Pendidikan Interprofesi yang disebut Interprofesional education atau disingkat dengan IPE adalah sebuah inovasi yang sedang dikembangkan dan dalam dunia pendidikan profesi kesehatan baik di Indonesia ataupun di dunia. Interprofessional education merupakan suatu proses dimana sekelompok mahasiswa atau profesi kesehatan yang memiliki perbedaan latar belakang profesi melakukan pembelajaran bersama dalam periode tertentu, berinteraksi sebagai tujuan yang utama, serta untuk berkolaborasi dalam upaya promotif, preventif, kuratif, rehabilitatif, dan jenis pelayanan kesehatan yang lain (WHO, 1988).
WHO (1988) telah membuat sebuah grand design tentang pembetukan
karakter kolaborasi dalam sebuah bentuk pendidikan formal yaitu berupa interprofessional education. Interprofessional education (IPE) adalah suatu pelaksanaan pembelajaran yang diikuti oleh dua atau lebih profesi yang berbeda untuk meningkatkan kolaborasi dan kualitas pelayanan dan pelakasanaanya dapat dilakukan dalam semua pembelajaran, baik itu tahap sarjana maupun tahap pendidikan klinik untuk menciptakan tenaga kesehatan yang profesional (Lee, 2009). Beberapa ahli mengungkapkan IPE dapat menjadi dasar dalam pembentukan kolaborasi. Seperti halnya pendapat Mendez et. al.,(2008) IPE merupakan hal yang potensial sebagai media kolaborasi antar profesional kesehatan dengan menanamkan pengetahuan dan skill dasar antar profesional dalam masa pendidikan. Coster, et. al., (2008) memperkuat pendapat Mendez et. al., (2008) bahwa IPE merupakan hal yang penting dalam membantu pengembangan konsep kerja sama antar profesional yang ada dengan mempromosikan sikap dan tingah laku yang positif antar profesi yang terlibat di dalamnya Pengaplikasian IPE dapat berupa kuliah pakar dari beberapa latar belakang pendidikan seperti dokter, perawat dan ahli gizi, serta diskusi dalam pemecahan kasus dengan pendekatan dari beberapa aspek kesehatan. pendekatan dua metode ini dalam simulasi program IPE dapat meningkatkan sikap Mahasiswa FK UGM tentang kolaborasi menyelesaikannya. (Fauziah, 2010).
2. Interprofessional Colaboration. (IPC)
IPC adalah kemitraan antara tenaga kesehatan dengan latar belakang profesi yang berbeda dan bekerja sama untuk memecahkan masalah kesehatan dan menyediakan pelayanan kesehatan. Namun kenyataannya di beberapa rumah sakit besar di Indonesia masih belum tampak kolaborasi tim. Salah satu faktor yang menghambat pelaksanaan kolaborasi interprofesi adalah karena buruknya komunikasi antar profesi. Kolaborasi Interprofesi atau Interprofessional Collaboration (IPC) adalah kemitraan antara orang dengan latar belakang profesi yang berbeda dan bekerja sama untuk memecahkan masalah kesehatan dan menyediakan pelayanan kesehatan (Morgan et al, 2015). Menurut WHO, IPC terjadi saat berbagai profesi kesehatan bekerja sama dengan pasien, keluarga dan komunitas untuk menyediakan pelayanan komprehensif dan berkualitas tinggi (WHO, 2010). IPC dimaksudkan untuk mencapai tujuan dan memberi manfaat bersama bagi semua yang terlibat (Green and Johnson, 2015) Tenaga kesehatan harus melakukan praktek kolaborasi dengan baik dan tidak melaksanakan pelayanan kesehatan sendiri-sendiri (Orchar et al, 2005 dan Fatalina, 2015). Dampak dari kolaborasi yang buruk adalah tingginya kesalahan dalam pembuatan resep di Indonesia (sebanyak 98,69%) akibat dari kesalahan dalam penulisan resep dokter, apoteker yang tidak tepat dalam penyiapan obat dan pemberian informasi mengenai obat tersebut (Easton, 2009). Selain itu menurut National Prescribing Service Australia menyebutkan bahwa 6% kasus yang terjadi di rumah sakit disebabkan karena efek samping obat dan kesalahan selama perawatan. Hal ini muncul karena buruknya kolaborasi antar profesi kesehatan (Perwitasari, 2010). WHO (2009) menjelaskan bahwa 70-80% kesalahan yang terjadi di pelayanan kesehatan diakibatkan oleh buruknya komunikasi dan kurangnya pemahaman anggota tim. Kolaborasi tim yang baik dapat mengurangi masalah patient safety (WHO, 2009). Kurangnya penerapan kolaborasi interprofesi sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Fatalina (2015) yang berjudul Persepsi dan Penerimaan Interprofessional Collaborative Practice di Bidang Maternitas pada Tenaga Kesehatan. Penelitian tersebut dilakukan di RSUP Dr. Sardjito. Penelitian tersebut mengatakan bahwa belum terlaksana kolaborasi interprofesi dan masih dilaksanakannya stereotyping kolaborasi tradisional yang beranggapan bahwa dokter adalah leader dan decision making dan pelaksana adalah perawat, bidan dan farmasi. Selain itu masih kurangnya komunikasi yang terjalin antar anggota profesi. Salah satu faktor yang menghambat pelaksanaan kolaborasi interprofesi adalah karena buruknya komunikasi antar profesi (Setiadi, 2017). Komunikasi adalah aspek terpenting dalam kolaborasi antar profesi. Tanpa komunikasi yang efektif maka perawatan pasien akan menjadi kehilangan arah dan berdasar pada stereotype semata (Cross-Sudworth, 2007). Komunikasi dalam pelaksanaan IPC juga merupakan unsur penting dalam peningkatan kualitas perawatan dan keselamatan pasien (Reni, A 2010). Daftar pustaka World Health Organization. 1988. World Health Report 2006: Working Together for Health.[cited 2009 April 22]. Available from URL:HTTP//www.who.int/hrh/professionals/announcement.pdf
A’la, MZ. Sedyowinarso, M. Harjanto T.,2010. Gambaran Persepsi dan Kesiapan
Mahasiswa Tahap Akademik Terhadap Interprofessional Education di FAkultas kedokteran UGM. Skripsi S1 Keperawatan Fakultas Kedokteran UGM, tidak diterbitkan
dan penerimaan Interprofessional Collaborative Practice Bidang Maternitas pada tenaga kesehatan. Universitas Gadjah Mada : Fakultas Kedokteran. Jurnal Kedokteran Indonesia. Notoatmodjo,S. 2007. Promosi Kesehatan dan Ilmu Perilaku. Yogyakarta : Reneka Cipta. Orchar, CA, Curran , V, Kabene, S. 2005. Creating a culture for Interdiciplinnary Collaboration Profesional Practice. Med. Educ