ternyata timbul masalah emosional dan sosial, akan terlihat bahwa mereka
mengalami gangguan, misal tidak mampu menguasai masalah perkawinan atau
mengasuh anak, atau kesulitan menyesuaikan diri dengan tradisi budaya.
Retardasi mental sedang
Retardasi mental sedang dikategorikan sebagai retardasi mental dapat
dilatih (trainable). Pada kelompok ini anak mengalami keterlambatan
8
perkembangan pemahaman dan penggunaan bahasa, serta pencapaian akhirnya
terbatas. Pencapaian kemampuan mengurus diri sendiri dan ketrampilan motor
juga mengalami keterlambatan, dan beberapa diantaranya membutuhkan
pengawasan sepanjang hidupnya. Kemajuan di sekolah terbatas, sebagian masih
bisa belajar dasardasar membaca, menulis dan berhitung.
Retardasi mental berat
Kelompok retardasi mental berat ini hampir sama dengan retardasi mental
sedang dalam hal gambaran klinis, penyebab organik, dan keadaan-keadaan yang
terkait. Perbedaan utama adalah pada retardasi mental berat ini biasanya
mengalami kerusakan motor yang bermakna atau adanya defisit neurologis.
Retardasi mental sangat berat
Retardasi mental sangat berat berarti secara praktis anak sangat terbatas
kemampuannya dalam mengerti dan menuruti permintaan atau instruksi.
Umumnya anak sangat terbatas dalam hal mobilitas, dan hanya mampu pada
bentuk komunikasi nonverbal yang sangat elementer.
Angka harapan hidup untuk anak-anak dengan retardasi mental mungkin
lebih pendek, tergantung kepada penyebab dan beratnya retardasi mental.
Biasanya, semakin berat derajat keparahan retardasi mentalnya maka semakin
kecil angka harapan hidupnya.
2.1.2 Penyebab Gangguan Cacat Mental
Terjadinya retardasi mental tidak dapat dipisahkan dari tumbuh kembang
seorang anak. Seperti diketahui faktor penentu tumbuh kembang seorang anak
pada garis besarnya adalah faktor genetik/heredokonstitusional yang menentukan
sifat bawaan anak tersebut dan faktor lingkungan. Yang dimaksud dengan
lingkungan pada anak dalam konteks tumbuh kembang adalah suasana (milieu)
dimana anak tersebut berada. Dalam hal ini lingkungan berfungsi sebagai
penyedia kebutuhan dasar anak untuk tumbuh kembang.
Kebutuhan dasar anak untuk tumbuh kembang ini secara garis besar dapat
digolongkan menjadi 3 golongan, yaitu:
9
o Perawatan kesehatan dasar (Imunisasi, ASI, penimbangan bayi secara
teratur, pengobatan sederhana, dan lain lain)
o Higiene, sanitasi
o Sandang
Etiologi retardasi mental dapat terjadi mulai dari fase pranatal, perinatal
dan postnatal. Beberapa penulis secara terpisah menyebutkan lebih dari 1000
macam penyebab terjadinya retardasi mental, dan banyak diantaranya yang dapat
dicegah. Ditinjau dari penyebab secara langsung dapat digolongkan atas penyebab
biologis dan psikososial. Penyebab biologis atau sering disebut retardasi mental
tipe klinis mempunyai ciri-ciri sebagai berikut:
10
Pada umumnya merupakan retardasi mental sedang sampai sangat berat
Etiologi retardasi mental tipe klinis atau biological dapat dibagi dalam
1. Penyebab pranatal
Kelainan kromosom
Gangguan metabolik
Sindrom dismorfik
Infeksi intrauterin
Intoksikasi
2. Penyebab perinatal
11
Prematuritas
Asfiksia
Kernikterus
Hipoglikemia
Meningitis
Hidrosefalus
Perdarahan intraventrikular
3. Penyebab postnatal
Trauma
Kejang lama
A. Penyebab Pranatal
Kelainan Kromosom
Kelainan kromosom penyebab retardasi mental yang terbanyak adalah
sindrom Down. Disebut demikian karena Langdon Down pada tahun 1866 untuk
pertama kali menulis tentang gangguan ini, yaitu bayi yang mempunyai
penampilan seperti mongol dan menunjukkan keterbelakangan mental seperti
idiot. Hal ini tidak sepenuhnya benar, karena sebagian besar dari golongan ini
termasuk retardasi mental sedang. Sindrom Down merupakan 10-32% dari
penderita retardasi mental. Diperkirakan insidens dari sindrom Down antara 1-1,7
per 1000 kelahiran hidup per tahun. Risiko timbulnya sindrom Down berkaitan
dengan umur ibu saat melahirkan. Ibu yang berumur 20-25 tahun saat melahirkan
mempunyai risiko 1:2000, sedangkan ibu yang berumur 45 tahun mempunyai
risiko 1:30 untuk timbulnya sindrom Down. Analisis kromosom pada sindrom
Down 95% menunjukkan trisomi –21, sedangkan 5% sisanya merupakan mosaik
dan translokasi .
12
Kelainan kromosom lain yang bermanifestasi sebagai retardasi mental
adalah trisomi-18 atau sindrom Edward, dan trisomi-13 atau sindrom Patau,
sindrom Cri-du- chat, sindrom Klinefelter, dan sindrom Turner. Berdasarkan
pengamatan ternyata kromatin seks, yang merupakan kelebihan kromosom -X
pada laki-laki lebih banyak ditemukan di antara penderita retardasi mental
dibandingkan laki-laki normal. Diperkirakan kelebihan kromosom-X pada laki-
laki memberi pengaruh tidak baik pada kesehatan jiwa, termasuk timbulnya
psikosis, gangguan tingkah laku dan kriminalitas.
Kelainan Kromosom
13
nistagmus, atrofi nervus optikus, kebutaan, dan retardasi mental sangat berat.
Hipotiroid kongenital adalah defisiensi hormon tiroid bawaan yang disebabkan
oleh berbagai faktor (agenesis kelenjar tiroid, defek pada sekresi TSH atau TRH,
defek pada produksi hormon tiroid). Kadang-kadang gejala klinis tidak begitu
jelas dan baru terdeteksi setelah 6-12 minggu kemudian, padahal diagnosis dini
sangat penting untuk mencegah timbulnya retardasi mental atau paling tidak
meringankan derajat retardasi mental. Gejala klasik hipotiroid kongenital pada
minggu pertama setelah lahir adalah miksedema, lidah yang tebal dan menonjol,
suara tangis yang serak karena edema pita suara, hipotoni, konstipasi, bradikardi,
hernia umbilikalis. Prevalens hipotiroid kongenital berkisar 1:4000 neonatus di
seluruh dunia.
Infeksi
14
Infeksi cytomegalovirus tidak menimbulkan gejala pada ibu hamil tetapi
dapat memberi dampak serius pada janin yang dikandungnya. Manifestasi klinis
antara lain hidrosefalus, kalsifikasi serebral, gangguan motorik, dan retardasi
mental.
Intoksikasi
B. Penyebab Perinatal
C. Penyebab Postnatal
15
D. Etiologi pada Kelompok Sosio-Kultural
16
2.1.3 Treatment Gangguan Cacat Mental
1. Tatalaksana Medis
3. Psikoterapi
4. Konseling
17
5. Pendidikan
6. Pencegahan
18
2.2 Gangguan Kesulitan Belajar
2.2.1 Pengertian Gangguan Kesulitan Belajar
Definisi yang dikutip dari Hallahan, Kauffman, dan Lloyd (1985):
Kesulitan belajar khusus adalah suatu gangguan dalam satu atau lebih proses
psikologis yang mencakup pemahaman dan penggunaan bahasa ujaran atau
tulisan. Gangguan tersebut mungkin menampakkan diri dalam bentuk kesulitan
mendengarkan , berpikir, berbicara, membaca, menulis, mengeja , atau berhitung.
Batasan tersebut mencakup kondisi-kondisi seperti gannguan perseptual, luka
pada otak, disleksia, dan afasia perkembangan. Batasan tersebut tidak mencakup
anak-anak yang memiliki problema belajar yang penyebab utamanya berasal dari
adanya hambatan dalam penglihatan, pendengaran, atau motorik, hambatan
karena tunagrahita, karena gangguan emosional, atau karena kemiskinan
lingkungan, budaya, atau ekonomi.
Menurut Hammill (1981) kesulitan belajar adalah beragam bentuk
kesulitan yang nyata dalam aktivitas mendengarkan, bercakap-cakap, membaca,
menulis, menalar, dan/atau dalam berhitung. Gangguan tersebut berupa gangguan
intrinsik yang diduga karena adanya disfungsi sistem saraf pusat. Kesulitan
belajar bisa terjadi bersamaan dengan gangguan lain (misalnya gangguan sensoris,
hambatan sosial, dan emosional) dan pengaruh lingkungan (misalnya perbedaan
budaya atau proses pembelajaran yang tidak sesuai). Gangguan-gangguan
eksternal tersebut tidak menjadi faktor penyebab kondisi kesulitan belajar,
walaupun menjadi faktor yang memperburuk kondisi kesulitan belajar yang sudah
ada.
19
kesulitan dalam menyimak, berbicara, membaca, menulis, dan berhitung. Kondisi
ini bukan karena kecacatan fisik atau mental, bukan juga karena pengaruh faktor
lingkungan, melainkan karena faktor kesulitan dari dalam individu itu sendiri saat
mempersepsi dan melakukan pemrosesan informasi terhadap objek yang
diinderainya. Kesulitan belajar adalah kondisi dimana anak dengan kemampuan
intelegensi rata-rata atau di atas rata-rata, namun memiliki ketidakmampuan atau
kegagalan dalam belajar yang berkaitan dengan hambatan dalam proses persepsi,
konseptualisasi, berbahasa, memori, serta pemusatan perhatian, penguasaan diri,
dan fungsi integrasi sensori motorik (Clement, dalam Weiner, 2003). Berdasarkan
pandangan Clement tersebut maka pengertian kesulitan belajar adalah kondisi
yang merupakan sindrom multidimensional yang bermanifestasi sebagai kesulitan
belajar spesifik (spesific learning disabilities), hiperaktivitas dan/atau
distraktibilitas dan masalah emosional. Kelompok anak dengan Learning
Dissability (LD) dicirikan dengan adanya gangguan-gangguan tertentu yang
menyertainya. Menurut Cruickshank (1980) gangguan-gangguan tersebut adalah
gangguan latarfigure, visual-motor, visual-perceptual, pendengaran, intersensory,
berpikir konseptual dan abstrak, bahasa, sosio-emosional, body image, dan konsep
diri.
20
2.2.2 Penyebab Gangguan Kesulitan Belajar
Kirk & Ghallager (1986) menyebutkan faktor penyebab kesulitan belajar
sebagai berikut:
2. Faktor Genetik
21
3. Faktor Lingkungan dan Malnutrisi
4. Faktor Biokimia
1. Faktor genetik
3. Faktor Biokimia
22
4. Pencemaran Lingkungan
b. Memory Disorder
23
mampu mengenal saat orang ybs berbicara atau menyebutkan namanya. Pada anak
dengan gangguan persepsi motorik, mereka tidak dapat memahami orientasi
kanan-kiri, bahasa tubuh, visual closure dan orientasi spasial serta pembelajaran
secara motorik.
d. Thinking disorder
e. Language Disorder
24
2.2.4 Treatment Gangguan Kesulitan Belajar
Penanganan yang diberikan pada kasus anak dengan kesulitan belajar
tergantung pda hasil pemeriksaan yang komprehensif dari tim kerja. Penanganan
yang diberikan pada anak dengan kesulitan belajar meliputi :
a. Terapi Obat
b. Terapi Perilaku
c. Psikoterapi Suportif
25
2. Penatalaksana di bidang Pendidikan
Dalam hal ini terapi yang paling efektif adalah terapi remedial, yaitu
bimbingan langsung oleh guru yang terlatih dalam mengatasi kesulitan belajar
anak. Guru remedial ini akan menyusun suatu metoda pengajaran yang sesuai bagi
setiap anak. Mereka juga melatih anak untuk dapat belajar baik dengan teknik-
teknik pembelajaran tertentu (sesuai dengan jenis kesulitan belajar yang dihadapi
anak) yang sangat bermanfaat bagi anak dengan kesulitan belajar.
a. Faktor Medis
Faktor medis yang paling banyak berperan dalam kesulitan belajar bahasa
adalah tidak atau kurang berfungsinya sistem syaraf pusat yang disebabkan oleh
adanya cidera atau memar. Dalam kaitan ini dikenal afasia, yaitu hilangnya
26
kemampuan bicara karena gangguan pada syaraf pusat. Cidera atau memar pada
otak dapat terjadi karena berbagai kejadian seperti trauma ketika ibu sedang
mengandung, penggunaan obat berlebihan, kelahiran muda (premature), benturan
fisik, struk, dan keracunan.
b. Kondisi Fisiologis
c. Kondisi Lingkungan
Suatu bentuk kelainan bahasa yang ditandai dengan kegagalan klien dalam
mencapai tahapan perkembangan bahasanya sesuai dengan perkembangan bahasa
anak normal seusianya. Kelambatan perkembangan bahasa di antaranya
disebabkan keterlambatan mental intelektual, ketunarunguan, congenital aphasia,
27
nutisme, disfungsi minimal otak dan kesulitan belajar. Anakanak yang mengalami
kesulitan tersebut di atas terlambat dalam kemampuan perkembangan bahasa,
dapat terjadi pada fonologis, semantik, dan sintaksisnya, sehingga anak
mengalami kesulitan dalam tranformasi yang sangat diperlukan dalam kegiatan
berkomunikasi. Selain adanya gangguan transformasi maupun simbolisasi juga
disertai gangguan tingkah laku. Gangguan tingkah laku tersebut sangat
memengaruhi proses perolehan bahasa di antaranya kurang perhatian dan minat
terhadap rangsangan yang ada di sekelilingnya, perhatian yang mudah beralih,
konsentrasi yang kurang baik, tampak mudah bingung, cepat putus asa.
2. Afasia
Afasia adalah satu jenis kelainan bahasa yang disebabkan oleh adanya
kerusakan pada pusatpusat bahasa di Cortex Cerebri. Adanya lesi di pusat-pusat
bahasa di Cortex cerebri menyebabkan klien mengalami kesulitan dan atau
kehilangan kemampaun dalam simbolisasi baik secara aktif maupun pasif.
Apabila dikaji afasia tersebut secara klinis, dapat dibedakan menjadi beberapa
macam, yaitu afasia sensoria, afasia motoris, afasia konduktif, dan afasia amnesik.
a. Afasia Sensoria
b. Afasia Motoris
Istilah lain dari afasia motoris adalah afasia ekspresif nonfluent aphasia,
atau Broca Aphasia. Klien yang mengalami afasia motoris kesulitan dalam
mengoordinasi atau menyusun pikiran, perasaan dan kemauan menjadi simbol-
simbol yang bermakna dan dimengerti oleh orang lain. Suatu hal yang perlu
diperhatikan bahwa mereka mengerti dan dapat menginterpretasikan rangsangan
yang diterima, hanya untuk mengekspresikan mengalami kesulitan. Jenis afasia
motorik bisa terjadi, yaitu dia mengalami kesulitan pada cara menulis/grafis, jenis
ini disebut dengan agrafia. Seperti telah diuraikan di atas bahwa kelainan ini dapat
dialami baik oleh anak-anak maupun orang dewasa. Hal tersebut terjadi karena
28
adanya kerusakan pada pusat broca di lobus temporalis interior, lobus parietalis
interior atau lobus prontalis posterior.
c. Afasia Konduktif
D. Afasia amnestik
Istilah lain untuk afasia amnestik ini disebut juga nominal afasia, atau
anomia. Klien ini ditandai dengan kesulitan dalam memilih dan menggunakan
simbol-simbol yang tepat. Umumnya simbol-simbol yang sulit dipilih adalah yang
berhubungan dengan nama, aktivitas, situasi yang berhubungan dengan aktivitas
kehidupan. Afasia ini terjadi karena adanya kerusakan pada gyrus angularis di
lobus temporalis kamisfer kiri. Selain keterlambatan perkembangan bahasa dan
afasia, juga terdapat beberapa bagian mengenai letak kerusakan syaraf pada anak
berkesulitan bahasa.
Kelainan ini meliputi lidah pendek, kelainan bentuk gigi dan mandibula
(rahang bawah), kelainan bibir sumbing (palatoschizis/cleft palate), deviasi
septum nasi, adenoid atau kelainan laring. Pada lidah pendek terjadi kesulitan
menjulurkan lidah sehingga kesulitan mengucapkan huruf [t, n, dan l]. Kelainan
bentuk gigi dan mandibula mengakibatkan suara desah seperti [f, v, s, z, dan th].
Kelainan bibir sumbing bisa mengakibatkan penyimpangan resonansi berupa
rinolaliaaperta, yaitu terjadi suara hidung (sengau) pada huruf bertekanan tinggi
seperti [m, n, ny, ng, s, k, dan g].
29
4. Gangguan Pendengaran
6. Autisme
Gangguan bicara dan bahasa yang berat dapat disebabkan oleh autism.
Autisme adalah gangguan perkembangan pervasif pada anak yang ditandai dengan
adanya gangguan dan keterlambatan dalam bidang kognitif, bahasa, perilaku,
komunikasi dan interaksi sosial. Dalam buku Children With Starving Brains
karangan Jaquelyn Mecandless menyebutkan bahwa autis merupakan masalah
genetika pencernaan dan sistem imun tubuh, invasi virus, jamur dan bakteri
patogen lainnya.
30
2.3.4 Gejala Gangguan Berbahasa
Gejala anak mengalami gangguan berbicara ditinjau dari segi klinis, gejala
kelainan bicara dalam hubungannya dengan penyebab kelainannya dapat
dibedakan menjadi beberapa jenis.
a. Disaudia
b. Dislogia
c. Distartia
31
penanganan dilanjutkan dengan diagnosis gangguan yang dialami pasien. Setelah
hasil diagnosis didapat, barulah diterapkan terapi yang tepat untuk pasien.
a. Terapi Bicara.
Terapi bicara biasanya menggunakan audio atau video dan cermin. Terapi
bicara anak-anak biasanya menggunakan pendekatan bermain, boneka, bermain
peran, memasangkan gambar atau kartu. Terapi bicara orang dewasa biasanya
menggunakan metode langsung, yaitu melalui latihan dan praktik. Terapi
artikulasi pada orang dewasa berfokus untuk membantu pasien agar dapat
memproduksi bunyi dengan tepat, meliputi bagaimana menempatkan posisi lidah
dengan tepat, bentuk rahang, dan mengontrol nafas agar dapat memproduksi
bunyi dengan tepat.
Dalam Terapi intonasi melodi kita dapat diterapkan pada penderita stroke
yang mengalami gangguan berbahasa. Musik atau melodi yang digunakan
biasanya yang bertempo lambat, bersifat lirik, dan mempunyai tekanan yang
berbeda.
32
Setzer (2003) berpendapat school phobia adalah suatu istilah yang
digunakan untuk mendeskripsikan suatu situasi di mana anak anak menolak untuk
pergi ke sekolah atau ketakutan emosional yang menyebabkan anak menjadi takut
berlebihan untuk pergi sekolah, biasanya dinyatakan dengan gejala fisik misalnya
mual, tidak mau makan, dan sedikit demam. Hal ini tidak jauh berbeda dengan
ketakutan anak lain tetapi dapat menjadi serius karena dapat menyebabkan anak
tertinggal dalam akademiknya.
a. Initual school refusal behavior adalah sikap menolak sekolah yang berlangsung
dalam waktu yang sangat singkat atau secara tiba-tiba yang berakhir dengan
sendirinya tanpa perlu penanganan.
c. Acute school refusal behavior adalah sikap penolakan yang bisa berlangsung
selama dua minggu atau sampai satu tahun, dan selama itu anak mengalami
masalah setiap kali hendak berangkat sekolah.
Umumnya dialami anak berusia 18-24 bulan tetapi juga bisa terjadi pada
anak usia preschooler. TK hingga awal SD. Bagi mereka sekolah berarti pergi dari
rumah dalam jangka waktu yang cukup lama. Mereka tidak hanya akan merasa
rindu dengan orang tua, rumah ataupun mainannya, akan tetapi mereka juga
33
merasa cemas menghadapi tantangan, pengalaman baru, dan tekanan-tekanan
yang dijumpai di luar rumah.
Hal ini dapat muncul ketika anak anak selesai menjalani masa liburan
panjang ataupun mengalami sakit serius sehingga tidak bisa masuk sekolah dalam
jangka waktu yang panjang. Selama di rumah atau liburan kuantitas kedekatan
dan interaksi anak dengan orang tua tentu lebih tinggi daripada ketika masuk
sekolah. Di situasi inilah tentunya membuat anak merasa aman dan nyaman
sehingga pada waktu sekolah tiba, anak merasa cemas, takut dan enggan.
Penolakan anak untuk sekolah bisa saja disebabkan oleh anak merasa
kesal, takut dan malu setelah mendapat semua cemoohan, Ejekan ataupun
gangguan dari teman teman sekolahnya. Selain itu juga dapat disebabkan anak
merasa takut gagal dan mendapat nilai buruk di sekolah. Persepsi terhadap
keberadaan guru yang galak, seram dan dipilih kasih juga memicu anak menjadi
takut dan cemas menghadapi guru dan pelajarannya. Hal ini dapat menimbulkan
stres dan kecemasan yang membuat anak menjadi moody, tegang, gelisah dan
mulai mereka tidak mau sekolah ketika mendekati waktu keberangkatan.
Sikap anak untuk menolak untuk berangkat sekolah juga bisa disebabkan
oleh problem yang sedang dialami orang orang tua ataupun keluarga secara
keseluruhan. Misalnya anak sering mendengar bahkan melihat orang tuanya itu
bertengkar. Hal tersebut tentu menimbulkan tekanan emosional yang mengganggu
konsentrasi belajar anak di sekolahnya. Sakitnya salah satu anggota keluarga baik
orang tua, kakak atau adik juga dapat menyebabkan anak merasa enggan untuk
pergi ke sekolah.
34
a. Faktor internal
• Kondisi fisik, menurut Maldonado (2010) beberapa keadaan yang dapat menjadi
faktor presipitasi pada anak yang dapat memicu timbulnya school phobia antara
lain gangguan kondisi fisik seperti penyakit Minore atau mayor yang
menyebabkan anak sering tidak masuk sekolah dalam waktu cukup lama,
misalnya kecelakaan, dan operasi.
b. Faktor Eksternal
• Lingkungan
Menurut Hurlock (1997), pola asuh orang tua terbagi menjadi tiga yaitu:
Pola asuh demokratis adalah pola asuh orang tua pada anaknya memberi
kebebasan pada anak untuk berkreasi dan bereksplorasi se berbagai hal sesuai
dengan kemampuan anak dengan sensor batas dan pengawasan yang baik dari
orang tua. Pada pola asuh ini, orang tua melatih anak anak untuk mengeksplorasi
apa yang ada pada dirinya sehingga terjadi interaksi dua arah yang saling ber
Kesinambungan. Anak yang di asuh dengan pola asuh demokratis ini,
menghasilkan anak yang mempunyai harga diri tinggi, rasa ingin tahu yang besar,
puas, kreatif, cerdas, percaya diri, terbuka pada orang tua, menghargai dan
35
menghormati orang tua, tidak mudah stres dan depresi, berprestasi baik dan dapat
berinteraksi dengan anak anak lain. Orang tua yang demokratis selalu
memperhatikan perkembangan anak, tidak hanya sekedar mampu memberikan
nasehat dan saran tetapi juga bersedia mendengarkan keluhan keluhan anak dan
berkaitan dengan persoalan nya.
Pola asuh Primitif adalah pola asuh di mana orang tua kurang atau tidak
pernah mengontrol pembuatan anaknya orang tua memberi kesempatan pada anak
seluas luasnya dengan pertimbangan bahwa orang tua adalah sumber informasi
bagi anak bukan sebagai role mode, dengan begitu anak berkembang menjadi
anak yang kurang perhatian, anak tidak disiplin, tidak hormat, tidak sensitif dan
umumnya anak menentang keinginan orang tua, merasa rendah diri, memiliki
kemampuan sosialisasi yang buruk, kontrol diri buruh, kurang menghargai orang
lain.
Pola pengasuhan anak yang bersifat pemaksaan, keras dan kaku di mana
orang tua akan membuat berbagai aturan yang harus dipatuhi oleh anak anaknya
tanpa mau mengetahui perasaan anak. Hal ini menyebabkan komunikasi hanya
berjalan satu arah tanpa ada Timbal balik dalam mengasuh anak orang tua yang
menerapkan pola asuh otoriter mempunyai ciri-ciri sifat kaku, tegas dan suka
menghukum dan kurang kasih sayang. Orang tua memaksa anak anak untuk Patuh
terhadap aturan tersebut, orang tua tidak menjelaskan pada anak mengapa ia harus
patuh pada aturan tersebut anaknya diberi pola asuh otoriter cenderung bersifat
curiga pada orang lain dan merasa tidak bahagia dengan dirinya sendiri, merasa
canggung berhubungan dengan teman sebaya, jagung menyesuaikan diri pada
awal masa sekolah dan memiliki prestasi belajar nya rendah dibandingkan dengan
anak anak lain. Adapun dampak nya pada perkembangan motorik nya adalah anak
cenderung agresif, implusif pemurung dan kurang mampu berkonsentrasi.
36
2.1.2 Gejala School phobia
Menurut Sutadi, dkk (1996) gejala school phobia antara lain, anak sering
melihat ke arah orang tuanya, mengeluh sakit selama berada di sekolah.
Penolakan di manifestasi kan dalam bentuk menarik diri dari Pergaulan teman
temannya, apatis, selalu merasa murung, susah memusatkan perhatian pada tugas
atau permainan yang diberikan oleh guru bila tidak dekat dengan orang tuanya.
Anak mengalami perubahan Raut muka. Bukan menjadi merah., Pupil mata
membesar, terdapat gerakan gerakan pada otot mata, perubahan gerak gerik tubuh,
otot otot menjadi kaku, gelisah, aktivitas berlebihan, atau anak tiba tiba membisu
dan gagap. Takut sekolah dapat diwujudkan oleh anak dengan menggigit kuku,
menghisap jempol, sering Gemetar bisa disuruh ke depan kelas dan sering
memperlihatkan sikap putus asa.
Anak yang mengalami school phobia biasanya merasa cemas dengan sikap
mudah tersinggung dan mudah marah sehingga akan menghambat fungsi
kehidupan anak sehari-hari dan anak anak dapat merasa tersiksa dan terganggu
seperti selalu mimpi buruk setiap malam.
37
Terapi dengan pendekatan educational support menunjukkan hasil yang
efektif sebagai terapi perilaku untuk manajemen fobia sekolah. Terapi yang
melibatkan sesi secara individu memasukkan latihan relaksasi (untuk membantu
anak ketika dia mendekati lingkungan sekolah atau ditanyai teman sebayanya),
terapi kognitif (untuk mengurangi kecemasan yang memunculkan berbagai
pemikiran dan menyiapkan pernyataan coping), training social skills (untuk
mengembangkan kompetensi sosial dan interaksi dengan teman sebaya), dan
desensitisasi (misalnya emotive imagery, sentisisasi yang sistematis). Intervensi
yang melibatkan orangtua dan guru merupakan faktor yang membantu untuk
mencapai tritmen yang efektif. Personil yang ada di sekolah sebaiknya merupakan
orang pertama yang dilibatkan dalam menangani permasalahan (Ampuni &
Andayani, 2007).
38
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Keterbelakangan mental atau lazim disebut retardasi mental (RM) adalah
suatu keadaan dengan intelegensia yang kurang (subnormal) sejak masa
perkembangan (sejak lahir atau sejak masa anak-anak). Biasanya terdapat
perkembangan mental yang kurang secara keseluruhan, tetapi gejala utama
ialah intelegensi yang terbelakang.
Kesulitan belajar khusus adalah suatu gangguan dalam satu atau lebih
proses psikologis yang mencakup pemahaman dan penggunaan bahasa
ujaran atau tulisan. Gangguan tersebut mungkin menampakkan diri dalam
bentuk kesulitan mendengarkan , berpikir, berbicara, membaca, menulis,
mengeja , atau berhitung.
Kelainan atau gangguan bahasa merupakan salah satu jenis kelainan dalam
komunikasi dengan indikasi seseorang mengalami gangguan dalam proses
simbolis.
Menurut Davies (2004) school phobia adalah suatu ketakutan emosional
yang menyebabkan anak menjadi sangat takut untuk berangkat ke sekolah.
Kondisi ini berbeda jauh dari ketakutan anak yang lain. Kondisi ini dapat
menjadi serius karena dapat menyebabkan anak mengalami kegagalan
akademik.
3.2 Saran
Pada saat pembuatan makalah kami menyadari bahwasanya banyak sekali
kesalahan dan jauh dari kesempurnaan. Dengan sebuah pedoman yang bisa
dipertanggung jawabkan dari banyaknya sumber, kami akan memperbaiki
makalah tersebut. Oleh sebab itu penulis harapan kritik serta sarannya mengenai
pembahasan makalah dalam kesimpulan di atas.
39
DAFTAR PUSTAKA
40